Anda di halaman 1dari 10

HAKEKAT MUKTAZILAH

Diantara tuduhan miring yang dialamatkan kepada HTI (HT), adalah tuduhan yang
dilemparkan oleh kelompok Salafiyyah Wahhabiyyah yang berkolaborasi dengan
kelompok Aswaja Sekular, bahwa HTI itu Muktazilah Jadîdah/ Qodariyyah (nama lain
dari Muktazilah). Karena menurut mereka, HTI itu menolak/ mengingkari qodar, dan
rukun Imannya hanya ada lima.

Bahkan Kiai Idrus Ramli yang diklaim sebagai Singa Aswaja terus mengulang-ulang di
berbagai forum dan berbagai tempat, dari dunia nyata sampai dunia maya, bahwa HTI
itu Muktazilah.

Diantaranya, Kiai IR dengan beraninya menebar kebohongan : "Dalam beberapa bagian


karyanya as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah (seperti hal. 43, 71 dan 91), secara vulgar an-
Nabhani mengadopsi ideologi Mu'tazilah yang tidak mempercayai qadha' dan qadar
Allah swt. Rukun iman yang seharusnya ada enam, direduksinya (dikurangi) menjadi
lima. Apabila ideologi komunis tidak mempercayai adanya Tuhan apalagi qadha dan
qadar Tuhan, maka HTI mempercayai Tuhan tetapi tidak mempercayai qadha dan qadar
yang menjadi salah satu sifat kesempurnaan Tuhan". (Majalah Ijtihad, PP Sidogiri, edisi
28, hal. 7).

Pernyataan diatas adalah kebohongan yang sangat nyata dari seseorang yang diklaim
sebagai tokoh Aswaja. Karena pada kitab Asy-Syakhshiyyah juz 1 hal. 43, sebagaimana
dirunjukkan oleh IR diatas, redaksi lengkapnya sebagai berikut :
‫ اإليمان باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واليوم اآلخر وتؤمن‬: ‫هذه هي األمور التي يجب اإليمان بها وهي خمسة أمور‬
‫أيضا بالقضاء والقدر وال يطلق اإليمان باإلسالم على الشخص وال يعتبر مسلما إال إذا آمن بهذه الخمسة جميعها‬
‫والقدر‬ ‫بالقضاء‬ ‫وآمن‬...
"Inilah sejumlah perkara yang wajib diimani, yaitu lima perkara: Iman kepada Allah,
Malaikat-Nya, Kutub-Nya, Rusul-Nya, dan Hari Akhir. Dan kamu juga (wajib) beriman
kepada Qodho' dan Qodar. Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Islam, dan tidak
dianggap Muslim, kecuali ia beriman kepada lima perkara tersebut, semuanya, dan
beriman kepada Qodho dan Qodar ...".

Sebagaimana redaksi hadits Jibril yang populer berikut:


"... ‫قال فأخبرني عن اإليم ان قال أن تؤمن باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واليوم اآلخر وتؤمن بالقدر خيره وشره‬...
"... Jibril berkata: "Terangkan kepadaku tentang Iman". Nabi SAW bersabda : " Engkau
beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kutub-Nya, Rusul-Nya, dan Hari Akhir, dan
Engkau beriman kepada Qodar baik dan buruknya dari Allah ”. HR Muslim dari Umar
ra.

Pada hadits diatas, Nabi SAW menyuruh beriman (lafadz an tu'mina pertama) kepada
lima perkara, lalu ditambah beriman (lafadz an tu'mina kedua) kepada satu perkara, yaitu
Qodar baik dan buruknya ... Jadi 5+1=6 . Coba dimana letak kesalahan dan ke-
Muktazilah-annya?!
Pada bagian lain juga Annabhani menegaskan, bahwa rukun Iman itu ada enam:
‫العقيدة اإلسالمية هي اإليمان باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واليوم اآلخر وبالقضاء والقدر خيرهما وشرهما من هللا‬
‫تعالى‬.
"Akidah Islam ialah beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kutub-Nya, Rusul-Nya, Hari
Akhir, dan Qodho dan Qodar baik dan buruknya dari Allah ta'ala". (Asysyakhshiyyah,
juz 1, hal. 29). Dan di beberapa tempat lainnya.

Jadi jelas sekali, bahwa IR hanya memenggal redaksi yang utuh, hanya lima yang
diambil, sedang tambahan satunya ditinggalkan. Inilah kecurangan ilmiah dan
pengkhianatan akademik.

Jangankan redaksi kitab Asysyakhshiyyah produk manusia, kitab suci Alqur'an atau
Hadits Nabawi pun, ketika redaksinya dipenggal, ya dapat sesat dan menyesatkan.
Sebagaimana memenggal ayat,
‫للمصلين‬ ‫فويل‬
"Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat", dgn membuang kalimat ayat
setelahnya. Memang faktanya seperti itu. IR itu sangat lihai dalam hal berbohong dan
memitnah HTI. Dia layak dijuluki Syaikhul Kadzdzâb wal Fattân.

Padahal fakta sesungguhnya hanyalah perbedaan dlm mendefinisikan Qodho dan Qadar,
bukan mengingkarinya sebagaimana kelompok Muktazilah Qodariyyah. Jadi beda jalan
itu yang diingkari oleh orang-orang seperti IR. Sebagaimana ketika kita fokus pada satu
tujuan, Gelora Bung Karno misalnya, setiap orang atau kelompok boleh memakai jalan
yang dikehendakinya asalkan benar dan satu tujuan. Boleh pakai pesawat, kereta, mobil,
sepeda, bahkan jalan kaki. Juga boleh lewat jalur selatan atau utara. Tetapi pada
akhirnya kita berkumpul di satu titik, yaitu GBK.

Lagi pula, tidak ada batasan khusus definisi Qodho dan Qodar yang datang dari
Asysyâri, baik di dalam Alqur’an maupun Assunnah. Justru Syaikh Taqiyyuddin
Annabhani didalam Asysyakhshiyyahnya membuat terobosan baru untuk memperjelas
problem Qodho dan Qodar. Di sana beliau membaginya dalam tiga bab, Qodho dari
Islam, Qodar dari Islam, dan Qodho-Qodar dari Yunani tapi faktanya dibenarkan oleh
Islam.

Orang-orang yang mengkritik hingga menyesatkan Syaikh Taqiyyuddin, mereka keliru


dan salah paham dlm memahami problem tersebut. Ketika Syaikh Taqiyyuddin sdg
berbicara Qodho-Qodar dari Yunani, mereka dlm mengkritiknya malah berbicara
Qodho dan Qodar dari Islam, atau sebaliknya, lalu menyalahkan dan menyesatkan
Syaikh Taqiyyuddin. Jadi sama sekali gak nyambung.

Kalau dalam perihal hutang menghutang ada ungkapan, "Gali lubang tutup lubang",
tapi dalam hal dusta mendusta bisa dibuatkan ungkapan, "Buat Dusta Tutup Dusta"
atau "Buat Bohong Tutup Bohong". Ya itulah ungkapan yang sangat tepat ditujukan
kepada raja dusta, ratu bohong, alias pendusta dan pembohong, alkadzdzáb atau
almuftariy dalam bahasa Arabnya.
Kiai Idrus Ramli (selanjutnya disebut IR), untuk menutup dusta dan bohongnya
terhadap Syaikh Taqiyyuddin/ HTI, yaitu terkait rukun iman HTI ada lima / HTI
mengingkari Qodar, ia terus memproduksi dusta dan bohong untuk menutup dusta dan
bohong yang terdahulu dibuat, yang diantaranya dengan perkataannya :

"Menurut HTI, seprti dijelaskan oleh pendirinya, Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani,


perbuatan manusia yang disengaja (al-af'âl al-ikhtiyâriyyah), tidak ada hubungannya
dengan ketentuan Allah, dan ketentuan Allah juga tidak ada hubungannya dengannya.
Pernyataan ini jelas sekali berbeda dengan keyakinan mayoritas ummat Islam, yaitu
Ahlussunnah Waljama’ah, bahwa semua perbuatan manusia yang disengaja dan yang
tidak disengaja, adalah ciptaan dan ketentuan Allah. Dalam hal ini, Hizbut Tahrir
mengikuti manhaj Muktazilah, Syiah Imamiyyah dan Zaidiyyah ... ... ...
Misalnya kita bertanya kepada HTI, benarkah perbuatan manusia yang disengaja atau
yang dikuasai adalah ciptaan dan ketentuan manusia, bukan ciptaan dan ketentuan
Tuhan? Ia akan menjawab, benar". (Halaman fb MUHAMMAD IDRUS RAMLI,
AKIDAH ASWAJA DAN HTI, SAMAKAH?, 03 Nov 18 pukul 18:59).

Pada dusta dan bohongnya yang kali ini, IR tidak merujukkan sumber dari kitab apa
pernyataan Syaikh Taqiyyuddin dikutip. Tetapi dari indikasi sebelumnya IR sangat
jago dan lihai dalam mengambil sepenggal dan membuang sepenggal. Lalu penggalan
yang diambilnya digoreng. Maka kali ini juga tidak menutup kemungkinan IR
melakukan hal yang serupa.

Sekarang peehatikan pernyataan Syaikh Taqiyyuddin yang utuh yang bisa dipenggal
dan diambil lalu disimpulkan sesukanya oleh IR :
‫وللمعتزلة رأي يتلخص في أن اإلنسان هو الذي يخلق أفعاله بنفسه فهو يحاسب عليها ألنه هو الذي أوجدها‬.
"Dan Mu'tazilah punya pendapat yang intinya, bahwa manusia sendiri lah yang
menciptakan amal perbuatannya, maka manusia akan dihisab atas amal perbuatannya,
karena dialah yang telah mengadakannya".
(Taqiyyuddîn Annabhani, Nizhâmul Islâm, hal. 15, cet. 6, 2001).

Pada pernyataan tersebut, Syaikh Taqiyyuddin sdg menjelaskan pendapat Mu'tazilah,


tapi setelah dipenggal menjadi, "manusia sendiri lah yang menciptakan amal
perbuatannya, maka manusia akan dihisab atas amal perbuatannya, karena dialah yang
telah mengadakannya", lalu penggalan ini bisa saja dinisbatkan kepada Syaikh
Taqiyyuddin, dan dijadikan sebagai pendapatnya. Mudah sekali.

Juga perhatikan sejumlah pernyataan Muktazilah yang sedang dijelaskan oleh Syaikh
Taqiyyuddin di bagian kitab yang lain dan sangat mungkin dipenggal dan digoreng
oleh IR lalu hasil gorengannya dinisbatkan kepada Syaikh Taqiyyuddin :
‫ فالحركة اإلختيارية مقدورة‬...‫فقد قال المعترلة أن أفعال العباد مخلوقة لهم ومن عملهم هم ال من عمل هللا‬
‫ وهو الذي يخلق أفعال‬...‫ لو لم يكن اإلنسان خالق أفعاله لبطل التكليف‬...‫لإلنسان فهو الذي يخلقها‬
‫ وأنه هو الذي يخلق أفعاله ويخلق الخواص التي‬،‫ وفحوى رأيهم أن العبد حر اإلرادة في أفعاله كلها‬...‫نفسه‬
‫تحدث في األشياء من أفعاله‬.
"Mu'tazilah benar-benar berkata, bhw perbuatan hamba itu diciptakan oleh hamba dan
dari amal hamba, bukan dari amal Allah ... gerakan ikhtiar itu dikuasakan kpd
manusia, mk manusialah yg menciptakannya ... seandainya manusia tidak
menciptakan perbuatannya, mk batalah taklif ... manusialah yg menciptakan
perbuatannya sendiri ... inti pendapat Mu'tazilah ialah, bhw hamba itu bebas
berkehendak pada semua perbuatannya, dan hambalah yg menciptakan perbuatannya,
dan menciptakan khasiat yg terjadi pada segala sesuatu dari perbuatannya".
(Asysyakhshiyyah, hal. 68, 69, 70, cet. 6, 2003). Dan di bagian kitab yang lainnya.

Pendapat Syaikh Taqiyyuddin Terkait Perbuatan Manusia, Apakah Diciptakan Oleh


Manusia Sendiri, Atau Diciptakan Oleh Allah SWT ?

Untuk membantu pemahaman atas pertanyaan, terlebih dahulu saya kemukakan


ringkasan pendapat (ro'yu) Syaikh Taqiyyuddin terkait Qodho' dan Qodar :

1- Qodho' yang datang dari Yunani :


‫ ألن هللا وحده هو الذي‬،‫فهذه األفعال كلها التي حصلت في الدائرة التي تسيطر على اإلنسان هي التي تسمى قضاء‬
‫ قضى الفعل‬/ ‫قضاه‬.
"Semua perbuatan yang terjadi pada lingkaran yang menguasai manusia, itulah yang
dinamakan Qodho'. Karena hanya Allah yang telah mengqodho'nya/ menentukan
perbuatan". (Nizhâmul Islâm, hal.17, cet.6, 2001; Asysyakhshiyyah, hal.94, cet.6,
2003).

2- Qodar yang datang dari Yunani :


‫فهذه الخاصيات المعينة التي أوجدها هللا سبحانه وتعالى في األشياء وفي الغرائز والحاجات العضوية التي في‬
‫ وقدر فيها‬،‫ ألن هللا وحده هو الذي خلق األشياء والغرائز والحاجات العضوية‬،‫اإلنسان هي التي تسمى القدر‬
‫خواصها‬
"Khasiat tertentu yang telah diadakan oleh Alloh pada segala sesuatu, pada naluri dan
kebutuhan jasmani yang ada pada diri manusia, itulah yang dinamakan Qodar. Karena
hanya Allah yang telah menciptakan segala sesuatu, naluri dan kebutuhan jasmani, dan
Allah telah mengqadar (menentukan) khasiat padanya". (Nizhâmul Islâm, hal.18, cet.6,
2001; Asysyakhshiyyah, hal.96, cet.6, 2003).

3- Qodho' yang datang dari Islam. Setelah mengemukakan 11 (sebelas) ayat Alqur'an
terkait Qodho', Syaikh Taqiyyuddin dlm bab Qodho' berkata:
‫ وأمضى األمر‬،‫ صنع الشيء بإحكام‬: ‫وعلى هذا فإن كلمة قضاء من األلفاظ المشتركة التي لها عدة معان منها‬
‫ وأمر أمرا‬،‫ وانتهى األمر وحكم األمر‬،‫ وحتم وجود األمر وأبرم األمر‬،‫ وأمر بأمر وأتم األمر‬،‫وجعل الشيء‬
‫مقطوعا به‬. ... ...
"Atas dasar ini, kata Qodho' termasuk kata bersama yang memiliki banyak arti,
diantaranya; (dia) memproduksi sesuatu dengan menguatkan, (dia) melaksanakan
perkara dan menjadikan sesuatu, (dia) memerintah dengan perkara dan
menyempurnakan perkara, (dia) mengharuskan adanya perkara dan menetapkan
perkara, perkara telah berakhir dan perkara telah tetap, (dia) memerintah dengan
perintah yg pasti ...". (Asysyakhshiyyah, juz 1, hal. 85, cet. 6, Dârul Ummah, Berut,
2003).
4- Qodar yang datang dari Islam.
Setelah mengemukakan sejumlah ayat Alqur'an dan hadits nabawi, Syaikh
Taqiyyuddin, dlm bab Qodar, berkata :
‫ويتبين من هذا كله أن كلمة قدر من األلفاظ المشتركة التي لها عدة معان منها التقدير والعلم والتدبير والوقت‬
‫ وجعل في الشيء خاصية‬،‫والتهيئة‬...
"Dari ini semua menjadi jelas, bhw kata Qodar termasuk kata bersama yg memiliki
banyak arti, diantaranya; ketentuan, ilmu, pengaturan, waktu, penyiapan, menjadikan
khasiat pada sesuatu ...".
‫وعلى هذا فلكلمة القدر معان لغوية استعملها القرآن بهذه المعاني واستعملها الحديث بمعاني القرآن‬...
"Atas dasar ini, kata Qodar memiliki sejumlah arti bahasa dimana Alqur’an tlh
memakainnya (Qodar) dgn arti-arti tersebut, dan hadits tlh memakainya dgn arti-arti
yg dipakai oleh Alqur’an ...". (Asysyakhshiyyah, juz 1, hal.82, cet.6, Dârul Ummah,
Berut, 2003).

Pada empat poin diatas, sama sekali tdk ada pernyataan Syaikh Taqiyyuddin, bahwa
perbuatan Ikhtiar manusia itu diciptakan oleh manusia sendiri, bukan diciptakan oleh
Allah. Justru pada poin kedua menunjukkan bahwa semua yang terkait Qodar itu
ciptaan Allah SWT.

Lalu Apa Pendapat Syaikh Taqiyyuddin Tekait Perbuatan Ikhtiar Manusia, Apakah
Diciptakan Oleh Manusia atau Diciptakan Oleh Allah?

Syaikh Taqiyyuddin An-Nabhani tidak pernah berpendapat bahwa perbuatan Ikhtiar


manusia itu diciptakan oleh manusia sendiri. Tetapi terdapat banyak bukti dari
sejumlah perkataan Syaikh Taqiyyuddin, bahwa semua perbuatan manusia, baik yang
terpaksa maupun yang dengan ikhtiarnya, semuanya diciptakan oleh Allah SWT,
seperti diatas tadi. Sdg manusia hanya bisa berusaha (kasaba) dan bekerja (qôma/
qiyám) sesuai ikhtiar (pilihan)nya sendiri :

Bukti Pertama:
‫ وخلق لإلنسان العقل‬،‫وألن هللا حين خلق اإلنسان وخلق الخاصيات في األشياء والغرائز والحاحات العضوية‬
‫ أعطاه اإلختيار بأن يقوم بالفعل أو يتركه ولم يلزمه بالفعل أو الترك‬،‫المميز‬...
"Sesungguhnya Allah ketika menciptakan manusia, menciptakan segala khasiat pada
segala sesuatu, naluri dan kebutuhan jasmani, dan menciptakan akal yang cerdas bagi
manusia, maka Allah memberi ikhtiar (pilihan) kepada manusia, untuk mengerjakan
perbuatan atau meninggalkan perbuatan, dan tidak memaksa manusia dengan
perbuatan atau meninggalkan perbuatan...". (Asysyakhshiyyah, juz 1, hal.96, cet.6,
Dârul Ummah, Berut, 2003).

Pada pernyataan diatas ada tiga term "menciptakan"; 1) menciptakan manusia, 2)


menciptakan khasiat, 3) dan menciptakan akal cerdas. Dan diakhiri dengan term
"memberikan pilihan" kepada manusia.

1) Menciptakan manusia itu berarti menciptakan semua organ tubuhnya karena


termasuk segala sesuatu, seperti kaki, tangan, mata, telinga dan lisan.
2) Menciptakan khasiat itu berarti menciptakan semua perbuatan Ikhtiar manusia
melalui pungsi dari organ tubuh masing-masing, seperti berjalan dgn kaki, memegang
dgn tangan, mendengar dgn telinga, melihat dgn mata, dan berkata dgn lisan.

3) Menciptakan akal itu berarti menciptakan pengemudi bagi perbuatan manusia


melalui organ tubuhnya masing-masing.

4) Memberikan ikhtiar kepada manusia itu berarti, bahwa manusia hanya bisa memilih
antara berbuat atau tidak berbuat, antara berusaha atau tidak berusaha. Sdg semua
perbuatan yang telah dipilih dan dikerjakannya, semuanya ciptaan Allah, bukan
ciptaan manusia.

Bukti Kedua:
‫ كل نفس بما كسبت رهينة‬: ‫بل المسألة هي قيام العبد نفسه بفعله مختارا وعلى ذلك كان مسؤوال عما كسبه‬.
"Tetapi problemnya ialah seorang hamba mengerjakan sendiri perbuatannya dengan
ikhtiarnya. Atas dasar itu, ia bertanggungjawab dari apa saja yang telah dikerjakannya:
"Kullu nafsin bimâ kasabat rohînatun/ Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang
telah dikerjakannya" [QS Almudassir, 74/38]).
(Taqiyyuddin Annabhani, Nizhâmul Islâm, hal. 21, cet. 6, 2001; Asysyakhshiyyah,
hal. 97, cet. 6, 2003).

Pada pernyataan diatas, seorang hamba hanya bisa bekerja dan berbuat dgn ikhtiarnya,
tidak dengan ciptaannya dan tidak dengan paksaan. Karena pernyataan diatas itu
dikemukakan oleh Syaikh Taqiyyuddin terkait perbuatan ikhtiar manusia. Ini kan sama
dengan teori "kasbu" bagi kelompok Ahlussunnah Asy'ariyyah.

Bukti Ketiga :
Syaikh Taqiyyuddin, di dalam bab Alhadyu Waddholâl dari kitab
Asysyakhshiyyahnya, setelah mengemukakan dua ayat Alqur'an berikut:
‫قل هللا يهدي للحق‬
Qulillâhu yahdî lilhaqqi
"Katakanlah : "Allah-lah yang menunjukan kepada kebenaran" (QS Yunus [10]: 35).
‫فمن اهتدى فإنما يهتدي لنفسه‬
Famanihtadâ fainnamâ yahtadî linafsihî
"Sebab itu, barang siapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu)
untuk kebaikan dirinya sendiri". (QS Yunus [10]: 108).
‫ وهداية هللا في اآلية األولى‬.‫ والثانية تدل على أن اإلنسان هو الذي اهتدى‬،‫فاألولى تدل على أن هللا هو الذي هدى‬
‫ واآلية الثانية تدل على أن اإلنسان هو الذي باشر ما خلقه‬.‫ أي إيجاد قابلية الهداية‬،‫هي خلق للهداية في نفس اإلسان‬
‫هللا من قابلية الهداية فاهتدى‬.
"Ayat pertama menunjukkan, bahwa Allah, Dia-lah yang menunjukan. Dan ayat kedua
menunjukkan, bahwa manusia, dialah yang mendapat petunjuk. Hidayah Allah pada
ayat pertama, ialah menciptakan hidayah pada diri manusia, yakni Allah mengadakan
potensi menerima hidayah. Dan ayat kedua menunjukkan, bahwa manusia, dialah yang
mengerjakan potensi menerima hidayah yang telah diciptakan oleh Allah, lalu dia
mendapat petunjuk".
‫ أي جعلنا فيه قابلية الهداية وتركنا له‬،‫ أي طريق الخير وطريق الشر‬.‫ وهديناه النجدين‬:‫ولذلك يقول في آية أخرى‬
‫أن يباشر اإلهتداء بنفسه‬.
"Oleh karena itu, pada ayat lain, Allah berfirman: "Dan Kami telah menunjukkan
kepada-nya dua jalan" (QS Albalad [90]: 10). Yakni jalan kebaikan dan jalan
keburukan. Yakni Kami jadikan pada diri manusia potensi menerima hidayah, dan
Kami biarkan manusia agar mengerjakan sendiri penerimaan hidayah".
(Asysyakhshiyyah, juz 1, hal.100-101, cet.6, Dârul Ummah, Berut, 2003).

Pada bukti ketiga, jelas sekali, bahwa manusia hanya bisa mengusahakan dan
mengerjakan perbuatannya, tanpa bisa menciptakannya ... ...

Saya telah membaca banyak tulisan dari tokoh-tokoh Salafi/ Wahhabi seperti Albanî,
Abdulloh Faqîh, dll., serta para pengikutnya. Juga tulisan tokoh-tokoh Ahlussunnah
Asy'ariyyah, seperti Abdullah al-Harori al-Ahbasy dan para pengikut butanya seperti
Kiai Idrus Ramli Alkadzdzáb. Mereka sama sekali tidak memahami (atau pura-pura
tidak paham untuk tujuan jahat kepada Syaikh Taqiyyuddin dan HT yang
didirikannya) terhadap ungkapan pernyataan Syaikh Taqiyyuddin seprti dalam kitab
Annizhâm dan Asysyakhshiyyah-nya.

Ketika Syaikh Taqiyyuddin menjelaskan perbuatan manusia didalam lingkaran yang


dikuasai oleh manusia atau al-af'âl al-ikhtiyâriyyah, setelah itu beliau berkata :
‫ بل المسألة هي قيام العبد بفعله مختارا‬.‫وال شأن للقضاء والقدر فيه‬.
"Tidak ada hubungan bagi Qodho dan Qodar padanya. Tetapi problemnya adalah
seorang hamba mengerjakan perbuatannya secara ikhtiar". (Nizhamul Islam, hal. 20-
21, cet. 6, 2001).

Dan pernyataannya:
‫ وعلى ذلك‬،‫ ألن اإلنسان هو الذي قام بها بإرادته واختياره‬،‫وهذه األفعال ال دخل لها بالقضاء وال دخل للقضاء بها‬
‫فإن األفعال اإلختيارية ال تدخل تحت القضاء‬.
"Perbuatan-perbuatan tersebut tidak punya hubungan dengan Qodho, dan Qodho tidak
punya hubungan dengannya. Karena manusia-lah yang mengerjakannya dengan
kehendak dan pilihannya. Atas dasar itu, perbuatan-perbuatan ikhtiar itu tidak
termasuk dibawah Qodho". (Asysyakhshiyyah, 1/94-95, cet. 6, Darul Ummah, Berut,
2003).

Pernyataan diatas dikutip mentah-mentah oleh mereka, lalu digoreng menurut


seleranya tanpa memahami problem sebenarnya, lalu matangnya, meskipun keliru dan
salah bumbu, dinisbatkan dan diklaimkan terhadap Syaikh Taqiyuddin dan HT yang
didirikannya. Mereka berkata, "Ini adalah pendapat Syaikh Taqiyuddin/ HT, seperti
pendapat Mu'tazilah... ".

Padahal pernyataan "tidak ada hubungan bagi Qodho dan Qodar" atau "tidak punya
hubungan dengan Qodho, dan Qodho tidak punya hubungan dengannya" diatas,
maksudnya tidak ada hubungan dengan pembahasan Qodho dan Qadar yang datang
dari peradaban Yunani, bukan Qodho dan Qodar dari peradaban Islam, dari Alqur'an
dan Assunnah. Karena menurut Syaikh Taqiyuddin, semua perbuatan manusia, baik
yang ikhtiar maupun yang terpaksa, semuanya pasti berhubungan dengan Qodho dan
Qodar sebagai sifat Allah SWT.

●Sekarang bandingkan dengan pernyataan Syaikh Taqiyuddin didalam


Asysyakhshiyyah-nya:

Imam Muslim mengeluarkan hadits dari Thowûs, ia berkata:


‫ فإن معناه بتقدير من هللا أي‬."‫ "كل شيء بقدر‬:‫أدركت ناسا من أصحاب رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقولون‬
‫ أي‬،‫ وأنها تجري على قدر منه‬،‫ وأنه هو هللا يعلم األشياء قبل وقوعها‬،‫ وهذا كله من باب صفات هللا‬... ‫بعلم منه‬
‫ وال دخل لذلك في بحث القضاء والقدر‬.‫على علم‬.
"Aku menjumpai banyak sahabat Rasululloh SAW sama berkata: "Segala sesuatu itu
(ditetapkan) dengan Qodar". (Syaikh Taqiyuddin berkata:) Maka maknanya, dengan
takdir dari Allah, yakni dengan ilmu dari-Nya ... Semua ini termasuk bab sifat-sifat
Allah. Bahwasanya, Dia-lah Allah yang mengetahui segala sesuatu sebelum wujudnya.
Dan bahwa semuanya berjalan atas Qodar dari-Nya, yakni atas ilmu. Dan tidak punya
hubungan baginya dalam pembahasan Qodho dan Qodar (dari Yunani)".
(Asysyakhshiyyah, juz 1, hal. 83, cet.6, Dârul Ummah, Berut, 2003).

Dari pernyataan diatas dipahami, bahwa Qodar yang dimaksud didalam hadits itu
bermakna ilmu Allah dan termasuk sifat Allah. Maka segala sesuatu/ segala perkara,
termasuk perbuatan ikhtiar manusia, semuanya dengan Qodar-Nya. Inilah pendapat
Syaikh Taqiyuddin / HT. Dan pembahasan Qodar sebagai sifat Allah ini terlepas atau
tidak terkait dengan pembahasan Qodho dan Qodar dari Yunani.

●Untuk menguatkan kesimpulan diatas, saya kemukakan pernyataan Syaikh


Taqiyuddin yang lain terkait sejumlah ayat Alqur'an, hadits nabawi, hadits marfû' dan
atsar tabi’in, terkait Qodar sebagai ilmu/ sifat Allah :

1- Ayat Alqur'an :
‫ أي بتقدير‬.‫إنا كل شيء خلقناه بقدر‬.
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan segala sesuatu dengan qodar". (QS Alqomar,
54/49). (Syaikh Taqiyuddin berkata:) Yakni dengan takdir/ ketentuan Allah".

2- Hadits Nabawi :
" ‫ أنت موسى الذي اصطفاك هللا‬:‫ أنت آدم الذي أخرجت ذريتك من الجنة؟ قال آدم‬:‫ فقال موسى‬،‫احتج آدم موسى‬
،‫ أي كتب على بمعنى علمه هللا‬."‫برساالته وكالمه؟ ثم تلومني على أمر قد قدر علي قبل أن أخلق؟ فحج آدم موسى‬
‫أي على تقدير حكم هللا به‬.
"Adam dan Musa berhujah. Musa berkata: "Kamu Adam yang telah mengeluarkan
anak cucumu dari surga?". Adam berkata: "Kamu Musa yang telah dipilih Allah
dengan risalah dan kalam-Nya? Kemudian kamu mencelaku atas perkara yang telah
di-qodar-kan atasku sebelum aku diciptakan?". Lalu Adam mengalahkan Musa". (HR
Bukhari dari Abu Hurairah ra). (Syaikh Taqiyuddin berkata:) Yakni telah ditulis
atasku, dengan arti telah diketahui oleh Allah, yakni atas takdir/ ketentuan hukum
Allah dengannya".
3- Hadits Nabawi. Rasulullah SAW bersabda:
‫كل شيء بقدر حتى العجز والكيس أو الكيس والعجز‬
"Segala sesuatu itu (ditetapkan) dengan Qodar, sampai lemah dan cerdas, atau cerdas
dan lemah". (HR Muslim dari Abdullah bin Umar ra). (Syaikh Taqiyuddin berkata:)
Yakni, bhw segala sesuatu itu dengan takdir dan ilmu Allah, yakni Allah telah
menulisnya di Lauh Mahfudz.

4- Hadits Marfuu'. Ibnu Mas'ud ra berkata:


" ‫ ألن كون تقدير األشياء من‬،‫ أي إذا ذكر علم هللا وتقديره لألشياء فال تخوضوا في ذلك‬."‫إذا ذكر القدر فأمسكوا‬
‫ وكون هللا عالما بها هو من صفات هللا التي يجب‬،‫هللا يعني أنه كتبها في اللوح المحفوظ وهذا يعني أنه علمها‬
‫ فيكون معنى الحديث أنه إذا ذكر أن هللا هو الذي قدر األشياء وعلمها أي كتبها في اللوح المحفوظ‬،‫اإليمان بها‬
‫فال تخوضوا في مناقشة ذلك بل أمسكوا وسلموا‬.
"Ketika disebut Qodar, maka menahan dirilah". (Syaikh Taqiyuddin berkata:) Yakni
ketika disebut ilmu dan takdir Allah kepada segala sesuatu, maka janganlah kamu
tenggelam membicarakannya. Karena adanya takdir segala sesuatu dari Allah, itu
berarti Allah menulisnya di Lauh Mahfudz, ini berarti bhw Allah mengetahuinya.
Sedang adanya Allah mengetahuinya itu termasuk sifat Allah dimana wajib beriman
dengannya. Maka makna hadits itu ketika disebut bhw Allah adalah Tuhan yang telah
menakdirkan segala sesuatu dan mengetahuinya, yakni telah menulisnya di Lauh
Mahfudz. Maka kamu jangan tenggelam mendiskusikannya, tapi menahan dirilah dan
serahkanlah (kepada Allah)".

5- Atsar Tabi'n. Thowûs rh berkata:


‫ فإن معناه بتقدير من هللا أي‬."‫ "كل شيء بقدر‬:‫أدركت ناسا من أصحاب رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقولون‬
‫بعلم منه‬.
"Aku menjumpai banyak sahabat Rasululloh SAW sama berkata: "Segala sesuatu itu
(ditetapkan) dengan Qodar". (Syaikh Taqiyuddin berkata:) Maka maknanya, dengan
takdir dari Allah, yakni dengan ilmu dari-Nya.
(Asysyakhshiyyah, juz 1, hal. 80-83, cet.6, Dârul Ummah, Berut, 2003).

Pada lima poin diatas, Syaikh Taqiyuddin mengokohkan, bahwa semua perkara/ segala
sesuatu, tentu termasuk amal perbuatan manusia, semuanya itu terjadi dengan Qodar
Allah, beliau tidak menolak atau mengingkarinya, sebagaimana kelompok Qodariyyah
mengingkarinya.

●Nama lain bagi Qodho dan Qodar yang datang dari peradaban Yunani, yang
menunjukkan bahwa Qodho dan Qodar dari Yunani itu bukan Qodho dan Qodar
sebagai sifat Allah.

Qodho dan Qadar yang datang dari Yunani itu memiliki nama lain, yaitu:
‫ أو حرية اإلرادة‬،‫ أو الجبر واإلختيار‬،‫وهذا هو موضوع البحث الذي أطلق عليه اسم القضاء والقدر‬.
"Inilah topik pembahasan Yang diucapkan atasnya term Qodho dan Qodar, atau
Aljabru was Al-Ikhtiyar, atau Hurriyyatul Irodah". (Asysyakhshiyyah, juz 1, hal. 67,
cet.6, Dârul Ummah, Berut, 2003).
Jadi ketika dikatakan, "Perbuatan ini tidak ada hubungannya dengan pembahasan
Qodho dan Qidar", maka bisa dikatakan, "tidak ada hubungannya dengan aljabru wal
ikhtiyar, dan tidak ada hubungannya dengan hurriyyatul irodah". Dan sangat jelas
nama-nama itu bukan Qodar sebagai sifat Allah.

●Substansi Pembahasan Qodho Dan Qodar Yang Datang Dari Yunani.

Kalau substansi pembahasan Qodho dan Qadar yang datang dari Alqur'an dan
Assunnah adalah sifat-sifat Allah, seperti ilmu dan irodah Allah, maka substansi
pembahasan Qodho dan Qodar yang datang dari Yunani adalah sebagai berikut:
‫واستقر المسلمون على هذين الرأيين وحولوا عن رأي القرآن ورأي الحديث وما كان يفهمه الصحابة منهما إلى‬
‫ هل األفعال‬: ‫المناقشة في اسم جديد هو القضاء والقدر أو الجبر واإلختيار أو حرية اإلرادة و في مسمى جديد هو‬
‫بخلق العبد وإرادته أم بخلق هللا وإرادته؟ أو هل ما يحدثه اإلنسان في األشياء من خاصيات هي من فعل العبد‬
‫وإرادته أم هي من هللا تعالى؟‬
"Kaum muslimin telah tetap diatas dua pendapat ini (hurriyyatul Ikhtyar bagi
Muktazilah dan al-ijbar bagi Jabariyah dan Ahlussunnah Mutakallimiin) dan mereka
dipalingkan dari pendapat Alqur'an dan pendapat Alhadits, dan dari pemahaman
sahabat dari Alqur'an dan Alhadits, kepada perdebatan seputar term baru, yaitu Qodho
dan Qodar, Aljabru wal-Ikhtiyat (paksaan dan pilihan), atau Hurriyyatul Irodah
(kebebasan berkehandak). Dan pada substansi baru, yaitu: Apakah amal perbuatan itu
dengan ciptaan Dan irodah hamba, ataukah dengan ciptaan dan irodah Allah? Atau
apakah khasiat yang diadakan oleh manusia pada segala sesuatu itu dari perbuatan dan
irodah hamba, atau ia dari Allah?". (Asysyakhshiyyah, juz 1, hal. 78, cet.6, Dârul
Ummah, Berut, 2003).

Atau dengan substansi :


‫ أو مخير فيه؟ وهل له إختيار القيام بالفعل أو تركه أو ليس له‬،‫هل اإلنسان ملزم على القيام بالفعل خيرا أم شرا‬
‫اإلختيار؟‬
"Apakah manusia itu dipaksa mengerjakan perbuatan, baik maupun buruk, atau diberi
pilihan padanya? Dan apakah manusia punya pilihan mengerjakan perbuatan atau
meninggalkannya, atau manusia tidak punya pilihan?". (Nizhomul Islam, hal. 16, cet.
6, 2001).

Semoga tulisan ini bermanfaat dan tidak ada yang salah paham lagi terhadap
permasalahan Qodho dan Qodar yang ada di dalam kitab-kitab Syaikh Taqiyyuddin
Annabhani ...

Anda mungkin juga menyukai