1 Definisi HIV/AIDS
3.1.1 Pengertian HIV
Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency
Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang
kemudian berdampak pada penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga
menimbulkan satu penyakit yang disebut AIDS. HIV menyerang sel-sel darah
putih yang dimana sel-sel darah putih itu merupakan bagian dari sitem kekebalan
tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit.Manusia yang
terinfeksi HIV akan berpotensi sebagai pembawa (carrier) dan penularan virus
tersebut selama hidupnya.
3.1.2 Pengertian AIDS
AIDS (Aqquired Immune Deficiency syndrom) kumpulan gejala penyakit
spesifik yang disebabkan oleh rusaknya system kekebalan tubuh oleh virus HIV
(Komisi penangulangan AIDS Provinsi Maluku,2015).
HIV merusak sel darah putih yang berperan penting dalam menjaga kekebalan
tubuh. Dengan berkurangnya jumlah sel darah putih yang sehat, kekebalan tubuh
akan menurun. Dengan menurunnya kekebalan tubuh, penyakit yang ringan untuk
orang lain dapat menimbulkan kematian bagi orang yang terinfeksi HIV AIDS.
Meskipun gejala HIV primer ini mungkin cukup ringan, namun jumlah virus
dalam aliran darah (viral load) sangat tinggi. Sebagai akibatnya, infeksi HIV akan
menyebar lebih efisien selama infeksi primer daripada selama tahap berikutnya.
Gejala HIV akut ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu,
Namun virus masih tetap eksis dalam tubuh.
3.4.2 Gejala HIV Fase Laten
Setelah infeksi awal, seseorang mungkin tidak memiliki gejala apapun. Ini
disebut fase laten. Pada beberapa orang, pembengkakan kelenjar getah bening
tetap terjadi selama fase laten ini. Jika tidak, maka tidak ada tanda-tanda dan
gejala khusus. Perkembangan penyakit bervariasi antar individu dimana kondisi
ini dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun.
Selama periode ini, virus terus berkembang biak secara aktif dan menginfeksi
dan membunuh sel-sel sistem kekebalan tubuh. Padahal sistem kekebalan tubuh
kita berfungsi untuk melawan bakteri, virus, dan penyebab infeksi lainnya.
Sel-sel kekebalan tubuh yang diserang oleh virus HIV yaitu sel-sel yang
merupakan pejuang infeksi primer, yang disebut CD4+ atau sel T4.
3.4.3 Gejala Awal Infeksi HIV
Setelah sistem kekebalan tubuh melemah, seseorang yang terinfeksi HIV dapat
mengembangkan gejala berikut:
1. Lemah
2. Berat badan turun Demam dan sering berkeringat
3. Infeksi jamur persisten atau sering terjadi
4. Ruam kulit persisten atau kulit terkelupas
5. Kehilangan memori jangka pendek
6. Infeksi herpes pada mulut, genital, atau anus.
7. Berkembang menjadi AIDS, apabila tidak menerima pengobatan dalam
waktu sekitar 10 tahun.
3.4.4 Gejala AIDS
Tanda-tanda dan gejala AIDS yang merupakan tanda-tanda infeksi
oportunistik adalah sebagai berikut:
1. Keringat berlebihan di malam hari
2. Menggigil atau demam lebih tinggi dari 100 F (38 C) selama beberapa
minggu
3. Batuk, karena seringnya terkena peradangan atau infeksi di tenggorokan.
4. Sulit atau sakit saat menelan
5. Sesak napas, bisa terjadi akibat pneumonia atau paru-paru basah yang
sering disebabkan oleh mikoorganisme pneumocystic carinii.
6. Diare kronis, maksudnya adalah menderita diare yang lama meskipun telah
diobati namun tak kunjung sembuh.
7. Bintik-bintik putih Persistent atau lesi yang tidak biasa di lidah atau di
mulut (sariawan)
8. Sakit kepala
9. Kelelahan yang terus menerus
10. Penglihatan kabur dan terdistorsi
11. Berat badan turun drastis
12. Ruam kulit atau benjolan
Orang dengan AIDS rentan untuk juga terhadap berbagai kanker seperti sarkoma
Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Setelah diagnosis AIDS ditegakkan, rata-rata waktu survival diperkirakan 2-3
tahun.
Hampir 90% kasus infeksi HIV pada anak disebabkan oleh transmisi perinatal.
Transmisi perinatal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen. Beberapa penelitian
melaporkan tingginya kasus terjadi akibat terpaparnya intrapartum terhadap darah
maternal seperti pada kasus episiotomi, laserasi vagina atau persalinan dengan forsep,
sekresi genital yang terinfeksi dan ASI. Frekuensi rata-rata transmisi vertikal dari ibu ke
anak dengan infeksi HIV mencapai 25-30%. Faktor lain yang meningkatkan resiko
transmisi ini, antara lain jenis HIV tipe 1, riwayat anak sebelumnya dengan infeksi
HIV, ibu dengan AIDS, lahir prematur, jumlah CD4 maternal rendah, viral load
maternal tinggi, korioamnionitis, persalinan pervaginam dan pasien HIV dengan
koinfeksi
Interpretasi kasus sering menjadi kendala karena pasien yang terinfeksi HIV adalah
karier asimptomatik dan mempunyai kondisi yang memungkinkan untuk memperburuk
kehamilannya. Kondisi tersebut termasuk ketergantungan obat, nutrisi buruk, akses
terbatas untuk perawatan prenatal, kemiskinan dan adanya penyakit menular seksual.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah bayi lahir prematur, premature rupture of
membran (PROM), berat bayi lahir rendah, anemia, restriksi pertumbuhan intrauterus,
kematian perinatal dan endometritis postpartum