Anda di halaman 1dari 2

Pengalaman Depresi

Namaku Lia, aku berusia 23 tahun. Aku didiagnosa depresi sejak 7 bulan yang lalu dan sampai saat ini
masih dalam terapi pengobatan.

Jika ditanya penyebab aku depresi, rasanya sangat kompleks dan mungkin tidak seberapa jika
dibandingkan dengan penderitaan orang lain. Tapi aku yakin ketahanan seseorang terhadap stressor
berbeda pada setiap orang.

Singkatnya aku memiliki masalah ekonomi, ayahku meninggal, dan ibuku mulai dekat dengan orang
lain. Ibuku orang yang baik tapi sayangnya aku merasa dia tidak memahami kondisi mentalku dan
aku merasa tidak diperhatikan, sehingga aku membenci ibuku dan hubungan kami tidak terlalu
terbuka. Ditambah kondisiku yang saat itu sedang melanjutkan studi yang hampir tidak ada libur dan
tugasnya sangat banyak, belum lagi ujian-ujian yang harus dilewati setiap minggunya membuat aku
sangat stress dan tertekan. Aku juga merasa sangat kesepian karena harus terpisah dengan sahabat-
sahabat dekatku.

Aku merasa ada yang lain dari diriku. Aku merasa aku selalu sedih setiap saat. Rasanya aku sudah
tidak ingat kapan aku tersenyum dan tertawa bahagia. Setiap hari aku menangis dan hanya bisa
terbaring di tempat tidur tanpa melakukan apapun. Aku hanya bangun ketika aku harus praktek
klinik di rumah sakit. Sisanya aku hanya menangis, melamun, dan melakukan cutting. Bahkan untuk
buang air kecil pun rasanya berat. Aku tidak sanggup berjalan meski hanya beberapa langkah,
membuka pintu kamar mandi, menyalakan air, dan buang air kecil, rasanya aktivitas sesimpel itu pun
terasa sangat berat dan aku tidak memiliki energi untuk melakukannya.

Semakin hari pikiranku semakin berisik. Aku merasa pikiranku terus menerus mengataiku. Pikiranku
terus berkata “kamu bodoh, kamu tidak berguna, kamu lebih buruk dari orang lain, kamu gagal,
kamu tidak akan sukses, tidak ada yang menginginkanmu, kamu hanya menjadi beban, masa
depanmu tidak akan bahagia, tidak ada yang mencintaimu. Lebih baik kamu mati saja, tidak akan ada
yang rugi atau mengingatmu jika kamu mati”. Pikiranku juga selalu menyuruhku untuk melakukan
cutting dan mengataiku bahwa aku pecundang karena tidak bisa cutting lebih dalam dan lebih
banyak, serta tidak bisa bunuh diri. Rasanya aku ingin lari dari pikiranku sendiri tapi tidak bisa.
Semakin berisik pikiranku berkata-kata, semakin aku membenci diriku dan semakin sering aku
melakukan cutting dan semakin dalam pula.

Akhirnya aku memutuskan untuk menemui psikiater, dan dari situlah pengalaman recovery-ku
dimulai. Aku menceritakan semua yang kualami sambil menangis tersedu-sedu. Aku didiagnosa
depresi dan juga mengalami halusinasi. Kemudian aku diresepkan beberapa obat yang harus aku
minum setiap harinya.

Perlahan, dengan bantuan obat, aku mulai bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan bisa
mengerjakan tugas dengan lebih baik. Aku tidak menangis lagi. Aku merasa memiliki energi untuk
menjalani hariku. Aku mulai bisa mengobrol lagi dengan orang lain.

Kondisiku kemudian terus membaik tapi aku merasa aneh dengan yang aku rasakan. Terkadang aku
merasa ingin kembali depresi karena sudah merasa nyaman. Dokter bilang kalau aku sedang
mengalami masa transisi dan pada masa ini perjalanan penyakitnya bisa maju ataupun mundur. Di
masa transisi ini banyak hal aneh yang aku rasakan, seperti merasa asing terhadap diriku sendiri.
Terkadang aku menangis karena menyadari kalau aku tidak seperti dulu yang suka merawat diri
sendiri. Aku sekarang cenderung tidak peduli dengan penampilan dan tidak mau merawat diri. Aku
sering mengatakan “dulu aku suka ini ya” atau “ dulu aku suka itu ya” pada berbagai hal. Rasanya
aneh dan tidak nyaman, tapi perlahan aku bisa juga melewatinya.

Saat ini aku sudah merasa lebih baik. Aku masih bisa melanjutkan studiku meski dengan tertatih-
tatih dan mengerjakan seadanya. Aku mulai bisa menikmati kegiatan yang aku sukai. Pikiranku sudah
mulai sunyi dan tidak berisik lagi. Aku mulai menemukan harapan dan sudah tidak memiliki pikiran
bunuh diri. Aku juga sudah berhenti cutting. Sisanya aku masih memiliki masalah dengan kelelahan,
energi, dan tidurku. Tapi secara keseluruhan aku merasa sudah lebih baik dan aku akan terus
berusaha menjadi lebih baik lagi.

Selama 7 bulan ini banyak pelajaran yang aku dapatkan. Pertama, recovery tidak selamanya mulus.
Relapse sangat sering mewarnai dan datang bertubi-tubi. Itu sangat normal dan bukan berarti kita
gagal dan kembali ke titik nol. Relapse mengajarkan kita untuk mau bangkit dan memberikan kita
pelajaran mengenai apa yang harus kita lakukan untuk mencegahnya dan bagaimana beradaptasi
dengan stressor.

Kedua, kita harus menerima dan berdamai dengan depresi yang kita alami. Berdasarkan
pengalamanku, jangan jadikan depresi sebagai musuh yang harus selalu dilawan. Melakukan
berbagai cara untuk melawan depresi membuat kita merasa lelah dan pada akhirnya tidak berdaya.
Dan ketika tidak berdaya itulah kita rentan menyalahkan diri sendiri dan merasa gagal. Terimalah
kenyataan bahwa kita mengalami depresi. Lakukan hal-hal yang membuat kita mampu beradaptasi
dengan kondisi depresi.

Ketiga, jika kita mengalami masalah dengan orang tua yang tidak mensupport kita, lebih baik
bicarakan atau jika perlu biarkan orang tua bertemu dengan psikiater atau psikolog kita. Kebanyakan
orang tua bersikap negatif seperti marah atau meremehkan karena mereka kurang terpapar dengan
kondisi depresi. Mungkin mereka berpikir “kenapa anakku tidak seperti anak orang lain yang normal
dan sehat secara mental”. Mereka juga bingung dengan kondisi yang terjadi serta tidak tahu apa
yang harus mereka lakukan. Ajaklah orang tua untuk bertemu psikiater atau psikolog kita dan
biarkan psikiater atau psikolog menjelaskan kondisi kita pada mereka.

Keempat, tidak ada dua orang pun didunia ini yang mengalami depresi serupa. Depresi sangat
berbeda pada setiap orang. Jangan berpikir karena orang lain mengalami depresi lebih buruk maka
perasaan kita tidak valid atau merasa bahwa kita tidak pantas mendapatkan pertolongan. Jika kita
merasa ada yang salah dengan diri kita maka perasaan yang kita rasakan itu benar dan kita berhak
mendapat pertolongan.

Depresi bisa disembuhkan, meskipun akan banyak rintangan yang akan kita hadapi menuju kata
pulih. Untuk siapapun yang sedang menjalani hidupnya bersama depresi, berjuanglah, memang
depresi ini berat, tapi kita juga terus menjadi lebih kuat setiap harinya dan bahkan lebih kuat dari
yang kita bayangkan.

Anda mungkin juga menyukai