Anda di halaman 1dari 43

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
tuntunan-Nya sehingga saat ini saya dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir
ini dengan baik. Tugas ini disusun berdasarkan hasil analisa yang dilakukan
dengan menggunakaan data-data yang ada.
Selama proses analisa sampai pada tahap penyusunan tugas akhir ini saya
mendapat banyak pengalaman baru yang tentunya akan sangat membantu sebagai
bekal nanti pada saat memasuki dunia kerja. Melalui penulisan tugas akhir ini
nantinya dimaksudkan agar mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Program Studi
Konstruksi Banguan Gedung Diploma 4 Semester VIII dapat mengaplikasikan
dan menerapkan ilmu yang didapat selama proses kuliah dan dapat
mempertanggung jawabkan gelar sarjana yang akan disandangnya. Pada
kesempatan ini pula saya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
Tuhan Yang Maha Esa, Orang tua dan keluarga atas doa, kasih sayang, nasihat,
pengertian, perhatian baik moril maupun materil, dan dorongan yang telah
diberikan, bapak Novatus Senduk, ST,.MT selaku dosen pembimbing I, ibu
Syanne Pangemanan.ST.,MT selaku dosen pembimbing II, bapak Noldie
Kondoj, ST., MT selaku ketua Jurusan Teknik Sipil, sahabat-sahabat waktu kelas
5B Jurusan Teknik Sipil Konstruksi Bangunan Gedung, Sahabat-sahabat IPA 3
alumni SMA 1 Amurang dan teman-teman Jurusan Teknik Sipil Konstruksi
Bangunan Gedung angkatan Tahun 2014 yang selalu membantu.
Demikian pula dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa
masih ada kekurangan. Untuk itu koreksi dan masukkan yang membangun.
harapan saya semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
di bidang Teknik Sipil.

Manado, Juli 2018

Penulis
ii

ABSTRAK

Rekayasa Nilai adalah suatu cara pendekatan yang kreatif dan terencana dengan
tujuan untuk mengidentifikasi dan mengefisienkan biaya-biaya yang tidak perlu
dan menghasilkan biaya yang lebih rendah dari harga yang telah direncanakan
sebelumnya dengan tetap menjaga kekuatan dari struktur tetap optimal. Analisa
Rekayasa Nilai dilakukan pada proyek pembangunan Gedung Perpustakaan IAIN
Manado. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui besarnya penghematan biaya
pada pekerjaan kolom dan balok namun tetap konsisten dengan kualitas yang
diharapkan. Analisis perhitungan alternatif struktur kolom dan balok
menggunakan bantuan software ETABS V 9.6.

Kata Kunci : Rekayasa nilai, Kolom dan Balok.


iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Lembar Pengesahan
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

ABSTRAK .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v

DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar belakang.................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 2

1.5 Pembatasan Masalah .......................................................................... 3

1.6 Metodologi penulisan ........................................................................ 3

1.7 Sistematika Penulisan ........................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5

2.1 Pengertaian Rekayasa Nilai ............................................................... 5

2.2 Tahapan Dalam Rekayasa Nilai (Value Engineering) ....................... 5

2.3 Pentingnya Rekayasa Nilai ................................................................ 9

2.4 Elemen struktur Beton Bertulang .................................................... 10

2.5 Ketentuan Perencanaan Pembebanan .............................................. 16

2.6 Metode pelaksanaan pekerjaan ........................................................ 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 33

3.1 Jenis Penelitian ................................................................................ 33


iv

3.2 Proses Penelitian .............................................................................. 33

3.3 Diagram Alir .................................................................................... 36

LAMPIRAN
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan .............. 11
Gambar 2.2 Balok Persegi, Balok “T” Dan Diagram Tegangan Balok .............. 13
Gambar 2.3 Penampang Balok “T” ..................................................................... 14
Gambar 2.4 Peta Wilayah Gempa Menurut SNI 1726-2012 Berdasarkan
Parameter Ss .................................................................................. 26
Gambar 2.5 Peta Wilayah Gempa Menurut SNI 1726-2012 Berdasarkan
Parameter Sl................................................................................... 26
Gambar 3.2 Diagram Alir Pola Kerja Urutan Penyusunan Tugas Akhir .......... 36
vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rincian biaya (Cost Breakdown) .......................................................... 7


Tabel 2.2 Perencanaan Tebal Minimum Dari Balok. .......................................... 16
Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung ...................................................... 18
Tabel 2.4 Kategori Risiko Bangunan Gedung Dan Non Gedung Untuk Beban
Gempa ................................................................................................ 20
Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa .................................................................. 21
Tabel 2.6 Klasifikasi Situs .................................................................................. 21
Tabel 2.7 Koefisien Untuk Batas Atas Pada Periode Yang Dihitung ................. 23
Tabel 2.8 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x .................................... 24
Tabel 2.9 Kombinasi Pembebanan ...................................................................... 25
Tabel 2.10 Ukuran Perancah Kayu atau Bambu ................................................... 28
Tabel 2.11 Diameter Minimum ............................................................................. 31
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam proyek pembangunan gedung sering kali didapati pemborosan
biaya yang disebabkan oleh over design yang terjadi saat perencanaan karena itu
diperlukan suatu cara untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk itu langkah
penghematan pun diperlukan demi mengurangi biaya konstruksi tetapi tetap
menjaga kekuatan dari struktur tetap optimal.
Rekayasa Nilai adalah suatu proses pembuatan keputusan yang sistematis
dan terstruktur dalam sebuah tim yang bertujuan untuk mencapai nilai terbaik bagi
sebuah proyek atau proses dengan mendefinisikan fungsi-fungsi yang dibutuhkan
untuk mendapatkan sasaran-sasaran nilai dan menyampaikan fungsi-fungsi
tersebut pada harga yang minimal, konsisten dengan kualitas dan kinerja yang
diharapkan.
Proyek pembangunan Gedung Perpustakaan IAIN Manado berlokasi di
Jln.Manguni Raya, Malendeng, Tikala, Kota Manado, Sulawesi Utara. Sesuai
dengan peraturan Departemen Pekerjaan Umum Nomor 222/KPTS/CK/1991
Direktorat Jendral Cipta Karya disebutkan bahwa bangunan yang memiliki nilai
diatas 1 milyar harus diadakan suatu analisis Rekayasa Nilai. Pada bangunan ini
terdiri atas 3 lantai dengan menggunakan mutu beton K225 dan K250 untuk
semua pekerjaan struktur beton bertulangnya, adapun total biaya dari proyek yaitu
sebesar Rp. 10,990,650,000.00 (Sepuluh Miliar Sembilan Ratus Sembilan Puluh
Juta Enam Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah).
Analisa Rekayasa Nilai akan dilakukan pada pekerjaan struktur yang
mempunyai indikasi over design pada perencanaan. Analisa Rekayasan Nilai
bertujuan memunculkan ide-ide yang kreatif untuk mengganti perencanaan
existing pekerjaan struktur. Value Engineering diharapkan nanti akan ada nilai
cost saving atau penghematan biaya baik pekerjaan struktur maupun arsitektur.
Sehubungan dengan hal di atas, maka dalam penulisan tugas akhir ini, penulis
mengambil judul:
2

“Penerapan Rekayasa Nilai Dan Metode Pelaksanaan Pada Pembangunan


Gedung Perpustakaan IAIN Manado”.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini, berupa:
1. Dapatkah struktur bangunan dilakukan pengoptimal.
2. Berapa besar cost saving yang terjadi dalam perencanaan pekerjaan
setelah dilakukan analisis Rekayasa Nilai.
3. Bagaimana metode pelaksanaan kolom balok dan plat yang sesuai
persyaratan beton struktural bangunan gedung.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan struktur bangunan yang optimal.
2. Mendapatkan berapa besarnya nilai cost saving yang terjadi dalam
perencanaan biaya total proyek setelah dilakukan analisis rekayasa
nilai.
3. Mendapatkan metode pelaksanaan kolom,balok dan plat yang sesuai
persyaratan beton struktural bangunan gedung.
1.4 Manfaat Penelitian
Penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat,
diantaranya :
1. Bangunan struktur optimal.
2. Cost saving yang terjadi dalam perencanaan biaya total proyek setelah
dilakukan analisis rekayasa nilai.
3. Metode pelaksanaan kolom,balok dan plat sesuai persyaratan beton
struktural bangunan gedung.
3

1.5 Pembatasan Masalah


Sesuai dengan judul tugas akhir Penerapan Rekayasa Nilai Dan Metode
Pelaksanaan Pada Pembangunan Gedung Perpustakaan IAIN Manado.
Maka penulis membatasi hal-hal yang dibahas yaitu :
a. Analisa kekuatan struktur menggunakan ETABS 9.6 dan dilakukan
pada struktur atas khususnya pada pekerjaan kolom dan balok
menggunakan metode value enggineering.
b. Perhitungan harga satuan untuk menghitung anggaran biaya pekerjaan
alternatif diambil dari daftar harga satuan pekerjaan saat proyek
berlangsung.
c. Metode pelaksanaan di batasi hanya pada kolom, balok dan plat.

1.6 Metodologi penulisan


Metodologi penulisan yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini
menggunakan 3 metode, yaitu :

a. Pengumpulan data
Mengumpulkan data-data proyek dari pembangunan Gedung
perpustakaan IAIN Manado.
b. Studi literatur
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang landasan teori yang terkait
dengan permasalahan yang berhubungan dengan topik pembahasan.
c. Konsultasi
Konsultasi dilakukan dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan
bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan tugas akhir.
4

1.7 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah dalam penulisan tugas akhir ini maka digunakan
sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, maksud dan tujuan penulisan ,Pembatasan


masalah, metodologi penulisan yang digunakan dan sistematika
penulisan tugas akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menguraikan tentang landasan teori yang terkait


dengan permasalahan yang berhubungan dengan topik
pembahasan.

BAB III METEODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini membahas Metodologi penulisan yang digunakan di


dalam penulisan tugas akhir ini.

BAB IV DATA PROYEK

Pada bab ini berisi informasi proyek pembangunan gedung


Perpustakaan IAIN Manado

BAB V PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas uraian dari judul skripsi yang diangkat
yaitu” Penerapan Rekayasa Nilai Dan Metode Pelaksanaan Pada
Pembangunan Gedung Perpustakaan IAIN Manado.”

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil perhitungan dan pembahasan


dalam tugas akhir, dan juga saran yang berkaitan dengan
kesimpulan yang diambil dalam tugas akhir ini.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertaian Rekayasa Nilai


Value Enggineering (Rekayasa Nilai) merupakan sebuah proses
pembuatan keputusan tim yang sistematis dan terstruktur. Rekayasa nilai
bertujuan untuk mencapai nilai terbaik (best value) sebuah proyek atau proses
dengan mendefinisikan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran nilai
(value) dan menyediakan fungsi-fungsi tersebut dengan biaya (biaya hidup
keseluruhan atau penggunaan sumber daya) yang paling murah, konsisten dengan
kualitas dan kinerja yang di syaratkan(Hammersley,2002).

2.2 Tahapan Dalam Rekayasa Nilai (Value Engineering)


Menurut Hutabarat (1995) tahapan dalam melakukan aplikasi rekayasa
dibagi menjadi 5 (Lima) yaitu :
1. Tahap informasi
2. Tahap pengembangan ide spekulatif
3. Tahap analisa
4. Tahap rekomendasi
5. Tahap penyajian
Untuk lebih jelasnya, tahap-tahap tersebut diuraikan sebagai berikut :

2.2.1 Tahap Informasi


Dalam Hutabarat (1995) menyebutkan tahap informasi adalah
mengumpulkan sebanyak mungkin data mengenai proyek. Menurut Dell’Isola
(1974) informasi suatu item pekerjaan dapat berupa jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :
a. Itemnya apa ?
b. Apa fungsinya ?
6

c. Berapa nilai fungsi tersebut ?


d. Berapa total biayanya ?
e. Area mana yang mempunyai indikasi biaya tinggi atau nilai yang rendah ?

Selain itu informasi penting lainnya dapat berupa:


a. Sudah berapa lama desain itu dibuat atau digunakan.
b. Sistem alternatif material atau metode apa yang digunakan dalam konsep
aslinya.
c. Masalah khusus apa yang ada pada sistem atau proyek.
d. Seberapa sering penggunaan desain ini setiap tahunnya.

Informasi umum suatu proyek menurut Donomartono (1999) dapat berupa:


a. Kriteria desain teknis.
b. Kondisi lapangan (topografi, kondisi tanah, daerah sekitar, gambar
sekitar).
c. Kebutuhan-kebutuhan regular.
d. Unsur-unsur desain (komponen konstruksi dan bagian-bagian dari proses.
e. Riwayat proyek.
f. Batasan yang dipakai untuk proyek.
g. Utility yang tersedia.
h. Perhitungan desain.
i. Partisipasi publik.

Teknik-teknik yang dapat dipergunakan pada tahap informasi yaitu, cost


breakdown dan analisis fungsi. Teknik-teknik tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Rincian Biaya (cost breakdown)
Menurut Dell’Isola (1974) cost breakdown adalah suatu analisis untuk
menggambarkan distribusi pemakaian biaya dari item-item pekerjaan suatu
elemen bangunan. Jumlah biaya item pekerjaan tersebut kemudian
diperbandingkan dengan total biaya proyek untuk mendapatkan prosentase bobot
7

pekerjaan. Bila memiliki bobot pekerjaan besar, maka item pekerjaan tersebut
potensial untuk dianalisa rekayasa nilai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 2.1.

Tabel 2.1 Rincian biaya (Cost Breakdown)

Item Pekerjaan Biaya


1 Pekerjaan A Rp ………………………..
2 Pekerjaan B Rp ………………………..
3 Pekerjaan C Rp ………………………..
4 Pekerjaan D Rp ………………………..
5 Pekerjaan E Rp ………………………..
6 Pekerjaan F Rp ………………………..
Total Rp. M
Biaya Proyek Keseluruhan Rp. N
Presentase Rp. M/N
= ……..%
Sumber : Dell’Isola (1974)

Pada Tabel 2.1 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :


1. Pekerjaan A-F merupakan item-item pekerjaan dari suatu elemen
bangunan yang memiliki potensial untuk dilakukan rekayasa nilai. Item
pekerjaan tersebut dipilih karena memiliki biaya yang besar dari elemen
pekerjaan yang lainnya.
2. Untuk mengetahui item pekerjaan tersebut potensial untuk dilakukan
rekayasa nilai adalah dengan memperbandingkan jumlah item pekerjaan
tersebut dengan biaya total proyek. Bila memiliki prosentase besar, maka
potensial dilakukan rekayasa nilai.
3. Setelah diidentifikasi, nantinya dipilih salah satu item pekerjaan A-F yang
memiliki potensial untuk dilakukan analisis rekayasa nilai. Selain
memiliki biaya yang besar, dalam memilih item pekerjaan dapat ditinjau
8

dari segi bahan dan desain yang nantinya dapat memunculkan berbagai
macam alternatif pengganti.

b. Analisis Fungsi
Menurut Hutabarat (1995) fungsi adalah kegunaan atau manfaat yang
diberikan produk kepada pemakai untuk memenuhi suatu atau sekumpulan
kebutuhan tertentu. Analisis fungsi merupakan suatu pendekatan untuk
mendapatkan suatu nilai tertentu, dalam hal ini fungsi merupakan karakterisitk
produk atau proyek yang membuat produk atau proyek dapat bekerja atau dijual.
Secara umum fungsi dibedakan menjadi fungsi primer dan fungsi
sekunder. Fungsi primer adalah fungsi, tujuan atau prosedur yang merupakan
tujuan utama dan harus dipenuhi serta suatu identitas dari suatu produk tersebut
dan tanpa fungsi tersebut produk tidak mempunyai kegunaan sama sekali. Fungsi
sekunder adalah fungsi pendukung yang mungkin dibutuhkan untuk melengkapi
fungsi dasar agar mempunyai nilai yang baik. Analisis fungsi bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasikan fungsi-fungsi utama ( sesuai dengan kebutuhan ) dan
menghilangkan fungsi-fungsi yang tidak diperlukan.
2. Perancang dapat mengidentifikasikan komponen-komponen dan
menghasilkan komponen-komponen yang diperlukan.

2.2.2 Tahap Spekulatif / Pengembangan Ide


Menurut Hutabarat (1995) Tahap spekulatif / pengembangan ide adalah
mengembangkan sebanyak mungkin alternatif yang bisa memenuhi fungsi primer
atau pokoknya. Untuk itu diperlukan adanya pemunculan ide-ide guna
memperbanyak alternatif-alternatif yang akan dipilih. Alternatif tersebut dapat
dikaji dari segi desain, bahan, waktu pelaksanaan, metode pelaksanaan dan lain-
lain. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengusulkan alternatif dapat disebutkan
keuntungan dan kerugiannya. Sebagai dasar penilaian / pertimbangan untuk
dilakukan analisis rekayasa nilai dapat dipilih kriteria-kriteria dari item pekerjaan.
Kriteria-kriteria tersebut nantinya sebagai bahan evaluasi untuk memilih alternatif
yang dipilih.
9

2.2.3 Tahap Analisis


Didalam tahap ini diadakan analisa terhadap masukan-masukan ide atau
alternatif. Ide yang kurang baik dihilangkan. Alternatif atau ide yang timbul
diformulasikan dan dipertimbangkan keuntungan dan kerugiannya yang
dipandang dari berbagai sudut, kemudian dibuatkan suatu ranking hasil penilaian.
Dalam mengevaluasi dapat menggunakan teknik diantaranya, metode zero-one
dan matrik evaluasi.

2.2.4 Tahap Rekomendasi


Tahapan ini bisa berupa suatu presentasi secara tertulis atau lisan yang
ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam memahami alternatif-alternatif
yang akan dipilih dalam usulan tim rekayasa nilai yang dapat disampaikan secara
singkat dan jelas. Rekomendasi ini digunakan untuk meyakinkan pemilik proyek
atau pengambil keputusan.

2.2.5 Tahap Penyajian


Jika sebelumnya sudah ada desain awal, maka alternatif desain terpilih di
atas dibandingkan dengan desain awal tersebut. Biasanya dalam hal biaya proyek.

2.3 Pentingnya Rekayasa Nilai


Pemanfaatan rekayasa nilai sebagai salah satu alternatif penghematan
dirasakan perlu untuk diterapkan dalam proyek konstruksi, hal ini disebabkan oleh
beberapa alasan, yakni :

1 Peningkatan biaya produksi.

2 Keterbatasan dana pelaksanaan pekerjaan.

3 Suku bunga perbankan yang fluktuatif.

4 Laju inflasi yang tinggi.

5 Usaha untuk mengoptimalkan dana guna mencapai fungsi utama.

6 Akibat perkembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi.


10

2.4 Elemen struktur Beton Bertulang

2.4.1 Struktur kolom


Menurut Ali Astroni (2010) Pada suatu konstruksi bangunan gedung.
kolom berfungsi sebagai pendukung beban beban dari balok dan pelat, untuk
diteruskan ke tanah dasar melalui fondasi. Beban dari balok dan pelat ini berupa
beban aksial tekan serta momen lentur (akibat kontinuitas konstruksi). Oleh
karena itu dapat didefinisikan, kolom ialah suatu struktur yang mendukung beban
aksial dengan tanpa momen lentur.

Struktur bangunan gedung terdiri atas 2 bangunan utama, yaitu struktur


bangunan bawah dan struktur bangunan atas. Struktur bangunan bawah, yaitu
struktur bangunan yang berada di bawah permukaan tanah yang lazim disebut
fondasi. Fondasi berfungsi sebagai pendukung struktur bangunan di atasnya untuk
diteruskan ke tanah dasar. Sedangkan struktur bangunan atas, yaitu struktur
bangunan yang berada di atas permukaan tanah yang meliputi: struktur atap, pelat
lantai, balok, kolom dan dinding. Selanjutnya balok dan kolom ini menjadi satu
kesatuan yang kokoh dan sering disebut sebagai kerangka (portal) dari suatu
gedung.

Pada struktur bangunan atas, kolom merupakan komponen struktur yang


paling penting untuk diperhatikan, karena apabila kolom ini mengalami
kegagalan, maka dapat berakibat keruntuhan struktur bangunan atas dari gedung
secara keseluruhan.

1) Jenis kolom.

Kolom dibedakan beberapa jenis menurut bentuk dan susunan tulangan,


serta letak/posisi beban aksial pada penampang kolom. Di samping itu juga dapat
dibedakan menurut ukuran panjang pendeknya kolom dalam hubungannya dengan
dimensi lateral.
11

a) Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan

Berdasarkan bentuk dan susunan tulangan, kolom dibedakan menjadi 3 macam,


(Lihat Gambar 2.1)

1). Kolom segi empat, baik berbentuk empat persegi panjang maupun bujur
sangkar, dengan tulangan memanjang dan sengkang.

2). Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan sengkang atau spiral.

3). Kolom komposit, yaitu kolom yang terdiri atas beton dan profil baja
struktural yang berada di dalam beton.

(a). Kolom segi empat (b). Kolom bulat (c). Kolom komposit

Gambar 2.1 Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan

Sumber : Ali Astroni (2010)

Dari ketiga jenis kolom tersebut, kolom bersengkang (segi empat dan
bujur sangkar) merupakan jenis yang paling banyak dijumpai karena pelaksanaan
pekerjaannya mudah dan harga pembuatannya murah.

b) Jenis kolom berdasarkan letak/posisi beban aksial

Berdasarkan letak beban aksial yang bekerja pada penampang kolom, kolom
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kolom dengan posisi beban sentris dan kolom
dengan posisi beban eksentris, seperti tampak pada Gambar 2.2 Untuk kolom
dengan posisi beban sentris, berarti kolom ini menahan beban aksial tepat pada
sumbu kolom (lihat Gambar 2.2(a)). Pada keadaan ini seluruh permukaan
penampang beton beserta tulangan kolom menahan beban tekan.
12

Untuk kolom dengan posisi beban eksentris, berarti beban aksial bekerja di
luar sumbu kolom dengan eksentrisitas sebesar e (lihat Gambar 2.2(b)). Beban
aksial P dan eksentrisitas e ini akan menimbulkan momen (M) sebesar M = P.e.
Dengan demikian, kolom yang menahan beban aksial eksentris ini pengaruhnya
sama dengan kolom yang menahan beban aksial sentris P serta momen M seperti
tampak pada Gambar 2.2(c).

(a). Beban P sentries (b). Beban P eksentries (c). Beban P dan M

Gambar 2.2 Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan


Sumber : Ali Astroni (2010)

2.4.2 Struktur Balok


Perencanaan Balok pada umumnya diasumsikan berbentuk persegi
panjang . Ukuran lebar penampang balok dinyatakan dengan notasi “ b ”,
sedangkan ukuran tinggi penampang balok dinyatakan dengan notasi “ h “.
Beberapa jenis balok beton bertulang berdasarkan perencanaan lentur dan
berdasarkan tumpuannya.
1. Berdasarkan perencanaan lentur jenis balok dibedakan sebagai berikut :
a) Balok persegi dengan tulangan tunggal
Balok persegi dengan tulangan tunggal merupakan balok yang hanya
mempunyai tulangan tarik saja dan dapat mengalami keruntuhan
akibat lentur.
b) Balok persegi dengan tulangan rangkap
Apabila besar penampang suatu balok dibatasi, mungkin dapat terjadi
keadaan dimana kekuatan tekan beton tidak dapat memikul tekanan
yang timbul akibat bekerjanya.
13

c) Balok “ T ” pada hitungan struktur beton bertulang, dianggap bahwa


beton merupakan bahan yang getas artinya, meskipun beton sangat
kuat unutk menahan beban tekan, tetapi tidak kuat menahan beban
tarik, sehingga mudah retak/patah. Jadi beban tarik yang bekerja pada
struktur beton bertulang, dilimpahkan/ditahan oleh baja tulangan saja,
sedangkan luas penampang pada daerah beton tarik tidak dapat
dimanfaatkan untuk mendukung beban. Oleh karena itu, luas
penampang beton tarik yang tidak dapat dimanfaatkan secara teoritis
dapat dikurangi/dipangkas sedemikian rupa sehingga bentuk beton
seperti huruf T. Meskipun penampang beton dipangkas pada bagian
bawah kekutan balok T ini secara teoritis masih tetap sama dengan
kekuatan balok persegi panjang, seperti pada gambar 2.3, asalkan
tinggi garis netral (c) kedua balok bernilai sama.

Gambar 2.3 Balok Persegi, Balok “T” Dan Diagram Tegangan Balok
Sumber : Ali Astroni (2010)

1) Jumlah tulangan pada balok persegi panjang maupun balok “ T ”


sama, yaitu 3 batang, sehingga gaya tarik oleh baja tulangan juga
sama sebesar Ts.
2) Lebar serta jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan pada
balok persegi panjang maupun balok “ T ” sama, masing –masing
14

sebesar b dan c sehingga gaya gaya tekan beton juga sama sebesar cc
=0,85.fc ‘.a.b
3) Jumlah gaya horizontal = 0, jadi diperoleh gaya tarik Ts gaya tekan cc.
4) Berdasarkan 1), 2) dan 3) di atas, maka diperoleh momen nominal
balok persegi panjang maupun balok “ T ” sama, yaitu sebesar Ma =
Ts(d –a /2). Jadi kekuatan balok persegi panjang dan balok “ T ”
sama.

Gambar 2.4 Penampang Balok “ T ”


Sumber : Ali Astroni (2010)

Pada konstruksi balok T, sesuai ketentuann SNI 2847-2013 tentang


“persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung”hal.63, dimana :
1) Pada konstruksi balok-T, sayap dan badan balok harus dibangun
menyatu atau bila tidak harus dilekatkan bersama secara efektif.
2) Lebar slab efektif sebagai sayap balok-T tidak boleh melebihi
seperempat panjang bentang balok, dan lebar efektif sayap yang
menggantung pada masing-masing sisi badan balok tidak boleh
melebihi :
a. Delapan kali tebal slab.
b. Setengah jarak bersih ke badan di sebelahnya.
3) Untuk balok dengan slab pada satu sisi saja, lebar sayap efektif yang
menggantung tidak boleh melebihi:
a. 1/12 panjang bentang balok;
b. Enam kali tebal slab.
c. Setengah jarak bersih ke badan di sebelahnya.
15

4) Balok yang terpisah, dimana bentuk-T digunakan untuk memberikan


sayap untuk luasan tekan tambahan, harus mempunyai ketebalan
sayap tidak kurang dari setengah lebar efektif sayap tidak lebih dari
empat kali lebar badan.
5) Bila tulangan lentur utama pada slab yang dianggap sebagai sayap
balok-T (tidak termasuk konstruksi balok usuk) paralel dengan balok,
tulangan tegak lurus terhadap balok harus disediakan pada sisi teratas
slab sesuai dengan berikut ini;
a. Tulangan transversal harus didesain untuk memikul beban
terfaktor pada lebar slab yang menggantung yang diasumsikan
bekerja sebagai kantilever. Untuk balok yang terpisah, seluruh
lebar sayap yang menggantung harus diperhitungkan. Untuk
balok-T lainnya, hanya lebar efektif slab yang menggantung perlu
diperhitungkan.
b. Tulangan transversal harus dispasikan tidak lebih jauh dari lima
kali tebal slab, atau juga tidak melebihi 450 mm.
c. Tata cara untuk perencanaan penampang minimum balok non
prategang telah diatur berdasarkan SNI 2847:2013, tabel 9.5(a).
Halaman 70, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung seperti pada tabel 2.2 yaitu untuk perencanaan
tebal minimum dari balok.
16

Tabel 2.2 Perencanaan Tebal Minimum Dari Balok.

Tebal minimum, h
Komponen Tertumpu Satu ujung Kedua ujung
struktur sederhana menerus menerus Kantilever
Komponen struktur tidak menumpu atau tidak dihubungkan
dengan partisi atau
konstruksi lainnya yang mungkin rusak oleh lendutan yang
besar
Pelat masif satu- ℓ 20 ℓ / 24 ℓ / 28 ℓ / 10
arah
Balok atau pelat
rusuk satu-arah ℓ / 16 ℓ / 18,5 ℓ / 21 ℓ/8
CATATAN:
Panjang bentang dalam mm.
Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur
dengan beton normal dan tulangan tulangan Mutu 420 MPa. Untuk kondisi
lain, nilai di atas harus dimodifikasikan sebagai berikut:
(a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis (equilibrium density), wc,
di antara 1440 sampai 1840 kg/m3, nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65 –
0,0003wc) tetapi tidak kurang dari 1,09.
(b) Untuk fy selain 420 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700).
Sumber : SNI 2847-2013

2.5 Ketentuan Perencanaan Pembebanan


Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar sebagai
berikut:
1. Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung (SNI
2847:2013);
2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung (SNI 1726-2012);
3. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung Tahun 1983

2.5.1 Analisa Pembebanan

Beban dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari
jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta faktor-
faktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur.
Jenis-jenis beban yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan
struktur bangunan gedung adalah sebagai berikut:
17

1. Beban mati (dead load/DL)


Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang
terpasang, termasuk dinding, lantai, atap plafon, tangga, dinding partisi tetap,
finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta
peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran. Beban mati merupakan beban
yang bekerja akibat gravitasi yang bekerja tetap pada posisinya secara terus
menerus dengan arah ke bumi tempat struktur didirikan. Jenis beban mati adalah
sebagai berikut :
a. Berat jenis beton : 2400 kg/m3
b. Adukan semen (per-cm tebal) : 21 kg/m2
c. Plafond/ langit-langit : 11 kg/m2
d. Batu alam : 2600 kg/m3
e. Tembok batu bata (1/2 batu : 1700 kg/m3
f. Baja : 7850 kg/m3

2. Beban hidup (live load/LL)

Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni
bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan
beban lingkungan seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir
dan beban mati, Beban hidup pada lantai gedung diambil menurut Tabel 3-1 (SNI
PPIUG 1983) seperti terlihat pada Tabel 2.3.
18

Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

Fungsi Bangunan Berat (kg/m2)


Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana 125
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, 250
hotel, asrama, dan rumah sakit
Lantai ruang olahraga 400
Lantai pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, 400
toko buku, ruang mesin, dan lain-lain
Lantai gedung parkir bertingkat 800
(sumber : PPIUG 1983)

Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh
orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar .Atap dan/atau
bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil
yang menentukan (terbesar) dari:
a) Beban terbagi rata air hujan, Wah = 40 - 0,8 α dengan α = sudut
kemiringan atap, derajat ( jika α > 50o dapat diabaikan).Wah = beban
air hujan, kg/m2 (min. Wah atau 20 kg/m2).
b) Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam
kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
Balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh
dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan
adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg.

Beban Hidup Horizontal perlu ditinjau akibat gaya desak orang yang
nilainya berkisar 5% s/d 10% dari beban hidup vertikal (gravitasi).
Reduksi Beban Hidup pada perencanaan balok induk dan portal (beban
vertikal/gravitasi), untuk memperhitungkan peluang terjadinya nilai beban
hidup yang berubah-ubah, beban hidup merata tersebut dapat dikalikan dengan
koefisien reduksi.
19

Beban Hidup pada lantai gedung, sudah termasuk perlengkapan ruang


sesuai dengan kegunaan dan juga dinding pemisah ringan (q ≤ 100 kg/m'). Beban
berat dari lemari arsip, alat dan mesin harus ditentukan tersendiri.

3. Beban Gempa (Earthquake Load/EL)


Beban gempa apabila ditinjau dari desain gempa, maka harus diperhatikan
mengenai strategi bagaimanakah yang terbaik untuk desain gedung pada daerah
yang mempunyai potensi gempa.

a. Perhitungan Berat Bangunan (Wt)


Berat dari bangunan dapat berupa beban mati yang terdiri dari berat
sendiri material-material konstruksi dan elemen-elemen struktur,
serta beban hidup yang diakibatkan oleh hunian atau penggunaan
bangunan. Berdasarkan standar pembebanan yang berlaku di
Indonesia, untuk memperhitungkan pengaruh beban gempa pada
struktur bangunan gedung, beban hidup yang bekerja dapat dikalikan
dengan faktor reduksi sebesar 0,3.

b. Perioda Getar Fundamental Struktur (T)


Karena besarnya beban gempa belum diketahui, maka waktu getar
dari struktur belum dapat ditentukan secara pasti. Untuk perencanaan
awal, waktu getar dari bangunan gedung pada arah X (Tx) dan arah
Y (Ty) dihitung dengan menggunakan rumus empiris:
Tx = Ty = 0,06 . H 0,75 (dalam detik)

c. Faktor Keutamaan Struktur (I)


Menurut SNI Gempa 2012, pengaruh Gempa Rencana harus
dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan (Ie.
20

Tabel 2.4 Kategori Risiko Bangunan Gedung Dan Non Gedung Untuk Beban
Gempa

Kategori
Jenis pemanfaatan
risiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada
saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan I
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko
I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar II
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada
saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau III
gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, (termasuk,
tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,
penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang
mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya
melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup
menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
(Sumber : SNI 1726-2012)
21

Tabel 2.5 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori Risiko Faktor keutamaan gempa, Ie


I atau II 1
III 1,25
IV 1,5
(Sumber : SNI 1726-2012)

d. Klasifikasi Situs
Menurut SNI Gempa 1726-2012, tipe kelas situs harus ditetapkan
sesuai definisi dari tabel 2.6 sebagai berikut :

Tabel 2.6 Klasifikasi Situs

Kelas situs Vs (m/detik) N atau Su (kPa)


Nch
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai N/A N/A
1500
SC (tanah keras, sangat padat dan
350 sampai >50 ≥100
batuan lunak)
750
SD (tanah sedang) 175 sampai 15 sampai 50 sampai
350 50 100
(Sumber : SNI 1726-2012)

e. Spektrum Respon Desain (S)


Setelah dihitung waktu getar dari struktur bangunan pada arah-X (Tx)
dan arah-Y (Ty), maka harga dari Faktor Respon Gempa C dapat
ditentukan dari Diagram Spektrum Respon Gempa Rencana.

f. Beban Geser Dasar Nominal Akibat Gempa


Beban geser dasar nominal horisontal akibat gempa yang bekerja pada
struktur bangunan gedung, dapat ditentukan dari rumus :
V = Cs x Wt
22

Keterangan :
𝑆𝐷1
Cs = koefisien respons seismic 𝑅
𝑇𝑎 ( )
𝐼𝑒

R = faktor modifikasi respons Tabel 9- R, Cd, dan Ω0 untuk sistem


penahan gaya gempa (SNI 03-1726-2012)

Ie = faktor keutamaan gempa (tabel 1 dan tabel 2 SNI 03-1726-2012)


terlampir pada tabel 2.4 dan 2.5

Wt = berat bangunan

Beban Geser Dasar Nominal (V) harus didistribusikan di sepanjang


tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa statik
ekuivalen yang bekerja pada pusat massa lantai-lantai tingkat.
Besarnya beban statik ekuivalen Fi pada lantai tingkat ke-I dari
bangunan dihitung dengan rumus :
Fi = Wi .(hi)k . V
Σ Wi .(hi)k
Keterangan :

Fi = Gaya geser yang terdistribusi pada setiap tingkat ke-i

Wi = Berat tiap lantai ke-i

hi = Tinggi tingkat ke-i

V = Gaya geser gempa dasar

k = eksponen yang terkait dengan periode struktur berikut ini

struktur dengan periode T=0.5 atau kurang, k=1

struktur dengan periode T=2.5 atau lebih, k=2


23

g. Periode fundamental pendekatan

Periode fundamental struktur T, dalam arah yang ditinjau harus


diperoleh menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi
elemen penahan dalam analisis yang teruji. Periode fundamental
struktur T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas
pada periode yang dihitung (Cu) dari tabel 2.7 dan periode
fundamental pendekatan Ta. Sebagai alternative pada pelaksanaan
analisis untuk menentukan peride fundamental struktur T, diijinkan
secara langsung menggunakan periode bangunan pendekatan Ta.
Periode fundamental pendekatan (Ta) dalam detik harus ditentukan
dari persamaan berikut :
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡. ℎ𝑛𝑥
Hn adalah ketinggian struktur dalam (m), di atas dasar sampai tingkat
tertinggi struktur dan koefisien Ct dan x ditentukan.

Tabel 2.7 Koefisien Untuk Batas Atas Pada Periode Yang Dihitung

Parameter percepatan Koefisien Cu


respons spectral desain
pada 1 detik, SD1
≥0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤0,1 1,7
(Sumber : SNI 1726-2012)
24

Tabel 2.8 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x

Tipe struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana
rangka memikul 100 persen gaya gempa
yang disyaratkan dan tidak dilingkupi
atau dihubungkan dengan komponen
yang lebih kaku dan akan mencegah
rangka dari defleksi jika dikenai gaya
gempa:
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
a

Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9


a

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75


a

Rangka baja dengan bresing terkekang 0,0731 0,75


a
terhadap tekuk
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 a 0,75
(Sumber : SNI 1726-2012)
25

2.5.2 Kombinasi Pembebanan


kombinasi pembebanan yang akan dipakai untuk perencanaan gedung
adalah :

Tabel 2.9 Kombinasi Pembebanan

Combo Dimana :
1 D = Beban Mati
1,4D
L = Beban Hidup
2
1,2D + 1,6L FX = Beban Gempa arah x
3 FY = Beban Gempa arah y
1,2D + L + FX + 0,3 FY
4
1,2D + L + FX - 0,3 FY
5
1,2D + L - FX +0,3 FY
6
1,2D + L - FX - 0,3 FY
7 0,9D + FX + 0,3 FY
8 0,9D + FX - 0,3 FY
9 0,9D - FX + 0,3 FY
10 0,9D - FX - 0,3 FY
11
1,2D + L + 0,3FX + FY
12
1,2D + L + 0,3FX - FY
13
1,2D + L - 0,3FX + FY
14
1,2D + L - 0,3FX – FY
15
0,9D + 0,3FX + FY
16
0,9D + 0,3FX – FY
17
0,9D - 0,3FX +FY
18
0,9D - 0,3FX –FY
26

2.5.3 Wilayah Gempa Bumi di Indonesia


Pada SNI 1726-2012, peta wilayah gempa ditetapkan berdasarkan
parameter Ss (percepatan batuan dasar pada perioda pendek 0,2 detik) dan
parameter S1 (percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) seperti yang terlihat
pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5 berikut ini:

Gambar 2.5 Peta Wilayah Gempa Menurut SNI 1726-2012 Berdasarkan


Parameter Ss

(Sumber : SNI 1726-2012)

Gambar 2.6 Peta Wilayah Gempa Menurut SNI 1726-2012 Berdasarkan


Parameter Sl
(Sumber : SNI 1726-2012)
27

2.6 Metode pelaksanaan pekerjaan

Metoda pelaksanaan pekerjaan adalah metode yang menggambarkan


penguasaan penyelesaian pekerjaan yang sistematis dari awal sampai akhir
meliputi tahapan/urutan pekerjaan (utama) dan uraian/cara kerja dari masing-
masing jenis kegiatan pekerjaan utama dan penunjang pekerjaan utama yang dapat
dipertanggung jawabkan secara teknis.

2.6.1 Persyaratan Teknis Metode Pelaksanaan

1. Material dalam ketentuan (SNI 2847-2013) harus meliputi hal berikut :


(a) Pengawas lapangan berhak memerintahkan diadakan pengujian
pada setiap material yang digunakan pada pelaksanaan konstruksi
beton untuk menentukan apakah material tersebut mempunyai
mutu sesuai dengan mutu yang telah ditetapkan.
(b) Pengujian material dan pengujian beton harus dibuat sesuai dengan
standar yang tertera.
(c) Laporan lengkap pengujian material dan beton harus disimpan oleh
pemeriksa selama paling sedikit 2 tahun setelah selesainya proyek,
dan harus tersedia untuk pemeriksaan selama Pekerjaan
berlangsung.
2. Desain cetakan dalam ketentuan (SNI 2847-2013) harus meliputi hal
berikut :
(a) Cetakan harus menghasilkan struktur akhir yang memenuhi bentuk,
garis, dan dimensi komponen struktur seperti yang disyaratkan oleh
dokumen kontrak.
(b) Cetakan harus kokoh dan cukup rapat untuk mencegah kebocoran
mortar.
(c) Cetakan harus diperkaku atau diikat dengan baik untuk
mempertahankan posisi dan bentuknya.
(d) Cetakan dan tumpuannya harus direncanakan sedemikian hingga
tidak merusak struktur yang dipasang sebelumnya.
28

(e) Perancangan cetakan harus menyertakan pertimbangan faktor-


faktor berikut:
(a) Kecepatan dan metoda pengecoran beton.
(b) Beban selama pelaksanaan konstruksi, termasuk beban
vertikal,horisontal, dan tumbukan.
(c) Persyaratan cetakan khusus untuk pelaksanaan konstruksi
cangkang, pelat kubah, beton arsitektural, atau elemen-
elemen sejenis.
(f) Cetakan untuk komponen struktur beton prategang harus
dirancang dan dibuat untuk mengizinkan pergerakan
komponen struktur tanpa kerusakan selama penerapan gaya
prategang.

Tabel 2.10 Ukuran Perancah Kayu atau Bambu


Jarak antara tiang perancah 1,4 m 1,9 m 2,4 m
Lebar lantai kerja minimal 60 cm 60 cm 60 cm
Panjang papan lantai Min. 3 m Min. 4 m Min. 5 m
Penampang melintang papan 30 x 200 mm 35 x 200 mm 40 x 200 mm
lantai kerja
(Sumber : Heinz Frick, 2002)

Bahan untuk bekisting harus dari papan kualitas baik (klas 2). Ketebalan
minimum papan 2,5 cm. Untuk beton Fair Faced harus dipakai bekisting
multiplex tsb tidak boleh dipakai berulang. Untuk bekisting kolom beton bulat
dianjurkan mengunakan bekisting plat baja. Lapisan pada Bekisting Untuk
memudahakan pembuatan, papan bekisting dapat diberi lapisan sejenis paraffin.
Untuk maksud ini tidak dibenarkan menggunakan minyak pelumas.

3. Pembongkaran cetakan dalam ketentuan (SNI 2847-2013) yaitu:


Cetakan harus dibongkar dengan cara sedemikian rupa agar tidak
mengurangi keamanan dan kemampuan layan struktur. Beton yang akan
29

terpapar dengan adanya pembongkaran cetakan harus memiliki kekuatan


yang cukup yang tidak akan rusak oleh pelaksanaan pembongkaran.
4. Persiapan Peralatan Dan Tempat Pengecoran Pembongkaran cetakan
dalam ketentuan (SNI 2847-2013) harus meliputi hal berikut :
(a) Semua peralatan untuk pencampuran dan pengangkutan beton
harus bersih.
(b) Semua sampah atau kotoran harus dibersihkan dari cetakan yang
akan diisi beton.
(c) Cetakan harus dilapisi dengan benar.
(d) Bagian dinding bata pengisi yang akan bersentuhan dengan beton
harus dibasahi secara cukup.
(e) Tulangan harus benar-benar bersih dari lapisan yang berbahaya.
(f) Air harus dikeringkan dari tempat pengecoran sebelum beton dicor
kecuali bila tremie digunakan atau kecuali bila sebaliknya diizinkan
oleh petugas bangunan.
(g) Semua material halus (laitance) dan material lunak lainnya harus
dibersihkan dari permukaan beton sebelum beton tambahan dicor
terhadap beton yang mengeras.
5. Pengecoran dalam ketentuan (SNI 2847-2013) harus meliputi hal berikut :
(a) Beton harus dicor sedekat mungkin pada posisi akhirnya untuk
menghindari terjadinya segregasi akibat penanganan kembali atau
segregasi akibat pengaliran.
(b) Pengecoran beton harus dilakukan dengan kecepatan sedemikian
hingga beton selama pengecoran tersebut, tetap dalam keadaan
plastis dan dengan mudah dapat mengisi ruang di antara tulangan.
(c) Beton yang telah mengeras sebagian atau telah terkontaminasi oleh
bahan lain tidak boleh dicor pada struktur.
(d) Beton yang ditambah air lagi atau beton yang telah dicampur ulang
setelah pengikatan awal tidak boleh digunakan kecuali bila
disetujui oleh insinyur profesional bersertifikat.
30

(e) Setelah dimulainya pengecoran, maka pengecoran tersebut harus


dilakukan secara menerus hingga mengisi secara penuh panel atau
penampang sampai batasnya, atau sambungan yang ditetapkan
sebagaimana yang diizinkan atau dilarang oleh aturan joint
konstruksi.
(f) Permukaan atas cetakan vertikal secara umum harus datar.
(g) Jika diperlukan siar pelaksanaan, maka sambungan harus dibuat
sesuai dengan joint konstruksi.
(h) Semua beton harus dipadatkan secara menyeluruh dengan
menggunakan peralatan yang sesuai selama pengecoran dan harus
diupayakan mengisi sekeliling tulangan dan seluruh celah dan
masuk ke semua sudut cetakan.
6. Perawatan Beton dalam ketentuan (SNI 2847-2013) harus meliputi hal
berikut :
a. Beton (selain beton kekuatan awal tinggi) harus dirawat pada suhu
di atas 10°C dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya
selama 7 hari setelah pengecoran, kecuali jika dirawat sesuai
percepatan.
b. Beton kekuatan awal tinggi harus dirawat pada suhu di atas 10°C
dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya selama 3 hari
pertama kecuali jika dirawat sesuai dengan percepatan.
7. Persyaratan Detail Penulangan
Istilah “kait standar” seperti digunakan dalam Standar ini harus berarti
salah satu berikut ini:
a. Bengkokan 180 derajat ditambah perpanjangan 4db, tapi tidak
kurang dari 65 mm,pada ujung bebas batang tulangan.
b. Bengkokan 90 derajat ditambah perpanjangan 12db pada ujung
bebas batang tulangan.
c. Untuk sengkang dan kait pengikat:
31

(a) Batang tulangan D-16 dan yang lebih kecil, bengkokan 90


derajat ditambah perpanjangan 6db pada ujung bebas batang
tulangan; atau
(b) Batang tulangan D-19, D-22, dan D-25, bengkokan 90
derajat ditambah perpanjangan 12db pada ujung bebas
batang tulangan
(c) Batang tulangan D-25 dan yang lebih kecil, bengkokan 135
derajat ditambah perpanjangan 6db pada ujung bebas batang
tulangan.
8. Diameter bengkokan minimum dalam ketentuan (SNI 2847-2013) harus
meliputi hal berikut :
a. Diameter bengkokan yang diukur pada bagian dalam batang
tulangan, selain dari untuk sengkang dan pengikat dengan ukuran
D-10 hingga D-16, tidak boleh kurang dari nilai dalam Tabel 2.11.
b. Diameter dalam bengkokan untuk sengkang dan pengikat tidak
boleh kurang dari 4db untuk batang tulangan D-16 dan yang lebih
kecil. Untuk batang tulangan yang lebih besar dari D-16, diameter
bengkokan harus sesuai dengan Tabel 2.11
c. Diameter dalam bengkokan pada tulangan kawat las untuk
sengkang dan pengikat tidak boleh kurang dari 4db untuk kawat
ulir yang lebih besar dari D-7 dan 2db untuk semua kawat lainnya.
Bengkokan dengan diameter dalam kurang dari 8db tidak boleh
berada kurang dari 4db dari persilangan las yang terdekat.
Tabel 2.11 Diameter Minimum

Ukuran batang tulangan Diameter Ukuran batang tulangan Diameter


minimum minimum
D-10 sampai D-25 6db D-10 sampai D-25 6db
D-29, D-32, dan D-36 8db D-29, D-32, dan D-36 8db
D-44 dan D-56 10db D-44 dan D-56 10db
(Sumber : SNI 2847-2013)
32

d. Diameter dalam bengkokan untuk sengkang dan pengikat tidak


boleh kurang dari 4db untuk batang tulangan D-16 dan yang lebih
kecil. Untuk batang tulangan yang lebih besar dari D-16, diameter
bengkokan harus sesuai dengan Tabel 2.11.
e. Diameter dalam bengkokan pada tulangan kawat las untuk
sengkang dan pengikat tidak boleh kurang dari 4db untuk kawat
ulir yang lebih besar dari D-7 dan 2db untuk semua kawat lainnya.
Bengkokan dengan diameter dalam kurang dari 8db tidak boleh
berada kurang dari 4db dari persilangan las yang terdekat.
9. Batas spasi untuk tulangan dalam ketentuan (SNI 2847-2013) harus
meliputi hal berikut :
a. Spasi bersih minimum antara batang tulangan yang sejajar dalam
suatu lapis harus sebesar db, tetapi tidak kurang dari 25 mm..
b. Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih,
tulangan pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas tulangan di
bawahnya dengan spasi bersih antar lapis tidak boleh kurang dari
25 mm.
c. Pada komponen struktur tekan bertulangan spiral atau pengikat,
jarak bersih antar tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari
1,5db atau kurang dari 40 mm.
d. Batasan jarak bersih antar batang tulangan harus juga berlaku pada
jarak bersih antara sambungan lewatan bersentuhan dan sambungan
lewatan batang tulangan yang berdekatan.
e. Pada dinding dan slab selain dari konstruksi balok jois beton,
tulangan lentur utama harus berspasi tidak lebih jauh dari tiga kali
tebal dinding atau slab, ataupun tidak lebih jauh dari 450 mm.
33

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasi lapangan melalui
praktek kerja lapangan pada proyek pembangunan Gedung Perpustakaan IAIN
Manado selama kurang lebih 3 bulan.

3.2 Proses Penelitian


Adapun langkah kerja penyusunan Tugas Akhir ini yang akan dijabarkan
dibawah ini:
3.2.1 Tahap persiapan
Sebelum melakukan proses penelitian peneliti harus melakukan tahap
persiapan, diantaranya mengumpulkan atau mencari data-data proyek.
Pengumpulan data ditempuh dengan cara observasi lagngsung di lapanggan
(praktek kerja lapangan), melalui konsultan, melalui kontraktor. Setelah
mendapatkan data proyek kemudian peneliti melakukan studi pustaka baik
melalui buku-buku pustaka, internet, Standar Nasional Indonesia dan
peraturanperaturan lainnya yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan
tambahan pengetahuan.

3.2.2 Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber
asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa subjek secara
individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda,
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang digunakan
untuk mendapatkan data primer yaitu metode observasi. Data primer
yang didapat dari konsultan berupa RAB dan gambar kerja.
34

b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data pendukung yang dapat dijadikan input
dan referensi dalam melakukan analisis Rekayasa Nilai. Data sekunder
diantaranya data mengenai daftar harga satuan dan analisis pekerja, data
bahan atau material bangunan yang digunakan, data tenaga kerja,
peraturan-peraturan bangunan gedung dari Departemen Pekerjaan
Umum dan data-data lainnya yang dapat dijadikan referensi dalam
menganalisis Rekayasa Nilai.

3.2.3 Analisis Data


Dari data-data yang telah dikumpulkan dilakukan analisis Rekayasa Nilai
untuk menghasilkan adanya suatu penghematan biaya atau cost saving.

Analisis Value Engineering dilakukan lima tahap, yaitu :

a. Tahap Informasi
Pada tahap awal ini dilakukan upaya-upaya untuk mendapatkan informasi
sebanyaksebanyaknya yang relevan dengan obyek studi yang akan
dievaluasi, dimana data dan informasi tersebut diolah menurut kebutuhan
pada tahap selanjutnya. Informasi umum yang diperlukan antara lain:
a) Nama Proyek
b) Lokasi Proyek
c) Pemilik Proyek
d) Nilai Proyek
e) Luas Bangunan
f) Spesifikasi Proyek

b. Tahap Kreatif
Di dalam Value Engineering, berfikir kreatif adalah hal sangat penting
dalam mengembangkan ide-ide untuk memunculkan alternatif-alternatif dari
elemen yang masih memenuhi fungsi tersebut, kemudian disusun secara
sistematis.
35

Alternatif-alternatif tersebut dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya:


1) Pengurangan volume
2) Dimensi struktur

c. Tahap Analisis
Tujuan tahapan ini adalah :
1. Mengadakan evaluasi, mengajukan kritik dan menguji alternatif yang
muncul selama tahapan spekulatif
3. Menentukan alternatif yang akan memberikan kemampuan yang paling
besar untuk penghematan biaya.

d. Tahap Rekomendasi
Mempersiapkan rekomendasi yang telah dilengkapi informasi dan
perhitungannya secara tertulis dari alternatif yang dipilih dengan
mempertimbangkan pelaksanaan secara teknis dan ekonomis.

Langkah-langkah tahapan rekomendasi adalah sebagai berikut :


1) Membuat konsep/ desain untuk dibandingkan satu sama lain.
2) Membandingkan konsep semula dengan desain usulan/ alternatif.
Dalam tahap rekomendasi dapat juga berisi usulan alternatif yang
direkomendasikan beserta dasar pertimbangan.

e. Tahap Penyajian
Jika sebelumnya sudah ada desain awal., maka alternatif desain terpilih di
atas dibandingkan dengan desain awal tersebut. Biasanya dalam hal biaya
proyek.
36

3.3 Diagram Alir

Mulai

Pengumpulan data Studi Literatur

Value Engineering
Job Plan

Tahap Informasi

`
Tahap Kreatif

Tahap Analisis No

Yes

Tahap Rekomendasi

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


37

Anda mungkin juga menyukai