Unit 2
Unit 2
SAMSUL HIDAYATULLOH
3332170003
SS – 26
BAB I
METODOLOGI PENELITIAN
for n=1:L
if (n>=P)
step(n)=1;
else
step(n)=0;
end
end
x=1:L;
stem(x,step)
2. mengulangi langkah pertama dengan cara me-run program kita buat dan
memasukan nilai untuk panjang gelombang dan panjang sekuen yang
berbeda-beda. Mencatat apa yang terjadi?
BAB II
TUGAS
2. Coba anda membuat sebuah sinyal sinus dan anda simpan menjadi file
*.wav!
Jawab:
[y,Fs]=imread('sinus.wav');
imshow(y,Fs);
stem(y)
BAB III
ANALISA
r (t) = 0, t<0
Ditetapkan T sebagai suatu nilai real positif. Suatu sinyal waktu kontinyu
x(t) dikatakan periodik terhadap waktu dengan periode T jika
x(t + T) = x(t) untuk semua nilai t, − ∞ < t < ∞
Sebagai catatan, jika x(t) merupakan periodik pada periode T, ini juga
periodik dengan qT, dimana q merupakan nilai integer positif. Suatu contoh,
sinyal periodik memiliki persamaan seperti berikut x(t) = A cos(ωt + θ). Disini A
adalah amplitudo, ω adalah frekuensi dalam radian per detik (rad/detik), dan θ
adalah fase dalam radian. Frekuensi f dalam hertz (Hz) atau siklus per detik
adalah sebesar f = ω/2π
2. inyal waktu diskrit (discrete-time signal)
Pada teori system diskrit, lebih ditekankan pada pemrosesan sinyal yang
berderetan. Pada sejumlah nilai x, dimana nilai yang ke-x pada deret x(n) akan
dituliskan secara formal sebagai:
x = {x(n)}; −∞ < n < ∞
Sinyal waktu diskrit mempunyai beberapa fungsi dasar seperti berikut:
a. Sekuen Impuls
Deret unit sample (unit-sampel sequence), δ(n), dinyatakan sebagai deret
dengan nilai
δ (n ) = 0, n ≠ 0 1, n = 0
b. Sekuen Step
Deret unit step (unit-step sequence), u(n), mempunyai nilai:
u (n) = 1, n≥0
0, n < 0
Unit step dihubungkan dengan unit sample sebagai:
n u(n) = ∑δ (k ) k =−∞
Unit sample juga dapat dihubungkan dengan unit step sebagai:
δ(n) = u(n) − u(n− 1)
c. Sinus Diskrit
Deret eksponensial real adalah deret yang nilainya berbentuk an, dimana a
adalah nilai real. Deret sinusoidal mempunyai nilai berbentuk Asin(ωon + φ).
14
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
s1=sin(2*pi*t*5);
plot(t,s1)
Setelah membuat program kemudian kita run program tersebut , lalu aklan
muncul hasil seperti gambar 3.1 dibawah ini.
Hasil diatas bisa kita lihat bahwa jumlah gelombang yang dihasilkan ada 5 .
hal itu terjadi karena frekuensi yang kita masukan adalah 5. Hasil akan berbeda
jika kita masukan dengaan ferkuensi yang berbeda maka hasil yang didapat adalah
jumlah gelombang akan sama dengan frekuensi yang kita masukan.
Hasil diatas juga akan berubah jika kita masukan amplitudo yang berbeda,
hasil yang akan didapat adalah garis amlitudo(y) akan memanjang sesuai dengan
besar nilai yang kita masukan.
Selain amlitudo dan juga frekuensi hasil juga akan berubah jika kita
mengubah fasenya. Hal yang terjadi adalah penempatan awal terbentuknya sinyal
akan pindah sesuai dengan besaran sudut yang kita masukan.
15
Fs=100;
t=(1:100)/Fs;
s1=square(2*pi*5*t);
plot(t,s1,'linewidth',2)
axis([0 1 1.2 1.2])
Setelah membuat program kemudian kita run program tersebut , lalu aklan
muncul hasil seperti gambar 3.2 dibawah ini.
Hasil diatas bisa kita lihat bahwa jumlah gelombang yang dihasilkan ada 5
itu kotak. Hal itu terjadi karena frekuensi yang kita masukan adalah 5. Hasil akan
berbeda jika kita masukan dengaan ferkuensi yang berbeda maka hasil yang
didapat adalah jumlah gelombang akan sama dengan frekuensi yang kita masukan.
Hal ini sebenarnya pada dasarnya sama saja seperti sinyal sinus hanya saja bentuk
dari gelomabngnya saja yang berbeda.
Selain frekuensi hasil juga akan berubah jika kita mengubah fase nya. Hal
yang terjadi adalah penempatan awal terbentuknya sinyal akan pindah sesuai
dengan besaran fase yang kita masukan.
16
%PembangkitanUnit Step
Sekuen
L=input('Panjang Gelombang(>=40)=' )
P=input('Panjang Sekuen =' )
for n=1:L
if (n>=P)
step(n)=1;
else
step(n)=0;
end
end
x=1:L;
stem(x,step)
Setelah membuat program kemudian kita run program tersebut , lalu aklan
muncul hasil seperti gambar 3.3 dibawah ini.
Hasil diatas bisa kita lihat bahwa jarak yang dihasilkan sebesar 50 dan juga
17
tinggi nya adalah 1. Hal itu terjadi karena L yang kita berikan sebesar 50 dan juga
pad program kita menuliskan bahwa n= 1: L maka dari itu tinggi yang dihasilkan
adalah 1 tidak lebih maupun kurang. Bukan hanya itu diprogram kita juga
memasukan nilai p dengan ketententuan n>= p dari hal tersebut dihasilkan sebuah
gambar dimana 0 samapi angka 9 itu berada dititik 0 sedangkan seterusnya
bernilai 1 , hal itu bisa terjadi karena diprogram sudah kita tentukan fungsinya.
Hasil akan berbeda jika kita masukan dengaan nilai L dan juga P yang
berbeda maka hasil yang didapatkan adalah nilai yang ada dititik nol itu adalah
angka yang kita tentukan p yang dikurangi 1 dan sisanya berniali 1 kemudiian
panjangnya sesuai dengan L yang kita masukan.
step(n)=1;
else
step(n)=0;
end
end
x=1:L;
stem(x,step)
axis([0 L -.1 1.2])
Setelah membuat program kemudian kita run program tersebut , lalu aklan
muncul hasil seperti gambar 3.4 dibawah ini.
18
Hasil diatas bisa kita lihat bahwa jarak yang dihasilkan sebesar 50 dan juga
tinggi nya adalah 1. Hal itu terjadi karena L yang kita berikan sebesar 50 dan juga
pad program kita menuliskan bahwa n= 1: L maka dari itu tinggi yang dihasilkan
adalah 1 tidak lebih maupun kurang. Berbeda dari yang sebelumnya pada
program ini kita memasukan nilai p dengan ketententuan n== p dari hal tersebut
dihasilkan sebuah gambar dimana 0 samapi angka 50 itu berada dititik 0
sedangkan hanya angka 10 saja yang bernilai 1 , hal itu bisa terjadi karena
diprogram sudah kita tentukan fungsinya.
Hasil akan berbeda jika kita masukan dengaan nilai L dan juga P yang
berbeda maka hasil yang didapatkan adalah nilai yang ada dititik nol itu adalah
semua angka yang sesuai dengan jarak (L) yang kita tentukan dan yang bernilai 1
adalah nilai yang kita masukan di p.
%sin_dikrit1.m
Fs=20; %frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs; %proses normalisasi
s1=sin(2*pi*t*2);
19
stem(t,s1)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Setelah membuat program kemudian kita run program tersebut , lalu aklan
muncul hasil seperti gambar 3.5 dibawah ini.
Hasil diatas bisa kita lihat bahwa jumlah titik yang ada pada gambar itu
berjumllah 20. Hal iitu bisa terjadi karena nilai Fs yang kita berikan adalah 20 jika
kita merubah dengan nilai lain maka jumlah titik tersebut akan sama dengan nilai
Fs yang kita berikan.
Semakin besar nilai Fs yang kita berikan maka akan semakin mendekati
sinyal tersebut berbentuk sinyal kontinyu begitupun sebaliknya semakn sedikit
nilai Fs yang kita berikan maka semakin jauh juga untuk jadi sinyal kontinyu.
Setelah membuat program kemudian kita run program tersebut , lalu aklan
keluar suara yang kita panggil dan juga muncul hasil sinyal seperti gambar 3.5
dibawah ini
Hasil diatas bisa kita lihat tidak hanya sinyal sinyal yang kita tentukan
fungsi akan tetapii sinyal dari audio juga bisa kita tampilkan bentuk fungsinya
seperti apa. Tidak hanya audio saja kita juga bisa memanggil gambar yang
berbentuk file *.wav yang sudah kita simpan didalam hardisk.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan kita bisa tarik kesimpulan, yaitu sinyal
merupakan sebuah fungsi yang berisi informasi mengenai keadaan tingkah laku
dari sebuah sistem secara fisik. Sinyal mempunyai 2 tipe dasar yaitu sinyal waktu
kontinyu dan sinyal waktu diskrit yang masing maasing mempunyai fungsi dasar
yaitu fungsi ramp dan step untuk sinyal waktu kontinyu sedangkan sekuen
implus, sekuen step dan sinus diskrit untuk sinyal waktu diskrit.
22
DAFTAR PUSTAKA