A 2 Pengukuran
A 2 Pengukuran
I . Mengukur
Mengukur adalah membandingkan besaran dengan satuan yang sejenis dengan besaran tersebut.
Besaran adalah segala sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan angka – angka.
Contoh : panjang , massa , waktu , gaya , volume , dan sebagainya.
Satuan adalah ungkapan yang sejenis dengan besaran , yang merupakan faktor pembanding untuk
menyatakan berapa besarnya hasil pengukuran.
Satuan adalah sesuatu yang digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran.
Contoh : centi meter , meter , liter , volt , watt , ampere , ohm , dan sebagainya.
Umumnya besaran mempunyai satuan. Namun ada besaran yang tidak mempunyai satuan, misalnya
indeks bias.
Berikut ini akan diperkenalkan beberapa alat ukur panjang, massa, dan waktu, diantaranya ; jangka
sorong, mikrometer sekrup, neraca ohaus 2610, neraca ohaus 311, stop watch 60 detik.
a. Teori Dasar :
Jangka sorong merupakan alat ukur panjang, yang mempunyai dua buah skala, yaitu skala Utama dan
skala Nonius (berbentuk skala geser). Tingkat ketelitiannya ada yang sampai 0,02 mm. Skala terkecil
jangka sorong ( tingkat ketelitian jangka sorong ) dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
1
K .Su Keterangan : K = Tingkat ketelitian alat ( skala terkecil alat )
n.
n = Jumlah skala pada skala nonius
b. Gambar :
h
d
a 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 i
0 5 10
e
b g
f
c
1. Sebelum melakukan pengukuran observasi terlebih dahulu jangka sorong yang digunakan.
2. Carilah ketelitian ( skala terkecil ) jangka sorong dengan menggunakan rumus di atas.
3. Mengukur panjang benda, dan diameter luar benda dilakukan dengan menjepitkan benda pada
rahang bawah ( c ), kemudian kencangkan sekrup penahan ( h ).
4. Mengukur diameter dalam benda dilakukan dengan memasukkan rahang atas ( d ) pada rongga benda
Yang akan diukur, kemudian kencangkan sekrup penahan ( h ).
5. Mengukur kedalaman tabung dilakukan dengan memasukkan ujung batang yang dapat bergerak ( i ),
ke dalam tabung yang akan di ukur, dan kencangkan sekrup penahan ( h ).
6. Amati skala utama yang berada di sebelah kiri angka nol skala nonius, yang masih dapat dibaca
dengan jelas tanpa angka perkiraan. Dan amati pula skala nonius yang tepat berimpit ( segaris )
dengan salah satu skala pada skala utama, dihitung dengan patokan (acuan) angka nol nonius.
7. Hasil pengukuran dihitung dengan cara :
Hasil bacaan skala utama + Hasil bacaan skala nonius x Tingkat ketelitian alat.
e. Contoh :
Berikut ini adalah potongan gambar hasil pengukuran sebuah benda dengan menggunakan jangka
sorong.
0 1 2
0 5 10
Skala Utama
Benda
Skala Nonius
B. Mikrometer Sekrup
a. Teori Dasar :
Mikrometer sekrup merupakan alat ukur panjang, yang mempunyai dua buah skala, yaitu skala Utama dan
skala Nonius yang berbentuk skala putar. Tingkat ketelitiannya dapat mencapai 0,01 mm. Skala terkecil
micrometer sekrup ( tingkat ketelitian micrometer sekrup) dapat ditentukan dengan persamaan
berikut :
1
K .Su Keterangan : K = Tingkat ketelitian alat (skala terkecil alat)
n.
n = Jumlah skala pada skala nonius
b. Gambar :
a b c f
j
d
i e
h
g
c. Kegunaan Alat :
1. Sebelum melakukan pengukuran observasi terlebih dahulu micrometer sekrup yang digunakan.
2. Carilah ketelitian micrometer sekrup dengan menggnakan rumus di atas.
3. Lakukan kalibrasi alat, dengan memutar sekrup putar. Setelah landasan penjepit berimpit dengan
lengan sekrup, putar sekrup kalibrasi sampai sekrup putar berada di garis nol skala utama dan angka
nol pada skala nonius tepat segaris dengan garis penunjuk ketepatan.
4. Untuk mengukur panjang benda, dan tebal benda, dilakukan dengan cara menjepitkan benda diantara
landasan penjepit dan lengan sekrup. Setelah benda terjepit, putar tuas pengunci hingga sekrup putar
tidak mau berputar lagi.
5. Amati skala utama yang masih dapat dibaca dengan jelas tanpa angka perkiraan. Dan amati
pula skala nonius yang tepat segaris dengan garis penunjuk ketepatan.
6. Hasil pengukuran dihitung dengan cara :
Hasil bacaan skala utama + Hasil bacaan skala nonius x Tingkat ketelitian alat.
e. Contoh :
Berikut ini adalah potongan gambar hasil pengukuran sebuah benda dengan menggunakan mikrometer
sekrup.
Nilai X ditulis dengan 3 desimal (mendapat penambahan angka nol) karena X juga dalam 3
desimal.
Penyebab lainnya adalah karena mikrometer sekrup mempunyai skala nonius , sehingga kita tidak
pernah menaksir (memperkirakan) angka ke empat pada hasil pengukuran di atas. Artinya , angka nol
pada hasil pengukuran di atas merupakan angka taksiran.
a. Teori Dasar :
Neraca Ohaus 2610 adalah alat untuk mengukur massa benda. Alat ini bekerja dengan cara
membandingkan massa benda yang di ukur dengan massa anak timbangan. Lengan kiri dan lengan kanan
neraca ohaus tidak sama panjang, sehingga prinsip Momen Gaya berlaku pada alat ini.
M2
M1
Ketelitian Neraca Ohaus 2610 sama dengan harga skala terkecil neraca ini, yaitu 0,1 gr ( terdapat pada
lengan pertama). Kemampuan maksimumnya 2610 gr, yang meliputi : a. 10 gr pada lengan pertama.
b. 500 gr pada lengan kedua.
c. 100 gr pada lengan ketiga.
d. 2000 gr sebagai beban gantung.
Massa beban gantung bukanlah massa aktualnya, jadi tidak boleh dijadikan untuk anak timbangan pada
Neraca Sama Lengan.
b. Gambar :
4 6 5 8
9
10
3 OHAUS
2610 11
1 2 7
c. Kegunaan Alat :
1. Sebelum melakukan pengukuran observasi terlebih dahulu Neraca Ohaus 2610 yang digunakan.
2. Cari atau amatilah ketelitian neraca.
3. Lakukan kalibrasi alat, dengan memutar sekrup kalibrasi ke kiri atau ke kanan, sampai neraca
setimbang, sedemikian sehingga jarum penunjuk kesetimbangan segaris dengan garis
kesetimbangan.
4. Untuk mengukur massa benda, dilakukan dengan cara meletakkan benda di atas piring neraca,
kemudian geser anak timbangan geser, sampai neraca setimbang. Hasil pengukuran massa benda
merupakan jumlah skala yang ditunjukkan anak timbangan.
e. Contoh :
Seorang anak menimbang massa benda dengan menggunakan neraca Ohaus 2610. Setelah alat setimbang,
ternyata pada lengan pertama anak timbangan menunjukkan skala 8,5 gr, dan pada lengan ke tiga anak
timbangan menunjukkan skala 30 gr. Maka hasil pengukuran massa benda yang dilakukan anak tersebut
adalah : 30 gr + 8,5 gr = 38,5 gr.
Sedangkan laporan hasil pengukurannya adalah : M = X X ---------------- X = ½ K
M = (38,50 0,05) gr.
Nilai X ditulis dengan 2 desimal (mendapat penambahan angka nol setelah angka lima) , karena X
juga dalam 2 desimal.
a. Teori Dasar :
Neraca Ohaus 311 adalah alat untuk mengukur massa benda. Alat ini bekerja dengan cara
membandingkan massa benda yang di ukur dengan massa anak timbangan. Lengan kiri dan lengan kanan
neraca ohaus tidak sama panjang sehingga prinsip Momen Gaya berlaku pada alat ini.
L1 L2
M2
M1
Ketelitian Neraca Ohaus 311 sama dengan harga skala terkecil neraca ini, yaitu 0,01 gr (terdapat pada
lengan pertama). Kemampuan maksimumnya 311 gr, yang meliputi : a. 1 gr pada lengan pertama.
b. 10 gr pada lengan ke dua.
c. 100 gr pada lengan ke tiga.
d. 200 gr pada lengan ke empat.
7 3 2 5
4
6 1
9
OHAUS
11 311
10
c. Kegunaan Alat :
1. Sebelum melakukan pengukuran observasi terlebih dahulu Neraca Ohaus 311 yang digunakan.
2. Cari atau amatilah ketelitian neraca.
3. Lakukan kalibrasi alat, dengan memutar sekrup kalibrasi ke kiri atau ke kanan, sampai neraca
setimbang.
4. Untuk mengukur massa benda, dilakukan dengan cara meletakkan benda di atas piring neraca,
kemudian geser anak timbangan geser, sampai neraca setimbang. Hasil pengukuran massa benda
merupakan jumlah skala yang ditunjukkan anak timbangan.
e. Contoh :
Seorang anak menimbang massa benda dengan menggunakan neraca Ohaus 311. Setelah alat setimbang,
ternyata pada lengan pertama anak timbangan menunjukkan skala 0,85 gr, dan pada lengan ke dua anak
timbangan menunjukkan skala 7 gr. Maka hasil pengukuran massa benda yang dilakukan anak tersebut
adalah : 7 gr + 0,85 gr = 7,85 gr.
Dan laporan hasil pengukurannya adalah : M = X X ---------------- X = ½ K
M = (7,850 0,005) gr.
Nilai X ditulis dengan 3 desimal (mendapat penambahan angka nol setelah angka lima) , karena X
juga dalam 3 desimal.
a. Teori Dasar :
Stop Watch adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur waktu. Alat ukur waktu yang lain
adalah jam dinding, jam tangan, jam atomic, jam digital, timer, dan stop clok. Tingkat ketelitian stop
watch ada yang 0,2 detik dan ada yang 0,1 detik. Nilai tersebut didapat dengan cara menghitung waktu
yang diperlukan jarum penunjuk stop watch untuk menempuh satu putaran besar dibagi dengan jumlah
skala terkecil yang dilewatinya. Sedangkan kemampuan maksimum stop watch didapat dengan cara
menghitung waktu yang diperlukan jarum penunjuk stop watch untuk menempuh satu putaran skala menit
(pada lingkaran kecil bagian dalam stop watch).
b. Gambar :
60 30
55 5 5
25 5
50 10
45 15
4
20 10
40 20
15
35 25
30
1 3
2
c. Kegunaan Alat :
1. Observasi stop watch yang digunakan, karena mungkin stop watch yang dipakai dalam pratikum
anda tidak sama dengan stop watch yang dicontohkan di atas.
2. Amati kemampuan maksimum dan skala terkecil ( tingkat ketelitian ) alat.
3. Untuk menghidupkan , mematikan , dan mengembalikan jarum penunjuk ketepatan ke posisi
semula ( ke posisi nol ) , dilakukan dengan menekan tombol start/stop/zero.
Pada setiap percobaan atau penelitian ilmiah selalu disertai dengan pengamatan dan pengukuran.
Pengamatan adalah melihat atau memperhatikan serta mempelajari dengan seksama gejala yang timbul
dari suatu percobaan atau penelitian.
Pengukuran merupakan pengamatan kuantitas dari suatu besaran fisis yang diperlukan untuk suatu
tujuan ilmu pengetahuan atau pribadi.
Menurut Teori Pengukuran, tidak ada harapan bagi orang yang melakukan pengukuran untuk dapat
mengetahui nilai benar (Xo) melalui pengukuran, kecuali bila pengukuran tersebut diulang sampai tak
berhingga kali. Jelas ini tidak dapat dilakukan. Yang mungkin diusahakan adalah memperoleh hasil
pengukuran yang mendekati nilai benar (Xo), dengan melakukan pengukuran berulang.
Ini berarti setiap pengukuran yang dilakukan oleh siapapun dan memakai alat apapun selalu disertai
dengan ketidakpastian atau kesalahan (keragu-raguan nilai).
N.B : Umumnya jarak dua goresan terdekat skala ukur adalah 1 mm. Karena mata manusia agak
sukar melihat jarak yang kurang dari 1 mm. Artinya pada jarak pandang 25 cm , daya
resolusi (daya urai) maksimum mata normal adalah 1 mm.
3. Kesalahan sistimatis.
Adalah kesalahan yang menyebabkan hasil setiap pengukuran mempunyai kesalahan yang sama.
Kesalahan sistimatis meliputi :
a. Kesalahan kalibrasi = kesalahan karena tidak tepatnya (tidak sesuainya) nilai skala alat ukur ketika
dibuat dengan nilai skala alat ukur standar.
b. Kesalahan titik nol = kesalahan karena titik nol skala tidak tepat berimpit dengan penunjuknya.
Misalnya pada micrometer sekrup, dimana saat silinder putar tertutup rapat, nol skala utama tidak
tepat segaris dengan nol skala nonius. Jika kesalahan ini tidak dikoreksi, maka akan terjadilah
kesalahan sistimatis.
c. Kesalahan arah pandang (kesalahan paralax) = kesalahan dalam melihat skala ukur.
Contoh: :
d. Kesalahan komponen alat ukur = kesalahan karena melemahnya komponen alat ukur.
Misal : melemahnya pegas, terjadinya gesekan antara jarum penunjuk dengan bidang skala, dsb.
Pengukuran tunggal biasanya dilakukan untuk objek pengukuran yang tak mungkin diulang. Misalnya
pengukuran tentang lintasan Komet Halley , pengukuran laju angkot yang lewat di depan sekolah,
dsb.
Laporan hasil pengukuran tunggal , memberikan keyakinan pada kita bahwa nilai sebenarnya 100 %
terletak antara Xo - dan Xo + dan pasti bukan diluar batas tersebut.
X = o , dengan = Sx , sehingga X = o SX
Ket : X = Hasil pengukuran yang dilaporkan.
o = Nilai rata-rata pengukuran yang terbaca pada skala alat ukur
= Ketidakpastian mutlak pengukuran (sebaiknya ditulis sampai satu angka bukan nol saja).
(
2 2
. ( X
o i) X o i)
1
Sx (Simpangan baku nilai rata-rata sampel) = ,
1
dengan N jumlah pengukuran dan Xi adalah pengukuran ke i .
Pada pengukuran berulang (1< N < 10) ada keyakinan sebesar 68 % bahwa simpangan antara o
dan Xo , tidak lebih dari Sx . Atau ada jaminan sebesar 68 % bahwa nilai benar Xo ada dalam
e. Laporan hasil pengukuran untuk kasus perkalian hasil pengukuran tunggal berpangkat (a.Xn. Ym) :
Z = Zo Z (merupakan persamaan kasus perkalian secara umum)
n m
Z X Y
Dengan Zo = a. X o . Yo dan = n. X + m . Y
Zo o o
c. Laporan hasil pengukuran untuk kasus perkalian hasil pengukuran berulang (a.Xn. Ym) :
Z = Zo Z
2 2
Z SX SY
Dengan Zo = a. X on . Yom dan = n. m.
Zo
XO YO
Keterangan : Zo = Hasil dari perkalian dua pengukuran berulang.
X o = Hasil pengukuran berulang yang pertama.
Y0 = Hasil pengukuran berulang yang kedua.
2 2
SX SY
Z = Nilai dari n. m. dikali Zo
XO YO
SX = Ketidakpastian mutlak pengukuran pertama.
SY = Ketidakpastian mutlak pengukuran ke dua.
KM =
Ketidakpastian mutlak , berhubungan dengan ketepatan hasil pengukuran dan mutu (kepekaan) alat
ukur yang digunakan. Semakin kecil nilai , semakin tepat pengukuran yang dilakukan dan
semakin baik mutu (kepekaan) alat ukur yang digunakan atau sebaliknya.
Hasil pengukuran (b) lebih tepat bila dibandingkan dengan (a). Dan alat yang digunakan
pada pengukuran (b) lebih bermutu dan lebih peka. Pada pengukuran (b), kepastian hasil
pengukuran sampai dua decimal, karena nilai - nya sampai tiga decimal. Sedangkan
pada pengukuran (a) , kepastian hasil pengukuran sampai satu decimal , karena nilai -
nya hanya sampai dua decimal.
KR = X 100 % --------------- untuk pengukuran tunggal .
o
KR = X 100 % --------------- untuk pengukuran berulang.
o
Ketidakpastian relatif berhubungan dengan ketelitian hasil pengukuran. Semakin kecil nilai KR ,
maka makin teliti pengukuran tersebut atau sebaliknya.
D. Aspek-aspek pengukuran
Aspek-aspek pengukuran ada tiga macam yaitu ketepatan,kepekaan, dan ketelitian. Ketiga aspek ini
adalah acuan untuk melihat ketidakpastian hasil pengukuran.
1. Ketepatan (presisi) = Kemampuan proses pengukuran untuk menunjukkan hasil yang sama pada
pengukuran berulang.
oi o
Ketepatan = o - , dengan o adalah nilai rata-rata pengukuran dan Xoi adalah
o
pengukuran ke i .
Ketepatan hasil pengukuran juga berhubungan dengan angka penting.Dimana semakin banyak
jumlah angka penting yang didapat pada proses pengukuran , maka semakin tepat hasil pengukuran
tsb.
2. Kepekaan (sensitivitas) = Kemampuan alat ukur untuk mendeteksi suatu perbedaan yang relatif kecil
dari harga yang diukur.
3. Ketelitian (akurat) = Kesesuaian antara hasil pengukuran dengan harga sebenarnya yang dimiliki oleh
benda yang diukur.
Ketelitian = 100 % - KR , dengan KR adalah Ketidakpastian relatif.
Ketelitian suatu pengukuran , menentukan jumlah angka penting dari hasil pengukuran tersebut.
Karena ketelitian pengukuran ditentukan oleh ketidakpastian relatif , berarti jumlah angka penting
hasil pengukuran ditentukan oleh ketidakpastian relatif.
Jika KR sekitar 0,1 % maka jumlah angka penting hasil pengukuran adalah empat.
Jika KR sekitar 1 % maka jumlah angka penting hasil pengukuran adalah tiga.
Jika KR sekitar 10 % maka jumlah angka penting hasil pengukuran adalah dua.
Empat orang siswa (A,B,C, dan D) melakukan pengukuran terhadap diameter sebuah batang baja
Dengan menggunakan mikrometer sekrup. Diameter batang baja tersebut adalah 11,00 mm. Setiap
siswa melakukan lima kali pengukuran dan hasilnya ditunjukkan pada tabel di bawah ini !
Pada tabel di atas, tampak kelima data pengukuran yang diperoleh siswa A hampir sama dan
terletak dalam selang harga yang relatif kecil yaitu 11,08 mm dan 11,12 mm.
Berdasarkan hasil ini, pengukuran siswa A dikatakan Presisi. Tetapi bila dibandingkan dengan
diameter batang baja yang sebenarnya yaitu 11,00 mm maka hasil yang diperoleh siswa A terlalu
menyimpang, sehingga hasil pengukuran siswa A dikatakan tidak teliti.
Karena semua hasil pengukuran siswa A terlalu besar bila dibandingkan dengan harga sebenarnya,
ini berarti siswa A telah melakukan kesalahan sistimatis. Kesalahan sistematis ini akan
mempengaruhi ketelitian suatu hasil pengukuran atau mempengaruhi kedekatannya dengan nilai
sebenarnya.
Selain dari pada itu, karena hasil pengukuran siswa A berada di bawah dan di atas harga rata-
ratanya, maka siswa A juga melakukan kesalahan acak, yang akan mempengaruhi kepresisian hasil
pengukuran. Namun karena kesalahan acak yang dialami siswa A, relatif kecil, sehingga kelima data
hasil pengukurannya dapat dikatakan presisi.
Sekarang perhatikan data yang diperoleh siswa B. Hasil ini berlawanan dengan hasil yang diperoleh
siswa A. Harga rata-rata kelima hasil pengukuran siswa B adalah 11,01 mm dan sangat dekat dengan
nilai sebenarnya yaitu 11,00 mm. Pengukuran yang dilakukan siswa B dikatakan teliti atau
mempunyai kesalahan sistematis yang kecil. Tetapi sebaran hasil pengukuran siswa B terlalu besar
(dalam selang 10,80 mm dan 11,21 mm) sehingga pengukuran ini dikatakn tidak presisi atau
mempunyai kesalahan acak yang besar.
Hasil yang diperoleh siswa C, selain tidak presisi karena sebaran hasil pengukurannya terlalu besar
(antara 10,69 mm dan 11,19 mm), hasil pengukuran ini juga tidak teliti karena harga rata-ratanya
(10,90 mm) terlalu menyimpang dari harga sebenarnya (11,00 mm). Hasil pengukuran siswa C
mempunyai kesalahan acak dan kesalahan sistematis yang besar.
Hasil yang diperoleh siswa D berlawanan dengan hasil yang diperoleh siswa C karena data
pengukurannya tersebar dalam selang harga yang relatif kecil (antara 10,97 mm dan 11,04 mm) dan
harga rata-ratanya sangat dekat dengan nilai sebenarnya. Hasil pengukuran siswa D dikatakan presisi
dan teliti atau mempunyai kesalahan acak dan kesalahan sistematis yang kecil.
Perbedaan antara kesalahan acak dan kesalahan sistematis serta kepresisian dan ketelitian hasil
pengukuran keempat siswa tersebut dapat dirangkum dalam gambar berikut ini !
F. Uji Kemampuanmu !
1. Tiga orang siswa mengukur diameter sebatang logam (berdiameter 6 mm) dengan menggunakan
mikrometer sekrup. Data pengukuran ketiga siswa tersebut adalah :
Ulaslah ketelitian, kepresisian, kesalahan acak dan kesalahan sistematis hasil pengukuran ketiga
siswa tersebut !
Notasi Ilmiah ditulis dengan cara , menempatkan satu angka bukan nol di depan koma desimal.
Banyaknya angka yang dilewati koma desimal digunakan sebagai pangkat dari bilangan 10. Bila koma
desimal bergeser ke kiri , pangkat bertanda positif , bila bergeser ke kanan , pangkat bertanda negatif.
Contoh : a. 364,5 m = 3,645 x 102 m b. 75000 gr = 7,5 x 104 gr c. 0, 00360 m = 3,60 x 10-3 m
2. Kegunaan Notasi Ilmiah
a. Memudahkan untuk menentukan banyaknya angka penting.
b. Memudahkan untuk menentukan orde besaran.
c. Memudahkan untuk melakukan perhitungan aljabar.
d. Menghemat waktu dan tempat.
B. Angka Penting
Dalam Ilmu Pengetahuan Alam ( sains ) , Angka atau Bilangan terbagi atas dua bagian yaitu Angka
Penting dan Angka Eksak.
1. Angka ( bilangan ) Penting = Angka yang didapat dari hasil pengukuran yang terdiri dari angka pasti
dan angka taksiran (pertama) , dengan jumlah terbatas bergantung
pada ketelitian alat ukur yang digunakan.
Ketelitian suatu pengukuran , dapat dilihat dari banyaknya angka penting yang diperoleh dari hasil
Pengukuran tersebut.
33350 gr 21450 gr
H.P = 33400 gr H.P = 21400 gr
b. Perkalian dan Pembagian Angka Penting.
Syarat : Hasil dari perkalian atau pembagian angka penting hanya boleh mempunyai jumlah angka
penting sebanyak jumlah angka penting yang paling sedikit dari operasi perkalian atau
pembagian tersebut.
Contoh : 3,22 cm 3 A.P 645,0 m : 15,0 det = 43 m/det
2,1 cm x 2 A.P
6,762 cm2 4 A.P 3 A.P
H.P = 6,8 cm2 2 A.P H.P = 43,0 m/det
ﺃﺳﻢ