Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bentonit adalah istilah yang digunakan dalam perdagangan untuk tanah
lempung yang mengandung lebih dari 75 % montmorilonit. Lempung jenis
montmorilonit merupakan mineral yang penyebarannya paling luas dan bersifat
unik karena memiliki kemampuan mengembang (swelling), kapasitas kation yang
tinggi dan dapat diinterkalasi (Widihati, 2009). Lempung bentonit merupakan
salah satu bahan alternatif yang dapat dipergunakan untuk bahan penjernih
(bleaching agent) minyak bunga matahari. Pemanfaatan bentonit ini akan
memberikan nilai tambah yang cukup besar, dibandingkan jika dimanfaatkan
hanya sebagai bahan pengganti batu bata atau batako. Secara fisik bentonit yang
digunakan mempunyai ciri antara lain warna putih tulang dan berbentuk serbuk
(Megawati, 2008).
Lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam,
yang dapat bersumber dari bahan nabati (tumbuh-tumbuhan) yang meliputi biji-
bijian dari tanaman tahunan dan sumber bahan hewani (Buckle dkk., 1987). Salah
satu sumber minyak dari bahan nabati yaitu tanaman bunga matahari (Helianthus
annuus), tanaman ini adalah tanaman yang berbunga kuning cerah yang selalu
menghadap ke matahari. Namun, tanaman ini dibudidayakan tidak hanya untuk
dilihat bunganya yang indah, tetapi juga untuk diambil minyaknya, yang diketahui
memiliki sejumlah manfaat baik untuk kesehatan maupun sebagai bahan baku
minyak goreng.
Pada minyak bunga matahari terdapat zat warna yaitu tokoferol dan
tokotrienol yang mempunyai ciri berwarna kuning sampai kuning pucat dan
berbentuk minyak yang kental, larut dalam alkohol dan larut dalam lemak.
Apabila zat warna ini teroksidasi maka akan menghasilkan minyak dengan warna
yang lebih gelap. Umumnya produsen tidak menyukai warna gelap ini sehingga
perlu dilakukan proses penghilangan warna (Andarwulan dan Koswara, 1992).
Warna merupakan parameter utama dalam penentuan kualitas minyak dan
digunakan sebagai parameter di dalam dunia perdagangan. Semakin gelap warna
minyak, semakin mahal biaya yang dibutuhkan dalam proses pemurnian. Selain

1
itu yang gelap juga menandakan kualitas minyak yang rendah. Salah satu tahap
dalam pemurnian minyak menjadi minyak goreng adalah tahap bleaching.
Bleaching adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-
zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan
mencampur minyak dengan adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung
aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia.
Pada penelitian ini akan dilakukan pemucatan terhadap minyak bunga matahari
dengan menggunakan lempung aktif bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat.

1.2. Tujuan Penulisan


Untuk mempelajari dan memahami penelitian yang dilakukan oleh Foletto
dkk. (2011) yaitu pemucatan minyak bunga matahari melalui adsorpsi oleh
bentonit teraktivasi asam.

I.3. Landasan Teori


I.3.1. Bentonit
Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung montmorillonit
dengan mineral-mineral seperti kuarsa, kalsit, dolomit, feldspars, dan mineral
lainnya dan termasuk kelompok dioktohedral. Montmorillonit merupakan bagian
dari kelompok smektit dengan komposisi kimia secara umum
(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Nama montmorilonit itu sendiri berasal dari
Perancis pada tahun 1847 untuk penamaan sejenis lempung yang terdapat di
Monmorilon Prancis yang dipublikasikan pada tahun 1853 – 1856 (Megawati,
2008).
Luas area permukaan spesifiknya adalah sekitar 700-800 m 2/g, hal ini
menyebabkan montmorillonit mampu mendispersikan air dalam jumlah banyak.
Montmorillonit menunjukkan sifat plastisitas dan kelekatan yang tinggi dalam
keadaan basah. Jika dikontakkan dengan air, montmorillonit mengalami
pengembangan antarlapis yang menyebabkan volumenya meningkat menjadi dua
kali lipat. Potensi mengembang-mengerut yang tinggi ini merupakan penyebab
montmorillonit dapat menjerap ion-ion logam dan senyawa-senyawa organik
(Tan, 1998). Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Na-bentonit

2
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila
dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air.
Dalam keadaan kering berwarna putih atau kream, pada keadaan basah dan
terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Suspensi koloidal
mempunyai pH: 8,5-9,8.
b. Ca-bentonit
Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air,
tetapi secara alami setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang
baik. Suspensi koloidal mempunyai pH: 4-7. Dalam keadaan kering
berwarna abu-abu, biru, kuning, merah, coklat.
Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi lumpur bor,
sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi koloidal setelah bercampur dengan
air. Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap, dengan
penambahan zat kimia pada kondisi tertentu (Tekmira, 2010).

I.3.2. Struktur dan Komposisi Kimia Bentonit


Struktur monmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua
silikon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida oktahedral. Pada tetrahedral,
4 atom oksigen berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Empat ikatan
silikon terkadang disubtitusi oleh tiga ikatan alumunium. Pada oktahedral atom
alumunium berkoordinasi dengan enam atom oksigen atau gugus-gugus hidroksil
yang berlokasi pada ujung oktahedron (Gambar 1.)

Oksigen
Hidroksil
Al, Fe, Mg
Si kadang-
kadang Al

Gambar 1. Struktur montmorrilonite (Sumber : Grim, 1959).

3
Lembaran tetrahedral dan oktahedral bersama-sama membentuk lapisan
alumino-silikat (Gambar 2.). Masing-masing lapisan berikatan melalui gaya Van
der Waals, gaya elektrostatis, serta ikatan hidrogen. Antara lapisan satu dengan
lapisan lainnya memiliki ruang (interlayer) yang dapat dihuni oleh sejumlah
kation, molekul air, maupun molekul lainnya.

Gambar 2. Struktur lapisan alumino-silikat (Sumber : Husen dan Las, 2002)


Sumber muatan negatif lempung yang paling utama adalah substitusi
isomorfik, Al3+ dapat digantikan oleh Mg2+, Fe2+, Zn2+, Ni2+, Li+ dan kation
lainnya. Substitusi isomorfik dari Al3+ untuk Si4+ pada tetrahedral dan Mg2+ atau
Zn2+ untuk Al3+ pada oktahedral menghasilkan muatan negatif pada permukaan
lempung. Muatan negatif pada permukaan lempung juga disebabkan karena
keberadaan gugus OH pada tepi kristal atau pada bidang yang terbuka, di
samping itu dapat disebabkan patahnya pinggiran kristal lempung. Pada proses
substitusi isomorfik, kation bervalensi tinggi digantikan kation bervalensi rendah.
Substitusi ini terjadi bila radius atomnya tidak jauh berbeda. Misalnya
penggantian Si+4 oleh Al+3 atau Al+3 digantikan dengan Mg+2. Lempung yang
memiliki muatan negatif ini biasanya diimbangi dengan kation-kation yang dapat
dipertukarkan yang terjerap pada permukaannya. Kation-kation yang berkumpul
pada permukaan lempung ini membentuk suatu lapisan rangkap elektrik (Tan,
1998).

4
Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada
tabel berikut :
Tabel 1. Komposisi kimia bentonit secara umum
Komposisi kimia Na-Bentonit (%) Ca-Bentonit (%)
SiO2 61,3-61,4 62,12
Al2O3 19,8 17,33
Fe2O3 3,9 5,30
CaO 0,6 3,68
MgO 1,3 3,30
Na2O 2,2 0,50
K2O 0,4 0,55
H2O 7,2 7,22
(Sumber : Tekmira, 2010)

1.3.3. Aktivasi Lempung Alam


Aktivasi lempung alam dilakukan untuk meningkatkan kapasitas
adsorpsinya yang biasa dilakukan dengan penanganan menggunakan senyawa
organik dan anorganik serta asam atau basa. Dalam proses aktivasi padatan
lempung diubah strukturnya menjadi lebih spesifik sesuai dengan yang
dikehendaki. Pada umumnya proses ini berkaitan dengan perubahan luas
permukaan dan perubahan struktur kristal (Bahri dan Rivai, 2010).
Secara umum aktivasi pada lempung alam dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu aktivasi secara fisika dan aktivasi secara kimia (Chang, 1998):
a. Aktivasi secara fisika
Molekul-molekul air dapat dikeluarkan dari pori tanpa mengubah
kerangka dasarnya secara nyata, hanya sruktur kerangka lempung yang
mengalami penyusutan. Aktivasi secara fisika berupa pemanasan pada suhu
tertentu yang bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap di dalam pori-
pori kristal lempung sehingga luas permukaan pori bertambah selain itu, aktivasi
secara fisika juga dapat meningkatkan porositas lempung sehingga partikel
adsorbat lebih mudah menembus pori-pori lempung.
b. Aktivasi secara kimia
Aktivasi secara kimia di lakukan dengan mengontakkan lempung dengan
larutan kimia, larutan yang biasa digunakan adalah larutan asam atau basa.
Aktivasi dengan larutan asam dan basa bertujuan untuk melepaskan ion-ion Fe3+,
Mg2+ dan pengotor lainnya dari kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik lempung

5
menjadi lebih aktif. Aktivasi bertujuan untuk mengefektifkan situs aktif lempung
dengan melarutkan kation-kation pengotor yang berada pada permukaan lempung,
sehingga permukaan lapisan lempung menjadi bersih.

1.3.4. Minyak Bunga Matahari


Bunga matahari (Helianthus annuus L.) termasuk famili compositae.
Tanaman bunga matahari berasal dari Meksiko dan Peru Amerika Latin. Produsen
minyak bunga matahari terbesar saat ini yaitu Ukraina, Russia, dan Argentina. Di
Indonesia, bunga matahari sudah di teliti sejak tahun 1970. Pada mulanya
tanaman bunga matahari dikenal sebagai tanaman hias, kini manfaatnya semakin
luas. Salah satu produk utama bunga matahari adalah biji-bijinya yang diolah
sebagai bahan baku industri makanan berupa kwaci dan penghasil minyak nabati
yang dibutuhkan dalam industri minyak (Atjung, 1981).
Minyak bunga matahari mengandung asam linoleat 44 – 72 % dan asam
oleat 11,7 %. Minyak bunga matahari digunakan untuk berbagai keperluan seperti
minyak goreng, pembuatan margarin, bahan baku kosmetik dan obat-obatan.
Selain itu, bungkil atau ampas hasil pemerasan minyak mengandung 13 – 20 %
protein, yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Minyak bunga matahari
termasuk golongan minyak rendah kolesterol menyaingi minyak jagung, minyak
kacang tanah dan minyak kadelai, sehingga sangat baik untuk kesehatan
(Rukmana, 2004).
Umumnya minyak bunga matahari berwarna kekuningan, warna ini
disebabkan karena adanya kandungan vitamin E pada minyak. Vitamin E terbagi
atas 2 kelas substansi aktif biologis yaitu tokoferol dan tokotrienol. Tokoferol dan
tokotrienol mempunyai ciri berwarna kuning sampai kuning pucat dan berbentuk
minyak yang kental, larut dalam alkohol dan larut dalam lemak. Vitamin E akan
dapat hilang oleh proses oksidasi maupun mekanis. Proses oksidasi vitamin E
biasanya bersamaan dengan oksidasi lemak da menyebabkan minyak berwarna
gelap. Umunya produsen tidak menyukai warna gelap pada minyak sehingga
perlu dilakukan proses bleaching terhadap minyak (Andarwulan dan Koswara,
1992).

6
Gambar 3. Biji bunga matahari (Wikipedia, 2014)

1.3.5. Bleaching Minyak


Bleaching atau pemucatan merupakan proses untuk memperbaiki warna
minyak. Proses ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Tujuan
utama proses bleaching adalah menghilangkan warna dari minyak. Selain warna,
bleaching juga berperan mengurangi komponen minor lainnya seperti aroma,
senyawa bersulfur dan logam-logam berat. Selain itu, bleaching juga dapat
mengurangi produk hasil oksidasi lemak seperti peroksida, aldehida dan keton
(Estiasih, 2009).
Menurut Estiasih (2009), ada dua metode umum bleaching, yaitu metode
adsorpsi dengan menggunakan adsorben dan metode pemucatan kimiawi. Metode
kimia jarang digunakan dan merupakan metode penghilangan warna dengan cara
mengoksidasi pigmen dalam minyak menjadi senyawa yang tidak berwarna.
Metode ini tidak digunakan untuk minyak makan. Efek merugikan pada bleaching
secara kimiawi adalah selain mengoksidasi pigmen, minyak juga dapat
teroksidasi. Bahan kimia yang digunakan pada proses bleaching kimiawi ini
antara lain natrium klorit, hidrogen peroksida, natrium hiperklorat, natrium
perpirofosfat, kalium permanganat, asam hidroklorat dan natrium dikromat.

II. TATA KERJA


2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vakum pompa vakum,
labu leher tiga, ayakan (ukuran 0,074 mm), alat X-ray fluorescence (XRF) (Philips
PW 2400), alat Termogravimetri (TGA) (Netzsch STA 409), Spektrofotometer

7
inframerah (Perkin-Elmer 16 PC), Spektrofotometer Uv-Vis (WFJ525-W), spatula
dan peralatan gelas lainnya.

2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempung alam bentonit
Provinsi Mendoza, Argentina, tonsil (bentonit komersial standar), asam sulfat
(H2SO4) 4 N dan 8 N, minyak bunga matahari (Bunge Alimentos S.A Gaspar-SC,
Brazil) dan akuades.

II.3. Metodologi
II.3.1. Pengambilan Sampel
Sampel lempung bentonit yang akan dijadikan sebagai bahan baku untuk
penelitian diambil dari dua titik koordinat yang berbeda di Provinsi Mendoza,
Argentina, sampel diberi kode K dan kode W). Bentonit komersial standar yang
secara luas digunakan oleh industri minyak sayur akan digunakan sebagai
referensi untuk mengevaluasi kapasitas bleaching pada eksperimen.

II.3.2. Aktivasi Lempung bentonit


Lempung bentonit ditimbang sebanyak 40 g, kemudian dibuat suspensi
dengan 400 mL H2SO4 yang konsentrasinya bervariasi yaitu 4 N dan 8 N.
Campuran direfluks di dalam penangas air pada suhu 90 oC selama 3,5 jam.
Campuran tersebut disaring dengan kertas saring untuk memisahkan filtrat dan
pastanya. Pastanya berupa lempung teraktivasi asam sulfat. Pasta dicuci dengan
air destilat hingga bebas ion SO42-. Pasta lempung dikeringkan dalam oven pada
suhu 60 oC selama 12 jam dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 0,074
mm. Setiap tahap proses diberi kode sesuai dengan konsentrasi H2SO4 yang
digunakan antara lain :
K dan W : Lempung bentonit Provinsi Mendoza, Argentina (tanpa
perlakuan).
K4 dan W4 : Lempung bentonit Provinsi Mendoza, Argentina teraktivasi
asam sulfat 4 N .
K8 dan W8 : Lempung bentonit Provinsi Mendoza, Argentina teraktivasi
asam sulfat 8 N.

8
II.3.3. Identifikasi Karakter Lempung Bentonit
Lempung bentonit ini diidentifikasi beberapa karakter, yaitu analisis
spektroskopi X-Ray fluorescence (XRF) untuk mengetahui komposisi kimia
lempung dengan menggunakan spektrometer Philips PW 2400, spektroskopi Infra
merah (FTIR) untuk mengetahui gugus fungsi lempung akan dihitung pada 4000 -
350 cm-1 dengan spektrofotometer Perkin-Elmer 16 PC menggunakan teknik pelet
KBr dan termogravimetri (TGA) dilakukan dengan alat analisis termal Netzsch
STA 409 dengan kecepatan pemanasan 10 oC.min-1, di bawah aliran atmosfer
udara yaitu 35 mL min-1 pada temperatur antara 25 - 1000 oC untuk mengetahui
stabilitas termal lempung.

II.3.4. Proses Bleaching Minyak Bunga Matahari


Proses bleaching minyak dilakukan dengan mengikuti prosedur American
oil Chemical Society (AOCS) metode Cc 8a-52. Sebanyak 100 g minyak bunga
matahari diambil kemudian distirer dan dipanaskan pada keadaan vakum dengan
tekanan 450 mmHg pada temperatur tetap 100 oC. Sampel lempung sebanyak 0,5
g ditambahkan ke dalam minyak panas. Campuran diaduk dengan magnetik stirer
selama 30 menit. Selama proses pemucatan, aliran gas N 2 dialiri secara terus
menerus di atas permukaan minyak. Campuran minyak panas dan lempung
disaring dengan menggunakan pompa vakum dan warna pada minyak hasil
bleaching diukur secara spektrofotometri menggunakan spektrofofometer Uv-Vis
WFJ525-W pada absorbansi panjang gelombang maksimum dari minyak sebelum
bleaching yaitu 420 nm. Persentase kapasitas adsorpsi dari lempung ditentukan
menggunakan persamaan berikut (Falaras dkk., 1999) :
BC (%) = [ (A0  A) / A0 ] x 100 ..........................................(1)
Keterangan :
A0 = Absorbansi minyak sebelum bleaching
A = Absorbansi minyak hasil bleaching
BC = Bleaching capacity (kapasitas bleaching)

9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Analisis X-Ray Fluorescence (XRF)
Menurut Foletto (2000), smektit adalah mineral utama dari kedua sampel
(35 % pada sampel K dan 47 % pada sampel W). Bentonit K mengandung kuarsa
dan feldspar sebagai pengotor, sedangkan bentonit W mengandung gypsum dan
kaolinit. Tabel 2. menunjukkan komposisi kimia dari bentonit setelah diaktivasi
dengan asam sulfat.

Sampel SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO CaO Na2O K2O TiO2 MnO *r
K 69,53 15,58 3,49 1,56 0,65 2,7 1,23 0,55 0,09 3
K4 77,45 12,55 2,03 1,02 0,35 0,85 1,1 0,55 0,01 4,35
K8 78,51 10,32 1,59 0,85 0,32 0,88 1,04 0,54 0,01 5,37
W 65,18 17,51 4,53 1,18 1,57 2,24 0,86 0,42 0,08 2,56
W4 73,08 14,7 3,43 0,64 0,18 0,57 0,71 0,42 0,01 3,5
W8 75,87 13,06 2,86 0,59 0,18 0,59 0,71 0,42 0,01 4,12
Tabel 2. Hasil analisis XRF, ditentukan sebagai oksida (%)
*r : Rasio Si4+ / (Al3+ + Mg2+ + Fe2+/3+)

3.1.2. Stabilitas Termal

10
Kehilangan berat dari sampel akibat dehidroksilasi ditunjukkan pada kurva
TGA yang terjadi pada range temperatur 450-750 oC (Gambar 4). Kurva TGA
akan digunakan untuk meninjau tingkat kekuatan asam pengaktivasi terhadap
lembaran oktahedral (Tabel 3).

Gambar 4. Kurva TGA sampel bentonit alam dan bentonit teraktivasi


Tabel 3. Hasil pengamatan dari kurva TGA
Berat susut (%) range 450 - 750 destruksi lembaran oktahedral
o
Sampel C (%)
K 2,69 0
K4 2,08 22,67
K8 1,8 33,08
W 3,28 0
W4 2,59 21,04
W8 2,44 25,61

3.1.3. Spektroskopi Infra Merah


Gambar 5. menunjukkan spektra infra merah dari bentonit alam dan
bentonit teraktivasi asam.

11
Gambar 5. Spektra inframerah sampel bentonit alam dan bentonit teraktivasi
Berdasarkan Gambar 5. menunjukkan bahwa pada spektra yang diamati
tidak terdapat perubahan yang signifikan, walaupu pada ikatan Si-O-Al (525 cm -1)
dan Si-O-Si (465 cm-1) terjadi penurunan intensitas.

3.1.4. Kapasitas Bleaching Minyak Bunga Matahari oleh Bentonit


Rasio intensitas keduan sampel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel ini
menunjukkan hasil karakterisasi bentonit alam dan bentonit teraktivasi terhadap
pemucatan minyak bunga matahari. Sampel K memiliki kapasitas bleaching yang
lebih baik daripada sampel W terhadap minyak bunga matahari.

Tabel 4. Perubahan struktur dan kapasitas bleaching minyak dari bentonit alam
dan bentonit teraktivasi

Sampel IR (1) CA (2) TG (3) BC (%) Bunga matahari (4)


K 0,44 3 0 11,83
K4 0,26 4,35 22,67 39,74
K8 0,13 5,37 33,08 48,68
W 0,44 2,56 0 11
W4 0,34 3,5 21,04 35,2
W8 0,22 4,12 25,61 45,6
(1) Rasio Si-O-Al / Si-O-Si (dilihat dari spektra IR, Gambar 5)
(2) Rasio Si / (Al+Mg+Fe) (dilihat dari analisis komposisi kimia, Tabel 2)
(3) Destruksi lembaran oktahedral (%) (dilihat dari kurva TGA, Tabel 3)
(4) Kapasitas bleaching

12
Hasil kapasitas bleaching terbaik dari bentonit teraktivasi pada penelitian
ini akan dibandingkan dengan sampel bentonit komersial, seperti yang terlihat
pada Tabel 5. retensi warna pengotor dari minyak bunga matahari menggunakan
tonsil (sampel bentonit komersial standar) tidak berbeda jauh dengan bentonit
teraktivasi asam sulfat 8 N.
Tabel 5. Kapasitas bleaching (BC) dari Tonsil dan bentonit teraktivasi asam (K8
dan W8)

Sampel BC (%) Bunga matahari


Tonsil 48,57
K8 48,68
W8 45,6

3.2. Pembahasan
Komposisi mineral dari kedua sampel lempung telah diuji melalui analisis
spektroskopi X-Ray fluorescence (XRF) (Tabel 2.) komposisi mineral pada
lempung alam di Provinsi Mendoza, Argentina juga telah dianalisis oleh Foletto
(2000). Menurut Foletto (2000) komposisi yang terdapat pada lempung alam
Argentina yang telah diaktivasi dengan asam sulfat 4 N antara lain 73,08 % SiO 2,
14,70 % Al2O3, 3,43 % Fe2O3, 0,64 % MgO, 0,18 % CaO, 0,57 % Na2O, 0,71 %
K2O, 0,42 % TiO2, 0,01 % MnO dan 5,99 % H 2O. Berdasarkan Tabel 2 terlihat
bahwa pada kedua sampel dengan adanya peningkatan konsentrasi kandungan
SiO2 juga meningkat yaitu sebesar 77,45 % pada sampel K setelah diaktivasi
dengan asam sulfat 4 N dan 78,51 % setelah diaktivasi dengan 8 N dan pada
sampel W mengalami peningkatan sebesar 73,08 % setelah diaktivasi dengan
asam sulfat 4 N dan 75,87 % setelah diaktivasi dengan asam sulfat 8 N.
Sedangkan kandungan Al2O3, Fe2O3 dan MgO mengalami pengurangan.
Pengurangan kandungan Al2O3, Fe2O3 dan MgO mengalami pengurangan
yang signifikan dengan peningkatan konsentrasi asam. Kandungan CaO, Na2O,
K2O juga mengalami pengurangan, adanya sisa kation Ca2+, Na+ dan K+
disebabkan adanya pengotor seperti mika dan feldspar yang tidak larut dalam
larutan asam (Barrios dkk., 1995), sedangakan kation Ti4+ tidak akan larut. Kation
Al3+, Fe2+/3+ dan Mg2+ akan dihilangkan dari lembaran oktahedral. Peningkatan Si 4+
dan pengurangan kation yang terdapat pada lembaran oktahedral seiring dengan

13
peningkatan konsentrasi asam menghasilkan peningkatan rasio Si / (Al + Mg +
Fe).
Kurva stabilitas termal dari bentonit alam dan bentonit teraktivasi asam
dapat dilihat pada Gambar 4. Destruksi lembaran oktahedral ditentukan sebagai
rasio pengurangan dari berat hilang dengan massa sebenarnya dari sampel
(Foletto, 2003). Seperti terlihat pada Tabel 3. Pada suhu 450 – 750 oC sampel
bentonit alam K dan W tidak mengalami destruksi lembaran oktahedral, ketika
sampel diaktivasi dengan asam sulfat 4 N, sampel mengalami destruksi lembaran
oktahedral yaitu sebesar 22,67 % dengan berat susut sebesar 2,08 % (sampel K)
dan 21,04 % dengan berat susut 2,59 % (sampel W). Begitu pula ketika sampel
diaktivasi dengan sampel asam sulfat 8 N, sampel juga mengalami destruksi
lembaran oktahedral yang lebih tinggi yaitu sebesar 33,08 % dengan berat susut
1,80 % (sampel K) dan 25,61 % dengan berat susut 2,44 % (sampel W). Sampel K
teraktivasi menunjukkan destruksi sebesar 14 – 19 % pada lembaran oktahedral,
sedangkan sampel W teraktivasi menunjukkan destruksi sebesar 12 – 15 %. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi asam yang tinggi (konsentrasi 8
N), struktur dari smektit tidak semuanya rusak. Sehingga dengan peningkatan
konsentrasi asam dan waktu kontak maka destruksi lembaran oktahedral yang
diamati juga akan meningkat.
Gambar 5. Menunjukkan spektra inframerah dari bentonit alam dan
bentonit teraktivasi asam. Pita serapan pada 3640 cm-1 dihubungkan dengan
vibrasi stretching grup OH yaitu Al-Al-OH dan Mg-OH-Al sedangkan pada 3454
cm-1, keberadaan air interlayer. Jumlah air yang diserap dalam lempung terkait
dengan vibrasi deformasi grup H-O-H (1664 cm-1). Pita serapan pada 1042 dan
798 cm-1 dikaitkan dengan vibrasi stretching dari Si-O . Pita serapan pada 770
cm-1 sesuai dengan kuarsa. Pita serapan pada 526 dan 466 cm-1 masing-masing
sesuai dengan deformasi vibrasi Si-O-Al dan Si-O-Si yang mengalami sedikit
perubahan. Perubahan ini akan diamati sebagai rasio Si-O-Al dan Si-O-Si
(Volzone dkk., 2001).
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa kapasitas adsorpsi meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi asam pengkativasi. Hasil terbaik ditunjukkan oleh
sampel K8 (aktivasi asam sulfat 8 N) dengan kapasitas adsorpsi sebesar 48,68 %

14
dan sampel W8 (aktivasi asam sulfat 8 N) dengan kapasitas adsoprsi sebesar 45,60
N. Hasil analisis mengindikasi bahwa peningkatan konsentrasi asam
menyebabkan perubahan struktur bentonit, sehingga meningkatkan kapasitas
bleaching. Tingkat kekuatan lempung yang paling tinggi adalah sampel K
daripada sampel W.
Sampel bentonit K teraktivasi asam menunjukkan kapasitas bleaching
sedikit lebih unggul daripada sampel bentonit W teraktivasi asam dan sifat ini bisa
dikaitkan dengan pengaruh yang besar dari kekuatan asam pada struktur smektit K
ketika dibandingkan dengan smektit W. Apabila ditinjau dari segi komposisi
mineral, sampel K memiliki kandungan MgO yang lebih tinggi daripada sampel
W. Umumnya smektit yang memiliki kandungan MgO lebih besar lebih mudah
diaktivasi dengan senyawa asam dibandingkan dengan smektit yang memiliki
kandungan MgO rendah. Aktivasi asam bertujuan menghilangkan sejumlah kation
oktahedral sesuai dengan urutan Mg > Al > Fe (Volzone dan Ortiga, 2000).
Hasil kapasitas adsorpsi yang terbaik dari bentonit teraktivasi yang
diperoleh akan dibandingkan dengan sampel komersial seperti ditujukkan pada
Tabel 5. Retensi warna pengotor dari minyak bunga matahari terhadap tonsil
(sampel bentonit komersial standar) menunjukkan hasil yang mirip dengan
bentonit teraktivasi asam sulfat 8 N yaitu sebesar 48,57 % untuk sampel tonsil
(bentonit komersial standar), 48,68 % untuk sampel K8 (aktivasi asam sulfat 8 N)
dan 45,60 % untuk sampel W8 (aktivasi asam sulfat 8 N).

IV. KESIMPULAN
Perubahan struktur bentonit sebagai hasil perlakuan dengan asam sulfat
sangat bergantung pada konsentrasi asam. Analisis kimia dengan X-Ray
fluorescence menunjukkan bahwa kadar SiO2 semakin meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi asam dan optimum pada sampel K8 yaitu sebesar
sebesar 78,51 %, sedangkan kadar Al2O3, Fe2O3 dan MgO mengalami
pengurangan dengan peningkatan konsentrasi asam. Berdasarkan analisis
termogravimetri terlihat bahwa kehilangan berat karena dehidroksilasi dari sampel
terjadi pada temperatur 450-750 oC. Destruksi terbesar terjadi pada sampel K8
(aktivasi asam sulfat 8 N) dengan destruksi lembaran oktahedral sebesar 33,08 %
dan berat susut sebesar 1,08 %. Berdasarkan hasil analisis sinar infra merah

15
menunjukkan bahwa tidak ada terjadi perbedaan yang signifikan antara sampel
bentonit alam dan bentonit teraktivasi asam. Hasil uji kapasitas bleaching
optimum dari sampel akan dibandingkan dengan lempung bentonit komersial
standar. Sampel teraktivasi menunjukkan kapasitas bleaching yang sebanding
dengan lempung komersial standar yaitu sebesar 48,57 %; 48,68 % dan 45,60 %
untuk sampel tonsil (sampel bentonit komersial); K8 dan W8 secara berurutan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, lempung bentonit teraktivasi asam dari Provinsi
Mendoza, Argentina sudah efektif untuk digunakan sebagai adsorben untuk
bleaching minyak bunga matahari dan konsentrasi asam memiliki pengaruh yang
penting pada tahap aktivasi.

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N. dan Koswara. 1992. Kimia Vitamin. CV Rajawali, Jakarta.

Atjung. 1981. Tanaman Yang Menghasilkan Minyak, Tepung Gula. Yasaguna,


Jakarta.

Bahri, A. dan Rivai, R. 2010. Chemical Modification on Natural Clay and


Application on Equilibrium Study of The Adsorption of Pb2+ in Aqueous
Solution. Jurnal Sains dan Teknologi. 9 : 49-54.

Barrios, M.S., Gonzáles, L.V.F., Rodríguez, M.A.V. dan Pozas, J.M.M. 1995.
Activation of a Palygoskite with HCl: Development of Physicochemical,
Textural and Surface Properties. Applied Clay Science. 10 : 247-258.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H. dan Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan.
UI-Press, Jakarta.

16
Chang, R. 1998. Chemistry. Edisi keenam. Mc Graw-Hill, Boston. ISBN : 0-07-
011644-X.

Estiasih, T. dan Ahmadi, K. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara,


Jakarta.

Falaras, P., Chatzivasiloglou, E., Stergiopoulos, T., Kontos, A.G., Alexis, N. dan
Prodromidis, M. 2007. The Influence of The Metal Cation and The Filler
on The Performance of Dye-Sensitized Solar Cells Using Polymer Gel
Redox Electrolytes. Journal of Photochemistry and Photobiology a
Chemistry. 192 : 49-55.

Foletto, E.L., Colazzo, G.C., Volzone, C. dan Porto, L.M. 2011. Sunflower Oil
Bleachning By Adsorption Onto Acid-Activated Bentonite. Brazilian
Journal of Chemical Engineering. 28 (1) : 169-174.

Foletto, E.L., Volzone,C. dan Porto, L.M. 2003. Performance of an Argentinian


Acid-Activated Bentonite in The Bleaching of Soybean Oil. Brazilian
Journal of Chemical Engineering. 20 : 139-145.

Foletto, E.L., Volzone, C., Morgado, A.F. dan Porto, L.M. 2000. Analise
Comparative The Acid-Activated From Material Argilos with Different
Composition Mineralogical. Brazilian Journal of Chemical Engineering.
43-48.

Grim, R.E. 1959. Applied Clay Mineralogy. Mc Graw Hill Book Company, New
York.

Husen, Z. dan Las, T. 2002. Pembuatan Lempung Terpilar untuk Penyerapan


Limbah Radioaktif Cs-137. Hasil Penelitian Pusat Pengembangan Limbah
Radioaktif.

Megawati, A. 2008. Pembuatan dan Penggunaan Membran Bentonit-Zeolit untuk


Pemisahan Ion Cu2+. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA. Institut Teknologi
Bandung, Bandung.

Rukmana, R. 2004. Budidaya Bunga Matahari. Aneka Ilmu, Semarang.

Tan, K.H. 1998. Dasar-Dasar Kimia Tanah. UGM Press, Yogyakarta.

Tekmira. 2010. Bentonit. http://www.tekmira.esdm.go.id/data/”Bentonit”/ulasan.


Diakses pada tanggal 25 Maret 2015.

Volzone, C., Masini O., Comelli, N.A., Grzona, L.M., Ponzi, E.N. dan Ponzi M. I.
2001. Production of Camphene and Limonene From Pinene Over Acid Di-
and Trioctahedral Smectite Clays. Applied Catalysis A General. 2 : 213-
218.

17
Volzone, C. dan Ortiga, J. 2000. O2, CH4 and CO2 Gas Retentions By Acid
Smectites Before and After Thermal Treatment. Journal of Materials
Science. 35 : 5291-5294.

Widihati, I.A. 2009. Adsorpsi Ion Pb2+ oleh Lempung Terinterkalasi Surfaktan.
Jurnal Kimia. 3 (1) : 27-32.

Wikipedia. 2014. Minyak Biji Bunga Matahari.


http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_biji_bunga_matahari. Diakses pada
tanggal 25 Maret 2015.

18

Anda mungkin juga menyukai