Anda di halaman 1dari 19

PENGUKURAN

I . Mengukur

Mengukur adalah membandingkan besaran dengan satuan yang sejenis dengan besaran tersebut.

Besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan angka – angka.
Contoh : panjang , massa , waktu , gaya , volume , dan sebagainya.

Satuan adalah ungkapan yang sejenis dengan besaran , yang merupakan faktor pembanding untuk
menyatakan berapa besarnya hasil pengukuran.
Satuan adalah sesuatu yang digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran.
Contoh : centi meter , meter , liter , volt , watt , ampere , ohm , dan sebagainya.

Umumnya besaran mempunyai satuan. Namun ada besaran yang tidak mempunyai satuan, misalnya
indeks bias.

II . Mengenal Alat Ukur Panjang, Massa, dan Waktu

Berikut ini akan diperkenalkan beberapa alat ukur panjang, massa, dan waktu, diantaranya ; jangka
sorong, mikrometer sekrup, neraca ohaus 2610, neraca ohaus 311, stop watch 60 detik.

A . Jangka Sorong ( Jangka Geser )

a. Teori Dasar :

Jangka sorong merupakan alat ukur panjang, yang mempunyai dua buah skala, yaitu skala Utama dan
skala Nonius (berbentuk skala geser). Tingkat ketelitiannya ada yang sampai 0,02 mm. Skala terkecil
jangka sorong ( tingkat ketelitian jangka sorong ) dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

1
K  .Su Keterangan : K = Tingkat ketelitian alat ( skala terkecil alat )
n.
n = Jumlah skala pada skala nonius

Su = Jarak dua goresan garis skala terdekat pada skala


utama.

b. Gambar :

h
d

a 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 i

0 5 10
e
b g
f
c

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 1


c. Kegunaan Alat :

No Bagian-bagian alat Kegunaannya


Rahang tetap dengan tangkai
a. Sebagai mistar standar, dan merupakan badan dari jangka sorong.
berskala
Untuk menjepit benda yang diukur, yang dapat digeser-geser
b. Rahang geser
sesuai dengan besar benda.
c. Rahang bawah Untuk mengukur diameter luar dan panjang benda.
d. Rahang atas Untuk mengukur diameter dalam benda.
e. Skala utama Untuk menentukan besar pengukuran.
f. Skala nonius Untuk pengukuran terkecil agar pengukuran teliti.
g. Roda pendorong Untuk menggeser /mendorong rahang jangka sorong.
h. Sekrup penahan/pengunci Untuk mengunci rahang setelah benda ukur terjepit.
i Ujung batang jangka sorong Untuk mengukur kedalaman benda yang berongga.

d. Cara Menggunakan Alat :

1. Sebelum melakukan pengukuran observasi terlebih dahulu jangka sorong yang digunakan.
2. Carilah ketelitian ( skala terkecil ) jangka sorong dengan menggunakan rumus di atas.
3. Mengukur panjang benda, dan diameter luar benda dilakukan dengan menjepitkan benda pada
rahang bawah ( c ), kemudian kencangkan sekrup penahan ( h ).
4. Mengukur diameter dalam benda dilakukan dengan memasukkan rahang atas ( d ) pada rongga benda
Yang akan diukur, kemudian kencangkan sekrup penahan ( h ).
5. Mengukur kedalaman tabung dilakukan dengan memasukkan ujung batang yang dapat bergerak ( i ),
ke dalam tabung yang akan di ukur, dan kencangkan sekrup penahan ( h ).
6. Amati skala utama yang berada di sebelah kiri angka nol skala nonius, yang masih dapat dibaca
dengan jelas tanpa angka perkiraan. Dan amati pula skala nonius yang tepat berimpit ( segaris )
dengan salah satu skala pada skala utama, dihitung dengan patokan (acuan) angka nol nonius.
7. Hasil pengukuran dihitung dengan cara :
Hasil bacaan skala utama + Hasil bacaan skala nonius x Tingkat ketelitian alat.

e. Contoh :

Berikut ini adalah potongan gambar hasil pengukuran sebuah benda dengan menggunakan jangka
sorong.

0 1 2

0 5 10
Skala Utama

Benda
Skala Nonius

Berdasarkan gambar diketahui : o. n = 20 , karena ada 20 skala.


o. Su = 1 mm , karena jarak dua goresan garis terdekat pada skala
utama 1 mm.
o. Hasil bacaan skala utama = 14 mm (skala ke 14 sebelum garis nol
skala nonius).
o. Hasil bacaan skala nonius = 5 , karena skala ke 5 segaris dengan
salah satu skala pada skala utama.
BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 2
Hasil Pengukuran = 14 mm + ( 5 x K ) --------------- K = 1/n x Su = 1/20 x 1 mm = 0,05 mm.
= 14 mm + ( 5 x 0,05 mm ).
= 14 mm + 0,25 mm.
= 14,25 mm.

Sedangkan laporan hasil pengukurannya adalah : L = X   X ----------------  X = ½ K


L = (14,25  0,03) mm = ½.0,05 mm
= 0,025 mm
= 0,03 mm
Ketidakpastian mutlak (  X ) , dibulatkan (ditulis) sampai satu angka bukan nol.
Nilai X ditulis dengan 2 desimal karena  X juga dalam 2 desimal.

B. Mikrometer Sekrup

a. Teori Dasar :

Mikrometer sekrup merupakan alat ukur panjang, yang mempunyai dua buah skala, yaitu skala Utama dan
skala Nonius yang berbentuk skala putar. Tingkat ketelitiannya dapat mencapai 0,01 mm. Skala terkecil
micrometer sekrup ( tingkat ketelitian micrometer sekrup) dapat ditentukan dengan persamaan
berikut :

1
K  .Su Keterangan : K = Tingkat ketelitian alat (skala terkecil alat)
n.
n = Jumlah skala pada skala nonius

Su = Jarak dua goresan garis skala terdekat pada


skala utama.

b. Gambar :

a b c f

j
d
i e
h
g

c. Kegunaan Alat :

No Bagian-bagian alat Kegunaannya


a. Landasan penjepit Landasan tetap untuk menjepit benda ukur.
Lengan sekrup yag dapat bergeser maju mundur untuk menjepit
b. Lengan sekrup
benda ukur.
c. Lengan berskala tetap Tempat skala utama.
d. Skala Utama Untuk menentukan besar pengukuran,dengan 1 skala 0,5 mm
e. Skala nonius putar Untuk pengukuran terkecil agar pengukuran teliti.
f. Silinder Tempat skala nonius putar
g. Sekrup putar Untuk memutar silinder.
h. Tuas pengunci Untuk mengunci putaran terakhir dalam pengukuran.
i Garis penunjuk ketepatan Untuk melihat ketepatan garis skala nonius yang diamati.
BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 3
pengukuran
j. Batang setengah lingkaran Tempat landasan penjepit
k. Sekrup kalibrasi Untuk mengatur titik nol kalibrasi alat (micrometer sekrup)

d. Cara Menggunakan alat :

1. Sebelum melakukan pengukuran observasi terlebih dahulu micrometer sekrup yang digunakan.
2. Carilah ketelitian micrometer sekrup dengan menggnakan rumus di atas.
3. Lakukan kalibrasi alat, dengan memutar sekrup putar. Setelah landasan penjepit berimpit dengan
lengan sekrup, putar sekrup kalibrasi sampai sekrup putar berada di garis nol skala utama dan angka
nol pada skala nonius tepat segaris dengan garis penunjuk ketepatan.
4. Untuk mengukur panjang benda, dan tebal benda, dilakukan dengan cara menjepitkan benda diantara
landasan penjepit dan lengan sekrup. Setelah benda terjepit, putar tuas pengunci hingga sekrup putar
tidak mau berputar lagi.
5. Amati skala utama yang masih dapat dibaca dengan jelas tanpa angka perkiraan. Dan amati
pula skala nonius yang tepat segaris dengan garis penunjuk ketepatan.
6. Hasil pengukuran dihitung dengan cara :
Hasil bacaan skala utama + Hasil bacaan skala nonius x Tingkat ketelitian alat.

e. Contoh :

Berikut ini adalah potongan gambar hasil pengukuran sebuah benda dengan menggunakan mikrometer
sekrup.

0 Berdasarkan gambar diketahui :


o. n = 50 , karena ada 50 skala.
o. Su = 0,5 mm , karena jarak dua goresan garis yang
45 terdekat pada skala utama adalah 0,5 mm.
o. Hasil bacaan skala utama = 3,5 mm
Benda o. Hasil bacaan skala nonius = 47 , karena skala ke
Skala utama 47 segaris dengan garis penunjuk ketepatan.
Skala nonius
Hasil Pengukuran = 3,5 mm + ( 47 x K ) ---------------- K = 1/n x Su = 1/50 x 0,5 mm = 0,01 mm
= 3,5 mm + ( 47 x 0,01 mm )
= 3,5 mm + 0,47 mm
= 3,97 mm.

Dan laporan hasil pengukurannya : L = X   X ----------------  X = ½ K


L = (3,970  0,005) mm = ½ . 0,01 mm = 0,005 mm

Nilai X ditulis dengan 3 desimal (mendapat penambahan angka nol) karena  X juga dalam 3
desimal.
Penyebab lainnya adalah karena mikrometer sekrup mempunyai skala nonius , sehingga kita tidak
pernah menaksir (memperkirakan) angka ke empat pada hasil pengukuran di atas. Artinya , angka nol
pada hasil pengukuran di atas merupakan angka taksiran.

C. Neraca Ohaus 2610

a. Teori Dasar :

Neraca Ohaus 2610 adalah alat untuk mengukur massa benda. Alat ini bekerja dengan cara
membandingkan massa benda yang di ukur dengan massa anak timbangan. Lengan kiri dan lengan kanan
neraca ohaus tidak sama panjang, sehingga prinsip Momen Gaya berlaku pada alat ini.

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 4


L1 L2

M2

M1

Prinsip Momen Gaya : M1 . g . L1 = M2 . g . L2

Ketelitian Neraca Ohaus 2610 sama dengan harga skala terkecil neraca ini, yaitu 0,1 gr ( terdapat pada
lengan pertama). Kemampuan maksimumnya 2610 gr, yang meliputi : a. 10 gr pada lengan pertama.
b. 500 gr pada lengan kedua.
c. 100 gr pada lengan ketiga.
d. 2000 gr sebagai beban gantung.

Massa beban gantung bukanlah massa aktualnya, jadi tidak boleh dijadikan untuk anak timbangan pada
Neraca Sama Lengan.

b. Gambar :

4 6 5 8

9
10
3 OHAUS
2610 11

1 2 7

c. Kegunaan Alat :

No Bagian-bagian alat Kegunaannya


1. Landasan neraca Tempat kedudukan neraca
2. Landasan datar Tempat meletakkan beban tambahan
3. Tiang alat Untuk berdirinya alat
4. Piring neraca Tempat benda yang akan diukur
5. Lengan berskala Tempat anak timbangan
6. Anak timbangan geser Anak timbangan yang dapat digeser
Anak timbangan (beban) gantung sebagai tambahan anak
7. Anak timbangan gantung
timbangan geser
8. Jarum penunjuk kesetimbangan Sebagai penunjuk keseimbangan
9. Sekrup kalibrasi Untuk mengkalibrasi (mengatur titik nol) neraca
10. Garis kesetimbangan Sebagai acuan kesetimbangan
11. Ujung penggantung Tempat menggantung beban tambahan

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 5


d. Cara Menggunakan Alat :

1. Sebelum melakukan pengukuran observasi terlebih dahulu Neraca Ohaus 2610 yang digunakan.
2. Cari atau amatilah ketelitian neraca.
3. Lakukan kalibrasi alat, dengan memutar sekrup kalibrasi ke kiri atau ke kanan, sampai neraca
setimbang, sedemikian sehingga jarum penunjuk kesetimbangan segaris dengan garis
kesetimbangan.
4. Untuk mengukur massa benda, dilakukan dengan cara meletakkan benda di atas piring neraca,
kemudian geser anak timbangan geser, sampai neraca setimbang. Hasil pengukuran massa benda
merupakan jumlah skala yang ditunjukkan anak timbangan.

e. Contoh :

Seorang anak menimbang massa benda dengan menggunakan neraca Ohaus 2610. Setelah alat setimbang,
ternyata pada lengan pertama anak timbangan menunjukkan skala 8,5 gr, dan pada lengan ke tiga anak
timbangan menunjukkan skala 30 gr. Maka hasil pengukuran massa benda yang dilakukan anak tersebut
adalah : 30 gr + 8,5 gr = 38,5 gr.
Sedangkan laporan hasil pengukurannya adalah : M = X   X ----------------  X = ½ K
M = (38,50  0,05) gr.

Nilai X ditulis dengan 2 desimal (mendapat penambahan angka nol setelah angka lima) , karena  X
juga dalam 2 desimal.

D. Neraca Ohaus 311

a. Teori Dasar :

Neraca Ohaus 311 adalah alat untuk mengukur massa benda. Alat ini bekerja dengan cara
membandingkan massa benda yang di ukur dengan massa anak timbangan. Lengan kiri dan lengan kanan
neraca ohaus tidak sama panjang sehingga prinsip Momen Gaya berlaku pada alat ini.

L1 L2

M2

M1

Prinsip Momen Gaya : M1 . g . L1 = M2 . g . L2

Ketelitian Neraca Ohaus 311 sama dengan harga skala terkecil neraca ini, yaitu 0,01 gr (terdapat pada
lengan pertama). Kemampuan maksimumnya 311 gr, yang meliputi : a. 1 gr pada lengan pertama.
b. 10 gr pada lengan ke dua.
c. 100 gr pada lengan ke tiga.
d. 200 gr pada lengan ke empat.

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 6


b. Gambar :

7 3 2 5

4
6 1
9

OHAUS
11 311

10
c. Kegunaan Alat :

No Bagian-bagian alat Kegunaannya


1. Tiang alat Untuk berdirinya alat
2. Lengan berskala Tempat anak timbangan
3. Anak timbangan geser Anak timbangan yang dapat digeser
4. Piring neraca Tempat benda yang akan diukur
5. Jarum penunjuk kesetimbangan Sebagai penunjuk keseimbangan
6. Skala lengan Penunjuk berapa hasil pengukuran
7. Simpul lengan Tempat titik tumpu lengan neraca
8. Sekrup kalibrasi Untuk mengkalibrasi (mengatur titik nol) neraca
9. Peluru besi kecil/lempeng logam Pengatur kalibrasi bila sekrup kalibrasi tak mampu bekerja
10. Landasan neraca Tempat kedudukan neraca
11. Piring penyangga Tempat meletakkan bejana, gelas ukur, dll.

d. Cara Menggunakan Alat :

1. Sebelum melakukan pengukuran observasi terlebih dahulu Neraca Ohaus 311 yang digunakan.
2. Cari atau amatilah ketelitian neraca.
3. Lakukan kalibrasi alat, dengan memutar sekrup kalibrasi ke kiri atau ke kanan, sampai neraca
setimbang.
4. Untuk mengukur massa benda, dilakukan dengan cara meletakkan benda di atas piring neraca,
kemudian geser anak timbangan geser, sampai neraca setimbang. Hasil pengukuran massa benda
merupakan jumlah skala yang ditunjukkan anak timbangan.

e. Contoh :

Seorang anak menimbang massa benda dengan menggunakan neraca Ohaus 311. Setelah alat setimbang,
ternyata pada lengan pertama anak timbangan menunjukkan skala 0,85 gr, dan pada lengan ke dua anak
timbangan menunjukkan skala 7 gr. Maka hasil pengukuran massa benda yang dilakukan anak tersebut
adalah : 7 gr + 0,85 gr = 7,85 gr.
Dan laporan hasil pengukurannya adalah : M = X   X ----------------  X = ½ K
M = (7,850  0,005) gr.

Nilai X ditulis dengan 3 desimal (mendapat penambahan angka nol setelah angka lima) , karena  X
juga dalam 3 desimal.

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 7


E. Stop Watch ( 60 detik )

a. Teori Dasar :

Stop Watch adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur waktu. Alat ukur waktu yang lain
adalah jam dinding, jam tangan, jam atomic, jam digital, timer, dan stop clok. Tingkat ketelitian stop
watch ada yang 0,2 detik dan ada yang 0,1 detik. Nilai tersebut didapat dengan cara menghitung waktu
yang diperlukan jarum penunjuk stop watch untuk menempuh satu putaran besar dibagi dengan jumlah
skala terkecil yang dilewatinya. Sedangkan kemampuan maksimum stop watch didapat dengan cara
menghitung waktu yang diperlukan jarum penunjuk stop watch untuk menempuh satu putaran skala menit
(pada lingkaran kecil bagian dalam stop watch).

b. Gambar :

60 30
55 5 5
25 5
50 10

45 15
4
20 10
40 20
15

35 25
30

1 3
2

c. Kegunaan Alat :

NO BAGIAN-BAGIAN ALAT KEGUNAAN


1 Badan Stop Watch Untuk tempat bagian-bagian alat
2 Skala terkecil alat Untuk menentukan tingkat ketelitian alat
3 Skala detik ( ada yang 60 ada yang 30 ) Untuk menentukan waktu dalam detik
4 Jarum penunjuk Untuk menentukan ketepatan waktu
Skala menit terdapat pada lingkaran
5 Untuk menentukan waktu dalam menit
kecil bagian dalam stop watch
Untuk menghidupkan , mematikan dan
6 Tombol start/stop/zero
mengembalikan stop watch ke posisi nol.

d. Cara Menggunakan Alat :

1. Observasi stop watch yang digunakan, karena mungkin stop watch yang dipakai dalam pratikum
anda tidak sama dengan stop watch yang dicontohkan di atas.
2. Amati kemampuan maksimum dan skala terkecil ( tingkat ketelitian ) alat.
3. Untuk menghidupkan , mematikan , dan mengembalikan jarum penunjuk ketepatan ke posisi
semula ( ke posisi nol ) , dilakukan dengan menekan tombol start/stop/zero.

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 8


III. Ketidakpastian Pada Pengukuran

Pada setiap percobaan atau penelitian ilmiah selalu disertai dengan pengamatan dan pengukuran.
Pengamatan adalah melihat atau memperhatikan serta mempelajari dengan seksama gejala yang timbul
dari suatu percobaan atau penelitian.
Pengukuran merupakan pengamatan kuantitas dari suatu besaran fisis yang diperlukan untuk suatu
tujuan ilmu pengetahuan atau pribadi.
Menurut Teori Pengukuran, tidak ada harapan bagi orang yang melakukan pengukuran untuk dapat
mengetahui nilai benar (Xo) melalui pengukuran, kecuali bila pengukuran tersebut diulang sampai tak
berhingga kali. Jelas ini tidak dapat dilakukan. Yang mungkin diusahakan adalah memperoleh hasil
pengukuran yang mendekati nilai benar (Xo), dengan melakukan pengukuran berulang.
Ini berarti setiap pengukuran yang dilakukan oleh siapapun dan memakai alat apapun selalu disertai
dengan ketidakpastian atau kesalahan (keragu-raguan nilai).

A. Faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpastian (kesalahan) pengukuran :

1. Skala terkecil alat ukur yang nilainya relatif besar.


Makin besar nilai skala terkecil alat ukur, makin besar ketidakpastian (kesalahan) hasil pengukuran
yang diperoleh.

2. Keterbatasan (keteledoran) pengamat.


Kesalahan hasil pengukuran dapat disebabkan karena kurang terampilnya pengamat menggunakan
alat ukur. Selain dari pada itu keterbatasan mata pengamat dalam membaca skala yang sangat halus
(karena nilai skala terkecilnya relatif sangat kecil) juga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
pengukuran.

N.B : Umumnya jarak dua goresan terdekat skala ukur adalah 1 mm. Karena mata manusia agak
sukar melihat jarak yang kurang dari 1 mm. Artinya pada jarak pandang 25 cm , daya
resolusi (daya urai) maksimum mata normal adalah 1 mm.

3. Kesalahan sistimatis.
Adalah kesalahan yang menyebabkan hasil setiap pengukuran mempunyai kesalahan yang sama.
Kesalahan sistimatis meliputi :
a. Kesalahan kalibrasi = kesalahan karena tidak tepatnya (tidak sesuainya) nilai skala alat ukur ketika
dibuat dengan nilai skala alat ukur standar.
b. Kesalahan titik nol = kesalahan karena titik nol skala tidak tepat berimpit dengan penunjuknya.
Misalnya pada micrometer sekrup, dimana saat silinder putar tertutup rapat, nol skala utama tidak
tepat segaris dengan nol skala nonius. Jika kesalahan ini tidak dikoreksi, maka akan terjadilah
kesalahan sistimatis.
c. Kesalahan arah pandang (kesalahan paralax) = kesalahan dalam melihat skala ukur.

Contoh: :

Memandang skala yang salah

Memandang skala yang benar

Memandang skala yang salah

d. Kesalahan komponen alat ukur = kesalahan karena melemahnya komponen alat ukur.
Misal : melemahnya pegas, terjadinya gesekan antara jarum penunjuk dengan bidang skala, dsb.

4. Kesalahan acak (random).


Adalah kesalahan yang menyebabkan hasil pengukuran akan tersebar disekitar harga yang sebenarnya
Penyebab kesalahan acak atara lain :
a. Gerak Brown molekul udara , yang akan mempengaruhi pengukuran yang menggunakan alat ukur
yang peka.
BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 9
b. Fluktuasi (perubahan yang tidak teratur) dari alat ukur , yang menyebabkan perubahan pengukuran
secara acak. Misalnya pada pengukuran tegangan listrik.
c. Lingkungan yang kurang kondusif. Misalnya getaran motor disel , suara bising , dsb , yang akan
mengganggu pengukuran terutama pada alat elektronika.
d. Tidak teraturnya ukuran benda , sehingga hasil pengukuran pertama berbeda dengan pengukuran
berikutnya.

B. Cara melaporkan hasil pengukuran

B.1. Hasil pengukuran yang diukur secara langsung :

1. Untuk pengukuran tunggal ( N = 1)

X =  o   , dengan  = ½ NST , sehingga X =  o  ½ NST

Ket : X = Hasil pengukuran yang dilaporkan.


Xo = Pengukuran yang terbaca pada skala alat ukur
 = Ketidakpastian mutlak pengukuran (sebaiknya ditulis sampai satu angka bukan nol saja).

Nilai  = ½ Nilai Skala Terkecil (NST)


Jika jarak dua garis skala terkecil cukup besar dan jarum penunjuk cukup tipis, maka nilai  boleh
sama dengan 1/3 NST atau 1/5 NST.

Pengukuran tunggal biasanya dilakukan untuk objek pengukuran yang tak mungkin diulang. Misalnya
pengukuran tentang lintasan Komet Halley , pengukuran laju angkot yang lewat di depan sekolah,
dsb.

Laporan hasil pengukuran tunggal , memberikan keyakinan pada kita bahwa nilai sebenarnya 100 %
terletak antara Xo -  dan Xo +  dan pasti bukan diluar batas tersebut.

2. Untuk pengukuran berulang (1< N < 10)

X =  o   , dengan  = x max atau  = x


Sehingga , X =  o  x max atau X =  o  x

Ket : X = Hasil pengukuran yang dilaporkan.


 o = Nilai rata-rata pengukuran yang terbaca pada skala alat ukur
 = Ketidakpastian mutlak pengukuran (sebaiknya ditulis sampai satu angka bukan nol saja).

x max ( deviasi maksimum) = nilai deviasi ( x ) terbesar. Dimana x = o  o .


 x
Sedangkan x (nilai rata-rata deviasi) = , dengan N jumlah pengukuran.
N

3. Untuk pengukuran berulang ( N ≥ 10 )

X =  o   , dengan  = Sx , sehingga X =  o  SX
Ket : X = Hasil pengukuran yang dilaporkan.
 o = Nilai rata-rata pengukuran yang terbaca pada skala alat ukur
 = Ketidakpastian mutlak pengukuran (sebaiknya ditulis sampai satu angka bukan nol saja).

 (
2 2
.  ( X
o i) X o i)
1
Sx (Simpangan baku nilai rata-rata sampel) = ,

 1
dengan N jumlah pengukuran dan Xi adalah pengukuran ke i .
Pada pengukuran berulang (1< N < 10) ada keyakinan sebesar 68 % bahwa simpangan antara  o
dan Xo , tidak lebih dari Sx . Atau ada jaminan sebesar 68 % bahwa nilai benar Xo ada dalam

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 10


selang  o  SX .

B.2. Hasil pengukuran yang tidak diukur secara langsung :

1. Untuk pengukuran tunggal

a. Laporan hasil pengukuran untuk kasus penjumlahan : Z = Zo   Z


Dengan Zo = Xo + Yo dan  Z = X + Y
Keterangan : Zo = Jumlah dari dua hasil pengukuran tunggal.
Xo = Hasil pengukuran tunggal yang pertama.
Yo = Hasil pengukuran tunggal yang kedua.
 Z = Jumlah ketidakpastian mutlak dari dua pengukuran tunggal.
 X = Ketidakpastian mutlak pengukuran pertama.
 Y = Ketidakpastian mutlak pengukuran ke dua.

b. Laporan hasil pengukuran untuk kasus pengurangan : Z = Zo   Z


Dengan Zo = Xo – Yo dan  Z = X + Y
Keterangan : Zo = Pengurangan dari dua hasil pengukuran tunggal.
Xo = Hasil pengukuran tunggal yang pertama.
Yo = Hasil pengukuran tunggal yang kedua.
 Z = Jumlah ketidakpastian mutlak dari dua pengukuran tunggal.
 X = Ketidakpastian mutlak pengukuran pertama.
 Y = Ketidakpastian mutlak pengukuran ke dua.

c. Laporan hasil pengukuran untuk kasus pekalian (X x Y) : Z = Zo   Z


Dengan Zo = Xo x Yo dan  Z = X o .Y + Yo .X
Keterangan : Zo = Perkalian dari dua hasil pengukuran tunggal.
Xo = Hasil pengukuran tunggal yang pertama.
Yo = Hasil pengukuran tunggal yang kedua.
 Z = Jumlah dari X o .Y dan Yo .X
 X = Ketidakpastian mutlak pengukuran pertama.
 Y = Ketidakpastian mutlak pengukuran ke dua.

d. Laporan hasil pengukuran untuk kasus pemangkatan (a.Xn) : Z = Zo   Z


n
Z X
Dengan Zo = a. X o dan = . X
n
Zo o

Keterangan : Zo = Pemangkatan dari hasil pengukuran tunggal.


Xo = Hasil pengukuran tunggal
n = Pangkat dari Xo
X
 Z = Nilai dari . X dikali Zo
n
o

 X = Ketidakpastian mutlak pengukuran tunggal.


a = Konstanta

e. Laporan hasil pengukuran untuk kasus perkalian hasil pengukuran tunggal berpangkat (a.Xn. Ym) :
Z = Zo   Z (merupakan persamaan kasus perkalian secara umum)
n m
Z X Y
Dengan Zo = a. X o . Yo dan = n. X + m . Y
Zo o o

Keterangan : Zo = Perkalian dari hasil pengukuran tunggal berpangkat.


Xo = Hasil pengukuran tunggal yang pertama.
Yo = Hasil pengukuran tunggal yang kedua.
n = Pangkat dari Xo
m = Pangkat dari Yo
X Y
 Z = Nilai dari . X + m . Y dikali Zo
n
o o

 X = Ketidakpastian mutlak pengukuran tunggal yang pertama.


Y = Ketidakpastian pengukuran tunggal yang kedua.
a = Konstanta
BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 11
n m k
Bila ada tiga fungsi peubah , misalnya : a. Pn.Qm.Rk , maka Zo = a. Po . Qo . Ro dan
Z P Q R
= n . P + m . Q + k . R
Zo o o o

2. Untuk pengukuran berulang

a. Laporan hasil pengukuran untuk kasus penjumlahan : Z = Zo   Z


Dengan Zo = X o + Y0 dan  Z = S X + SY
Keterangan : Zo = Jumlah dari dua hasil pengukuran berulang.
X o = Hasil pengukuran berulang yang pertama.
Y0 = Hasil pengukuran berulang yang kedua.
 Z = Jumlah ketidakpastian mutlak dari dua pengukuran berulang.
SX = Ketidakpastian mutlak pengukuran pertama.
SY = Ketidakpastian mutlak pengukuran ke dua.

b. Laporan hasil pengukuran untuk kasus pengurangan : Z = Zo   Z


Dengan Zo = X o - Y0 dan  Z = S X + SY
Keterangan : Zo = Pengurangan dari dua hasil pengukuran berulang.
X o = Hasil pengukuran berulang yang pertama.
Y0 = Hasil pengukuran berulang yang kedua.
 Z = Jumlah ketidakpastian mutlak dari dua pengukuran berulang.
SX = Ketidakpastian mutlak pengukuran pertama.
SY = Ketidakpastian mutlak pengukuran ke dua.

c. Laporan hasil pengukuran untuk kasus perkalian hasil pengukuran berulang (a.Xn. Ym) :
Z = Zo   Z
2 2
Z  SX   SY 
Dengan Zo = a. X on . Yom dan =  n.    m. 
Zo
 XO   YO 
Keterangan : Zo = Hasil dari perkalian dua pengukuran berulang.
X o = Hasil pengukuran berulang yang pertama.
Y0 = Hasil pengukuran berulang yang kedua.
2 2
 SX   SY 
 Z = Nilai dari  n.    m.  dikali Zo
 XO   YO 
SX = Ketidakpastian mutlak pengukuran pertama.
SY = Ketidakpastian mutlak pengukuran ke dua.

C. Ketidakpastian mutlak dan Ketidakpastian relatif

1. Ketidakpastian mutlak ( KM ) = Besarnya  yang dilaporkan.

KM = 

Ketidakpastian mutlak , berhubungan dengan ketepatan hasil pengukuran dan mutu (kepekaan) alat
ukur yang digunakan. Semakin kecil nilai  , semakin tepat pengukuran yang dilakukan dan
semakin baik mutu (kepekaan) alat ukur yang digunakan atau sebaliknya.

Contoh : a. X = ( 3,24  0,02 ) mm b. X = ( 3,240  0,002 ) mm

Hasil pengukuran (b) lebih tepat bila dibandingkan dengan (a). Dan alat yang digunakan
pada pengukuran (b) lebih bermutu dan lebih peka. Pada pengukuran (b), kepastian hasil
pengukuran sampai dua decimal, karena nilai  - nya sampai tiga decimal. Sedangkan
pada pengukuran (a) , kepastian hasil pengukuran sampai satu decimal , karena nilai  -
nya hanya sampai dua decimal.

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 12


2. Ketidakpastian relatif (KR) = Besarnya ketidakpastian mutlak dibandingkan dengan hasil
pengukuran , yang dinyatakan dalam persen ( % ).


KR = X 100 % --------------- untuk pengukuran tunggal .
o


KR = X 100 % --------------- untuk pengukuran berulang.
o

Ketidakpastian relatif berhubungan dengan ketelitian hasil pengukuran. Semakin kecil nilai KR ,
maka makin teliti pengukuran tersebut atau sebaliknya.

D. Aspek-aspek pengukuran

Aspek-aspek pengukuran ada tiga macam yaitu ketepatan,kepekaan, dan ketelitian. Ketiga aspek ini
adalah acuan untuk melihat ketidakpastian hasil pengukuran.

1. Ketepatan (presisi) = Kemampuan proses pengukuran untuk menunjukkan hasil yang sama pada
pengukuran berulang.

 oi   o
Ketepatan =  o - , dengan  o adalah nilai rata-rata pengukuran dan Xoi adalah
o
pengukuran ke i .

Ketepatan hasil pengukuran juga berhubungan dengan angka penting.Dimana semakin banyak
jumlah angka penting yang didapat pada proses pengukuran , maka semakin tepat hasil pengukuran
tsb.

2. Kepekaan (sensitivitas) = Kemampuan alat ukur untuk mendeteksi suatu perbedaan yang relatif kecil
dari harga yang diukur.
3. Ketelitian (akurat) = Kesesuaian antara hasil pengukuran dengan harga sebenarnya yang dimiliki oleh
benda yang diukur.
Ketelitian = 100 % - KR , dengan KR adalah Ketidakpastian relatif.
Ketelitian suatu pengukuran , menentukan jumlah angka penting dari hasil pengukuran tersebut.
Karena ketelitian pengukuran ditentukan oleh ketidakpastian relatif , berarti jumlah angka penting
hasil pengukuran ditentukan oleh ketidakpastian relatif.

Jika KR sekitar 0,1 % maka jumlah angka penting hasil pengukuran adalah empat.
Jika KR sekitar 1 % maka jumlah angka penting hasil pengukuran adalah tiga.
Jika KR sekitar 10 % maka jumlah angka penting hasil pengukuran adalah dua.

Yang masuk kategori 0,1 % adalah 0,05 % s/d 0,14 %


Yang masuk kategori 1 % adalah 0,5 % s/d 1,4 %
Yang masuk kategori 10 % adalah 5 % s/d 14 %

E. Contoh kasus ketidakpastian (kesalahan) pengukuran

Untuk lebih memahami konsep ketidakpastian (kesalahan) pengukuran, terutama kesalahan


sistematis dan kesalahan acak, perhatikan contoh data pengukuran berikut.

Empat orang siswa (A,B,C, dan D) melakukan pengukuran terhadap diameter sebuah batang baja
Dengan menggunakan mikrometer sekrup. Diameter batang baja tersebut adalah 11,00 mm. Setiap
siswa melakukan lima kali pengukuran dan hasilnya ditunjukkan pada tabel di bawah ini !

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 13


Siswa Hasil (mm) Harga rata-rata Keterangan

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 14


11,08
11,11
A 11,09 11,10 Presisi dan tak teliti
11,10
11,12
10,98
11,14
B 11,02 11,01 Teliti dan tak presisi
10,80
11,21
11,19
10,79
C 10,69 11,10 Tak teliti dan tak presisi
11,05
10,78
11,04
10,98
D 11,02 11,01 Teliti dan Presisi
10,97
11,04

Pada tabel di atas, tampak kelima data pengukuran yang diperoleh siswa A hampir sama dan
terletak dalam selang harga yang relatif kecil yaitu 11,08 mm dan 11,12 mm.
Berdasarkan hasil ini, pengukuran siswa A dikatakan Presisi. Tetapi bila dibandingkan dengan
diameter batang baja yang sebenarnya yaitu 11,00 mm maka hasil yang diperoleh siswa A terlalu
menyimpang, sehingga hasil pengukuran siswa A dikatakan tidak teliti.
Karena semua hasil pengukuran siswa A terlalu besar bila dibandingkan dengan harga sebenarnya,
ini berarti siswa A telah melakukan kesalahan sistimatis. Kesalahan sistematis ini akan
mempengaruhi ketelitian suatu hasil pengukuran atau mempengaruhi kedekatannya dengan nilai
sebenarnya.
Selain dari pada itu, karena hasil pengukuran siswa A berada di bawah dan di atas harga rata-
ratanya, maka siswa A juga melakukan kesalahan acak, yang akan mempengaruhi kepresisian hasil
pengukuran. Namun karena kesalahan acak yang dialami siswa A, relatif kecil, sehingga kelima data
hasil pengukurannya dapat dikatakan presisi.
Sekarang perhatikan data yang diperoleh siswa B. Hasil ini berlawanan dengan hasil yang diperoleh
siswa A. Harga rata-rata kelima hasil pengukuran siswa B adalah 11,01 mm dan sangat dekat dengan
nilai sebenarnya yaitu 11,00 mm. Pengukuran yang dilakukan siswa B dikatakan teliti atau
mempunyai kesalahan sistematis yang kecil. Tetapi sebaran hasil pengukuran siswa B terlalu besar
(dalam selang 10,80 mm dan 11,21 mm) sehingga pengukuran ini dikatakn tidak presisi atau
mempunyai kesalahan acak yang besar.

Hasil yang diperoleh siswa C, selain tidak presisi karena sebaran hasil pengukurannya terlalu besar
(antara 10,69 mm dan 11,19 mm), hasil pengukuran ini juga tidak teliti karena harga rata-ratanya
(10,90 mm) terlalu menyimpang dari harga sebenarnya (11,00 mm). Hasil pengukuran siswa C
mempunyai kesalahan acak dan kesalahan sistematis yang besar.

Hasil yang diperoleh siswa D berlawanan dengan hasil yang diperoleh siswa C karena data
pengukurannya tersebar dalam selang harga yang relatif kecil (antara 10,97 mm dan 11,04 mm) dan
harga rata-ratanya sangat dekat dengan nilai sebenarnya. Hasil pengukuran siswa D dikatakan presisi
dan teliti atau mempunyai kesalahan acak dan kesalahan sistematis yang kecil.

Perbedaan antara kesalahan acak dan kesalahan sistematis serta kepresisian dan ketelitian hasil
pengukuran keempat siswa tersebut dapat dirangkum dalam gambar berikut ini !

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 15


Gambar a . Pengamatan siswa A Gambar b. Pengamatan siswa B
Nilai sebenarnya Nilai sebenarnya

Gambar c . Pengamatan siswa C Gambar d. Pengamatan siswa D


Nilai sebenarnya Nilai sebenarnya

F. Uji Kemampuanmu !

1. Tiga orang siswa mengukur diameter sebatang logam (berdiameter 6 mm) dengan menggunakan
mikrometer sekrup. Data pengukuran ketiga siswa tersebut adalah :

Siswa Data Pengukuran


A 6,13 6,03 6,33 6,19 6,43 6,27
B 6,22 6,23 6,20 6,24 6,26 6,23
C 6,00 6,35 6,03 6,39 6,13 6,25

Ulaslah ketelitian, kepresisian, kesalahan acak dan kesalahan sistematis hasil pengukuran ketiga
siswa tersebut !

IV. Notasi Ilmiah dan Angka Penting


A. Notasi Ilmiah
1. Notasi Ilmiah adalah penulisan bilangan sepuluh berpangkat dalam bentuk ; a x 10n
Ketetangan : a = mantisa = angka penting yang nilainya terletak antara 0 dan 10 atau 1  a < 10
n = bilangan bulat positif atau negatif
10n = orde ( tingkat ) bilangan penting

Notasi Ilmiah ditulis dengan cara , menempatkan satu angka bukan nol di depan koma desimal.
Banyaknya angka yang dilewati koma desimal digunakan sebagai pangkat dari bilangan 10. Bila koma
desimal bergeser ke kiri , pangkat bertanda positif , bila bergeser ke kanan , pangkat bertanda negatif.
Contoh : a. 364,5 m = 3,645 x 102 m b. 75000 gr = 7,5 x 104 gr c. 0, 00360 m = 3,60 x 10-3 m
2. Kegunaan Notasi Ilmiah
a. Memudahkan untuk menentukan banyaknya angka penting.
b. Memudahkan untuk menentukan orde besaran.
c. Memudahkan untuk melakukan perhitungan aljabar.
d. Menghemat waktu dan tempat.

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 16


3. Istilah dan Simbol 10n serta pemakaiannya pada satuan
10n Istilah Simbol Contoh pemakaiannya pada satuan
1012 Tera T Tera meter ( Tm ) , Tera gram ( Tgr ) , dll
109 Giga G Giga meter ( Gm ) , Giga gram ( Ggr ) , dll
106 Mega M Mega Watt ( MW ) , Mega Ohm ( MΩ ) , dll
103 Kilo K Kilo meter ( Km ) , Kilo gram ( Kg ) , dll
10-6 mikro μ mikro meter ( μm ) , dll
10-9 nano n nano meter ( nm ) , dll
10-12 piko p piko meter ( pm ) , dll
10-15 femto f femto meter ( fm ) , dll
10-18 atto a atto meter ( am ) , dll

B. Angka Penting
Dalam Ilmu Pengetahuan Alam ( sains ) , Angka atau Bilangan terbagi atas dua bagian yaitu Angka
Penting dan Angka Eksak.
1. Angka ( bilangan ) Penting = Angka yang didapat dari hasil pengukuran yang terdiri dari angka pasti
dan angka taksiran (pertama) , dengan jumlah terbatas bergantung
pada ketelitian alat ukur yang digunakan.
Ketelitian suatu pengukuran , dapat dilihat dari banyaknya angka penting yang diperoleh dari hasil
Pengukuran tersebut.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian suatu pengukuran :


a. Skala terkecil dari alat ukur.
b. Ketelitian dari alat ukur.
c. Ketelitian dalam melakukan pengukuran.

3. Aturan Penulisan Angka Penting :


a. Semua angka bukan nol adalah angka penting.
Contoh : 4683 gr ------------ mempunyai 4 angka penting.
b. Angka nol yang terletak diantara dua angka bukan nol termasuk angka penting.
Contoh : 40,05 m ------------ mempunyai 4 angka penting.
c. Angka nol pada deretan akhir yang terletak disebelah kanan angka bukan nol baik sebelum atau
sesudah koma desimal termasuk angka penting.
Contoh : 13000, cm ------------ mempunyai 5 angka penting.
25300,000 m ------------ mempunyai 8 angka penting.
d. Angka penting terakhir adakalanya diberi tanda dengan garis yang berada di bawah angka tersebut.
Jumlah angka penting dihitung dari bilangan yang bergaris bawah ke kiri , sampai angka bukan nol
terakhir.
Cntoh : 7685 gr ------------ mempunyai 3 angka penting.
0,03600 m ------------ mempunyai 2 angka penting.
e. Untuk angka penting yang berbentuk Notasi Ilmiah , maka jumlah angka penting dihitung dari
mantisanya.
Contoh : 8,5 x 103 gr ------------ mempunyai 2 angka penting.
BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 17
8,50 x 103 gr ------------ mempunyai 3 angka penting.
Aturan a , b , dan c dapat juga disingkat sebagai berikut :
a. Untuk angka penting yang mempunyai tanda koma desimal , maka jumlah angka penting dihitung
dari angka bukan nol paling kiri ke kanan.
Contoh : 36, 45 gr ------------ mempunyai 4 angka penting
0,036 gr ------------ mempunyai 2 angka penting
0,0360 gr ------------ mempunyai 4 angka penting
36000, gr ------------ mempunyai 5 angka penting
360,045 gr ------------ mempunyai 6 angka penting
b. Untuk angka penting yang tidak mempunyai koma desimal , maka jumlah angka penting dihitung
dari angka bukan nol paling kanan ke kiri.
Contoh : 3567 m ------------ mempunyai 4 angka penting
7500 m ------------ mempunyai 2 angka penting
503405 m ------------ mempunyai 6 angka penting

4. Aturan pembulatan Angka Penting dari hasil perhitungan :


a. Angka yang lebih besar dari 5 dibulatkan ke atas.
b. Angka yang lebih kecil dari 5 dibulatkan ke bawah.
c. Angka yang sama dengan 5 dibulatkan : o. ke bawah , bila angka sebelumnya genab.
o. ke atas , bila angka sebelumnya ganjil.

5. Perhitungan Angka Penting


a. Penjumlahan dan Pengurangan Angka Penting.
Syarat : Hasil dari penjumlahan atau pengurangan Angka Penting , hanya boleh memiliki satu angka
yang diragukan.
Contoh : 27400 gr 27400 gr
5950 gr + 5950 gr -

33350 gr 21450 gr
H.P = 33400 gr H.P = 21400 gr
b. Perkalian dan Pembagian Angka Penting.
Syarat : Hasil dari perkalian atau pembagian angka penting hanya boleh mempunyai jumlah angka
penting sebanyak jumlah angka penting yang paling sedikit dari operasi perkalian atau
pembagian tersebut.
Contoh : 3,22 cm 3 A.P 645,0 m : 15,0 det = 43 m/det
2,1 cm x 2 A.P
6,762 cm2 4 A.P 3 A.P
H.P = 6,8 cm2 2 A.P H.P = 43,0 m/det

c. Perkalian dan Pembagian Angka Penting dengan Angka (Bilangan) Eksak

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 18


Angka (bilangan ) Eksak = Angka pasti yang didapat dari membilang dengan jumlah yang tidak
terbatas.

‫ﺃﺳﻢ‬

BAHAN AJAR I / PENGUKURAN 19

Anda mungkin juga menyukai