Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN CA.

CERVIX

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI WANITA

Menurut Langhorne, Fulton, dan Otto (2011), serviks atau leher rahim adalah
sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang hingga ke
bawah ke bagian atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan disebut lubang serviks,
rahim berbentuk silinder jaringan yang menghubungkan vaginadan uterus. Serviks terbuat
dari tulang rawan yang ditutupi oleh jaringan halus, lembap, dan tebalnya sekitar 1 inci.
Ada dua bagian utama dari serviks, yaitu ektoserviks dan endiserviks.
Bagaian serviks yang dapat dilihat dari luar selama pemeriksaan ginekologi di kenal
sebagai ektoserviks. Pembuka dipusat ektoserviks, dikenal sebagai os eksternal, membuka
untuk memisahkan bagian antara uterys dan vagina. Endoserviks atau kanal endoserviks,
adala sebuah terowongan melalui serviks, dari os eksternal ke dalam uterus.
Selama masa praremaja, endoserviks terletak dibagian serviks (Langhorne, Fulton,
dan Otto, 2011). Pembatasan tumpang tindih antara endosrviks dan ektoserviks di sebut
zona transformasi. Serviks menghasilkan lendir serviks yang konsistensi atau
kekentalannya berubah selama siklus menstruasi untuk mencgah atau mempromosikan
kehamilan.
Zona transformasi dari waktu ke waktu menjadi lebuh rapuh, sel-sel epitel kolumnar
digantikan dengan sel-sel epitel skuamosa. Daerah ini sangat rentan terhadap perubahan
prakanker (displasia) karena tingkat turnover yang tinggi dan tingkat pematangan sel
rendah (Rahayu, 2015).
2. DEFINISI

Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan pembelahan
sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (metastasis) (Wuto,
2008 dalam Padila, 2012).
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah satu
penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006 dalam Padila,
2012).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila, 2012).

3. KLASIFIKASI
Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia berat terjadi
pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis
menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh di daerah
ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma
sejauh tidak lebih 5mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan
hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan
bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau
anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan formiks posterior atau
anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
5. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina dan dapat
mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan
ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambat laun lesi
berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).

Makroskopik
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan
jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (Padila, 2012).
Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya

a. Stage 0: Ca. Pre invasive


b. Stage 1: Ca. Terdapat pada serviks
c. Stadium I Karsinoma terbatas pada serviks
I. a. Karsinoma mikro invasive (invasi stoma awal).
I.b Stadium I lainnya, karsinoma invasive yang terbatas pada serviks.
d. Stadium II Karsinoma meluas keluar serviks, tetapi tidak mencapai dinding panggul
II. a. Para metrium masih bebas.
II. b. Para metrium sudah terkena.
e. Stadium III Karsinoma sudah mencapai dinding panggul pada pemeriksaan rectal
tidak ada celah antara tumor mencapai 1/3 distal vagina, dengan komplikasi
hidronefrosis dan afungsi ginjal.
III. a. Belum mencapai dinding panggul.
III. b. Sudah mencapai dinding panggul dan atau ada hidronefrosis atau afungsi ginjal.
f. Stadium IV Karsinoma sudah meluas keluar pelvik kecil (true pelvic atau secara
klinik sudah mengenai mukosa veksika urinaria dan rectum).
IV. a. Menyebar ke organ sekitarnya.
IV. b. Menyebar ke organ yang jauh.

4. ETIOLOGI
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksusal
semakin besar, mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih
terlalu muda.
2. Jumlah Kehamilan dan Partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering
partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah Perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan bergant-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma (HPV) atau virus
kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks.
5. Soal Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin
faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan
perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas
makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis
tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR
akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi serviks yang
kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks (Padila, 2012).
8. Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya radioterapi sebagai
pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma. Meningkatnya penggunaan tes Pap
untuk deteksi dini penyakit ini tapi masih merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas kanker terkait di negara-negara berkembang karena kurangnya program
skrining (Rubina Mukhtar, 2015).
5. PATOFISIOLOGI
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul
bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka
waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di
serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan
akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini
menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh
faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga
terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu
epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar
pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan
paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada
wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks, Oleh karena itu pada
wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor
luar berupa mutagen yang akan displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas
seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan
epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut
proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas
metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini
maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi
tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara
kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat
virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma
in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan
karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. (Sjamsuhidajat,1997 dalam
Prawirohardjo,2010).
Penggunaan
Free Sex Merokok Defisit
Alat
PATHWAY Kontrasepsi perawatan diri
Cedera serviks saat Kekebalan (vulva higiene)
pemasangan tubuh
menurun

Invasi
HPV
Hubungan seksual
Jumlah kelahiran
(< 20 tahun). Infeksi HPV
dan partus

Pertumbuhan sel
Efek anastesi Proses Metaplasy abnormal di labia
mayora dan
Anastesi Lemah Mitosis sel eksoserviks dan endoserviks minora

Histerektomi total Intoleransi Aktivitas Mual,


Metaplasia
muntah,
skuamosa
Non Kemotera anoreksi
Tindakan pembedahan Ca. Cerviks Pembedahan pi
Histerektomi Radikal
Penurunan BB
Vaskularisasi Menembus sel Merusak struktur
Luka perdarahan jaringan epitel jaringan serviks Risiko
terganggu ketidakseimbangan
Struma serviks
Jaringan terbuka Peradangan endoserviks Menginvasi organ nutrisi kurang dari
dan eksoserviks lain kebutuhan tubuh
Risiko Infeksi Nekrosis jaringan Meluas ke
jaringan, Rektum Fistula Uretra Vagina

Keputihan dan bau pembukuh limfe


dan vena Fistula Fistula Fistula
busuk
Rektum rekto vagina
Dinding vagina
Gangguan konsep Infiltrasi
pembuluh Infiltrasi ke
diri: HDR ke syaraf
terdesak Perdarahan uretra
rektum
Perdarahan spontan Nyeri Gangguan
Akut Eliminasi
Gangguan Perfusi Anemia Trombositopenia Urin
Jaringan
6. MANIFESTASI KLINIS
a. Perdarahan
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru
terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada
stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan
yang keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:
a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh. Terkadang
bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah dan
semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan obstruksi
total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam berkemih, nyeri di
daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi pembengkakan di
berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain
a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidakterlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat mengikal yodium.
Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua,
sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan
dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk
melakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang
kelainan pada skuamosa columnar junction dan intraservikal tidak terlihat.
5. Kolpomikroskopi
melihat hapusan vagina (Pap Smear dengan pembesaran sampai 200 kali).
6. Biopsi
Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
7. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks dan epitel gepeng
dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak
tampak kelainan-kelainan yang jelas (Padila, 2012).

8. PENATALAKSANAAN
a. Irradiasi
1. Dapat dipakai untuk semua stadium
2. Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3. Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
b. Dosis
Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
c. Komplikasi irradiasi
1. Kerentanan kandungan kencing
2. Diarrhea
3. Perdarahan rectal
4. Fistula vesico atau rectovaginasis
d. Operasi
1. Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2. Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
e. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya
vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran
dansering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe
dan peredaran darah.
f. Cytostatik
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5% dari karsinoma
serviks adalah resisten terhadap radioterapi, dianggap resisten bila 8-10 minggu post
terapi keadaan masih tetap sama (Padila, 2012).
g. Vaksinasi
Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi peningkatan kesehatan perempuan
dan menurunkan kematian akibat kanker serviks (Rubina Mukhtar, 2015).

9. KOMPLIKASI
Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis, obstruksi
perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia Anderson Price, 2005).
Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering dipersulit oleh
pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis hampir selalu dikaitkan dengan
keterlibatan dinding panggul luas oleh tumor. Pasien dengan tumor yang sangat canggih
mungkin memiliki heamaturia atau inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang
disebabkan oleh perluasan langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal dari
rektum oleh tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina Mukhtar, 2015).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
dan riwayat penyakit terdahulu.
b. Keluhan Utama
Perdarahan dan keputihan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Klien datang dengan keluhan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang
berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan
yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya
keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke rumah sakit dengan
segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal yang
demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi.
f. Riwayat Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini atau
penyakit menular lain.
g. Psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan bagaimana
pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
h. Pemeriksaan Fisik Fokus
1. Kepala
a) Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok
a. Wajah : tidak ada oedema, Ekspresi wajah ibu menahan nyeri (meringis), Raut
wajah pucat.
b) Mata : konjunctiva tidak anemis
c) Hidung : simetris, tidak ada sputum
d) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
e) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab, tidak terdapat
lesi
f) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada pembesaran kelenjer
getah bening
2. Dada
a) Inspeksi : simetris
b) Perkusi : sonor seluruh lap paru
c) Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
Auskultasi : vesikuler, perubahan tekanan darah
3. Cardiac
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba, v Perubahan denyut nadi
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a) Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa nyeri di daerah
abdomen.
b) Palapasi : ada nyeri tekan
c) Perkusi : tympani
d) Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
Inspeksi
b. Ada lesi.
c. Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk.
d. Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar.
e. Urine bercampur darah (hematuria).
Palpasi
Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal
6. Ekstremitas dan Kulit
Tidak oedema, Kelemahan pada pasien, Keringat dingin.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
3 Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.
4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entrée bakteri.
5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi.
6 Harga diri rendah berhubungan dengan timbulnya keputihan dan bau.
7 Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
8 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan fistula pada vagina.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia.
Tujuan : mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi perdarahan.
Intervensi :
1. Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit Hb serta jumlah trombosit.
2. Berikan cairan secara cepat.
3. Pantau dan atur kecepatan infus.
4. Kolaborasi dalam pemberian infus
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah.
Tujuan : masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi :
1. Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan diet yang
ditentukan.
3. Pantau masukan makalan oleh klien.
4. Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika diperlukan dan sesuai dengan diet.
5. Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entree bakteri.

Tujuan :
Infeksi menurun dan tidak terdapat tanda–tanda infeksi.
Intervensi :
1. Pantau tanda vital setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.
2. Tempatkan pasien pada lokasi yang tersedia.
3. Bantu pasien dalam menjaga hygiene perorangan.
4. Anjurkan pasien istirahat sesuai kebutuhan.
5. Kolaborasi dalam pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotic.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi.
Tujuan:
Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.
Intervensi :
1. Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.
2. Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur sebanyak
mungkin dengan diimbangi aktivitas.
3. Bantu pasien merencanakan aktivitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan yang
dialami.
4. Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.
5. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
4. EVALUASI
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan adalah :
a. Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya komplikasi
pendarahan.
b. Kebutuhan nutrisi dan kalori pasien tercukupi kebutuhan tubuh.
c. Melaporkan nyeri berkurang.
d. Tidak ada tanda-tanda vital infeksi.
e. Pasien bebas dari pendarahan dan hipoksis jaringan.
f. Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing Country: Pakistan.
US: Global Journal.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction Publishing.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (Hb)
atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan suatu status penyakit atau
perubahan fungsi tubuh (Smeltzer, 2001). Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit
dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar
hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal (Handayani & Andi,
2008).

Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria WHO pada tahun
1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
 Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
 Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
 Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
 Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
 Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya dinyatakan
anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani & Andi, 2008):
 Hb < 10 gr/dl
 Hematokrit < 30%
 Eritrosit < 2,8 juta/mm2

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai
adalah (Handayani & Andi, 2008):
 Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl
 Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
 Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
 Berat Hb < 6 gr/dl
B. Klasifikasi
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada prekusor sel-sel
sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak. Anemia ini dapat disebabkan
oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat
kimia, serta kerusakan akibat radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat
diantisipasi jika pemajanan pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap
berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat
berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
2. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh menurun
dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan berkurangnya sintesis
Hb sehingga menghambat proses pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang
paling umum. Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita pasca menopause
karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor gastrointestinal), malabsopsi atau diit
sangat tinggi serat (mencegah absorpsi besi). Alkoholisme kronis juga dapat
menyebabkan masukan besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari
saluran gastrointestinal.
3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah perifer yang identik.
Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat ketidakadekuatan
masukan pada vegetarian yang ketat, kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal,
penyakit yang melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin
B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa tahun, biasanya akibat
gagal jantung kongesti sekunder akibat dari anemia. Sedangkan defisiensi asam folat
terjadi karena asupan makanan yang kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan
pada orang tua, individu yang jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme, anoreksia
nervosa, pasien hemodialisis.
4. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh defek molekul
Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia ini ditemukan terutama pada orang
Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada orang-orang kulit hitam.
Anemia sel sabit merupaka gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan
dua salinan gen hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing orang tua.
Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk
konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
5. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis, yaitu
pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik
adalah jenis yang tidak sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan
diagnostik yang tepat. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit,
malaria, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.

C. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe, Thalasemia,
dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat menimbulkan anemi
pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan anemia
aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan
eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit misalnya,
ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan mineral Fe.
Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial
(zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah merah.
Anemia bisa juga disebabkan oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing
tambang.

D. Tanda Gejala
Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi
pucat.

Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia dibagi menjadi tiga
golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah gejala yang timbul
pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah menurun di bawah titik tertentu.
Gejala-gejala tersebut dapat diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:
 Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
 Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
 Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
 Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut
tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
 Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, keletihan,
kebas dan kesemutan pada ekstremitas
 Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
 Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
 Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan
menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwatna kuning
seperti jerami.

E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.
Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial,
terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang
terbentuk dalam fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia timbul
karena dua hal, yaitu anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom anemia
(Handayani & Andi, 2008).

Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada tiga kelompok
(Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014):
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit atau sel darah
merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini terjadi akibat adanya
abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan vitamin yang dibutuhkan
agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang
mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan
stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan kesehatan
lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan terhadap
tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga menimbulkan
anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau beberapa jenis
makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar, paparan kimiawi,
hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit



Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Anemia akibat kehilangan darah


Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada perdarahan yang
berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya muncul akibat
gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid, gastritis, atau kanker saluran
pencernaan), penggunaan obat obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal
OAINS), menstruasi, dan proses kelahiran.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose anemia adalah
(Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
 Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Pemeriksaan
ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen, seperti kadar hemoglobin,
indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.
 Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit.
Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial,
dan hitung retikulosit.
 Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan diagnosis
definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
 Faal ginjal
 Faal endokrin
 Asam urat
 Faat hati
 Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
 Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
 Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
 Pemeriksaan sitogenetik.
 Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction, FISH:
fluorescence in situ hybridization).

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya, dapat dilakukan
dengan (Baughman, 2000):
1. Anemia Aplastik
 Transplantasi sumsum tulang.
 Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
 Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
 Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel darah merah dan
trombosit.
 Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan orang-orang
yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
 Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi gastrointestinal,
fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
 Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
 Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
 Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
 Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
 Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada vege tarian ketat).
 Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak terdapatnya
faktor-faktor instriksik.
 Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien anemia pernisiosa
atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
 Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
 Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
 Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin prenatal).
4. Anemia sel sabit
 Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
 Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
 Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
 Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
 Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak responsive terhadap
terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan darah sabit, dan kadang-kadang
setengah dari masa kehamilan untuk mencegah krisis.
H. Pathway

I. Pengkajian
1. Cakupkan informasi tentang obat yang dapat menekan aktivitas sumsum tulang atau
mengganggu metabolism folat.
2. Tanyakan tentang semua kemungkinan kehilangan darah yang terjadi, seperti
menstruasi dengan darah yang banyak, terdapat darah dalam feses.
3. Tanyakan riwayat keluarga mengenai anemia yang diturunkan.
4. Tanyakan tentang kebiasaan diit terhadap defisiensi nutrisi, seperti zat besi, vitamin
B12, dan asam folat.
5. Kaji terhadap peningkatan beban jantung:
 Takikardia, palpitasi, dispneu.
 Pusing, ortopneu, dispneu karena aktivitas fisik.
6. Kaji terhadap gagal jantung kongestif:
 Kardiomegali.
 Hepatomegali.
 Edema perifer.
7. Kaji terhadap defisit neurologis
 Parestesia dan kebas perifer.
 Ataksia dan koordinasi yang buruk.
 Kekacauan mental.
8. Kaji terhadap fungsi gastrointestinal
 Mual dan muntah.
 Diare.
 Anoreksia.
 Glositis.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb,
penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake makanan.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
4. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d penurunan gerakan peristaltic usus.
5. Pengabaian diri b.d ketidakmampuan dalam memenuhi ADL.
K. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intervensi:
 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
 Monitor adanya paretese.
 Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi.
 Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
 Monitor adanya tromboplebitis.
 Monitor kemampuan BAB.
 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik sesuai kebutuhan.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi:


 Kaji adanya alergi makanan.
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan vitamin C.
 Berikan substansi gula.
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
 Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

3. Intoleransi aktifitas, intervensi:


 Kaji kesesuaian aktivitas dan istirahat klien sehari-hari.
 Observasi adanya pembatasan klien dalam beraktifitas.
 Monitor gejala intoleransi aktivitas.
 Menentukan penyebab intoleransi aktivitas&menentukan apakah penyebab dari
fisik, psikis/motivasi.
 Meningkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat
perubahan posisi, berpindah & perawatan diri.
 Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap.
 Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat,
pusing, gangguan kesadaran&tanda vital.
 Bantu klien memilih aktifitas yang mampu untuk dilakukan.

4. Disfungsi motilitas gastrointestinal, intervensi:


 Catat tanggal buang air besar terakhir.
 Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan
warna dengan cara yang tepat.
 Monitor bising usus.
 Lapor adanya peningkatan frekuensi atau bising usus bernada tinggi.
 Ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu yang membantu mendukung
keteraturan aktivitas usus.
 Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, dengan cara yang tepat.
 Berikan cairan hangat setelah makan, dengan cara yang tepat.

5. Pengabaian diri, intervensi:


 Pertimbangkan usia pasien ketika meningkatkan aktivitas perawatan diri.
 Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri.
 Berikan lingkungan yang aman, hangat, santai, tertutup.
 Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.
 Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari sampai batas
kemampuan.
 Dorong kemampuan mandiri pasien, tetapi bantuk ketika pasien tidak mampu
melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C. (2000). Keperawatan medikal bedah: buku saku untuk Brunner dan Suddarth.
Jakarta: EGC.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi terhadap kejadian
anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis Ilmiah). Malang: Universitas
Diponegoro.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai