Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN I

JARTEST

Selasa, 30 April 2019

Disusun oleh:
Kelompok 6
1. Ayu Pipit (082001700009)
2. Dicky Wijaya (082001700015)

Asisten Laboratorium:
Nanda Astuti Lieswito

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS ARSITEKTUR LANSKAP DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sungai merupakan salah satu unsur paling penting untuk kehidupan
manusia. Sungai memiliki manfaat, salah satunya adalah sebagai sumber air untuk
mendukung kebutuhan hidup manusia. Namun, fungsi sungai perlahan – lah
berubah, masyarakat cenderung membuah limbah rumah tangganya langsung ke
sungai dan menyebabkan air sungai menjadi tercemar oleh limbah domestic.
Keadaab sungai yang awalnya jernih berubah menjadi keruh.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih untuk masyarakat, diperlukan
penanganan khusus sehingga kualitas air sungai sesuai dengan standar. Contoh
pengolahan air diantaranya adalah pengolahan fisis, kimiawi, dan biologis. Pada
pengolahan biologis biasanya dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang
bersifat patogen dengan ditambahkan desinfektan. Pada pengolahan fisis, cara yang
dilakukan adalah filtrasi dan sedimentasi. Sedangkan, pada pengolahan kimiawi,
dilakukan dengan cara menambahkan suatu senyawa kimia yang biasanya disebut
koagulan dan flokulan.
Pada dasarnya air sungai mengandung partikel – partikel koloid yang sulit
untuk mengendap dengan gaya gravitasi sehingga diperlukan penambahan
koagulan dan flokukan agar partikel – partikel koloid akan mengendap.
Oleh karena itu diperlukannya praktikum ini agar mengetahui kadar optimal
untuk koagulan yang dipakai untuk menjernihkan suatu sumber air yang keruh
sehingga air tersebut dapat dipakai sebagai sumber air baku.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari Praktikum Jartest ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kadar optimal koagulan yang dipakai untuk menjernihkan air
sungai.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi.
Koagulasi adalah peristiwa pembentukan atau penggumpalan partikel – partikel
kecil menggunakan zat koagulan. Flokulasi adalah peristiwa pengumpulan partikel
– partikel kecil hasil koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga cepat
mengendap. Tawas dan kapur merupakan zat koagulan dan flokulan yang telah
banyak digunakan dalam proses koagulasi. (Putra, 2009)
Pengolahan konvensional yang berbasis pada teknologi konvensional
seperti koagulasi flokulasi, sedimentasi dan filtrasi sering kali kurang efektif atau
gagal untuk mengolah dengan hasil sesuai dengan hasil sesuai dengan baku mutu
yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi alternatif untuk mengolah dengan
hasil sesuai dengan baku mutu yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi
alternatif untuk mengolah air baku tersebut. Membrane ultrafiltrasi diduga mampu
menurunkan parameter seperti zat organik dan kekeruhan menggunakan membrane
ultrafiltrasi untuk menyisihkan konsentrasi senyawa organic dalam air gambut.
(Notodarmojo, 2004)
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi antara
lain sebagai berikut: (Manurung, 2012)
1. Suhu
Suhu berkaitan dengan pH optimal cairan, dimana proses koagulasi dinyatakan
dapat berjalan baik jika pH air baku olahan (ABO) berkisar 8 – 10. Jika ABO
tidak dalam kisaran tersebut maka penambahan koagulan ke dalam ABO tidak
ekonomis karena koagulan tidak bekerja optimal.
2. Bentuk koagulan
Secara ekonomis, laju pencampuran akan lebih efektof jika koagulan diberikan
pada keadaan cair dibandingkan dalam bentuk padat.
3. Tingkat kekeruhan

2
Pada tingkat kekeruhan rendah, destabilisasi sulit terjadi. Jadi akan lebih mudah
jika koagulasi dilakukan pada tingkat kekeruhan yang tinggi.
4. Kecepatan Pengadukan
Pengadukan bertujuan untuk mempercepat kontak antara kandungan suspensi
(koloid) dalam ABO dengan koagulan yang ditambahkan. Jika pengadukan
lambat, pengikatan akan berlangsung tepat sasaran sehingga flok yang
terbentuk juga sedikit dan akibatnya proses penjernihan tidak maksimal.
Demikian halnya jika pengadukan berlangsung terlalu cepat, maka
kemungkinan flok yang terbentuk akan terurai kembali.
Pengadukan campuran dibagi menjadi 2 berdasarkan kecepatan
pengadukannya yaitu pengadukan cepat dengan kecepatan 120 rpm dan
pengadukan lambat dengan kecepatan 40 rpm. Pengadukan cepat dilakukan selama
2 menit yang dihitung sejak penambahan koagulan. Pengadukan cepat ini bertujuan
untuk menghasilkan disperse yang seragam dari partikel – partikel koloid dan untuk
meningkatkan kesempatan partikel untuk kontak dan bertumbukan satu sama lain.
Sedangkan pengadukan lambat dilakukan dengan waktu pengadukan cepat selesai.
Pengadukan lambat ini bertujuan untuk menggumpulkan partikel – partikel
terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel – partikel flok yang lebih besar. Flok
– flok ini kemudian akan beragregasi dengan partikel – partikel tersuspensi lainnya.
Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik
menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibanding gaya tolaknya,
yang menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan lebih
sering. Kontak inilah yang menggumpalkan partikel – partikel pada terlarut
terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar. Ketika
pertumbuhan flok sudah cukup maksimal massa dan ukurannya flok – flok ini akan
mengendap ke dasar reservoir sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air jernih
pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang menyerupai lumpur pada
dasar reservoir. (Karamah, 2014)
Koagulasi adalah proses penambahan zat kimia (koagulan) yang memiliki
kemampuan untuk menjadikan partikel koloid tidak stabil sehingga partikel siap
membentuk flok (gabungan partikel – partikel kecil). Flokulasi adalah proses

3
pembentukan dan penggabungan flok dari partikel – partikel tersebut yang
menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah mengendap. Proses
koagulasi dan flokulasi pada skala laboratorium dilakukan dengan peralatan jartest.
Beberapa senyawa koagulan yang biasa digunakan adalah tawas, senyawa besi,
PAC (Poli Alumunium Chloride) dan lain – lain. (Wagiman, 2014)
Koagulasi meruakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia. Reaksi
koagulan dapat berjalan dengan membutuhkan zat pereaksi (koagulan) sesuai
dengan zat yang terlarut. Koagulan yang banyak digunakan adalah tawas, kapur,
dan kaporit. Dari hasil reaksi koagulan itu selanjutnya endapan dipisahkan melalui
filtrasi atau sedimentasi. Banyaknya koagulan tergantung pada jenis dan
konsentrasi ion – ion yang larut dalam air olehan serta konsentrasi yang diharapkan
sesuai dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam air limbah
maka dilakukan pengadukan dengan static mixer maupun rapid mixer. (Kusnaedi,
2010)
Bahan kimia yang dapat mengendapkan disebut koagulan. Bahan ini dapat
mengendapkan partikel-partikel koloid. Dengan penambahan koagulan, partikel-
partikel koloid yang sebelumnya melayang-layang dalam air akan diikat menjadi
partikel besar yang disebut flok. Dengan ukuran partikelnya yang besar, flok dapat
mengendap karena gaya gravitasi. Dalam pemakaian bahan kimia koagulan disebut
juga flokulan. Beberapa koagulan anorganik yang banyak digunakan dalam
pengolahan air atau limbah cair di antaranya alumunium sulfat (alum),
polialumunium klorida (PAC), besi sulfat (II), besi klorida (II), dan lain-lain. Selain
koagulan anorganik, tersedia pula alternatif lokal sebagai koagulan organik alami
dari tanaman yang mudah diperoleh. Koagulan alami ini biodegradable dan aman
bagi kesehatan manusia. Biji kelor telah dilaporkan efektif sebagai koagulan untuk
menurunkan kekeruhan pada limbah cair kelapa sawit. Biji kelor juga tidak
mengandung senyawa toksik sehingga aman bagi kesehatan. Pemanfaatan bahan-
bahan koagulan alami seperti biji kelor dimungkinkan dapat menggantikan bahan
koagulan sintetis seperti alum sehingga permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat dan industri dapat teratasi. (Manurung, 2012)

4
Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan,
penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan,
atau karena elektroforesis. Elektroforesis dapat menyebabkan koagulasi karena
endapan pada salah satu elektroda semakin lama semakin pekat dan akhirnya
membentuk gumpalan. Beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam
kehidupan sehari – hari antara lain perebusan telur, pembuatan yoghurt, pembuatan
tahun, pembuatan lateks, dan penjernihan air sungai. (Sutresna, 2007)
Koagulan yang sering digunakan untuk mengendapkan limbah adalah alum,
feri sulfat, feri klorida, dan kapur. Alum akan bereaksi dengan bahan yang bersifat
basa dan membentuk alumunium hidroksida yang tidak dapat larut dan
mengkoagulasi partikel koloid. Kapur akan bereaksi dengan bikarbonat dan
membentuk kalsium karbonat yang akan mengendap. Kalsium karbonat yang tidak
larut akan terbentuk pada pH di atas 9,5. Garam-garam feri digunakan untuk
meningkatkan daya endap dari feri hidroksida yang akan membentuk endapan
dalam limbah dan meningkatkan laju sedimentasi dari partikel lainnya yang ada
dalam limbah tersebut. Penggunaan koagulan untuk mengendapkan fosfat pada
limbah peternakan menunjukkan hasil yang layak secara teknis dan ekonomis. Pada
limbah-limbah peternakan setiap penambahan padatan tersuspensi antara 0,5-1,0
mg/L akan meningkatkan kebutuhan bahan kimia koagulan 1 mg/L (Jenie, 1993).
Koagulan digunakan untuk menggumpalkan bahan-bahan yang ada dalam air
limbah menjadi flok yang mudah untuk dipisahkan yaitu dengan cara diendapkan,
diapungkan dan disaring. Pada beberapa pabrikcara ini dilanjutkan dengan
melewatkan air limbah melalui Zeolit (suatu batuan alam) danarang aktif (karbon
aktif). Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar bahanorganik
(COD,BOD) sebanyak, 40-70 % Zeolit dapat menurunkan nilai COD 10-40%,dan
karbon aktif dapat menurunkan nilai COD 10-60 %. (Manurung, 2012)
Mekanisme terjadinya koagulasi dikelompokkan atas teori kimia dan teori
fisika. Teori kimia menyatakan bahwa koloid memperoleh muatan listrik pada
permukaannya oleh ionisasi gugus kimia dan koagulasi terjadi karena interaksi
kimia di antara partikel koloid dan koagulan. Muatan partikel-partikel koloid
penyebab kekeruhan di dalam air adalah sejenis, oleh karena itu jika kekuatan ionik

5
di dalam air rendah, maka koloid akan tetap stabil. Stabilitas merupakan daya tolak
koloid karena partikel-partikel mempunya permukaan muatan sejenis. Sedangkan
teori fisika menekankan terutama terhadap faktor fisik sebagai lapisan listrik ganda
dan adsorbsi counter ion di mana koagulasi terjadi melalui pengurangan gaya
sebagaimana halnya beda potensial. Partikel koloid menyerap ion-ion positif, ion-
ion ini kemudian menyerap ion negatif tetapi jumlahnya yang diserap lebih sedikit
dari ion positif yang ada sehingga terjadi lapisan listrik ganda. Antara permukaan
partikel koloid dan larutan terjadi beda potensial elektrokinetik sedangkan ion-ion
positif dan negatif di luar lapisan listrik ganda dapat bergerak bebas di dalam
larutan. (Manurung, 2012)
Pada banyak koloid, partikel mempunyai muatan bersih positif atau negatif
pada permukaannya, diimbangi oleh muatan ion lawannya dalam larutan.
Pemisahan koloid semacam ini dipercepat oleh pelarutan garam dalam larutan itu.
Proses tersebut dinamakan flokulasi. (Oxtoby, 2001).
Proses flokulasi adalah agregasi atau berkumpulnya partikel-partikel kecil
dalam sebuah suspensi, menjadi partikel-partikel yang lebih besar yang disebut
flok. Flokulasi disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah kecil bahan kimia
yang disebut sebagai flokulan. Flokulan dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu
flokulan organik dan flokulan anorganik. Di antara flokulan-flokulan anorganik,
garam-garam dari berbagai logam seperti alumunium dan besi telah banyak
digunakan. Flokulan organik dapat dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu sintetik dan
alami. Flokulan sintetik umumnya merupakan polimer linear yang larut dalam air
seperti polyacrylamide, poly(acrylic acid), poly(diallyl dimethil ammonium
chloride), poly(styrenic sulfonic acid), dan sebagainya. Di sisi lain, pati, selulosa,
alginic acid, guar gum, adalah polimer alami yang sangat sering digunakan sebagai
flokulan. (Manurung, 2012)
Tujuan dari flokulasi adalah untuk menciptakan partikel yang lebih besar
yang kompatibel dengan proses selanjutnya seperti menetap atau flotasi. Flokulasi
objektif, sebagai proses unit pengolahan air, adalah untuk menyebabkan tabrakan
antara partikel kecil. Setelah pendinginan, premis adalah bahwa partikel akan
menempel satu sama lain dan dengan demikian menggumpal, tumbuh beberapa

6
ukuran yang diinginkan dan menjadi flok. Proses aglomerasi disebut flokulasi. Pada
prinsipnya, flokulasi merupakan kasus khusus pencampuran. Pada risiko beberapa
redundansi, flokulasi dianggap di sini sebagai topik yang terpisah untuk
menyalahkan identitas itu sendiri. (Hendricks, 2006).

7
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan menambahkan


koagulan ke dalam sampel air dan diaduk menggunakan alat jartest. Koloid – koloid
yang membuat endapan dengan koagulan akan menjadi flok. Flok tersebut akan
mengendap ke bawah permukaan air.

3.1 Waktu dan Tempat


Hari, Tanggal : Selasa, 23 April 2019
Waktu Sampling : 07.20 WIB
Lokasi Sampling : Samping Halte Busway Grogol 2 (6°10’2”S 106°47’19”E)

Gambar 3.1
Kondisi Sungai Pada Pengambilan Sampel

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Jenis Koagulan
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Jenis Koagulan
Nama
No. Nama Alat Ukuran Jumlah Konsetrasi Jumlah
Bahan
1. Gelas Piala 600 ml 2 buah Sampel - 150 ml
Air Titik 5

8
Nama
No. Nama Alat Ukuran Jumlah Konsetrasi Jumlah
Bahan
2. Alat Jartest - 1 buah Sampel - 150 ml
Air Titik 6
3. Turbidimeter - 1 buah PAC - 0.3 ml
4. - - - Alum - 0,3 ml

3.2.2 Konsentrasi Optimal Koagulan


Tabel 3.2 Alat dan Bahan Konsentrasi Optimal Koagulan
Nama
No. Nama Alat Ukuran Jumlah Konsetrasi Jumlah
Bahan
1. Gelas Piala 600 ml 6 buah Sampel - 150 ml
Air Titik 5
2. Alat Jartest - 1 buah Sampel - 150 ml
Air Titik 6
3. Turbidimeter - 1 buah PAC - 6 ml, 12
ml, 18 ml,
24 ml, 30
ml

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Pengambilan Sampel
Tabel 3.3 Cara Kerja Pengambilan Sampel
No. Cara Kerja Gambar
1. Ambil sampel air pada kedalam 1⁄ sampai 2⁄ dari
2 3
permukaan air sungai.

9
No. Cara Kerja Gambar
2. Buang air sampel yang ada di jerigen terlebih dahulu,
lalu ulangi langkah pertama.

3. Masukkan sampel ke dalam jerigen sampai penuh dan


bawa ke laboratorium lingkungan.

3.3.2 Jenis Koagulan


Tabel 3.4 Cara Kerja Penentuan Jenis Koagulan
No. Cara Kerja Gambar
1. Masukkan 150 ml sampel air titik 5 dan 150 ml
sampel air titik 6 ke dalam 2 gelas piala 600 ml

2. Masukkan 1 ppm koagulan PAC ke dalam gelas 1,


dan masukkan 1 ppm koagulan alum ke dalam gelas
gelas 2.

10
No. Cara Kerja Gambar
3, Masukkan ke dalam alat jartest dengan kecepatan
140 rpm selama 1 menit setelah itu dengan
kecepatan 10 rpm selama 20 menit

4. Ukur sampel tersebut ke dalam turbidimeter, dan


pilih koagulan yang menghasilkan nilai kekeruhan
lebih rendah.

3.3.3 Konsentrasi Optimal Koagulan


Tabel 3.5 Cara Kerja Penentuan Konsenterasi Optimal Koagulan
No. Cara Kerja Gambar
1. Masukkan 150 ml sampel air titik 5 dan 150 ml
sampel air titik 6 ke dalam 6 gelas piala 600 ml

2. Masukkan 0 ppm PAC ke dalam gelas 1, 20 ppm


PAC ke dalam gelas 2, 40 ppm PAC ke dalam gelas
3, 60 ppm PAC ke dalam gelas 4, 80 ppm PAC ke
dalam gelas 5, dan 100 ppm PAC ke dalam gelas 6

3, Masukkan ke dalam alat jartest dengan kecepatan


140 rpm selama 1 menit setelah itu dengan
kecepatan 20 rpm selama 18 menit

11
No. Cara Kerja Gambar
4. Ukur sampel tersebut ke dalam turbidimeter, dan
pilih jumlah koagulan yang paling optimal.

12
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan
No. Hasil Pengamatan Gambar
1. Sampling (Insitu)
pH = 7,451
DO = 2,59 ppm
DHL = 474 s
Kekeruhan = 54,4 NTU
Suhu = 28C
Tutupan Awan = 15%
Arah Angin = T  B
Rona Lingkungan = Jalan raya,
jembatan penyebrangan, mall,
halte, tanaman, pos polisi, fly
over.

2. Jenis Koagulan
54,4+29,9
Kekeruhan Awal = =
2

42,15 NTU
Kekeruhan Alum = 21,1 NTU
Kekeruhan PAC = 20,4 NTU
Koagulan yang dipakai: PAC

13
No. Hasil Pengamatan Gambar
3. Konsentrasi Optimal Koagulan
0 ppm : 23,1 NTU
20 ppm : 0,59 NTU
40 ppm : 0,58 NTU
60 ppm : 0,19 NTU
80 ppm : 0 NTU
100 ppm : 0,59 NTU

14
4.2 Perhitungan
1. Perhitungan Volume
Rumus: V1M1 = V2M2

Diketahui:
M1 = 1000 mol/L
V2 = 300 mL
Ditanya: V1?
Jawab:
a. M2 = 20 ppm
V1 x 1000 = 300 x 20
300 𝑥 20
𝑉1 = = 6 𝑚𝐿
1000
b. M2 = 40 ppm
V1 x 1000 = 300 x 40
300 𝑥 40
𝑉1 = = 12 𝑚𝐿
1000
c. M2 = 60 ppm
V1 x 1000 = 300 x 60
300 𝑥 60
𝑉1 = = 18 𝑚𝐿
1000
d. M2 = 80 ppm
V1 x 1000 = 300 x 80
300 𝑥 80
𝑉1 = = 24 𝑚𝐿
1000
e. M2 = 100 ppm
V1 x 1000 = 300 x 100
300 𝑥 100
𝑉1 = = 30 𝑚𝐿
1000

15
2. Penyisihan Kekeruhan
Rumus: 𝑁𝑇𝑈 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑁𝑇𝑈 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Penyisihan Kekeruhan = 𝑥 100%
𝑁𝑇𝑈 𝑎𝑤𝑎𝑙

Diketahui:
Tabel 4.2 Hasil Turbidimeter Kekeruhan
PPM NTU
0 23,1
20 0,59
40 0,58
60 0,19
80 0
100 0,59

Kekeruhan awal = 42,15 NTU


Ditanya: Penyisihan Kekeruhan?
Jawab:
a. 0 ppm
42,15−23,1
Penyisihan Kekeruhan = 𝑥 100% = 45,16%
42,15

b. 20 ppm
42,15−0,59
Penyisihan Kekeruhan = 𝑥 100% = 98,6%
42,15

c. 40 ppm
42,15−0,58
Penyisihan Kekeruhan = 𝑥 100% = 98,62%
42,15

d. 60 ppm
42,15−0,19
Penyisihan Kekeruhan = 𝑥 100% = 99,55%
42,15

e. 80 ppm
42,15−0
Penyisihan Kekeruhan = 𝑥 100% = 100%
42,15

16
f. 100 ppm
42,15−0,59
Penyisihan Kekeruhan = 𝑥 100% = 98,6%
42,15

4.3 Pembahasan
Pengambilan sampel air di Sungai Grogol yang digunakan untuk praktikum
jartest dilakukan pada pukul 07.05 WIB di samping Halte Busway Grogol 2 dengan
titik koordinat 610’2”S 10647’19”E. Kondisi sungai keruh, tutupan awan 15%,
arah angin bertiup dari Timur dan Barat, dan rona lingkungan di sekitar titik
pengambilan sampel terdapat jalan raya, jembatan penyebrangan, mall, halte,
tanaman, pos polisi, dan fly over.
Parameter insitu yang diukur adalah pH, DO, DHL, suhu, dan kekeruhan.
Didapatkan hasil bahwa sampel air memiliki pH 7,451, DO sebesar 2,59 ppm, DHL
sebesar 474 s, bersuhu 28C, dan kekeruhannya adalah 54,4 NTU.
4.3.1 Penggunaan Sampel
Penggunaan sampel yang dipakai pada praktikum kali ini adalah dengan
menggunakan 2 jenis sampel yang berasal dari 2 kelompok yang berbeda. yaitu
kelompok 5 dan kelompok 6. Kedua sampel tersebut diambil di 2 titik berbeda dan
mempunyai tingkat kekeruhan yang berbeda. Untuk sampel dari kelompok 5 adalah
29.9 NTU dan kelompok 6 adalah 54.5 NTU, sehingga ketika kedua sampel
dicampur diambil rata-rata kekeruhan dari kedua sampel tersebut yang selanjutnya
akan menjadi dasar dari percobaan jar test yaitu 42.15 NTU.
4.3.2 Penentuan Jenis Koagunal
Penentuan jenis koagunal ini dilakukan dengan membandingkan terhadap 2
jenis koagulan yang tersedia yaitu PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Aluminium
Slufat (tawas). Pada Praktikum ini, didapat bahwa jenis koagulan yang mendapat
kerja yang lebih baik adalah PAC dibandingkan dengan alumunium sulfat. PAC
mendapatkan hasil akhir adalah 20.4 NTU, sedangkan untuk alumunium sulfat
adalah 21.1 NTU. Semakin rendah tingkat kekeruhan yang dihasilkan dari koagulan
menandakan koagulan tersebut bekerja dengan baik karena itu menandakan
koagulan dapat bereaksi dengan koloid yang ada dalam air dan mengikat serta

17
mengendapkan koloid yang ada sehingga ketika koloid telah mengendap
mengakibatkan air yang diberikan oleh koagulan menjadi lebih jernih dan
menurunkan kekeruhan dari air tersebut.
Berdasarkan jurnal yang telah beredar, menyatakan bahwa PAC merupakan
koagulan yang sangat baik dan mempunyai beberapa keuntungan. Keuntungan
yang ada pada PAC yaitu:
1. korosivitas rendah
2. flok yang dihasilkan lebih mudah untuk dipisahkan
3. pH yang dihasilkan tidak terlalu rendah
(Budiman, Anton. 2008)
Keuntungan-keuntungan tersebut merupakan hal yang dapat mengakibatkan
PAC dapat bekerja lebih baik dibandingkan alumunium sulfat, terutama tentang
flok yang dihasilkan lebih mudah untuk dipisahkan. ketika flok yang dihasilkan dari
PAC lebih mudah terpisahkan dibandingkan alumunium sulfat, flok dari PAC lebih
cepat mengendap dan tidak disadarkan ketika flok PAC sudah selesai mengendap,
masih terdapat flok dari alumunium sulfat yang belum mengendap sepenuhnya
walaupun terlihat telah mengendap sepenuhnya.
4.3.3 Penentuan Konsenterasi Optimal Koagulan
Penentuan konsenterasi optimal koagulan menggunakan air sampel yang
sangat banyak bertujuan untuk membandingkan antar tingkat konsenterasi
koagulan yang dapat mempengaruhi kerja dari air sampel tersebut. Sampel pertama
merupakan sampel yang tanpa ditambah oleh koagulan dan jika dibandingkan
dengan kekeruhan awal didapat bahwa terdapat penurunan kekeruhan. Ini dapat
terajadi karena air air sampel yang telah diperlakukan sama dengan sampel lain
terjadi pengendapan dari zat-zat padatan dapat mengendap walaupun tanpa
ditambahkannya koagulan karena pada dasarnya zat-zat padatan tersebut dapat
mengendap hanya dengan cara gravitasi saja, ketika zat-zat padatan yang dapat
mengendap tersebut mengendap akan mengurangi zat yang dapat menghamburkan
cahaya sehingga penghamburan cahaya berkurang dan terjadinya juga penurunan
kekeruhan dari air tersebut. Pada praktikum ini terjadi penyisihan kekerunah

18
sebesar 45.16% yang dikarenakan pengendapan dari zat-zat padatan tanpa bantuan
koagulan.
Sampel yang diberikan 20 ppm koagulan didapatkan perubahan yang
signifikan jika dibandingkan dengan sampel tanpa ditambah koagulan yaitu sebesar
98.6%. Ini menandakan koagulan bekerja dengan baik ditandai dengan penurunan
kekeruhan yang tinggi dan terbentuknya endapan pada sampel.
Sampel yang diberikan 40 ppm koagulan didapat perubahan yang tidak
terlalu jauh dibandingkan dengan jika diberikan 20 ppm koagulan yaitu sebesar
98.62%, hanya meningkat 0.02% dan dapat dikatakan jika pemberian 40 ppm dan
20 ppm koagulan, efektifitas koagulan hampir sama untuk mengendapkan koloid
yang ada pada air sampel.
Sampel yang diberikan 60 ppm koagulan didapat penyisihan kekeruhan
yang mendekati 100% yaitu 99.55%. pada sampel ini terbentuk pengendapan yang
sangat banyak dan terlihat bening, ini menandakan efektifitas koagulan pada sampel
sebesar 60 ppm hampir sempurna sehingga dapat mengendapkan koloid yang ada
pada sampel sangat baik.
Sampel yang diberikan 80 ppm koagulan didapat penyisihan kekeruhan
yang paling baik yaitu 100% karena kekeruhan akhir dari sampel ini adalah 0 NTU.
Ini menandakan efektifitas koagulan sampel sangat baik bekerja pada air sampel
dan konsenterasi optimal koagulan yang dibutuhkan oleh sampel air adalah pada 80
ppm sehingga semua koloid dapat mengendap dengan sempurna.
Sampel yang diberikan 100 ppm koagulan didapat penyisihan koagulan
mendapatkan hasil 98.6%. Jika dibandingkan dengan sampel yang diberikan
koagulan 80 ppm, sampel yang diberik 100 ppm koagulan mengalami penurunan
efektifitas. Ini dapat terjadi jika koagulan yang diberikan berlebihan pada sampel
dapat mengakibatkan peningkatan kekeruhan yang diakibatkan oleh koagulan itu
sendiri. Ketika koagulan masih tersedia tetapi tidak ada zat yang dapat diendapkan
lagi, koagulan tersebut yang dapat mengakibatkan kekeruhan pada air sehingga
meningkatkan kekeruhan pada air dan kekeruhan tersebut bukan berasal dari zat
sampel yang awalnya membentuk kekeruhan.

19
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum jartest adalah sebagai


berikut:
1. Pemilihan jenis koagulan sangat dibutuhan untuk menghasilkan efektifitas
proses koagulasi yang baik.
2. PAC menghasilkan proses koagulasi yang lebih baik dibandingkan dengan
alumunium sulfat pada air sampel dengan kekeruhan pada PAC adalah 20.4
NTU dan pada alumunium sulfat adalah 21.1 NTU.
3. Tanpa ditambahkan koagulan, terjadi pengendapan pada air sampel yang
dikarenakan zat-zat pada sampel yang dapat mengendap hanya dengan cara
gravitasi sehingga menurunkan kekeruhan yang ada di air sampel.
4. Terdapat perbedaan dan kemiripan efektifitas yang ada dari setiap
konsneterasi koagulan yang diuji. Pada koagulan 20 ppm dan 40 ppm terjadi
penyisihan kekeruhan yang hampir sama, sedangkan pada 60 ppm hampir
mendekati sempurna dan 80 ppm mendapatkan penyisihan kekeruhan 100%
5. Koagulan yang paling optimal pada sampel yang diuji adalah pada
konsenterasi 80 ppm koagulan karena mendapatkan penyisihan kekeruhan
100% yang menandakan koloid yang ada dapat mengendap dengan baik
tanpa koagulan yang berlebih.
6. Ketikan koagulan berada pada konsenterasi 100 ppm, terjadi peningkatan
kekeruhan. Ini terjadi karena koagulan yang diberikan berlebih sehingga
membentuk kekeruhan dari koagulan yang tersisa.

20
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Anton dkk. 2008. “Kinerja Koagulan Poly Alumunium Chloride (PAC) dalam
Penjernihan AirSungai Kalimas Surabaya menjadi Air Bersih”. Widya Teknik Vol
. 7, No 1 25-34.

Hendricks, David W. 2006. Water Treatment Unit Process: Physical and Chemical.
Florida: CRC Press. Florida.

Jenie, Betty Sri Laksmie, dan Winiati Pudji Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri
Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Karamah, Eva Fathul, dan Andrie Oktafauzan Lubis. 2007. Pralakuan Koagulasi Dalam
Proses Pengolahan Air Dengan Membran: Pengaruh Waktu Pengadukan Pelan
Koagulan Alumunium Sulfat Terhadap Kinerja Membran. Depok: Program Studi
Teknik Kimia Departemen Teknik Gas&Petrokimia. Universitas Indonesia.

Kusnaedi. 2010. Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Manurung, Tambak, dkk. 2012. Efektivitas Biji Kelor (Moringa oleifera) Pada
Pengolahan Air Sumur Tercemar Limbah Domestik. Dalam Jurnal Ilmiah Fakultas
Teknik LIMIT’s. Vol 8, No.1: 37-41.

Notodarmojo, Suprihanto, dan Anne Deniva. 2004. Penurunan Zat Organik dan
Kekeruhan Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi dengan Sistem Aliran
Dead-End (Studi Kasus : Waduk Saguling, Padalarang). Dalam Jurnal Sains &
Tek. Vol. 36 A No. 1: 63-82.

Oxtoby, David W. 2001. Principles Of Modern Chemistry. Jakarta: Erlangga.

21
Putra, Sugili, dkk. 2009. Optimasi Tawas Dan Kapur Untuk Koagulasi Air Keruh Dengan
Penanda I-131. Yogyakarta. Dalam PROSIDING SEMINAR NASIONAL V SDM
TEKNOLOGI NUKLIR ISSN 1978-0176.

Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk Kelas XI SMA. Jakarta: Grafindo
Media Pratama.

Wagiman. 2014. Modul Praktikum Pengendalian Limbah Industri Program Studi Strata
I Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

22
LAMPIRAN

23

Anda mungkin juga menyukai