Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSISI, FAKTOR

PEMUNGKIN, DAN FAKTOR PENGUAT DENGAN


PERILAKU MEROKOK PELAJAR SMKN 2 KOTA
PROBOLINGGO TAHUN 2017

Bima Indragani Purnomo, Roesdiyanto, Rara Warih Gayatri


Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang
E-mail: bimaindraganipurnomo@gmail.com

Abstract: According to the WHO, Indonesia is the country with the highest rates of adolescent
smokers in the world. About 80% of teen smokers start the habit before the age of 19 years. Based
on preliminary research, eight of the fifteen students of SMKN 2 Kota Probolinggo are smokers.
According Simarmata (2012: 80), predisposing factors, enabling factors, and reinforcing factors
have a relationship to adolescent smoking behavior. This study aims to determine the relationship
of predisposing factors, enabling factors, and reinforcing factors with smoking behavior in SMKN
2 Probolinggo students in 2017. This research uses descriptive correlative and regression design,
cross sectional approach, and sample of 291 students using proportional stratified random
sampling in taking samples. Based on descriptive analysis it is known that there are 171 students
who are non-smokers and 120 students as smokers. Based on correlative analysis it can be seen
that gender variables, knowledge, attitudes, pocket money, and smoking status of family members
have a significant relationship to smoking behavior of learners. In the regression analysis it can
be seen that gender, attitude, allowance, and family members' smoking status are the most
influential variables on smoking behavior of students. Based on the result of the research, it can be
concluded that the behavior of SMKN 2 Kota Probolinggo student smoking is influenced by many
factors: gender, knowledge about cigarette, attitude toward cigarette, amount of allowance, and
member's smoking status.

Keywords: smoking behavior, predisposing factors, enabling factors, reinforcing factors

Abstrak: Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan angka perokok remaja tertinggi di
dunia. Sekitar 80% perokok remaja memulai kebiasaan tersebut sebelum berumur 19 tahun.
Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui delapan dari lima belas pelajar di SMKN 2 Kota
Probolinggo adalah perokok. Menurut Simarmata (2012:80), faktor predisposisi, faktor
pemungkin, dan faktor penguat memiliki hubungan terhadap perilaku merokok remaja. Penelitian
ini betujuan untuk mengetahui hubungan faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor
penguat dengan perilaku merokok pelajar di SMKN 2 Kota Probolinggo tahun 2017. Penelitian ini
menggunakan desain deskriptif korelatif dan regresi, pendekatan cross sectional, dan sampel
sebanyak 291 pelajar dengan menggunakan proportional stratified random sampling dalam
mengambil sampel. Berdasarkan analisis deskriptif diketahui bahwa terdapat sebanyak 171 pelajar
yang berstatus bukan perokok dan 120 pelajar berstatus sebagai perokok. Berdasarkan analisi
korelatif dapat diketahui bahwa variabel jenis kelamin, pengetahuan, sikap, uang saku, dan status
merokok anggota keluarga memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku merokok pelajar.
Pada analisis regresi dapat diketahui bahwa jenis kelamin, sikap, uang saku, dan status merokok
anggota keluarga merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap perilaku merokok pelajar.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok pelajar SMKN 2 Kota
Probolinggo di pengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis kelamin, pengetahuan tentang rokok,
sikap terhadap rokok, besaran uang saku, dan status merokok anggota keluaraga.

Kata Kunci: perilaku merokok, faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor penguat

Merokok merupakan salah satu bentuk Zat Adiktif berupa Produk Tembakau
perilaku yang banyak ditemui di bagi Kesehatan, rokok adalah salah satu
masyarakat. Berdasarkan Peraturan produk tembakau yang dimaksudkan
Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang untuk dibakar dan dihisap dan/atau
Pengamanan Bahan yang Mengandung dihirup asapnya, termasuk rokok kretek,
rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya perokok juga pada usia remaja. Data
(Peraturan Pemerintah Republik Kementerian Kesehatan menunjukkan,
Indonesia, 2012). Menurut Departemen prevalensi merokok remaja usia 16-19
Kesehatan Republik Indonesia (dalam tahun meningkat 3 kali lipat dari 7,1%
Vivaldi, 2008:8), status merokok sese- (1995) menjadi 20,5% (2014)
orang dapat dilihat dari ada tidaknya (Kemenkes, 2016). Berdasarkan Global
aktivitas merokok seseorang dan telah Youth Tobacco Survey (GYTS, 2014:1),
merokok sekurang-kurangnya selama diketahui sebesar 19% remaja Indonesia
satu tahun. WHO (dalam Vivaldi, 2016), mengkonsumsi rokok dengan rincian
membagi perokok menjadi tiga kategori sebesar 35% remaja laki-laki dan 3%
yaitu perokok ringan, perokok sedang remaja perempuan merupakan perokok.
dan perokok berat. WHO (dalam Kemenkes, 2015),
1. Perokok ringan, adalah seseorang menyatakan bahwa Indonesia meru-
yang melakukan aktivitas merokok pakan negara dengan angka perokok
sebanyak 1-10 batang per hari. remaja tertinggi di dunia.
2. Perokok sedang, adalah seseorang Perilaku merokok pada remaja
yang melakukan aktivitas merokok dipengaruhi oleh banyak faktor. Pene-
sebanyak 11-20 batang per hari. litian, Simarmata (2012), menunjukkan
3. Perokok berat, adalah seseorang bahwa terdapat hubungan antara
yang melakukan aktivitas merokok pengaruh orang tua, pengaruh teman
sebanyak 20 hingga lebih batang sebaya, keterjangkauan terhadap rokok,
rokok per hari. umur, jenis kelamin, sikap, dan penge-
Rokok memiliki dampak yang tahuan terhadap perilaku merokok pada
merugikan baik dari sisi kesehatan, pelajar. Green (dalam Notoatmodjo,
ekonomi, sosial, dan lingkungan 2011) menjelaskan bahwa perilaku
(Kemenkes, 2015). Dari segi kese-hatan, seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor
diketahui bahwa sebatang rokok pokok, yaitu:
mengandung 4000 jenis zat kimia yang 1. faktor predisposisi (predisposing
berbahaya bagi tubuh (Rahmadi dkk, factors), yaitu faktor-faktor yang
2013). Dari segi ekonomi, biaya mempermudah terjadinya perilaku
konsumsi untuk tembakau di Indonesia seseorang, antara lain pengetahuan,
yang dikeluarkan sebesar Rp338,75 sikap, keyakinan, kepercayaan,
triliun (Kemenkes, 2011). Jumlah nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
tersebut adalah sekitar 6 kali dari 2. faktor pemungkin (enabling
pemasukan cukai rokok yaitu sebesar factors), adalah faktor-faktor yang
Rp53,9 triliun (Kemenkes, 2011). memungkinkan atau yang mem-
Jumlah perokok di seluruh dunia fasilitasi perilaku seseorang.
pada tahun 2015 mencapai 1,2 miliyar Contohnya adalah sarana prasarana
orang dimana 800 juta diantaranya kesehatan, misalnya Puskesmas,
berada di negara berkembang Posyandu, rumah sakit, uang untuk
(Kemenkes, 2015). ASEAN merupakan berobat, tempat sampah,.
kawasan dengan 10% perokok di dunia 3. faktor penguat (reinforcing
dimana 46,16% diantaranya berada di factors), adalah faktor yang
Indonesia (Kemenkes, 2015:1). menguatkan seseorang untuk ber-
The Tobacco Atlas 6th Edition perilaku sehat ataupun berperilaku
(2015:30), menyebutkan bahwa Indo- sakit, mendorong atau memperkuat
nesia merupakan negara dengan jumlah terjadinya perilaku seperti dorong-
konsumsi rokok terbesar keempat di an dari orang tua, tokoh masya-
dunia setelah Cina, Rusia, dan Amerika. rakat, dan perilaku teman sebaya
Prevalensi merokok di Indonesia menga- yang menjadi panutan.
lami peningkatan dari 27% pada tahun Menurut WHO (dalam Kemenkes,
1995 menjadi 36,3% pada tahun 2013 2015b), remaja adalah penduduk dalam
(Kemenkes, 2016). Peningkatan jumlah rentang usia 10-19 tahun sedangkan,
menurut Permenkes RI Nomor 25 tahun Berdasarkan wawancara dengan Wakil
2014, remaja adalah penduduk dalam Kepala Sekolah SMKN 2 Kota
rentang usia 10-18 tahun. Menurut Probolinggo, diketahui bahwa perilaku
Astuti (dalam Chotidjah, 2012), remaja merokok pelajar SMKN 2 Kota
yang merokok pada usia muda Probolinggo masih tinggi.
merupakan kelompok yang rentan dan Berdasarkan pemaparan di atas,
berpotensi menjadi perokok jangka peneliti akan melakukan penelitian
panjang. Terlebih, menurut Taylor dengan judul “Hubungan Faktor Predis-
(dalam Chotidjah, 2012), sering kali posisi, Faktor Pemungkin, dan Faktor
ditemui perilaku merokok yang dimulai Penguat dengan Perilaku Merokok
pada usia anak-anak dan remaja disertai Pelajar SMKN 2 Kota Probolinggo
dengan perilaku ke-kerasan, penggunaan tahun 2017”. Tujuan dari penelitian ini
obat-obatan ter-larang bahkan juga adalah untuk mengetahui gambaran
narkoba. Berda-sarkan penelitian perilaku merokok pelajar dan menge-
Maseda (2013), pengetahuan dan sikap tahui hubungan jenis kelamin, penge-
tentang rokok memiliki hubungan tahuan tentang rokok, sikap terhadap
dengan perilaku merokok remaja SMAN rokok, besaran uang saku pelajar dan
1 Tompasobaru usia 15-18 tahun. status merokok anggota keluarga dengan
Menurut Ramantika (2014), perilaku merokok pelajar.
keterjangkauan uang saku merupakan
faktor yang memiliki hubungan dengan METODE
perilaku merokok pelajar SMKN 1 Penelitian ini menggunakan desain
Mempawah Timur usia 15-17 tahun. penelitian deskriptif korelatif dengan
Menurut Komasari (2003), terdapat pendekatan cross sectional. Pengam-
perilaku merokok orang tua merupakan bilan data menggunakan kuesioner
prediktor perilaku merokok pada remaja terhadap 291 pelajar kelas X dan XI
usia 15-18 tahun. Sedangkan, menurut SMKN 2 Kota Probolinggo yang dila-
Simarmata (2012), faktor predisposisi, kukan pada bulan April hingga Juli
faktor pemungkin, dan faktor penguat 2017. Analisis data yang digunakan
memiliki hubungan dengan perilaku adalah analisis deskriptif, uji korelasi,
merokok remaja. dan uji regresi untuk mengetahui
Berdasarkan data Riset Kesehatan gambaran, besar hubungan dan variabel
Dasar (2007) menunjukkan, Probolinggo yang paling berpengaruh dari variabel
termasuk sepuluh besar daerah dengan bebas yaitu jenis kelamin, pengetahuan,
jumlah prevalensi merokok setiap hari sikap, uang saku pelajar, dan status
pada penduduk usia diatas 10 tahun merokok anggota keluarga, dengan
yaitu sebesar 34,3%. Menurut Kepala variabel terikat yaitu merokok pelajar.
Dinas Pendidikan Kota Probolinggo,
masih banyak pelajar yang berperilaku HASIL PENELITIAN
merokok, termasuk di kalangan pelajar Analisis Univariat
Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Pada tahap ini setiap variabel
sederajat dimana memiliki umur antara dianalisis untuk diketahui karakteristik
15 sampai 19 tahun. SMKN 2 Kota dan distribusinya (analisis deskriptif).
Probolinggo merupakan salah satu Variabel-variabel yang dianalisis secara
sekolah menengah kejuruan yang berada deskriptif adalah perilaku merokok,
di Kota Probolinggo. Berdasarkan jenis kelamin, pengetahuan, sikap, uang
penelitian pendahuluan yang dilakukan, saku, dan status merokok anggota
8 dari 15 pelajar di SMKN 2 Kota keluarga dari responden. Hasil analisis
Probolinggo adalah perokok. univariat adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Merokok Responden
Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)
Perilaku Merokok
 Tidak Merokok 171 58,8%
 Merokok 120 41,2%
- Perokok Ringan 117 40,2%
- Perokok Sedang 3 1,0%
- Perokok Berat 0 0%
Total 291 100%
Jenis Kelamin
 Perempuan 38 13,1%
 Laki-laki 253 86,9%
Total 291 100%
Pengetahuan tentang Rokok
 Tinggi 38 13,1%
 Sedang 161 55,3%
 Kurang 92 31,6%
Total 291 100%
Sikap terhadap Rokok
 Tidak setuju/tidak mendukung rokok 194 66,7%
 Setuju/mendukung rokok 97 33,3%
Total 291 100%
Uang Saku
 Rendah 111 38,1%
 Tinggi 180 61,9%
Total 291 100%
Status Merokok Anggota Keluarga
 Tidak ada 75 25,8%
 Ada 216 74%
Total 291 100%

Berdasarkan analisis deskriptif sikap terhadap rokok, uang saku, dan


untuk mengetahui gambaran masing- status merokok anggota keluarga.
masing variabel, dari 291 responden
yang menjadi sampel terdapat 171 Analisis Bivariat
pelajar (58,8%) dengan status bukan Pada tahap ini setiap variabel bebas
perokok dan 120 pelajar (41,2%) dengan yaitu jenis kelamin, pengetahuan
status perokok. Dari 120 pelajat yang tentang, sikap terhadap rokok, uang
berstatus perokok, sebanyak 117 pelajar saku, dan status merokok anggota
diantaranya meru-pakan perokok ringan, keluarga dicari hubungannya (korelasi)
3 responden merupakan perokok sedang dengan variabel terikat yaitu perilaku
dan tidak ada responden sebagai merokok responden. Hubungan variabel-
perokok berat. Selain itu, juga diketahui variabel bebas dengan variabel terikat
karakteristik responden terkait jenis ditunjukkan pada tabel berikut.
kelamin, pengetahuan tentang rokok,

Tabel 2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Merokok Pelajar


Perilaku Merokok
Nilai
Jenis Bukan Total Nilai p Nilai OR
Perokok C
Kelamin Perokok
n % n % n %
Perempuan 36 94, 2 5,3 38 100 0,273 0,000
7
Laki-laki 135 53, 118 46, 253 100 (CC) (Chi) 0,064
4 6
Total 171 58, 120 41, 291 100
8 2

Berdasarkan Tabel 2 diperoleh nilai Dari persamaan , dapat diketahui,


p = 0,000 (p < 0,05), artinya terdapat jika pelajar dengan jenis kelamin laki-
hubungan yang signifikan antara jenis laki nilai (X1) adalah (0) maka nilai (Y)
kelamin dengan perilaku merokok. Nilai sebesar -0,135 sehingga, laki-laki memi-
koefisien kontingensi (C) sebesar 0,273 liki probabilitas sebesar 46,63% untuk
menunjukkan korelasi positif dengan berperilaku merokok. Sedangkan, jika
kekuatan korelasi yang lemah. Selain itu pelajar dengan jenis kelamin perempuan
juga diperoleh persamaan regresi dari nilai (X1) adalah (1) maka nilai (Y)
hubungan kedua variabel seperti berikut: sebesar -2,891 sehingga, perempuan
Y = a + bX1 memiliki probabilitas sebesar 46,63%
Y = -0,135 – 2,756 (Jenis Kelamin) untuk berperilaku merokok.

Tabel 3 Hubungan Pengatahuan tentang Rokok dengan Perilaku Merokok Pelajar


Pengetahuan Perilaku Merokok Total Nilai λ Nilai p Nilai OR
Tentang Bukan Perokok
Rokok Perokok
n % n % n %
Tinggi 30 78, 8 21, 38 100 -0,138 0,026
9 1
Sedang 92 57, 69 42, 161 100 (Lambda) (Chi) 0,356
1 9
Kurang 49 53, 43 46, 92 100 0,304
3 7
Total 171 58, 120 41, 291 100
8 2

Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai merupakan konstanta dan (b 1) meru-


p = 0,026 (p < 0,05), artinya terdapat pakan koefisien dari pengetahuan tinggi
hubungan yang signifikan antara (X1) dan (b2) merupakan koefisien dari
pengetahuan dengan perilaku merokok. pengetahuan sedang (X2). Dari persa-
Nilai lambda (λ) sebesar -0,138 maan tersebut dapat diketahui, jika
menunjukkan korelasi negatif dengan pelajar dengan pengetahuan tinggi nilai
kekuatan korelasi yang sangat lemah. (X1) adalah (0) dan nilai (X2) adalah (1)
Selain itu, juga diperoleh persamaan maka nilai (Y) sebesar -1,322 sehingga,
regresi dari hubungan kedua variabel pelajar dengan pengetahuan tinggi
seperti berikut: memiliki probabilitas sebesar 21,04%
Y = a + b1X1 + b2X2 untuk berperilaku merokok. Jika pelajar
Y = -0,131 – 0,157 (P. Tinggi) – 1,191 dengan pengetahuan sedang nilai (X1)
(P. Sedang) adalah (1) dan nilai (X2) adalah (0) maka
Dari persamaan tersebut diketahui nilai (Y) sebesar -0,288 sehingga, pe-
(Y) merupakan perilaku merokok, (a) lajar dengan pengetahuan sedang
memiliki probabilitas sebesar 42,84% adalah (0) maka nilai (Y) sebesar -0,131
untuk berperilaku merokok. Sedangkan, sehingga, pelajar dengan pengetahuan
jika pelajar dengan pengetahuan kurang kurang memiliki probabilitas sebesar
nilai (X1) adalah (0) dan nilai (X2) 46,72% untuk berperilaku merokok.

Tabel 4 Hubungan Sikap terhadap Rokok dengan Perilaku Merokok


Perilaku Merokok
Sikap Nilai
Bukan Total Nilai C Nilai p
Terhadap Perokok OR
Perokok
Rokok
n % n % n %
Tidak 148 76, 46 23, 194 100
Mendukung 3 7 0,450 0,000 0,097
Mendukung 23 23, 74 76, 97 100
7 3 (CC) (Chi)
Total 171 58, 120 41, 291 100
8 2

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh nilai koefisien dari sikap (X1). Dari


p = 0,000 (p < 0,05), artinya terdapat persamaan dapat diketahui, pelajar
hubungan yang signifikan antara sikap dengan sikap setuju terhadap rokok nilai
dengan perilaku merokok. Nilai (X1) adalah (0) maka nilai (Y) sebesar
koefisien kontingensi (C) sebesar 0,450 1,169 sehingga, pelajar dengan sikap
menunjukkan korelasi positif dengan setuju terhadap rokok memiliki
kekuatan korelasi yang sedang. Selain probabilitas sebesar 76,29% untuk
itu, juga diperoleh persamaan regresi berperilaku merokok. Sedangkan, jika
dari hubungan kedua variabel seperti pelajar dengan sikap tidak setuju
berikut: terhadap rokok nilai (X1) adalah (1)
Y = a + bX1 maka nilai (Y) sebesar -1,168 sehingga,
Y = 1,169 – 2,337 (Sikap) pelajar dengan sikap tidak setuju
Dari persamaan tersebut diketahui terhadap rokok memiliki probabilitas
(Y) merupakan perilaku merokok, (a) sebesar 23,72% untuk berperilaku
merupakan konstanta dan (b) merupakan merokok.

Tabel 5 Hubungan Uang Saku dengan Perilaku Merokok Pelajar


Uang Saku Perilaku Merokok Total Nilai C Nilai p Nilai OR
Bukan Perokok
Perokok
n % n % n % 0,323 0,000
Rendah 89 80, 22 19, 111 100
2 8 (CC) (Chi)
Tinggi 82 45, 98 54, 180 100 4,835
6 4
Total 171 58, 120 41, 291 100
8 2
Berdasarkan Tabel 5 Dari persamaan tersebut
diperoleh nilai p = 0,000 (p < dapat diketahui, jika pelajar
0,05), artinya terdapat hubungan dengan uang saku tinggi nilai (X1)
yang signifikan antara uang saku adalah (0) maka nilai (Y) sebesar
dengan perilaku merokok. Nilai 0,178 sehingga, pelajar dengan
koefisien kontingensi (C) sebesar uang saku tinggi memiliki
0,323 menunjukkan korelasi probabilitas sebesar 54,43% untuk
positif dengan kekuatan korelasi berperilaku merokok. Sedangkan,
yang lemah. Selain itu, juga jika pelajar dengan uang saku
diperoleh persamaan regresi dari rendah nilai (X1) adalah (1) maka
hubungan kedua variabel seperti nilai (Y) sebesar -1,398 sehingga,
berikut: pelajar dengan uang saku rendah
Y = a + bX1 memiliki probabilitas sebesar
Y = 0,178 – 1,576 (Sikap) 19,81% untuk berperilaku
merokok.

Tabel 6 Hubungan Status Merokok Anggota Keluarga dengan


Perilaku Merokok Pelajar
Status Perilaku Merokok Total Nilai C Nilai p Nilai OR
Merokok Bukan Perokok
Anggota Perokok
Keluarga n % n % n % 0,303 0,000
Tidak Ada 64 85, 11 14, 75 100
3 7 (CC) (Chi)
Ada 107 49, 109 50, 216 100 0,169
5 5
Total 171 58, 120 41, 291 100
8 2

Berdasarkan Tabel 6 0,019 sehingga, pelajar dengan


diperoleh nilai p = 0,000 (p < terdapat anggota keluarga yang
0,05), artinya terdapat hubungan berstatus merokok memiliki
yang signifikan antara uang saku probabilitas sebesar 50,47% untuk
dengan perilaku merokok. Nilai berperilaku merokok. Sedangkan,
koefisien kontingensi (C) sebesar jika pelajar dengan tidak terdapat
0,303 menunjukkan korelasi anggota keluarga yang berstatus
positif dengan kekuatan korelasi merokok nilai (X1) adalah (1)
yang lemah Selain itu, juga maka nilai (Y) sebesar -1,761
diperoleh persamaan regresi dari sehingga, pelajar dengan tidak
hubungan kedua variabel seperti terdapat anggota keluarga yang
berikut: berstatus me-rokok memiliki
Y = a + bX1 probabilitas sebesar 14,66% untuk
berperilaku merokok.
Y = 0,019 – 1,780 (Status
Merokok Anggota Analisis Multivariat
Keluarga) Pada analisis multivariat ini
Dari persamaan tersebut dicari variabel yang berpengaruh
dapat diketahui, jika pelajar terhadap variabel perilaku
dengan terdapat anggota keluarga merokok responden menggunakan
yang berstatus merokok nilai (X1) regresi logistik dikotom. Variabel
adalah (0) maka nilai (Y) sebesar yang dihubungkan secara
bersamaan adalah jenis kelamin, dan status merokok anggota
pengetahuan, sikap, uang saku, keluarga.

Tabel 7 Seleksi Variabel Berdasarkan Nilai p


No Variabel P Value Exp (B) Koefisien
1 Jenis Kelamin (1) 0,000 0,037 -3,304
2 Pengetahuan 0,161
Pengetahuan (1) 0,461 0,651 -0,429
Pengetahuan (2) 0,328 1,469 0,385
3 Sikap (1) 0,000 0,072 -2,635
4 Uang Saku (1) 0,000 0,243 -1,413
5 Statu Merokok Anggota 0,000 0,088 -2,429
Keluarga (1)
Konstanta 2,459

Dari hasil analisis diketahui merokok anggota keluarga


variabel pengetahuan memiliki memiliki nilai p < 0,05 sehingga
nilai p > 0,05 sehingga tetap masuk dalam pemodelan.
dikeluarkan terlebih dahulu. Pemodelan regresi logistik tanpa
Variabel lain yaitu jenis kelamin, variabel pengetahuan dapat dilihat
sikap, uang saku, dan status pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil Pemodelan Multivariat Regresi Logistik Dikotom


No Variabel P Value Exp (B) Koefisien
1 Jenis Kelamin (1) 0,000 0,034 -3,383
2 Sikap (1) 0,000 0,079 -2,544
3 Uang Saku (1) 0,000 0,220 -1,512
4 Statu Merokok Anggota 0,000 0,093 -2,378
Keluarga (1)
Konstanta 2,598

Berdasarkan Tabel 8 variabel sehingga dapat


diketahui bahwa tidak terjadi diaplikasikan dengan rumus
perubahan Odds Ratio (Exp (B)) regresi logistik. Aplikasi dari
sebesar > 10% sehingga rumus tersebut adalah sebagai
pemodelan telah selesai dengan berikut.
tanpa variabel pengetahuan pada Y = a + b1X1 + b2X2 + b1X1 +
pemodelan. Variabel yang b2X2
berpengaruh terhadap perilaku Y = 2,598 – 3,383(Jenis
merokok pelajar adalah jenis Kelamin) – 2,544(Sikap) –
kelamin, sikap, uang saku dan 1,512(Uang Saku) –
status merokok anggota keluarga. 2,598(Status Merokok
Kekuatan hubungan dilihat dari Anggota Keluarga)
nilai Odds Ratio (Exp (B)) Perilaku merokok pelajar (Y)
dimana kekuatan hubungan dapat diprediksi dengan
terbesar adalah uang pelajar (OR menghitung konstanta (a) dan
saku = 0,220) dan kekuatan koefisien (b) dari masing-masing
hubungan terkecil adalah jenis variabel. Konstanta diketahui
kelamin (OR = 0,034). sebesar 2,598. Sedangkan,
Diketahui pula, konstanta koefisien dari jenis kelamin
dan koefisien masing-masing sebesar -3,383, sikap sebesar -
2,544, uang saku sebesar -1,512, 2017 menunjukkan bahwa
dan status merokok anggota proporsi pelajar yang merokok
keluarga sebesar -2,378. Nilai adalah sebanyak 120 pelajar
variabel bebas diisi dengan nilai (41,2%), lebih kecil dibandingkan
(0) untuk skala yang beresiko ter- pelajar yang tidak merokok yaitu
hadap perilaku merokok dan (1) sebanyak 171 pelajar (58%).
untuk skala yang tidak beresiko Berdasarkan penelitian Litbang
terhadap perilaku merokok. Kemenkes (2015) terhadap
Contohnya, diketahui terdapat 11.163 pelajar di Indonesia
pelajar dengan jenis kelamin laki- diketahui bahwa pelajar yang
laki (O), bersikap mendukung ter- merokok lebih sedikit dari pada
hadap rokok (0), memiliki uang pelajar yang tidak merokok yaitu
saku tinggi (0), dan terdapat sebesar 11,6%. Menurut
anggota keluarga dengan status Bringham (dalam Maseda dkk,
sebagai perokok (0). Didapat 2013:4), perilaku merokok pada
pemodelan sebagai berikut. remaja meru-pakan suatu
Y = 2,598 – 3,383 x (0) – 2,544 x simbolisasi yaitu simbol
(0) – 1,512 x (0) – 2,598 x kematangan, kekuatan,
(0) kepemimpinan dan daya tarik
Y = 2,598 – 0 – 0 – 0 – 0 terhadap lawan jenis.
Y = 2,598 Berdasarkan hasil penelitian
Setalah diketahui nilai (Y) dite-mukan perbedaan intensitas
maka dicari probabilitasnya merokok tiap hari. Sebanyak 117
dengan rumus: pelajar meru-pakan perokok
P = 1 / (1 + exp(-Y)) ringan (97,5%), 3 pelajar
P = 1 / (1 + exp(-2,598)) merupakan perokok sedang
P = 1 / (1,0744) (2,5%), dan tidak terdapat
P = 0,9307 perokok dengan kategori perokok
P = 93,07% berat. Hal ini berarti jumlah
Berdasarkan perhitungan, pelajar dengan status perokok
pelajar dengan dengan jenis ringan lebih banyak dibandingkan
kelamin laki-laki, bersikap dengan perokok sedang dan berat.
mendukung terhadap rokok, Data Ris-kesdas (2010) juga
memiliki uang saku tinggi, dan menunjukkan bahwa secara
terdapat anggota keluarga dengan nasional perokok perokok ringan
status sebagai perokok, me-miliki lebih banyak dari pada perokok
probabilitas sebesar 93,07% untuk sedang ataupun perokok berat.
berperilaku merokok. Sebalik- Perokok ringan di Indonesia
nya, pelajar dengan jenis kelamin diketahui sebesar 52,3% dan
perempuan, bersikap tidak perokok sedang sebesar 20% dari
mendu-kung terhadap rokok, keseluruhan jumlah perokok di
memiliki uang saku rendah, dan Indonesia (Riskesdas, 2010:XI).
tidak terdapat anggota keluarga Berkaitan dengan usia
dengan status sebagai perokok merokok, perokok remaja
memiliki proba-bilitas sebesar Indonesia yaitu kelompok umur
0,78% untuk berpe-rilaku 15-24 tahun merupakan kelompok
merokok pengkonsumsi rokok paling
rendah jika di bandingkan
PEMBAHASAN kelompok umur yang lain
Perilaku Merokok Responden (Kemenkes, 2011). Namun, data
Hasil penelitian yang Kementerian Kesehatan menun-
dilakukan pada 291 responden di jukkan, prevalensi merokok
SMKN 2 Kota Probolinggo tahun remaja usia 16-19 tahun
meningkat 3 kali lipat dari 7,1% pada laki-laki dari pada
di tahun 1995 menjadi 20,5% perempuan.
pada tahun 2014 (Kemenkes, Penelitian Lindawati (2012)
2016). Setyoadi (dalam Chotidjah, juga menunjukkan hasil yang
2011) menyatakan, Indonesia sama, yaitu proporsi yang lebih
merupakan negara yang me-miliki besar pada laki-laki terkai
jumlah perokok remaja terbanyak perilaku merokok dibandingkan
di dunia dimana sekitar 80%. perempuan. Penelitian Lindawati
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan terdapat hubungan
juga diketahui jenis rokok yang yang signifikan antara variabel
dikonsumsi oleh pelajar. perilaku merokok dengan jenis
Sebanyak 111 pelajar (92.5%) kelamin (Lindawati, 2012). Hasil
mengaku mengkonsumsi rokok survei WHO (2015) terhadap
dengan menggunakan filter pelajar SMP dan SMA di 26
sedangkan 9 pelajar (7,5%) Provinsi di Indonesia menun-
mengaku mengkonsumsi rokok jukkan bahwa pelajar laki-laki
tanpa menggunakan filter. Filter lebih banyak memiliki perilaku
rokok sendiri terbuat dari bahan beresiko terkait merokok yaitu
busa serabut sintetis yang berguna 22% pada laki-laki dan 1,6% pada
menyaring nikotin dan tar perempuan.
(Sukmana, 2011). Perokok yang Menurut WHO (dalam
biasa mengkonsumsi rokok tidak Lindawati, 2012), dalam peng-
berfilter beresiko mangalami ambilan keputusan yang beresiko,
hipertensi 3,518 kali dibanding laki-laki memiliki perilaku yang
perokok yang biasa mengkon- lebih berani dari pada perempuan
sumsi rokok berfilter dikarenakan termasuk dalam hal yang
potensi masuknya nikotin dan tar berkaitan dengan kesehatan
dalam paru-paru lebih besar pada seperti konsumsi alkohol dan
rokok yang tidak menggu-nakan meroko (dalam Reimondos, 2012)
filter (Eirmawati, 2014). menyatakan bahwa merokok bagi
laki-laki diterima sebagai perilaku
Hubungan Jenis Kelamin yang normal, bahkan dianggap
dengan Perilaku Merokok sebagai simbol kejantanan. Selain
Responden itu faktor budaya juga terhadap
Berdasarkan penelitian, perilaku merokok. Menurut
diketahui terdapat hubungan Barraclough (dalam Reimondos,
signifikan antara jenis kelamin 2012) merokok bagi perempuan
dengan perilaku merokok pada banyak daerah di Indonesia
responden. Berdasarkan uji dianggap sebagai bentuk
kontingen koefisiensi diketahui penyimpangan sementara, peri-
nilai C = 0,273 yang laku merokok pada laki-laki dapat
menunjukkan korelasi bersifat diterima oleh masyarakat sebagai
positif dengan kekuatan korelasi hal yang biasa.
lemah. Pada penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa dari 120 Hubungan Pengetahuan
pelajar dengan status perokok, Tentang Rokok dengan
sebanyak 118 orang adalah pelajar Perilaku Merokok Responden
laki-laki dan 2 orang adalah Berdasarkan penelitian,
pelajar perempuan. Hasil diketahui terdapat hubungan
penelitian tersebut menjelaskan signifikan antara pengetahuan
bahwa proporsi merokok pada tentang rokok dengan perilaku
pelajar di SMKN 2 Kota merokok. Berdasarkan uji lambda
Probolinggo lebih banyak terdapat diketahui nilai λ = -0,138 yang
menunjukkan korelasi bersifat pengetahuan atau informasi
negatif dengan kekuatan korelasi seseorang tentang rokok akan
sangat lemah. Dari hasil meningkatkan kontrol dirinya
penelitian dapat diketahui 117 (perilaku) pada masalah kese-
responden berstatus sebagai hatan (perilaku merokok). Rice &
perokok terbagi menjadi pelajar Dolgin (dalam Chotidjah, 2012)
dengan pengetahuan kurang mengemukakan bahwa penge-
tentang rokok sebanyak 43 orang, tahuan tentang kesehatan dari
pelajar dengan pengetahuan perilaku tertentu berkaitan
sedang tentang rokok sebanyak 69 terhadap keputusan perilaku kese-
orang dan pelajar dengan hatan pada remaja disamping
pengetahuan tinggi tentang rokok terdapat faktor-faktor komplek
sebanyak 8 orang. Hasil penelitian lain yang mempengaruhi perilaku
tersebut menjelaskan bahwa kesehatan tersebut.
proporsi merokok pada pelajar di Pada analisis regresi logistik
SMKN 2 Kota Probolinggo lebih pene-litian ini diketahui bahwa
banyak terdapat pada pelajar pengetahuan tentang rokok tidak
dengan pengetahuan kurang dari menjadi prediktor pada pemo-
pada pelajar dengan pengetahuan delan regresi logistik. Selain itu,
tinggi. pada analisis korelasi diketahui
Penelitian Namakin (2005) bahwa hubungan antara penge-
juga memperlihatkan hasil yang tahuan tentang rokok dengan
sama yaitu terdapat hubungan perilaku merokok pelajar bersifat
yang signifikan antara lemah. Padahal, menurut Sunaryo
pengetahuan tentang rokok (2014), perilaku yang didasari
dengan prevalensi merokok pengetahuan umumnya berlang-
pelajar menengah atas di Birjand sung lama. Namun, pada
Iran. Hasil ini juga didukung oleh kenyataannya terjadi berbagai
penelitian Maseda (2013) pada variasi pada hasil penelitian
remaja di SMA Negeri dimana pelajar dengan penge-
Tompasobaru menunjukkan bah- tahuan tinggi juga berperilaku
wa pengetahuan tentang bahaya merokok. Hal ini menurut
rokok memiliki hubungan yang Bringham (dalam Maseda dkk,
signifikan dengan perilaku 2013) dijelaskan bahwa alasan
merokok remaja. Namun, pada yang melatar belakangi remaja
penelitian lain ditemukan hasil dalam berperilaku merokok sim-
berbeda yang menunjukkan bolisasi yaitu simbol kematangan,
bahwa pengetahuan mengenai kekuatan, kepe-mimpinan, dan
rokok tidak memiliki hubungan daya tarik terhadap lawan jenis
terhadap rokok. Pene-litian yang sehingga aspek pengetahuan
dilakukan Rahmadi (2013) sebagai faktor menjadi lemah
menunjukkan bahwa tidak ter- dalam hubungannya dengan
dapat hubungan yang bermakna perilaku merokok.
antara pengetahuan terhadap
kebiasaan merokok pada siswa Hubungan Sikap terhadap
SMP di Kota Padang. Rokok dengan Perilaku
Pengetahuan merupakan Merokok Responden
aspek penghubung yang men- Berdasarkan penelitian,
dukung terciptanya sebuah diketahui terdapat hubungan yang
perilaku dalam hal ini antara pe- signifikan antara sikap dengan
ngetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok responden.
perilaku merokok seseorang. Berdasarkan uji kontingen
Menurut Chotidjah (2012), koefisiensi diketahui nilai C =
0,450 yang menunjukkan korelasi membentuk perilaku, pernyataan
bersifat positif dengan kekuatan tersebut termasuk dalam
korelasi moderat. Dari 120 pelajar behavioral component, yaitu
yang berstatus perokok, sebanyak sejauh mana indivudu merespon
46 responden memi-liki sikap apa yang diketahuinya dalam
tidak mendukung perilaku bentuk komitmen, artinya
merokok dan 74 responden seseorang akan berperilaku sesuai
memiliki sikap mendukung dengan komitmennya. Maka
perilaku merokok. Selain itu, dari dapat disimpulkan bahwa
171 pelajar dengan status bukan behavioral component responden
perokok, 148 pelajar diantaranya merupakan alasan yang paling
memiliki sikap tidak mendukung banyak dipilih responden dalam
peri-laku merokok dan 23 pelajar bersikap positif (setuju atau
memiliki sikap mendukung mendukung) terhadap perilaku
terhadap rokok. merokok.
Hasil ini didukung dengan
pene-litian Maseda (2013) dimana Hubungan Uang Saku dengan
terdapat hubungan yang Perilaku Merokok Responden
signifikan antara sikap terhadap Berdasarkan penelitian,
rokok dengan perilaku merokok diketahui terdapat hubungan yang
responden. Dari 91 responden signifikan antara uang saku
dengan sikap positif sebanyak 22 dengan perilaku merokok pelajar.
orang berperilaku merokok dan Berdasarkan uji kontingen
69 orang berperilaku tidak koefisiensi diketahui nilai C =
merokok, sedangkan dari 37 0,323 yang menunjukkan korelasi
responden dengan sikap negatif bersifat positif dengan kekuatan
terdapat 30 orang yang korelasi lemah. Dari 120
berperilaku merokok dan 7 orang responden yang berstatus sebagai
tidak merokok (Maseda, 2013). perokok diketahui bahwa rata-rata
Berkaitan dengan perilaku uang saku yang dibawa responden
merokok, Sarwono (dalam setiap harinya adalah Rp9.500,00.
Aryani, 2013) menyebutkan Dari jumlah sampel tersebut, 98
bahwa sikap merupakan hal yang pelajar diantaranya memiliki uang
sangat penting terhadap perilaku saku yang tinggi dan 22 pelajar
merokok seseorang, karena pada memiliki besaran uang saku yang
hakikatnya sikap akan menen- rendah. Selain itu, terdapat 171
tukan seseorang berperilaku pelajar yang memiliki status
terhadap sesuatu objek baik yang bukan perokok dimana 82 pelajar
disadari atau tidak disadari. diantaranya memiliki besaran
Berdasarkan pengamatan uang saku yang tinggi dan 89
terhadap jawaban resnpoden, pelajar memiliki uang saku yang
terdapat satu penya-taan (nomor rendah.
19) dimana banyak responden Ramantika (2014) dalam
(142 orang) memberikan sikap penelitiannya menyatakan bahwa
yang positif (setuju atau terdapat hubungan positif antara
mendukung) terhadap perilaku besar uang saku yang dimiliki
merokok, yaitu “Merokok pelajar terhadap perilaku merokok
merupakan hak asai manusia pelajar. Shaluhiyah, Karyono dan
sehingga siapapun bebas merokok Noor (2006) dalam penelitiannya
kapan saja dan dimana saja”. juga membuktikan bahwa pada
Jika dikaitkan dengan teori pelajar dengan uang saku
Dariyo (2008) berkaitan dengan Rp2.100,00 ke atas tergolong
tiga kom-ponen sikap dalam dalam kategori merokok tinggi
mencapai 32,95%, sedangkan pelajar diantaranya memiliki
pelajar dengan uang saku anggota keluarga dengan status
Rp2.100,00 ke bawah dikate- perokok dan 11 pelajar memiliki
gorikan praktik merokok rendah anggota keluarga dengan status
sebanyak 67,05%. Namun bukan perokok.
menurut Mc Donal (dalam Perilaku merokok orang tua
Lindawati, 2012), penghasilan merupakan salah satu faktor
keluarga yang rendah atau terbentuknya perilaku merokok
kemiskinan membuat remaja pada remaja (Rahmadi, 2013).
cemas dan depresi sehingga, Kustanti (2014) menyebutkan
keluarga dengan berpenghasilan bahwa keluarga memiliki peng-
rendah (uang jajan rendah) lima aruh yang sangat kuat terhadap
kali lebih sulit untuk mening- perilaku remaja, jika orang tua
galkan tembakau, dibandingkan merokok, maka sangat mungkin
dengan keluarga sejahtera (uang akan diikuti anaknya.
jajan besar). Berdasarkan penelitian Chotidjah
Harga rokok di Indonesia (2012) ditemukan bahwa sebagian
sangat terjangkau bagi remaja besar perokok remaja pertama
bahkan anak-anak. Sebagai mengenal rokok dari orangtua,
contoh, di Australia harga keluarga dan teman sebaya. Pene-
sebungkus rokok adalah litian yang dilakukan Kustanti
Rp170.000,00 (AIPHSS, 2014). (2014) juga menyebutkan bahwa
Remaja atau anak-anak sulit terdapat hubungan antara peng-
mendapatkan rokok baik dari segi aruh keluarga dengan perilaku
harga yang cukup tinggi dan merokok pada siswa laki-laki
kemudahan untuk mendapatkan- SMPN 1 Slogohimo Wonogiri.
nya. Dibandingkan dengan di Penelitian yang dilakukan
Indonesia dimana harga sebung- Vivaldi (2008) juga menunjukkan
kus rokok sekitar Rp12.000,00. Di hasil yang sama walaupun
Indonesia, rokok mudah didapat terdapat perbedaan indikator.
baik dari segi harga, ketersediaan Pada penelitian yang dilaku-kan
maupun aksesnya. Menurut survei Vivaldi (2008) membagi status
GYTS 2009 (IAKMI, 2012) merokok orang tua menjadi tiga
sebesar 59% remaja muda usia yaitu perokok, bekas perokok, dan
sekolah di Indonesia yang bukan perokok sedangkan, peri-
berstatus sebagai perokok mem- laku merokok responden dibagi
beli secara bebas rokok di toko menjadi ringan, sedang, kuat, dan
tanpa penolakan dari penjual. sangat kuat. Hasil analisis
didapatkan nilai p = 0,035 yang
Hubungan Status Perokok berarti terdapat korelasi yang
Anggota Keluarga dengan bermakna antara status merokok
Perilaku Merokok Responden orang tua dengan perilaku
Berdasarkan penelitian, merokok responden dengan status
terdapat hubungan yang sig- perokok orang tua dengan
nifikan antara status merokok kategori perokok didominasi
anggota keluarga dengan perilaku perilaku merokok responden
merokok responden. Berdasar-kan dengan kategori kuat sebanyak 21
uji kontingen koefisiensi responden (Vivaldi, 2008).
diketahui nilai C = 0,303 yang Bandura dan Walter (dalam
menunjukkan korelasi bersifat Notoatmodjo, 2003) menge-
positif dengan kekuatan korelasi mukakan bahwa orang tua
lemah. Dari 120 pelajar yang merupakan salah contoh atau
berstatus merokok, terdapat 109 model dimana anak akan
mempelajari hal yang dilakukan ambil resiko terkait keseha-
dan cenderung melakukan hal tan dalam hal ini perilaku
yang sama dengan apa yang merokok. Disamping itu dari
dilakukan oleh modelnya. Orang sisi budaya, merokok di
tua merupakan contoh dan model kalangan wanita masih men-
bagi remaja, sehingga ketika jadi hal yang tabu di masya-
orang tua berperilaku buruk maka rakat.
secara tidak langsung mereka 2. Terdapat hubungan sig-
telah mengajar-kan perilaku buruk nifikan antara pengetahuan
(Vivaldi, 2016). Menurut tentang rokok dengan peri-
Husnaini (2007:28), keluarga laku merokok pelajar.
khususnya orang tua memiliki Pengetahuan merupakan
peranan yang sangat besar dalam aspek penghubung antara
membentuk perilaku merokok pusat kendali kesehatan dan
dalam diri tiap anggotanya, yaitu perilaku seseorang dalam hal
anak-anak remaja menjadi ini perilaku merokok.
terbiasa merokok karena meng- 3. Terdapat hubungan yang sig-
ikuti kebiasaan orang tuanya nifikan sikap terhadap rokok
dimana secara tidak langsung dengan perilaku merokok pe-
orang tua telah mengajarkan lajar. Sikap merupakan hal
perilaku merokok. Menurut yang sangat penting terhadap
Kementerian Kesehatan (2011), perilaku merokok seseorang,
diperkirakan lebih dari 40,3 juta karena pada hakikatnya sikap
anak tinggal bersama perokok dan akan menentukan seseorang
terpapar asap rokok di ber-perilaku terhadap sesuatu
lingkungannya. objek baik negatif atau
positif.
KESIMPULAN 4. Terdapat hubungan yang
Perilaku pelajar di SMKN 2 signifikan antara besaran
Kota Probolinggo masih cukup uang saku dengan perilaku
tinggi. Berda-sarkan hasil merokok pelajar. Keter-
penelitian terhadap 291 responden sediaan uang untuk membeli
diketahui sebesar 58% pelajar rokok juga didukung dengan
tidak merokok dan sebesar 41,2% kemudahan pelajar dalam
pelajar dengan status perokok. mendapatkan rokok.
Pelajar dengan status merokok 5. Terdapat hubungan yang sig-
terbagi menjadi perokok ringan nifikan antara status perokok
dan sedang yaitu dari 120 pelajar anggota keluarga dengan
dengan status perokok, 97,5% perilaku merokok responden.
diantaranya adalah perokok Keluarga memiliki peranan
ringan dan 2,5% merupakan yang penting dalam mem-
perokok sedang. Berdasarkan bentuk perilaku merokok
hasil analisis hubungan, diketahui dalam diri anak-anaknya
hubungan faktor predisposisi, (remaja) untuk menjadi ter-
pemungkin dan penguat dengan biasa merokok karena meng-
perilaku merokok pelajar SMKN ikuti kebiasaan orang tuanya.
2 Kota Probolinggo tahun 2017 6. Berdasarkan analisis dike-
adalah sebagai berikut. tahui variabel yang paling
1. Terdapat hubungan yang berpengaruh terhadap peri-
signifikan antara jenis laku merokok pelajar adalah
kelamin dengan perilaku jenis kelamin, sikap ter-
merokok pelajar. Laki-laki hadap rokok, uang saku dan
lebih berani dalam meng- status merokok anggota
keluarga. Variabel pengetah- lebih mudah untuk mengakses
uan tidak termasuk yang informasi sehingga diharapkan
berpengaruh karena perilaku timbul kesadaran akan bahaya
merokok dikalangan remaja dari perilaku merokok.
tidak hanya dipengaruhi oleh 3. SMKN 2 Kota Probolinggo
pengetahuan. Perilaku mero- Dalam upaya meminimalisir
kok pada remaja merupakan peningkatan prevalensi merokok
bentuk simbolisasi kemata- pada pelajar, SMKN 2 diharapkan
ngan dan daya tarik lawan mampu menerapkan pengawasan
jenis. yang ketat terhadap aktifitas
merokok, melaksanakan aturan
SARAN Kawasan Tanpa Rokok dengan
Prevalensi merokok pada baik, meningkatkan pengetahuan
kalangan remaja terus meningkat pelajar terkait bahaya merokok
setiap tahunnya. Untuk mencegah baik melalui Unit Kesehatan
peningkatan jumlah prevalensi Sekolah (UKS) atau Bimbingan
merokok pada remaja khususnya Konseling (BK) dan menutup
dikalangan pelajar perlu pena- akses pelajar dari warung-warung
nganan dengan melibatkan semua diluar sekolah yang menjual
komponen. rokok.
1. Pemerintah atau Dinas 4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Keseha-tan Kota Faktor lain yang diduga
Probolinggo memiliki hubungan dengan
Dinas Kesehatan Kota perilaku merokok pelajar SMKN
Probolinggo diharapkan mampu 2 Kota Probolinggo adalah
menciptakan kondisi lingkungan pengaruh merokok teman sebaya
yang bebas dari asap rokok sesuai dan kebijakan tentang rokok di
dengan pedoman Kawasan Tanpa sekolah. Diharapkan peneliti lain
Rokok (KTR) yaitu Permenkes mampu melakukan penelitian
Nomor 188/Mnkes/PB/2011. terkait faktor-faktor tersebut
Salah satu caranya adalah meng- ataupun faktor lain yang berhu-
kampanyekan larangan merokok bungan dengan perilaku merokok
di dalam rumah bagi setiap warga pelajar. Selain itu, pengem-
baik secara langsung ataupun bangan media atau metode dalam
melalui media promosi sebagai meningkatkan kesadaran pelajar
upaya menjadikan orang tua terhadap bahaya rokok masih
contoh atau model untuk anak- sangat dibutuhkan. Oleh karena
anaknya (remaja) untuk tidak itu, bagi pene-liti selanjutnya
berperilaku merokok. diharapkan mampu melanjutkan
2. Dinas Pendidikan Kota kajian mendalam dan memberi
Probolinggo solusi terhadap permasalahan
Salah satu faktor bagi pelajar perilaku merokok di SMKN 2
untuk berperilaku adalah keters- Kota Probolinggo.
ediaan informasi. Berkaitan den-
gan terus meningkatnya preva- DAFTAR RUJUKAN
lensi merokok pada pelajar, Dinas Aryani, Maya. 2013. Hubungan
Pendidikan Kota Probolinggo di- Antara Sikap Terhadap
harapkan mampu memberi infor- Kesehatan Dengan Perilaku
masi atau pengetahuan terkait Merokok Di SMA Negeri 1
bahaya rokok dalam hal ini dapat Pleret Bantul. Jurnal
menggunakan media internet atau Psikologi, (Online), 2 (1): 1-
sosial media. Dengan mengguna- 16, (http://id.
kan media sosial pelajar akan portalgaruda.org/?ref=brows
e&mod=viewarticle&article= tipe%20perokok&f=false),
123250), diakses 27 diakses 16 Januari 2017.
Desember 2016. Darmawan, Deni. (2013). Metode
Australia Indonesia Partnership Penelitian Kuantitatif.
for Health Systems Bandung: PT Remaja
Strengthening. 2014. Nota Rosdakarya.
Kebijakan AIPHS: Apa Dinas Kesehatan Kota
Yang Bisa Dilakukan Probolinggo. 2015. Profil
Terhadap Kesehatan Kesehatan 2015, (Online),
Masyarakat, (Online), (http://www.depkes.go id/
(http://aiphss.org/id/what- resources/download/profil/P
canbe-done-about-public- ROFIL_KAB_KOTA_2015/
healthenemy-1/), diakses 28 3574_Jatim_Kota_Proboling
Desember 2016. go_2015.pdf), diakses 30
Azwar, Saifuddin. 2002. Sikap Mei 2017.
Manusia: Teori dan Eirmawati, Cici., dkk. 2014.
Pengukurannya. Yogyakarta: Hubungan antara Kebiasaan
Pustaka Pelajar (Cetakan V). Merokok dengan Kejadian
Barreto, Maria Sandhi., dkk. Hipertensi di RSD dr.
2011. Contextual Faktors Soebandi Jember. Jurnal
Associated with Smoking Kesehatan, (Online),
Among Brazilian (http://jurnal.
Adolescents. Jurnal unej.ac.id/index.php/JPK/arti
Epidemiologi, (Online), cle/download/198), diakses
(http://search.proquest. com), 10 Juni 2017.
diakses 12 Juli 2017. Global Youth Tobacco Survey
Chotidjah, Siti. 2012. (GYTS). 2014. Fact Sheet:
Pengatahuan Tentang Rokok, Indonesia,
Pusat Kendali Kesehatan (Online),(http://www.search.
Eksternal Dan Perilaku who.int/tobacco/documents/i
Merokok. Jurnal Ilmu no_gyts_report_2014),
Pendidikan, (Online), 16 (1): diakses 16 September
49-56, (http:// 2016.
journal.ui.ac.id/index.php/%2 Husaini, Aiman. 2007. Tobat
0humanities/article/viewFile/ Merokok: Rahasia & Cara
1493/1294), diakses 15 Empatik Berhenti Merokok.
September 2016. Depok: Pustaka IIMaN,
Dahlan, M. Sopiyudin. 2015. (Online), (https:
Statistik Untuk Kedokteran //books.google.co
dan Kesehatan: Seri 1 Edisi .id/books?id=R021yzR3EPI
6. Jakarta Pusat: C&pg=PA15&dq=rokok&hl
Epidemiologi Indonesia =id&sa=X&redir_esc=y#v=o
(Pstat-Consulting). nepage&q=rokok&f=false),
Dariyo, Agoes. 2008. Psikologi diakses 12 Januari 2017.
Perkembangan Dewasa Ikatan Ahli Kesehatan
Muda. Jakarta: PT Gramedia Masyarakat Indonesia,
Widiasarana Indonesia, TCSC. 2012a. Fact Sheet:
(Online), (https://books. Industri Rokok di Indonesia,
google.co.id/books?id=mTR (Online), (http://tcsc-
SFNc1VQoC&pg=PA39&dq indonesia.org
=tipe+perokok&hl=id&sa=X /wpcontent/uploads/2012/08/
&redir_esc=y#v=onepage&q Fact_Sheet_Industri_Rokok_
di_Indonesia.pdf), diakses 10 Candu Rokok, (Online),
Juli 2017. (http://www.
Ikatan Ahli Kesehatan depkes.go.id/article/print/160
Masyarakat Indonesia, 60300002/htts-2016-
TCSC. 2012b. Fact suarakan-kebenaran-jangan-
Sheet:Masalah Rokok di bunuhdirimu-dengan-
Indonesia, (Online), candurokok), diakses 6 Maret
(http://tcsc-indonesia.org 2017.
/wpcontent/uploads/2012/10/ Komasari, Dian & Helmi, Alvin
MasaRokok-di- Fadilla. 2000. Faktor-faktor
Indonesia.pdf) diakses 23 Penyebab Perilaku Merokok
Mei 2017. Pada Remaja. Jurnal
Kementerian Kesehatan Republik Psikologi, 1 (37): 37-47,
Indonesia. 2007. Laporan (Online),
Nasional Riset Kesehatan (http://avin.staff.ugm.ac.
Dasar, (Online), id/data/jurnal/perilakumerok
(www.kemen kes.go.id), ok_avin), diakses 10
diakses 25 September 2015. November 2016.
Kementerian Kesehatan Republik Kustanti, Astri Ayuk. 2014.
Indonesia. 2010. Laporan Hubungan Aantara
Nasional Riset Kesehatan Pengaruh Kekuarga,
Dasar, (Online), Pengaruh Teman Dan
(www.kemen kes.go.id), Pengaruh Iklan Terhadap
diakses 20 Mei 2017. Perilaku Merokok Pada
Kementerian Kesehatan Republik Remaja DI SMP N 1
Indonesia. Pusat Promosi Slogohimo Wonogiri. Naskah
Keseha-tan. 2011. Prototipe Publikasi. Surakarta: FIK,
Media Kawasan Tanpa (Online),
Rokok, (Online), (http://eprints.ums.ac.id/2861
(www.kemenkes.go.id), 6/24/NASKAH_PUBLIKAS
diakses 1 Juli 2017. I), diakses 22 November
Kementerian Kesehatan Republik 2016.
Indonesia. 2015. InfoDATIN. Lindawati., Miradwiyana, Bara &
Perilaku Merokok Sumiati. 2012. Faktor-Faktor
Masyarakat Indonesia Yang Mempengaruhi
Berdasarkan Riskesdes 2007 Perilaku Merokok Siswa-
dan 2013, (Online), (http: Siswi SMP Di Daerah
//depkes.go.id), diakses 27 Jakarta Selatan Tahun 2011.
Agustus 2016. Jurnal Health Quality,
Kementerian Kesehatan Republik (Online), 2 (4): 189-200,
Indonesia. 2015b. InfoDATIN (http://poltekkesjakarta1
Situasi Kesehatan .ac.id/file/dokumen/741_Lin
Reproduksi Remaja, dawati_200), diakses 1
(Online), (http://www. Januari 2017
depkes.go.id/esources/downl Litbang Kemenkes. 2015. FACT
oad/pusdatin/infodatin/infoda SHEET: Perilaku Berisiko
tin%20reproduksi%20remaja Kesehatan pada Pelajar
-ed.pdf), diakses 27 Juli SMP dan SMA di Indonesia,
2017. (Online),
Kementerian Kesehatan Republik (www.kemenkes.go.id),
Indonesia. 2016. HTTS 2016: diakses 10 Juli 2017.
Suarakan Kebenaran Jangan Maseda, Devita Rosalin., dkk.
Bunuh Dirimu Dengan 2013. Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Negeri 01 Mempawah Timur.
Tentang Bahaya Merokok Naskah Publikasi. Pontianak:
Dengan Perilaku Merokok FK, (Online),
Pada Remaja Putra Di SMA (http://jurnal.untan.ac.id/
Negeri I Tompasobaru. index.php/jmkeperawatanFK
Jurnal Keperawat-an, /article/view/), diakses 17
(Online), (https:// ejournal. Maret 2017.
unsrat.ac.id/index.php/jkp/art Reimondos, Anna., dkk. 2012.
icle/view), diakses 12 Juli Policy Background No. 2:
2017. Merokok Dan Penduduk
Namakin, K. 2005. Prevalence of Dewasa Muda Di Indonesiai.
Cigarette Smoking and Canberra, Australia:
Evaluation of Attitude and Australian Demographic and
Knowladge in its Hight Sosial Reasearch Institute,
School Boys in Birjand 2005. (Online), (http
Jurnal Kesehatan, (Online), ://demography.anu.edu.au/sit
(journal. bums.acir), diakses es/default/files/research/trans
12 Juli 2017. ition-to
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. adulthood/PolicyBack
Pendidikan Dan Perilaku ground_%232_Smoking-
Kesehatan. Jakarta: Rineka Bhs_ Indonesia.pdf), diakses
Cipta. 28 Desember 2016.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Shaluhiyah, Zahroh., Kryono &
Ilmu Kesehatan Masyarakat: Noor, Farid. 2006. Faktor-
Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Faktor Yang Berpengaruh
Cipta. Terhadap Praktik Merokok
Peraturan Pemerintah Republik Pada Remaja Sekolah
Indonesia No. 109 tahun Menengah Pertama Di
2012 tentang Pengamanan Kabupaten Kudus Tahun
Bahan yang Mengandung Zat 2005. Jurnal Promosi
Adiktif berupa Produk Kesehatan Indonesia,
Tembakau bagi Kesehatan. (online), 1 (1): 1-8,
(Online), (http://download.portal
(http://sipuu.setkab.go.id garuda.org/article.php?article
/PUUdoc/173643/PP1092012 =21985&val), diakses 17
), diakses 21 November Maret 2017.
2016. Simarmata, Sondang. 2012.
Rahmadi, Afdol. Lestari, Yuniar Perilaku Merokok Pada
& Yenita. 2013. Hubungan Siswa-Siswi Madrasah
Penge-tahuan Dan Sikap Tsanawiah Negeri Model
Terhadap Rokok Dengan Kuok Kecamatan
Kebiasaan Merokok Siswa Bangkinang Barat
SMP Di Kota Padang. Jurnal Kabupaten Kampar Provinsi
Kesehatan, (Online), 2 (1): Riau Tahun 2012. Naskah
25-18, Publikasi. Jakarta: FKM,
(http://jurnal.fk.unand.ac.id/i (Online),
ndex.php/jka/article/view/62) (http://lib.ui.ac.id/opac/
, diakses 30 Desember 2016. themes/green/detail.jsp?id=2
Ramantika, Villy. 2014. Faktor- 0314693&lokasi=lokal),
Faktor Yang Mempengaruhi diakses 10 Oktober 2016.
Perilaku Merokok Pada Sukmana, Teddie. 2011.
Remaja Usia Pertengahan Mengenal Rokok dan
(15-17 Tahun) Di SMK Bahayanya. Depok: Be
Champion, (Online), WHO. 2015. Fact Sheet: Perilaku
(https://books. google.co.id), Berisiko Kesehatan pada
diakses 11 Juli 2017. Pelajar SMP dan SMA di
Sunaryo. 2013. Psikologi Untuk Indonesia, (Online),
Keperawatan Edisi 2. (http://apps.who.int/chp
Jakarta: EGC /gshs/2015_Indonesia_GSHS
Swarjana, I Ketut. 2015. _Fact_Sheet_Bahasa.pdf),
Metodologi Penelitian diakses 14 Januari 2017.
Kesehatan. Yogyakarta: CV Xu, Xiang-Long., dkk. 2014.
Andi Offset. Smoking Attitudes Between
The Tobacco Atlas. 2015. The Smokers And Non-Smoker
Tobacco Atlas Fifth Edition, Secondary School Students
(Online), In Three Geographic Areas
(http://www.tobaccoatlas.org Of China: A Cross-Sectional
). Diakses 28 Mei 2017. Survey Based On Social
Vivaldi, Adin. 2016. Hubungan Cognitive Theory. Jurnal
Status Merokok Orang Tua Kesehatan, (Online), 78-79,
Terhadap Perilaku Merokok (http://search.
Mahasiswa Pria Teknuk Sipil proquest.com/docview/17282
Di Universitas 98146/fulltextPDF/E732CB
Muhammadiyah Yogyakarta. A33E8041BBPQ/1?accounti
Naskah Publikasi. d=38628), diakses 12 Mei
Yogyakarta: FKIP, (Online), 2017.
(http://repository. umy.ac.id),
diakses 3 Juni 2017.

Anda mungkin juga menyukai