Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah laporan kasus ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Destroyed Lung e.c KP Duplex”.
Laporan ini berisikan tentang informasi pengertian Destroyed Lung e.c KP Duplex,
faktor resiko, patofisiologi, sampai penatalaksanaan. Diharapkan makalah laporan kasus ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang Destroyed Lung e.c KP Duplex.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberculosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat
lama dikenal pada manusia bisa menyerang seluruh tubuh manusia tetapi yang paling
banyak adalah menyerang organ paru. Pada tahun 1882 Robert Koch menemukan
kuman penyebab penyakit tuberculosis (TB) paru yaitu berupa semacam bakteri
berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis secara mikrobiologis dimulai dan
penatalaksanaannya lebih terarah (Zulkifli Amin & Asril Bahar, 2010).
Sampai tahun 2009, WHO mencatat jumlah penderita TB menurun sekitar 429
kasus. Data Global Report WHO 2010, seluruh total kasus TB Indonesia tahun 2009
sebanyak 294.731 kasus, dimana penderita TB baru BTA positif 169.213 kasus,
penderita TB BTA negatif 108.616 kasus, penderita TB Extra Paru 11.215 kasus,
penderita TB kambuh 3.709 kasus, dan penderita pengobatan ulang di luar kasus
kambuh 1.978 kasus. Sementara itu, untuk keberhasilan pengobatan dari tahun 2003
sampai tahun 2008 (dalam%), tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%), tahun 2005
sampai 2008 semuanya sama (91%). Jumlah kasus TB meningkat dan banyak
munculnya pandemi HIV atau AIDS dalam permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV
akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan (PPTI, 2010).
Sedangkan pada tahun 2011, terdapat 8,7 juta kasus baru TB paru dan 13%
diantaranya terkena infeksi HIV. Jumlah kasus terbanyak terdapat pada kawasan Asia,
India dan China (Zumla dkk, 2013).
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS
Nama : Tn. H.M
Umur : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Sasak
Bangsa : Indonesia
Tangga MRS : 19 Juli 2016
2.2. ANAMNESIS
(Autoanamnesa dengan pasien, tanggal 19 Juli 2016)
2.2.1. Keluhan Utama : batuk
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Rawat Jalan RSUD DR. R. Soedjono Selong dengan
keluhan batuk sejak ±1 bulan yang lalu. Keluhan batuk dirasakan hilang timbul
tanpa disertai dahak ataupun darah. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sesak
nafas, nafsu makan menurun dan suara berubah menjadi serak. Keluhan demam
dan keringat malam hari sebelumnya disangkal.
3
2.3. PEMERIKSAAN FISIK (19/07/2016)
3.3.1 Keadaan Umum
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
TD :110/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu Axilla : 36,9 0C
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : beruban, tidak mudah dicabut
Mata : mata tidak cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks
cahaya +/+, pupil bulat, isokor
Hidung : Sekret (-), kelainan (-)
Telinga : Sekret tidak ada, bentuk normal
Mulut : Bibir sianosis (-), bentuk normal, kelainan (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : dinding dada simetris (+),
Palpasi : gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Hipersonor pada semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis teraba
4
Perkusi : Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri. Batas kanan
jantung di sela iga 4 garis sternal kanan, Batas kiri jantung di
sela iga 4 garis midklavikula kiri
Ekstremitas :
- Atas : akral hangat (+/+)
Edema (-/-)
- Bawah : akral hangat (+/+)
Edema (-/-)
5
3.5 Pemeriksaan penunjang
Ro Thorax PA
Tampak gambaran trakhea tertarik ke kiri, gambaran jantung tidak jelas, fibroinfiltrat
di kedua lapang paru, hiperlusen di kedua lapang paru.
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
7
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan dalam beberapa jam dalam keadaan gelap dan
lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan oleh parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
3.1.3 Patogenesis
Paru merupakan post d’entre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup dapat mencapai alveoli. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik (Werdhani, 2002).
8
Secara umum pathogenesis tuberculosis terbagi menjadi dua tahap, yaitu :
1. Tuberculosis primer
9
b. Infeksi TB Paru primer dengan kelainan radiologis (primary infection
tuberculosis)
i. Kelainan radiologis berupa pembesaran kelenjar limfe mediastinum
ii. Uji kulit tuberkulin, menunjukkan reaksi positif.
iii. Kelainan ini dijumpai pada 18,5%.
2. Tuberculosis sekunder
10
3.1.4 Klasifikasi
Untuk menentukan klasifikasi penyakit TB Paru, ada 3 (tiga) hal yang perlu
diperhatikan yaitu: Organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru,hasil pemeriksaan
dahak basil tahan asam (BTA) positif atau negatif. Basil tahan asam merupakan
bakteri yang tidak rusak dengan pemberian asam, tingkat keparahan penyakit: ringan
atau berat. Adapun pembagian klasifikasi TB Paru antara lain:
a. Kasus baru
b. Kasus kambuh
11
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1
RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat
hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan). Juga dikatakan gagal apabila pasien dengan hasil BTA
negative gambaran radiologi positif menjadi BTA positif pada akhir bulan
ke-2 pengobatan.
e. Kasus kronik
1. Kategori I adalah pasien kasus dengan dahak yang positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti meningitis, tuberkulosis milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis atau spondilitis bilateral dengan gangguan neurologik,
penderita dengan dahak negatif tetapi kelainan paru luas, tuberkulosis usus,
saluran kemih dan sebagainya.
12
2. Kategori II adalah kasus relaps atau gagal dengan dahak yang tetap positif.
3. Kategori III adalah kasus dengan dahak yang negatif dan kelainan paru yang
tidak luas dan kasus tuberkulosis ekstrapulmoner selain dari yang disebut
dalam kategori I.
4. Kategori IV adalah kasus tuberkulosis kronik.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya sedangkan pada orang-orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang kurang. Tuberkulosis ini membentuk sebuah ruang
didalam paru-paru yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang
mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi tuberculosis
(Halim, 2010)
13
Massa jaringan paru / granuloma (gumpalan basil yang masih hidup
dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya
disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan
penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau
respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi
bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan
seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan
penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak
mengakibatkan bronkopneumonia lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).
Gejala penyakit Tuberkulosis Paru ini dibagi menjadi gejala umum dan
gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik (Supino, 2007).
14
superfisialis yang tidak sakit dan biasanya, diare persisten yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare.
b. Gejala Khusus
15
3.1.7 Diagnosis
16
c. S (sewaktu) : dahak yang dikumpulkan di petugas pada hari kedua, saat
berkunjung menyerahkan dahak pagi.
Pada saat ini pemeriksaan radiology dada merupakan cara yang praktis untuk
mendiagnosis tuberculosis pada penderita suspek dengan hasil pemerikasaan sputum
negatif. Untuk mendiagnosis pasti tuberculosis berdasarkan pada pemeriksaan
radiologis, hasilnya harus dibaca oleh dokter yang telah berpengalaman (Depkes RI,
2002).
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (mult iform).
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
17
Luluh paru (destroyed Lung) adalah gambaran radiologik yang menunjukkan
kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru.
Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologik tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik
untuk memastikan aktivitas penyakit. Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk
kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti
Lesi luas yaitu bila proses lebih luas dari lesi minimal.
18
3.1.8 Pengobatan
Dasar pengobatannya tuberculosis paru terdiri dari dua fase, yaitu fase awal
(intensif) dan fase lanjutan. Pada fase intensif obat diminum setiap hari dengan
pengawasan langsung, sedangkan fase lanjutan obat diminum seminggu tiga kali,
kecuali untuk anak, obat anti tuberkulosis diminum setiap hari. Prinsip
pengobatannya, yaitu dengan menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam
jumlah cukup dan dosis yang tepat selama enam – delapan bulan (Aditama, 2002).
19
Tahap awal (intensif)
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
20
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
Tabel 2.3 Dosis OAT Kategori II
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari
selama 1 bulan atau sebanyak 28 obat/hari (Depkes RI, 2011).
21
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. 2002. Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi, & Masalahnya. Edisi IV.
Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.
Amin, Zulkifli, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta
EGC
Dinas Kesehatan Provinsi NTB. 2010. Laporan Evaluasi Kegiatan TB Paru Provinsi
NTB. Mataram: Bidang P2 Dinas Kesehatan Provinsi NTB.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV
dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta.
Halim D. 2000. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Penerbit Hipokrates.
Ringel, Edward. 2009. Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Jakarta : Indeks.
22