Anda di halaman 1dari 11

I.

Pengertian Batubara
Potensi sumber daya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di
Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Badan Geologi Nasional memperkirakan
Indonesia masih memiliki 120,53 miliar ton sumber daya batubara dan 31,35
miliar ton cadangan batu bara. Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan
cara analisa parameter tertentu baik secara fisik maupun secara kimia. Umumnya,
untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara di
laboratorium yang diantaranya berupa analisis proksimat, analisis ultimat dan nilai
kalor.
Batubara berbentuk bahan bakar fosil padat yang pembentukannya
diperoleh dari hasil peatifikasi, diagenesis dan metamorfosis tanaman.
Tahap peatifikasi terjadi pada daerah perairan atau rawa-rawa sehingga kadar air
pada gambut menjadi meningkat. Selanjutnya, pada tahapdiagenetik mulai terjadi
pemadatan gambut dan mulai berkurangnya kadar air (dehidrasi) serta
terbentuknya gas metana. Kedalaman dari tumpukan gambut sangat
mempengaruhi metamorfosis dari batubara. Kedudukan dan letak berbanding
lurus dengan suhu serta tekanan yang mengakibatkan batubara mengalami
perubahan fisik dan kimia. Tahap inilah yang disebut denganmetamorfosis (Song
et al. 2017)
Indonesia merupakan salah satu Negara pengekspor batubara besar didunia,
Sumatera Selatan khususnya merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di
Indonesia sekitar 39.64%
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk
Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis
tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar
Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier
Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Gambar 1. Daerah penghasil batubara.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tegolong
kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah
sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi di
mana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem
dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan
menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen.
Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan
sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan
lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut
yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

II. Pencairan Batubara


Pencairan batubara (Coal Liqeufaction) adalah suatu teknologi proses yang
mengubah batubara dan menghasilkan bahan bakar cair sintetis. Batubara yang
berupa padatan diubah menjadi bentuk cair dengan cara mereaksikannya dengan
hidrogen pada temperatur dan tekanan tinggi.Atau disebut juga dengan Likuifaksi
Batubara.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pencairan batubara baik yang
berhubungan dengan karakteristik batubara itu sendiri maupun yang berhubungan
dengan kondisi operasional pencairan yang diterapkan. Karakteristik batubara
seperti kandungan maseral batubara memiliki pengaruh yang cukup signifikan
pada proses pencairan. Maseral Vitrinit yang terdapat dalam batubara peringkat
rendah dapat dengan mudah terhidrogenasi dan tercairkan, sedangkan pada
batubara peringkat tinggi proses pencairan memerlukan energi yang cukup besar.
Menurut Tsai (1982) Maseral eksinit (liptinit) lebih cocok untuk proses
pencairan, sebab maseral eksinit (liptinit) yang terdapat dalam batubara peringkat
rendah mempunyai kandungan hindrogen yang tinggi, Sedangkan inertrinit yang
terdapat dalam semua peringkat batubara tidak cocok untuk proses pencairan
batubara dikarenakan kandungan hidrogennya yang rendah.
Proses pencairan batubara dapat dilakukan dengan dua metode yaitu :
1. Metode Langsung
2. Metode Tidak Langsung.

2.1. Metode Langsung


Pada proses Metode langsung Batubara cair diproduksi dengan melarutkan
dalam suatu pelarut organik lalu dilanjutkan dengan proses hidrogenasi pada suhu
dan tekanan tinggi. Proses pencairan batubara sercara langsung dapat dilakukan
melalui pirolisis, ekstraksi pelarut dan hidrogenasi katalitik.

Gambar 2. Proses pencairan batubara.


Proses pencairan batubara secara langsung dapat dilakukan melalui
pirolisis, ekstraksi pelarut dan hidrogenasi katalitik.

2.1.1 Pirolisis
Teknologi pengolahan batubara yang telah dikembangkan dan
dimanfaatkan secara komersial diantaranya adalah pembakaran, pirolisis,
gasifikasi, dan likuifaksi. Pirolisis batubara merupakan salah satu proses penting
pada teknologi konversi batubara. Pirolisis batubara pada dasarnya adalah proses
pemanasan batubara dengan suhu meningkat dengan tanpa adanya atau sedikit
udara atau reagen lainnya yang tidak memungkinkan terjadinya reaksi gasifikasi.
Selama proses pirolisis terjadi, batubara akan terdekomposisi dan menghasilkan
condensable gases yang disebut dengan tar, non-condensable gases yang disebut
dengan gas dan padatan mikrokristalin yang disebut dengan char. Produk hasil
pirolisis batubara tidak hanya menghasilkan energi yang bersih tetapi juga dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk industri kimia.
Produk pirolisis batubara yang berpotensi besar sebagai bahan baku
industri kimia adalah char dan tar. Char adalah produk hasil pirolisis batubara
yang berbentuk padat. Batubara bituminus merupakan jenis batubara dengan
kualitas baik yang tergolong ke dalam jenis coking coal/metallurgical coal yang
apabila dipirolisis akan menghasilkan char yang memiliki struktur kohern yang
sering disebut dengan kokas metalurgi. Kokas metalurgi digunakan sebagai bahan
bakar dan agen pereduksi dalam produksi baja, besi, fosfor, kalsium karbida,
elektroda karbon dan beberapa industri lainnya. Selanjutnya apabila kokas ini
digasifikasi, akan menghasilkan syngas yang merupakan bahan baku industri
petrokimia.
Tar adalah produk hasil pirolisis batubara yang berbentuk cair. Tar dapat
digunakan sebagai bahan baku industri kimia seperti karet sintesis, polimer,
obatobatan, pelarut, grafit dan coating. Tar hasil pirolisis batubara juga merupakan
sumber senyawa benzen dan turunannya yang sangat penting seperti naftalen yang
merupakan bahan dasar industri polimer seperti plastik.
Sejumlah proses baru terus dikembangkan untuk menghasilkan tidak
hanya hasil char dan tar yang optimum, tetapi juga gas yang dihasilkan. Kokas
metalurgi pada dasarnya adalah char hasil pirolisis batubara jenis bituminus pada
suhu rendah (773-973 K) dan waktu tinggal fase uap lama. Proses pembuatan
kokas dengan metode pirolisis seperti ini disebut dengan karbonisasi. Pirolisis
batubara bituminus akan menghasilkan hasil char dan tar yang tinggi dengan hasil
gas yang rendah.
Meskipun demikian, telah dilakukan beberapa modifikasi pada proses
karbonisasi dengan tujuan tertentu. Salah satunya dengan menambahkan
katalisator Ca(OH)2 pada pirolisis batubara bituminus Australian Newlands untuk
menghasilkan char yang selanjutnya akan dijadikan bahan baku pada proses
gasifikasi. Penambahan katalisator pada proses pirolisis akan meningkatkan
reaktivitas char yang akan sangat berpengaruh pada efisiensi gasifier. Pada
Gasifier jenis fluidized-bed, reaktivitas char yang tinggi berarti konversi karbon
sebelum meninggalkan bed tinggi, sirkulasi yang diperlukan untuk mencapai
konversi tinggi menjadi lebih sedikit, dan konversi tinggi berarti volume gasifier
yang diperlukan lebih kecil. Penambahan katalisator Ca(OH)2 pada proses
pirolisis juga diharapkan akan menurunkan kandungan sulfur pada produk hasil
pirolisis.
Proses pirolisis juga dapat dilakukan dengan penambahan gas, baik gas
inert atau gas pereaksi dengan tujuan tertentu. Penambahan gas inert seperti N2
pada proses pirolisis akan meningkatkan porositas pada char sehingga char yang
dihasilkan lebih reaktif. Pirolisis dengan penambahan gas pereaksi seperti H2
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi sekunder pada char dan
menghasilkan gas dengan komposisi utama metana dan etana.
Dalam pirolisis juga dikenal model Three Lumps, menyatakan bahwa
suatu bahan padat akan terurai menjadi 3 produk yaitu padat, cair dan gas
berdasarkan reaksi paralel orde satu. Model Three Lumps diantaranya diajukan
oleh Thurner dan Mann (1981) juga Shen (2007). Aplikasi dari model-model
tersebut memungkinkan untuk mendapatkan nilai parameter-parameter kinetika
pirolisis.
2.1.2 Ekstraksi Pelarut
Mekanisme proses ini adalah batubara dilarutkan dalam pelarut donor
hydrogen yang dapat memindahkan atom hydrogen kedalam batubara dengan
menggunakan suhu dan tekanan yang tinggi. Proses ini akan menghasilkan gas,
cairan, batubara tak terkonversi serta abu.

2.1.3 Hidrogenasi Khatalitik


Merupakan hidrogenasi batubara dalam larutan donor hydrogen dengan
bantuan katalis oksida besi pada tekanan antara 35 atm –275 atm dan suhu 3750C
– 4500C. Hidrogenasi adalah proses reaksi batubara dengan gas hydrogen
bertekanan tinggi. Reaksi ini diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi, katalisator
dan kriteria bahan baku) agar dihasilkan senyawa hidrokarbon sesuai yang
diinginkan, dengan spesifikasi mendekati minyak mentah. Sejalan
perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi proses alternativ untuk
mengolah batubara menjadi bahan bakar cair pengganti produk minyak bumi,
proses ini dikenal dengan nama Bergius proses, disebut juga proses pencairan
batubara (coal liquefaction).
Faktor – Faktor yang mempengaruhi
· Peringkat Batubara
Proses pencairan batubara pada peringkat rendah akan menghasilkan perolehan
minyak yang lebih tinggi dari pada batubara peringkat tinggi. Batubara peringkat
rendah memiliki laju kecepatan reaksi yang lebih besar dari batubara peringkat
tinggi
· Temperatur operasi
Tingkat kelarutan cenderung semakin meningkat dengan kenaikan temperatur
Temperatur yang digunakan antara 3500C - 5000C. Temperatur diatas 5000C
cenderung membentuk kokas dan menyebabkan aglomerasi partikel,
meningkatkan kosumsi hydrogen dan meningkatkan produksi gas.
Temperatur dibawah 3000C partikel batubara belum sempurna terkonversi
· Tekanan Operasi
· Waktu Operasi
· Katalis

2.2 Metode Tak Langsung


Pada proses tidak langsung batubara difragmentasi menjadi CO, CO2, H2,
dan CH4 yang kemudian direkombinasikan menghasilkan produk cair, prosesnya
melalui gasifikasi dan kondensasi.
2.2.1 Gasifikasi (coal gasification)
Proses gasifikasi batubara adalah proses yang mengubah batubara dari
bahan bakar padat menjadi bahan bakar gas. Dengan mengubah batubara menjadi
gas, maka material yang tidak diinginkan yang terkandung dalam batubara seperti
senyawa sulfur dan abu, dapat dihilangkan dari gas dengan menggunakan metode
tertentu sehingga dapat dihasilkan gas bersih dan dapat dialirkan sebagai sumber
energi.
Sebagaimana diketahui, saat bahan bakar dibakar, energi kimia akan
dilepaskan dalam bentuk panas. Pembakaran terjadi saat Oksigen yang terkandung
dalam udara bereaksi dengan karbon dan hidrogen yang terkandung dalam
batubara dan menghasilkan CO2 dan air serta energi panas. Dalam kondisi normal,
dengan pasokan udara yang tepat akan mengkonversi semua energi kimia menjadi
energi panas.
Namun kemudian, jika pasokan udara dikurangi, maka pelepasan energi
kimia dari batubara akan berkurang, dan kemudian senyawa gas baru akan
terbentuk dari proses pembakaran yang tidak sempurna ini (sebut saja pembakaran
“setengah matang”). Senyawa gas yang terbentuk ini terdiri atas H2, CO, dan
CH4 (methana), yang masih memiliki potensi energi kimia yang belum
dilepaskan. Dalam bentuk gas, potensi energi ini akan lebih mudah dialirkan dan
digunakan untuk sumber energi pada proses lainnya, misalnya dibakar dalam
boiler, mesin diesel, gas turbine, atau diproses untuk menjadi bahan sintetis
lainnya (menggantikan bahan baku gas alam). Dengan fungsinya yang bisa
menggantikan gas alam, maka gas hasil gasifikasi batubara disebut juga dengan
syngas (syntetic gas). Dengan proses lanjutan, syngas ini dapat diproses menjadi
cairan. Proses ini disebut dengan coal liquefaction (pencairan batubara).
Metodenya ada bermacam-macam, antara lain Fischer-Tropch, Bergius, dan
Scroeder.
Untuk dapat menghasilkan gas dari batubara dengan maksimal, maka
pasokan oksigen harus dikontrol sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran
“setengah matang” ditambah energi yang terkandung pada senyawa gas yang
terbentuk setara dengan energi dari batubara yang dipasok.

A. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Gasifikasi


1. Suhu Bed
Tingkat gasifikasi serta kinerja keseluruhan gasifier adalah tergantung
suhu.Semua reaksi gasifikasi biasanya reversibel dan titik ekuilibrium dari setiap
reaksi dapat digeser dengan mengubah suhu.
2. Tekanan Bed
Tekanan Bed telah dilaporkan memiliki efek yang signifikan pada proses
gasifikasi. Nandi dan Onischak (1985) menemukan penurunan berat badan selama
devolatilization residu tanaman di N2suasana di 815oC, menurun dengan
peningkatan tekanan.Namun, pada suhu konstan, konstanta laju orde pertama (k)
untuk gasifikasi arang meningkat karena tekanan meningkat.Menggunakanmedia
gasifikasi 50:50 H2O / N2pada suhu815oC, nilai-nilai konstanta laju (k) untuk char
kayu adalah 0.101, 1.212 dan 0,201 min-1, masing-masing pada tekanan 0,17, 0,79
dan 2,17 MPa.
3. Tinggi Bed
Pada suhu reaktor tertentu, waktu tinggal yang lebih lama (karena
ketinggian bedyang lebih tinggi) meningkat berjumlah hasil gas. Sadaka et al.
(1998) menunjukkan bahwa ketinggianbed yang lebih tinggi menghasilkan lebih
efisiensi konversi serta suhu bed lebih rendah karena efek fly-wheel bed material.
Efek fly-wheel berkurang secara signifikan ketika jumlah bahan bed berkurang
sehingga menghasilkan suhu bed yang lebih tinggi.
4. Kecepatan fluidisasi
Kecepatan fluidisasi memainkan peran penting dalam pencampuran partikel
dalam fluidized bed. Dalam sistem gasifikasi udara, semakin tinggi kecepatan
fluidisasi semakin tinggi suhubed dan semakin rendah menghasilkan nilai kalor
gas akibat peningkatan jumlah oksigen dan nitrogen dalam gas inlet ke system
5. Rasio Kesetaraan
Rasio kesetaraan memiliki pengaruh kuat pada kinerja gasifiers karena itu
mempengaruhi suhu bed, kualitas gas, dan efisiensi termal. Peningkatan rasio
kesetaraan mengakibatkan tekanan rendah baik di bed padat dan
daerah freeboard ketika gasifier dioperasikan pada kecepatan fluidisasi yang
berbeda dan ketinggian bed.
6. Kadar air dari bahan
Kadar air dari bahan pakan mempengaruhi suhu reaksi karena energi diperlukan
untuk menguapkan air dalam bahan bakar. Oleh karena itu, proses gasifikasi
berlangsung pada suhu rendah.
7. Ukuran partikel
Ukuran partikel secara signifikan mempengaruhi hasil gasifikasi.Ukuran partikel
kasar akan menghasilkan lebih banyak tar dan kurang tar yang mereka hasilkan.
Tingkat difusi termal dalam partikel menurun dengan peningkatan ukuran
partikel, sehingga mengakibatkan tingkat pemanasan yang lebih rendah.Untuk
diberikan suhu, hasil gas yang dihasilkan dan komposisi meningkat dengan
penurunan ukuran partikel.
8. Rasio udara dan uap
Meningkatkan rasio udara dan uapakan meningkatkan nilai kalor gas sampai
memuncak. Tomeczek et al. (1987) menggunakan campuran udara-uap dalam
proses gasifikasi batubara dalam fluidized bed reaktor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh rasio uap dan udara pada arang terutama pada rasio
yang lebih rendah karena fakta bahwa uap digunakan pada
tahap devolatilisasi memberikan kontribusi terhadap proses gasifikasi bahkan
dalam kasus ketika uap tidak ditambahkan. Ketika rasio uap air meningkat, nilai
kalor meningkat, mencapai puncaknya pada 0,25 kg / kg.
9. Ada Tidaknya Katalis
Katalis komersial dan non-komersial diuji dalam berbagai proses gasifikasi. Salah
satu masalah utama dalam steam katalitik tar adalah endapan karbon pada katalis
dari karakter aromatik karbon yang tinggi.

III. Pemanfaatan Abu Batubara

Fly ash batubara adalah limbah industri yang dihasilkan dari pembakaran
batubara dan terdiri dari partikel yang halus. Gradasi dan kehalusan fly ash
batubara dapat memenuhi persyaratan gradasi AASTHO M17 untuk mineral filler.
Penggunaan mineral filler dalam campuran aspal beton adalah untuk mengisi
rongga dalam campuran, untuk meningkatkan daya ikat aspal beton, dan untuk
meningkatkan stabilitas dari campuran. Dari penelitian tentang penggunaan fly
ash batubara sebagai mineral filler untuk menggantikan filler bubuk marmer pada
campuran aspal beton menunjukkan kadar optimum lebih rendah dari pada filler
bubuk marmer, yaitu 3.5 % untuk filler fly ash batubara dan 4.5 % untuk filler
bubuk marmer.

Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu bara,
yang dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan asap, yang
telah digunakan sebagai bahan campuran pada beton. Fly-ash atau abu terbang di
kenal di Inggris sebagai serbuk abu pembakaran. Abu terbang sendiri tidak
memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi dengan kehadiran air
dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang dikandung oleh abu terbang
akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses
hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat.

Limbah Padat Abu Terbang Batubara ( Fly Ash ) Abu batubara sebagai
limbah tidak seperti gas hasil pembakaran, karena merupakan bahan padat yang
tidak mudah larut dan tidak mudah menguap sehingga akan lebih merepotkan
dalam penanganannya. Apabila jumlahnya banyak dan tidak ditangani dengan
baik, maka abu batubara tersebut dapat mengotori lingkungan terutama yang
disebabkan oleh abu yang beterbangan di udara dan dapat terhisap oleh manusia
dan hewan juga dapat mempengaruhi kondisi air dan tanah di sekitarnya sehingga
dapat mematikan tanaman.

Penumpukan abu terbang batubara ini menimbulkan masalah bagi


lingkungan. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara
sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi
dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini abu terbang batubara digunakan
dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton. Selain itu,
sebenarnya abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat
beragam:

1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan


2. Penimbun lahan bekas pertambangan
3. Recovery magnetic, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori
5. Bahan penggosok (polisher)
6. Filler aspal, plastik, dan kertas
7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)

IV. Upgrading dan Dewatering Batubara

Anda mungkin juga menyukai