Anda di halaman 1dari 23

Apa Itu Abses: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan yang Tersedia

Apa Itu Abses?


Abses adalah penumpukan nanah pada satu daerah tubuh, meskipun juga dapat muncul pada daerah
yang berbeda (misalnya, jerawat, karena bakteri dapat menyebar ke seluruh kulit ketika mereka
tertusuk). Di sisi lain, nanah adalah cairan yang kaya dengan protein dan mengandung sel darah putih
yang telah mati. Nanah dapat berwarna kuning atau putih.
Daerah peradangan dapat beragam. Abses dapat muncul pada permukaan kulit, dalam hal ini disebut
sebagai bisul. Namun, abses juga dapat muncul pada jaringan dalam organ, termasuk, bagian vital
seperti hati dan usus.
Beberapa jenis abses akan hilang dengan sendirinya ketika pecah dan nanah mulai mengering.
Meskipun, seringkali kondisi ini memerlukan beberapa intervensi, yang dapat berbentuk obat hingga
tusukan jarum dan bahkan operasi, terutama pada jenis abses yang lebih berisiko.
Abses juga dapat menyulitkan. Misalnya, abses gigi pada akhirnya dapat menyebabkan sinusitis karena
bakteri bergerak melalui rongga sinus. Dalam beberapa kasus, bakteri dapat menyebabkan sepsis.
Sepsis seringnya berupa kondisi yang mengancam jiwa karena menandakan tubuh meradang
sebagaimana sistem kekebalan tubuh telah menjadi sangat aktif untuk melawan infeksi, yang dapat
bergerak melalui aliran darah. Sementara beberapa kasus sepsis disebabkan oleh bakteri tertentu, sepsis
juga dapat muncul pada daerah luka.
Ketika sepsis semakin memburuk, pasien berisiko mengalami syok septik, di mana gumpalan darah
dapat muncul dalam pembuluh darah, yang akhirnya mengurangi pasokan darah ke organ vital, terutama
ke otak.
Penyebab Abses
Penyebab abses sebenarnya sangat tergantung pada daerah asalnya. Misalnya, abses kulit mungkin
disebabkan oleh infeksi bakteri atau reaksi kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap benda asing
seperti jarum. Sementara itu, abses gigi dapat muncul karena adanya lubang dan kebersihan gigi. Ketika
seseorang makan, makanan tersebut dipecah menjadi gula, yang bercampur dengan kalsium dari air liur,
sehingga membuat mulut menjadi lebih asam. Keasaman tersebut dapat menyebabkan melemahnya gigi
dan membentuk lubang.
Abses juga dapat muncul setelah tindakan operasi. Semakin besar sayatan atau luka di kulit, semakin
tinggi kemungkinan abses muncul terutama karena infeksi bakteri. Namun, pada pandangan yang lebih
mendalam, kemunculan abses berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan tubuh dirancang untuk melawan berbagai jenis infeksi dari benda asing termasuk
mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan parasit. Ancaman ini dapat masuk ke dalam tubuh dengan
banyak cara termasuk luka atau tusukan pada kulit atau melalui mulut dari makanan yang dimakan.

1
Misalnya, setelah bakteri masuk ke dalam tubuh, sistem keebalan tubuh menghasilkan sel darah putih
atau leukosit dari dalam sumsum tulang. Sel ini kemudian bergerak ke tempat infeksi. Sel darah putih
terdiri dari banyak jenis sel seperti neutrofil, yang bertujuan untuk menyerang bakteri. Mereka bekerja
sama dengan makrofag yang mengirim peringatan ke neutrofil jika bakteri masih ada.
Ketika leukosit melawan, leukosit dapat menyebabkan kematian jaringan, yang kemudian dapat
meninggalkan lubang di mana mereka menumpuk bersama dengan bakteri dan leukosit yang telah mati.
Karena sel ini dapat bergerak ke daerah infeksi dalam waktu singkat, sel ini juga dapat menumpuk
dengan cepat, sehingga membentuk nanah.
Gejala Utama Abses
 Penumpukan darah
 Peradangan
 Kemerahan dan rasa sakit
 Sakit
 Muncul kantung atau benjolan pada kulit yang penuh dengan nanah
 Suhu tubuh meningkat (tanda sel darah putih melawan infeksi)
 Sulit bergerak
 Sulit menelan
 Gejala sinusitis (terutama ketika abses gigi mempengaruhi rongga sinus)
 Jumlah sel darah putih meningkat
 Keluar cairan kekuningan, kuning-putih, atau putih
 Masalah saraf termasuk gangguan (saat abses muncul pada otak)
 Masalah pencernaan jika abses berada pada setiap bagian saluran pencernaan termasuk usus
besar dan rektum.
Untuk dapat didiagnosis dengan sepsis karena munculnya abses, pasien memiliki peningkatan denyut
jantung hingga lebih dari 90 denyut per menit bahkan ketika beristirahat, peningkatan pernapasan lebih
dari 20 napas per menit, jumlah sel darah putih yang tinggi, dan suhu tubuh yang melebihi 38oC.
Siapa yang Harus Ditemui dan Jenis Pengobatan yang Tersedia
Beragam jenis dokter dapat membantu menangani abses. Orang dewasa dapat menemui internis
sementara anak-anak dapat menemui dokter anak. Dokter perawatan keluarga juga terlatih untuk
menangani kasus semacam ini, serta dokter gigi dan spesialis kulit, tergantung pada lokasi absesnya.
Jika abses muncul setelah operasi, dokter bedah harus bertanggung jawab untuk mengobati atau
mengelola abses.
Sangat mudah untuk mendiagnosis abses ketika dapat dilihat secara fisik, seperti ketika muncul pada
kulit, amandel, atau gigi. Untuk abses internal pemeriksaan termasuk penghitungan darah lengkap atau

2
penghitungan jumlah sel darah putih dan pemeriksaan pencitraan dapat memberikan dokter gambaran
jika terdapat akumulasi nanah. Pilihan pengobatan untuk abses adalah sebagai berikut:
 Antibiotik – Tujuan utama dari antibiotik adalah untuk membantu mengontrol dan akhirnya
menghilangkan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi d abses. Namun, perlu diingat bahwa
antibiotik juga dapat membunuh bakteri baik, yang dapat membantu dalam meningkatkan
kekebalan tubuh. Oleh karena itu perlu untuk mengikuti petunjuk dokter mengenai dosisnya.
 Penghilang rasa sakit – Obat ini bertujuan untuk mengurangi pembengkakan, kemerahan,
nyeri, dan rasa sakit yang terkait dengan abses. Karena obat ini juga memiliki efek samping,
sebaiknya menggunakannya hanya bila diperlukan.
 Drainase – Drainase mengacu pada proses pembuatan sayatan kecil pada abses untuk
memungkinkan nanah atau cairan mengalir, yang secara signifikan dapat mengurangi rasa sakit.
Daerah ini dibersihkan dengan larutan steril sebelum dan sesudah tindakan untuk mengurangi
risiko infeksi.
 Operasi – Tindakan ini lebih cocok ketika drainase biasa tidak mungkin dilakukan atau ketika
abses memiliki risiko. Tindakan operasi melibatkan pembentukan sayatan yang lebih besar pada
daerah tindakan untuk membuat nanah mengalir.

Rujukan:
Holtzman LC, Hitti E, Harrow J. Incision and drainage. In: Roberts JR, Hedges JR, eds. Clinical
Procedures in Emergency Medicine. 6th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2013:chap 37

Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut


Posted: Juni 1, 2010 in Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen
6
Proses infeksi pada jaringan pulpo-periapikal dapat menyebabkan beberapa kondisi ketika melibatkan
jaringan periapikal, dapat berupa granuloma, abses, kista, atau osteomyelitis. Dalam catatan ini akan
dibahas mengenai patogenesa abses mulai dari jaringan periapikal hingga ke jaringan lunak.
PATOGENESA DAN POLA PENYEBARAN
Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi,
namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara
progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini
dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran.
Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan
Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut

3
koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim
utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan
hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase
aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.
Bagaimana sebenarnya pola perjalanan abses ini?
Seperti yang kita semua ketahui, pada umumnya abses merupakan proses yang kronis, meskipun
sebenarnya ada juga abses periapikal akut, namun di catatan ini saya hendak membahas mengenai
perjalanan abses secara kronis.
Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki
3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini berperan
layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang persawahannya, ya.. enzim ini
merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari
namanya “hyaluronidase”, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan
antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga
sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat
diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam
rusak/mati/nekrosis.
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi, akibatnya
jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka
mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.
Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-
periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi
apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang
terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai pembentukan pus
yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk
datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan
virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi
abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan yang ada
di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di
sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan
ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis,
batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu

4
ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi
dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada
peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik),
salah satunya juga adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,
tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena
itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari
jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-
gejala yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam
rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami.
Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene adalah di
dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang,
mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi
perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi bakteri, ketahanan jaringan,
dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa
ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan
mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.
Sebelum mencapai “dunia luar”, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai
perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang
atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi
hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi
tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon
keradangan juga terjadi ketika pus mulai “mencapai” korteks, dan melakukan eksudasinya dengan
melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum)
dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini
alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat,
bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah
“serous” disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung
kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di
rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu menghambat aktivitas
bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut abses subperiosteal. Abses
subperiosteal terjadi di rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan

5
periosteum, bedanya adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil
“menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut
abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah
lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental,
sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih
serous.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya,
proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan
lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial
spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Fascial spaces
dibagi menjadi :
Fascial spaces primer
1. Maksila
a. Canine spaces
b. Buccal spaces
c. Infratemporal spaces
2. Mandibula
a. Submental spaces
b. Buccal spaces
c. Sublingual spaces
d. Submandibular spaces
- Fascial spaces sekunder
Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah
yang kurang. Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang
termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral
pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial
spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena penyebaran
kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung
bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke
jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini
kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi.
• Canine spaces
Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini disebabkan periapikal abses
dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya

6
lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital
dan sinus kavernosus.
• Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Infeksi berasal dari
gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau
berada di bawah perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus
ringan.
• Infratemporal spaces
Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari dasar tengkorak, dan
profundus dari temporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III
maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila
infeksi telah menyebar.
• Submental space
Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang
jelas di bawah dagu.
• Sublingual space
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal
dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa
pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.
• Submandibular space
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar
mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa
pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa
lunak dan adanya trismus ringan.
• Masticator space
Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m. temporalis. Infeksi berasal dari gigi
molar III mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke
lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.
• Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)
Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat
menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, trismus.
• Retropharyngeal space (posterior visceral space)
Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas, dari tonsil, parotis,
telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato
voice, stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke

7
mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial bawah,
Horner syndrome)
PRINSIP TERAPI
Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus), dengan
catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Lalu bagaimana dengan
abses periapikal? Yang terjadi didalam tulang? Biasanya abses periapikal memiliki “kondisi” khas
berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang
terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam
kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang
dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan
jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.
http://gilangrasuna.wordpress.com/2010/06/01/patogenesa-pola-penyebaran-dan-prinsip-terapi-
abses-rongga-mulut/

Abses Submandibula penyebab bengkak rahang dan nyeri tenggorokan


03 Friday Aug 2012
Posted by sikkabola in Uncategorized
≈ Leave a Comment
Pendahuluan
Abses submandibula di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial di
regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya gerakan membuka
mulut.
Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di
ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber,
seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan
leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang
terlibat.
Kuman penyebab infeksi terbanyak adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman
anaerob Bacteroides atau kuman campur.
Abses leher dalam yang lain dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring dan
angina Ludovici (Ludwig’s angina).
Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering terlibat penyebaran infeksi dari
gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan
20% tidak diketahui fokus infeksinya.

8
Pengetahuan anatomi fasia servikal sangat penting dalam menegakkan diagnosis,
mengetahui komplikasi dan penatalaksanaan abses submandibula. Komplikasi dapat diperberat karena
adanya kelainan ginjal seperti uremia dan kelainan jantung seperti old MCI, dimana komplikasi yang
diperberat dengan penyakit penyerta dapat menyebabkan kematian.Penatalaksanaannya meliputi
mengamankan jalan nafas, antibiotik yang adekuat, drainase abses serta menghilangkan sumber infeksi.
Kelainan-kelainan penyakit penyerta juga harus ditatalaksana dengan baik.

Anatomi
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal. Fasia
servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisialis dan fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh
m. plastima yang tipis dan meluas ke anterior leher. Muskulus
platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior
untuk berinsersi di bagian inferior mandibula.
Ruang potensial leher dibagi menjadi ruang yang melibatkan seluruh leher, ruang suprahioid dan ruang
infrahioid. Ruang yang melibatkan seluruh leher terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya
(danger space) dan ruang prevertebra. Ruang suprahioid terdiri dari ruang submandibula, ruang
parafaring, ruang parotis, ruang peritonsil dan ruang temporalis. Ruang infrahioid meliputi bagian
anterior dari leher mulai dari kartilago tiroid sampai superior mediastinum setinggi vertebra ke empat
dekat arkus aorta.
Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dan submental. Muskulus milohioid
memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan submaksila. Ruang sublingual dibatasi oleh
mandibula di bagian lateral dan anterior, pada bagian inferior oleh m. milohioid, di bagian superior
oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang hioid. Di dalam ruang sublingual terdapat
kelenjer liur sublingual beserta duktusnya.
Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di bagian lateral oleh
venter anterior m. digastrikus, di bagian superior oleh m. milohioid, di bagian inferior oleh garis yang
melalui tulang hyoid. Di dalam ruang submental terdapat kelenjer
limfa submental. Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m. hipoglossus. Batas
inferiornya adalah
lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu.
Batas medial adalah m. digastrikus anterior dan batas posterior adalah m. stilohioid dan m.
digastrikus posterior. Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjer liur submaksila atau submandibula
beserta duktusnya. Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beserta duktusnya berjalan ke posterior

9
melalui tepi m. milohioid kemudian masuk ke ruang sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah
meluas dari satu ruang ke ruang lainnya.

Kekerapan
Huang dkk, dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi leher
dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah
abses parafaring (38,4), diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).
Sakaguchi dkk, menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 91 kasus dari tahun 1985 sampai
1994. Rentang usia dari umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78% dan perempuan 22%. Infeksi
peritonsil paling banyak ditemukan, yaitu 72 kasus, diikuti oleh parafaring 8 kasus, submandibula,
sublingual dan submaksila 7 kasus dan retrofaring 1 kasus. Fachruddin melaporkan 33 kasus abses
leher dalam selama Januari 1991-Desember 1993 di bagian
THT FKUI-RSCM dengan rentang usia 15-35 tahun yang terdiri dari 20 laki-laki dan 13 perempuan.
Ruang potensial yang tersering adalah submandibula sebanyak 27 kasus, retrofaring 3 kasus dan
parafaring 3 kasus. Di sub bagian laring faring FK Unand/RSUP M
Djamil Padang selama Januari 2009 sampai April 2010, tercatat kasus abses leher dalam sebanyak 47
kasus, dengan abses submandibula menempati urutan ke dua dengan 20 kasus dimana abses peritonsil
22 kasus, abses parafaring 5 kasus dan abses retrofaring 2 kasus.

Etiologi atau penyebab


Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjer liur atau kelenjer limfa submandibula.
Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya.
Sebelum ditemukan antibiotika, penyebab tersering infeksi leher dalam adalah faring dan tonsil, tetapi
sekarang adalah infeksi gigi. Bottin dkk, mendapatkan infeksi gigi merupakan penyebab yang terbanyak
kejadian angina Ludovici (52,2%), diikuti oleh infeksi submandibula (48,3%), dan parafaring.
Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman, baik aerob maupun anaerob.
Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp,
Klebsiella sp, Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman
anaerob Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium Peptostreptococcus dan yang jarang adalah kuman
Fusobacterium.

Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi. Infeksi gigi
dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke
daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring.
10
Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat
menjalar ke daerah potensial lainnya. Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu
limfatik, melalui celah antara ruang leher dalam dan trauma tembus.

Gejala klinis
Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah dagu atau di bawah lidah baik
unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri tenggorok dan trismus. Mungkin didapatkan
riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat berfluktuasi atau tidak.

Diagnosis
Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus kadang-kadang sulit untuk menentukan lokasi
abses terutama jika melibatkan beberapa daerah leher dalam dan jika pasien sudah mendapatkan
pengobatan sebelumnya.
Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis. Pada foto polos jaringan lunak
leher anteroposterior dan lateral didapatkan gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam
jaringan lunak, udara di subkutis dan pendorongan trakea. Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat
komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat ditemukan gambaran
pneumomediastinum. Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses
leher dalam, maka pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan.
Tomografi Komputer (TK) dengan kontras merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan
abses. Pada gambaran TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul,
dapat disertai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu dan perlu
tidaknya operasi.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik (Magnetic resonance
Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber infeksi. Sedangkan
Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak invasif dan relatif lebih
murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi dan
perluasan abses. Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses pada gigi.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga sumber infeksinya
berasal dari gigi.

11
Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda infeksi.
Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman
harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai

Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak adekuat.
Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal
dan kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian.
Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya, dapat mengenai struktur neurovaskular seperti
arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis dapat
menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis interna. Infeksi yang
meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan vertebra servikal. Dapat juga terjadi
obstruksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan sepsis.

Terapi
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Hal yang
paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase abses yang baik. Seharusnya
pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri penyebab
infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman aerob
dan anaerob.
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.
Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea peroral. Pada kasus demikian diperlukan
tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika terdapat fasilitas bronkoskop fleksibel, intubasi pipa
endotrakea dapat dilakukan secara intranasal.
Insisi abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os
hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang
sublingual, kemudian dipasang salir.
http://sikkabola.wordpress.com/2012/08/03/abses-submandibula-penyebab-bengkak-rahang-dan-
nyeri-tenggorokan/

12
Pola Perjalanan (Penyebaran) Abses Pada Gigi
diposting oleh gilangrasuna-fkg pada 13 December 2011
di Catatan Kecil Tentang Gigi - 0 komentar
Seperti yang sudah dibahas pada materi sebelumnya, bahwa pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3
kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi
mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang
tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot
mempengaruhi arah gerak pus.
Dalam skema yang ada dibawah ini, mari kita mencoba membayangkan bahwa cavum oris manusia
adalah sebuah peta perjalanan, dimana kita pasti akan bertemu pertigaan, perempatan, lampu merah, dan
rambu lalu lintas lainnya. Lalu apa korelasinya? Yaitu bahwa “peta” yang saya buat di bawah ini adalah
prakiraan logis tentang lokasi abses, darimana arah pus, akan kemana, dan kira-kira akan menjadi
kondisi seperti apa. Mari membahasnya!
Apabila terjadi sebuah kondisi abses periapikal pada sebuah gigi yang mengalami proses infeksi, maka
pada prinsipnya, pus yang terkandung harus dikeluarkan, namun jika tidak dikeluarkan, maka ia pun
dapat mencari jalan keluar sendiri, eits… tunggu dulu… jangan berasumsi “kalau gitu dibiarin aja!”,
karena pada proses perjalanannya, pasti sakit… dengan intensitas yang berbeda di tiap individu.
Kali ini, kita membayangkan jika abses periapikal tidak dirawat dengan baik agar dapat terdrainase,
tentunya pus masih akan berkutat di regio periapikal. Seperti yang sempat disebutkan diatas tadi, sesuai
dengan pola penyebaran abses yang dipengaruhi oleh 3 kondisi :
1. Virulensi bakteri,
2. Ketahanan jaringan,
3. dan perlekatan otot.
Kondisi-kondisi yang tertulis di bawah ini adalah berkaitan dengan poin ke-2 dan ke-3, karena
ketahanan jaringan dan letak perlekatan otot mempengaruhi sampai dimana arah gerak pus. Dengan
adanya faktor-faktor tersebut, maka akan tercipta kondisi-kondisi seperti yang tertera pada gambar,
dengan syarat dan ketentuan yang berlaku :
a. Abses Submukosa (Submucous Abscess)
Disebut “submukosa” karena memang dikarenakan pus terletak dibawah lapisan mukosa, akan tetapi,
jika berbeda tempat, berbeda pula namanya. Ada 4 huruf “a” yang tertera pada gambar, kesemuanya
merupakan abses submukosa, namun untuk yang terletak di palatal, disebut sebagai Abses Palatal
(Palatal Abscess). Yang terletak tepat dibawah lidah dan diatas (superior dari) perlekatan otot
Mylohyoid disebut abses Sublingual (Sublingual Abscess). Yang terletak di sebelah bukal gigi disebut
dengan Abses vestibular, kadangkala sering terjadi salah diagnosa karena letak dan secara klinis terlihat
seperti Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah
13
pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang
atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal,
namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan
superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.
b. Abses Bukal (Buccal Space Abscess)
Abses Bukal (Buccal Space Abscess) dan Abses Vestibular kadang terlihat membingungkan keadaan
klinisnya, akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur
pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari
perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur
pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan
otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.
c. Abses Submandibular (Submandibular Abscess)

14
Kondisi ini tercipta jika jalur pergerakan pus melalui inferior (dibawah) perlekatan otot Mylohyoid dan
masih diatas (superior) otot Platysma.
d. Abses Perimandibular
Kondisi ini unik dan khas , karena pada klinisnya akan ditemukan tidak terabanya tepian body of
Mandible, karena pada region tersebut telah terisi oleh pus, sehingga terasa pembesaran di region tepi
mandibula.
e. Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess)
Sesuai namanya, abses ini terletak tepat dibawah lapisan kulit (subkutan). Ditandai dengan terlihat
jelasnya pembesaran secara ekstra oral, kulit terlihat mengkilap di regio yang mengalami pembesaran,
dan merupakan tahap terluar dari seluruh perjalanan abses. Biasanya jika dibiarkan, akan terdrainase
spontan, namun disarankan untuk melakukan insisi untuk drainase sebagai perawatan definitifnya.
http://gilangrasuna-fkg.web.unair.ac.id/artikel_detail-40675-Catatan%20Kecil%20Tentang%20Gigi-
Pola%20Perjalanan%20%28Penyebaran%29%20Abses%20Pada%20Gigi.html

Apa Penyebab Abses (Penimbunan Nanah)?


DEFINISI
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri
menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur,
meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.

Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah
yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.


Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini
merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di
dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung
kepada lokasi abses.

PENYEBAB
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:
 bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
 bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
15
 bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan
gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:
 terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
 daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
 terdapat gangguan sistem kekebalan.
Abses bisa terbentuk di seluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum dan otot. Abses
sering ditemukan di dalam kulit atau tepat dibawah kulit, terutama jika timbul di wajah.

GEJALA
Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ atau saraf.

Gejalanya bisa berupa:


- nyeri
- nyeri tekan
- teraba hangat
- pembengkakan
- kemerahan
- demam.

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses
akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses
di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih dahulu tumbuh menjadi lebih besar.
Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh.

DIAGNOSA
Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit
ditemukan. Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel
darah putih.

Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT scan
atau MRI.

16
PENGOBATAN
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah dengan sendirinya dan mengeluarkan
isinya. Kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi
dan menyerap sisa-sisa infeksi. Abses tidak pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras.

Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan
isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia.
Antibiotik bisa diberikan setelah suatu abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah
kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.

Ada Gigi Palsu di Jasad Mayit


Pertanyaan:
Assalammualaikum ustadz… Kami masi ada keraguan dgn arwah paman sy, Di masa hidup dia
memakai gigi palsu. Kami ragu gigi palsu dia sdh di lepas atau belum saat dikuburkan… bagaimana
hukumnya bila gigi palsu dia belum dilepas (dikubur dgn dia). Tolong terangkan ustadz dan sarankan
apa yg harus kami perbuat.. Terimakasih.
Jawaban:
Wa alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, diperbolehkan bagi orang yang mengalami cacat di salah satu anggota badannya, untuk
memperbaikinya atau menambalnya dengan benda lain, sekalipun dengan emas. Berdasarkan hadis
Urfujah bin As’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa hidungnya pernah terpotong karena terkena pedang ketika
perang. Kemudian ditambal perak, namun luka hidungnya makin parah. Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menasehatkan agar ditambal dengan emas, dan ternyata cocok. (HR. An-Nasai 5161,
Abu Daud 4232, dan dinilai hasan oleh Al-Albani). Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di:
Hukum Gigi Palsu
Kedua, jenazah muslim wajib disikapi sebagaimana orang hidup. Artinya tidak boleh dikerasi, tidak
boleh dilukai, atau diambil bagian tubuhnya, apalagi dipatahkan tulangnya.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ ِ‫ظ ِم ْال َمي‬
‫ت َك َكس ِْر ِه َحيًّا‬ ْ ‫َكس ُْر َع‬
”Mematahkan tulang mayit, statusnya sama dengan mematahkan tulangnya ketika masih hidup.” (HR.
Abu Daud 3207, Ibnu Majah 1616, dan yang lainnya).

17
Mengingat hadis ini, Fatawa Syabakah Islamiyah menegaskan satu kaidah,
‫ ومن ثم فال يجوز التعدي على حرمته‬،‫فمن المقرر شرعا ً أن حرمة المسلم وهو ميت كحرمته وهو حي‬
”Bagian prinsip penting dalam syariat, kehormatan seorang muslim ketika sudah mati statusnya sama
dengan kehormatannya ketika masih hidup. Karena itu, tidak boleh dilanggar kehormatannya.” (Fatawa
Syabakah islamiyah, no. 12511)
Ketiga, para ulama menegaskan bahwa tidak wajib mengambil benda asing yang ada pada tubuh mayit.
Makna tidak wajib, artinya keberadaan barang itu di tubuh mayit, tidak memberikan dampak apapun
bagi mayit. Keberadaan benda itu, tidaklah menyebabkan si mayit menjadi tertahan amalnya atau dia
tidak tenang, atau keyakinan semacamnya.
Dalam kitab al-Inshaf, al-Mardawi al-Hambali (w. 885 H) mengatakan,
‫ لم يجب‬،‫ أو أنفا من ذهب فأعطاه فربطه به ومات‬،‫ وكذا لو رآه محتاجا إلى ربط أسنانه بذهب فأعطاه خيطا من ذهب‬:‫قال في الفصول‬
‫ ألن فيه مثلة‬،‫قلعه ورده‬
“Dalam kitab al-Fushul dinyatakan, jika ada orang yang butuh untuk mengikat giginya dengan emas,
kemudian giginya diberi kawat emas. Atau dia butuh hidung emas, kemudian dia diberi hidung emas
lalu diikat, kemudian dia mati, maka tidak wajib dilepas dan dikembalikan kepada pemiliknya. Karena
melepasnya menyebabkan menyayat mayat.” (al-Inshaf, 2/555).
Hal yang sama juga disampaikan Ibnu Qudamah,
‫ وإن كان نجسا فأمكن إزالته من غير مثلة أزيل؛ ألنه نجاسة مقدور على‬.‫ لم ينزع إن كان طاهرا‬،‫ ثم مات‬،‫وإن جبر عظمه بعظم فجبر‬
‫ وإن أفضى إلى المثلة لم يقلع‬.‫إزالتها من غير مضرة‬
”Jika tulang seseorang ditambal dengan tulang hewan lain, lalu ditutup, kemudian dia mati, maka tidak
boleh dilepas, jika tulang pasangan itu suci. Namun jika tulang pasangan itu najis, dan memungkinkan
untuk dihilangkan tanpa menyayat mayit maka dia diambil. Karena ini termasuk benda najis yang
mampu untuk dihilangkan tanpa membahayakan. Namun jika harus menyayat mayit maka tidak perlu
dilepas.” (al-Mughni, 2/404).
Dari keterangan di atas, pada prinsipnya melepas benda yang ada di jasad mayit tidak diperbolehkan,
kecuali jika ada 2 pertimbangan
Ada maslahat besar untuk mengambil benda itu, misalnya karena nilainya yang mahal atau karena benda
yang ada di tubuh mayit itu najis.
Tidak membahayakan bagi mayit, misal tidak menyebabkan harus menyayat mayit.
Selain itu, tidak diperbolehkan mengambilnya.
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
‫ أما ما ال قيمة له فال بأس أن يدفن معه‬:‫ما حكم أسنان الذهب وغيرها مما ركبه اإلنسان في حياته هل تدفن معه أم تخلع؟ الجواب‬
‫ كما لو كان السن‬،‫ وأما ما كان له قيمة فإنه يؤخذ إال إذا كان يخشى منه ال ُمثلة‬،‫كاألسنان من غير الذهب والفضة واألنف من غير الذهب‬
‫لو أخذناه صارت ال ُمثلة فإنه يبقى معه‬

18
“Bagaimana hukum gigi emas atau semacamnya yang dipasang seseorang ketika hidup. Apakah dikubur
bersama mayit ataukah boleh dilepas?.
Jawabannya, jika benda itu tidak bernilai, tidak masalah dikubur bersama mayit, seperti gigi yang bukan
emas atau perak, atau hidung palsu yang bukan emas. Namun jika benda itu bernilai, maka boleh
diambil, kecuali jika dikhawatirkan akan merusak badan mayit, misalnya ketika gigi itu diambil akan
merusak rahang, maka gigi itu dibiarkan untuk dikubur bersama mayit.” (as-Syarh al-Mumthi, 5/283).
Allahu a’lam
Bagaimana Hukum Protesa Yang Tertinggal Di Jenazah Dalam Islam?

admin July 20, 2016 Ilmiah 0


Pertanyaan:
Assalammualaikum ustadz… Kami masi ada keraguan dengan arwah paman saya. Di masa hidup dia
memakai gigi palsu. Kami ragu gigi palsu dia sudah di lepas atau belum saat dikuburkan… bagaimana
hukumnya bila gigi palsu dia belum dilepas (dikubur dgn dia). Tolong terangkan ustadz dan sarankan
apa yg harus kami perbuat.. Terimakasih.
Jawaban:
Wa alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, diperbolehkan bagi orang yang mengalami cacat di salah satu anggota badannya, untuk
memperbaikinya atau menambalnya dengan benda lain, sekalipun dengan emas. Berdasarkan hadis
Urfujah bin As’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa hidungnya pernah terpotong karena terkena pedang ketika
perang. Kemudian ditambal perak, namun luka hidungnya makin parah. Kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menasehatkan agar ditambal dengan emas, dan ternyata cocok. (HR. An-Nasai 5161,
Abu Daud 4232, dan dinilai hasan oleh Al-Albani). Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di:
Hukum Gigi Palsu
Kedua, jenazah muslim wajib disikapi sebagaimana orang hidup. Artinya tidak boleh dikerasi, tidak
boleh dilukai, atau diambil bagian tubuhnya, apalagi dipatahkan tulangnya.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ ‫ظ ِم ْال َم ِي‬
‫ت َك َكس ِْر ِه َحيًّا‬ ْ ‫َكس ُْر َع‬

19
”Mematahkan tulang mayit, statusnya sama dengan mematahkan tulangnya ketika masih hidup.” (HR.
Abu Daud 3207, Ibnu Majah 1616, dan yang lainnya).
Mengingat hadis ini, Fatawa Syabakah Islamiyah menegaskan satu kaidah,
‫ ومن ثم فال يجوز التعدي على حرمته‬،‫فمن المقرر شرعا ً أن حرمة المسلم وهو ميت كحرمته وهو حي‬
”Bagian prinsip penting dalam syariat, kehormatan seorang muslim ketika sudah mati statusnya sama
dengan kehormatannya ketika masih hidup. Karena itu, tidak boleh dilanggar kehormatannya.” (Fatawa
Syabakah islamiyah, no. 12511)
Ketiga, para ulama menegaskan bahwa tidak wajib mengambil benda asing yang ada pada tubuh mayit.
Makna tidak wajib, artinya keberadaan barang itu di tubuh mayit, tidak memberikan dampak apapun
bagi mayit. Keberadaan benda itu, tidaklah menyebabkan si mayit menjadi tertahan amalnya atau dia
tidak tenang, atau keyakinan semacamnya.
Dalam kitab al-Inshaf, al-Mardawi al-Hambali (w. 885 H) mengatakan,
‫ لم يجب‬،‫ أو أنفا من ذهب فأعطاه فربطه به ومات‬،‫ وكذا لو رآه محتاجا إلى ربط أسنانه بذهب فأعطاه خيطا من ذهب‬:‫قال في الفصول‬
‫ ألن فيه مثلة‬،‫قلعه ورده‬
“Dalam kitab al-Fushul dinyatakan, jika ada orang yang butuh untuk mengikat giginya dengan emas,
kemudian giginya diberi kawat emas. Atau dia butuh hidung emas, kemudian dia diberi hidung emas
lalu diikat, kemudian dia mati, maka tidak wajib dilepas dan dikembalikan kepada pemiliknya. Karena
melepasnya menyebabkan menyayat mayat.” (al-Inshaf, 2/555).
Hal yang sama juga disampaikan Ibnu Qudamah,
‫ وإن كان نجسا فأمكن إزالته من غير مثلة أزيل؛ ألنه نجاسة مقدور على‬.‫ لم ينزع إن كان طاهرا‬،‫ ثم مات‬،‫وإن جبر عظمه بعظم فجبر‬
‫ وإن أفضى إلى المثلة لم يقلع‬.‫إزالتها من غير مضرة‬
”Jika tulang seseorang ditambal dengan tulang hewan lain, lalu ditutup, kemudian dia mati, maka tidak
boleh dilepas, jika tulang pasangan itu suci. Namun jika tulang pasangan itu najis, dan memungkinkan
untuk dihilangkan tanpa menyayat mayit maka dia diambil. Karena ini termasuk benda najis yang
mampu untuk dihilangkan tanpa membahayakan. Namun jika harus menyayat mayit maka tidak perlu
dilepas.” (al-Mughni, 2/404).
Dari keterangan di atas, pada prinsipnya melepas benda yang ada di jasad mayit tidak diperbolehkan,
kecuali jika ada 2 pertimbangan
Ada maslahat besar untuk mengambil benda itu, misalnya karena nilainya yang mahal atau karena benda
yang ada di tubuh mayit itu najis.
Tidak membahayakan bagi mayit, misal tidak menyebabkan harus menyayat mayit.
Selain itu, tidak diperbolehkan mengambilnya.
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,

20
‫ أما ما ال قيمة له فال بأس أن يدفن معه‬:‫ما حكم أسنان الذهب وغيرها مما ركبه اإلنسان في حياته هل تدفن معه أم تخلع؟ الجواب‬
‫ كما لو كان السن‬،‫ وأما ما كان له قيمة فإنه يؤخذ إال إذا كان يخشى منه ال ُمثلة‬،‫كاألسنان من غير الذهب والفضة واألنف من غير الذهب‬
‫لو أخذناه صارت ال ُمثلة فإنه يبقى معه‬
“Bagaimana hukum gigi emas atau semacamnya yang dipasang seseorang ketika hidup. Apakah dikubur
bersama mayit ataukah boleh dilepas?.
Jawabannya, jika benda itu tidak bernilai, tidak masalah dikubur bersama mayit, seperti gigi yang bukan
emas atau perak, atau hidung palsu yang bukan emas. Namun jika benda itu bernilai, maka boleh
diambil, kecuali jika dikhawatirkan akan merusak badan mayit, misalnya ketika gigi itu diambil akan
merusak rahang, maka gigi itu dibiarkan untuk dikubur bersama mayit.” (as-Syarh al-Mumthi, 5/283).
Allahu a’lam
PHLEGMON
Posted by drg. Asnul Arfani Labels: Oral Surgery
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih dari 400 ribu
spesies bakteri. Perbandingan antara bakteri aerob dengan anaerob adalah 10:1 sampai 100:1.
Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan
sulkus ginggiva, mucous membrane, dorsum lidah, saliva, dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat
menyebar secara perkontinuitatum hematogen dan limfogen, seperti periodontitis apikalis yang berasal
dari gigi yang nekrosis. infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan yaitu lewat penghantaran yang
endogenus dan melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril.
Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen dapat dibagi menjadi :
1. Infeksi odontogen lokal / terlokalisir : Abses periodontal akut, periimplantitis
2. Infeksi odontogen luas / menyebar : early cellulitis, deep space infection
3. Life threatening : Facilitis dan Ludwig's angina
Salah satu infeksi odotogenik yang sering terjadi adalah Phlegmon. Phlegmon atau Ludwig's angina
adalah suatu penyakit kegawatdaruratan, yaitu terjadinya penyebaran infeksi secara difus progresif
dengan cepat yang menyebabkan timbulnya infeksi dan tumpukan nanah pada daerah rahang bawah
kanan dan kiri (submandibula) dan dagu (submental) serta bawah lidah (sublingual), yang dapat
berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas dengan gejala berupa perasaan tercekik dan sulit untuk
bernafas secara cepat (mirip dengan pada saat terjadinya serangan jantung yang biasa dikenal dengan
angina pectoris). Sedangkan Ludwig's angina sendiri berasal dari nama seorang ahli bedah Jerman yaitu
Wilhem Von Ludwig yang pertama melaporkan kasus tersebut.
Phlegmon adalah infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Streptokokus yang menginfeksi lapisan
dalam dasar mulut yang ditandai dengan pembengkakan yang dapat menutup saluran nafas. Phlegmon
berawal dari infeksi pada gigi (odontogenik), 90% kasus diakibatkan oleh odontogenik, dan 95% kasus
melibatkan submandibula bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi yang berbahaya dan

21
seringkali merenggut nyawa. Angka kematian sebelum dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari
seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik,
serta tindakan yang cepat dan tepat, maka saat ini angka kematian (mortalitas) hanya 8%.
Kata angina pada Ludwig's angina dihubungkan dengan sensasi tercekik akibat obstruksi saluran nafas
secara mendadak. Penyakit ini merupakan infeksi yang berasal dari gigi akibat perjalaran pus dari abses
periapikal.
Gejala dari Ludwig's angina yaitu :
 sakit dan bengkak pada leher
 leher menjadi merah
 demam
 lemah dan lesu
 mudah capek
 kesulitan bernafas
pasien yang menderita penyakit ini mengeluh bengkak yang jelas dan lunak pada bagian anterior leher,
jika dilakukan palpasi tidak terdapat fluktuasi. Bila terjadi penyakit ini maka perlu dilakukan tindakan
bedah dengan segera dengan trakeostomi sebagai jalan nafaas buatan. Kemudian jika jalan nafas telah
ditangani dapat diberikan antibiotik dan dilakukan incisi pada pus untuk mengurangi tekanan. Dan juga
perlu dilakukan perawatan gigi penyebab infeksi (sumber infeksi) baik perawatan endodontik maupun
periodontik.
Kejadian dari phlegmon ini akan menghebat seiring dengan keadaan umum dari penderita, bila penderita
mempunyai keadaan umum yang jelek (diabetes dan sebagainya) maka phlegmon akan bergerak ke arah
potensial space atau rongga jaringan ikat kendor yang berada di bawahnya, dan hal ini bisa
mengakibatkan sepsis atau bakeri meracuni pembuluh darah.

PHLEGMON DASAR MULUT


07 Des
Phlegmon dasar mulut (submandibular atau sublingual space) atau Ludwig`s angina. Ludwig`s angina
dikemukakan pertama kali oleh Von Ludwig pada 1836 sebagai selulitis dan infeksi jaringan lunak
disekeliling kelenjar mandibula. Kata angina pada Ludwig`s angina dihubungkan dengan sensasi
tercekik akibat obstruksi saluran nafas secara mendadak. Ludwig`s angina merupakan infeksi yang
berasal dari gigi akibat penjalaran pus dari abses periapikal tergantung jenis gigi (seperti pada fascial
spaces. Kriteria yang mendasari suatu keadaan disebut dengan Ludwig`s angina yaitu:
1. Proses selulitis pada submandibular space (bukan merupakan abses)
2. Keterlibatan dari submandibular space baik unilateral atau bilateral
3. Adanya gangrene dengan keluarnya cairan serosanguinous yang meragukan ketika dilakukan incise

22
dan tidak jelas apakah itu adalah pus
4. Mengenai fascia, otot, jaringan ikat, dan sedikit jaringan kelenjar
5. Penyebaran secara langsung dan tidak ada penyebaran secara limfatik
Gejala dari Ludwig`s angina yaitu: sakit dan bengkak pada leher, leher menjadi merah, demam, lemah,
lesu, mudah capek, bingung dan perubahan mental, dan kesulitan bernapas (gejala ini menunjukkan
adanya suatu keadaan darurat) yaitu obstruksi jalan nafas. Pasien Ludwig`s angina akan mengeluh
bengkak yang jelas dan lunak pada anterior leher, jika dipalpasi tidak terdapat fluktuasi. Komplikasi
paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya penekanan jalan nafas akibat pembengkakan yang
berlangsung hebat. Diperlukan tindakan bedah segera ddengan trakeostomi sebagai jalan nafas buatan.
Kemudian jika saluran nafas telah ditangani dapat diberikan antibiotik dan dilakukan incisi pada pus
untuk mengurangi tekanan. Perlu dilakukan perawatan gigi pada gigi penyebab infeksi (sumber infeksi)
baik perawatan endodontic maupun periodontic.

23

Anda mungkin juga menyukai