Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK

MANAJEMEN ASKEP SYOK HIPOVOLEMIK

OLEH KELOMPOK 4

1. RYANTI NUR HAYATI


2. ROTUA SIHALOHO
3. SANDI TANAN SAMBE
4. SIPKE WANDIK
5. SRI MARYANA ALI
6. SUKMAWATI
7. SUMIYATI
8. TITIK FAUZIA
9. YENI SIKTEUBUN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah –
Nya sehingga kami kelompok 4 dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ ASKEP
SYOK HIPOVOLEMIK “ dengan tepat waktu.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, literature,pengetahuan, pengalaman dan
kemampuan yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh sempurna. Maka
untuk itu kami membutuhkan saran dan kritik yang mendukung dari pembaca.

Selanjutnya penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak – pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan dan keterbatasan materi kami mohon maaf sebesar-besarnya.
Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan
dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa
situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan
cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentuka
(hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).

B. TUJUAN
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat:
1. Mengetahui pengertian, etiologi, manifestasi klinis dan patofisiologi dari syok Hipovolemik
2. Melakukan asuhan keperawatan dengan syok hipovolemik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan perfusi dan oksigenasi jaringan
disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh hilangnya volume intravaskular akut akibat
berbagai keadaan bedah atau medis (Greenberg, 2005).

2.2 ETIOLOGI
Penurunan volume intravaskular yang terjadi pada syok hipovolemik dapat disebabkan
oleh hilangnya darah, plasma atau cairan dan elektrolit (Tierney, 2001). Menurut Sudoyo et al.
(2009), penyebab syok hipovolemik, antara lain:
1. Kehilangan darah :
a. Hematom subkapsular hati
b. Aneurisma aorta pecah
c. Perdarahan gastrointestinal
d. Trauma
2. Kehilangan plasma :
a. Luka bakar luas
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom Dumping
3. Kehilangan cairan ekstraselular
a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
d. Terapi diuretik yang agresif
e. Diabetes insipidus
f. Insufisiensi adrenal

2.3 PATOFISIOLOGIS
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi tubuh yang berupa
vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi viseral untuk menjaga aliran darah yang cukup ke
ginjal, jantung, dan otak. Respon terhadap berkurangnya volume sirkulasi akut yang berkaitan
dengan trauma adalah peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga cardiac output.
Dalam banyak kasus, takikardi adalah tanda syok paling awal yang dapat diukur (American
College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan vaskular perifer. Hal ini
akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan menurunkan tekanan nadi tetapi hanya sedikit
meningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon lainnya yang bersifat vasoaktif dilepaskan ke
sirkulasi selama kondisi syok, termasuk histamin, bradikinin, dan sejumlah prostanoid dan
sitokin-sitokin lainnya. Substansi-substansi ini mempunyai pengaruh besar terhadap
mikrosirkulasi dan permeabilitas vaskular (American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2008).
Pada syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah vena dilakukan dengan
mekanisme kompensasi dari kontraksi volume darah dalam sistem vena yang tidak berperan
dalam pengaturan tekanan vena sistemik. Namun kompensasi mekanisme ini terbatas. Metode
yang paling efektif dalam mengembalikan cardiac output dan perfusi end-organ adalah dengan
menambah volume cairan tubuh/darah (American College of Surgeons Committee on Trauma,
2008).
Pada tingkat selular, sel-sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak memadai
mengalami kekurangan substrat esensial yang diperlukan untuk proses metabolisme aerobik
normal dan produksi energi. Pada tahap awal, terjadi kompensasi dengan proses pergantian
menjadi metabolisme anaerobik yang mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembang
menjadi asidosis metabolik. Bila syok berkepanjangan dan pengaliran substrat esensial untuk
pembentukan ATP tidak memadai, maka membran sel akan kehilangan kemampuan untuk
mempertahankan kekuatannya dan gradien elektrik normal pun akan hilang (American College
of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pembengkakan retikulum endoplasma adalah tanda struktural pertama dari hipoksia
seluler, menyusul segera kerusakan mitokondria, robeknya lisosom, dan lepasnya enzim-enzim
yang mencerna elemen-elemen struktur intraseluler lainnya. Natrium dan air masuk ke dalam sel
dan terjadilah pembengkakan sel. Penumpukan kalium intraseluler juga terjadi. Bila proses ini
tidak membaik, maka akan terjadi kerusakan seluler yang progresif, penambahan pembengkakan
jaringan, dan kematian sel. Proses ini meningkatkan dampak kehilangan darah dan hipoperfusi
jaringan (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).

2.4 GEJALA KLINIS

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.
Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia
lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
(Toni Ashadi, 2006).
Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan
dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk
hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi
asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70
mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang
dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat nonperdarahan serta
perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok
(Baren et al., 2009).
Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah kurang dari
10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh. Bila
perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya dan
menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum, syok hipovolemik menimbulkan gejala
peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin
dengan turgor yang jelek, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat
(Hardisman, 2013). Pasien hamil bisa saja menunjukkan tanda dan gejala syok hipovolemik yang
atipikal hingga kehilangan 1500 ml darah tanpa terjadi perubahan tekanan darah (Strickler,
2010).
Keparahan dari syok hipovolemik tidak hanya tergantung pada jumlah kehilangan
volume dan kecepatan kehilangan volume, tetapi juga usia dan status kesehatan individu
sebelumnya (Kelley, 2005).
Secara klinis, syok hipovolemik diklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat. Pada
syok ringan, yaitu kehilangan volume darah 20%, vasokonstriksi dimulai dan distribusi aliran
darah mulai terhambat. Pada syok sedang, yaitu kehilangan volume darah 20-40%, terjadi
penurunan perfusi ke beberapa organ seperti ginjal, limpa, dan pankreas. Pada syok berat,
dengan kehilangan volume darah lebih dari 40%, terjadi penurunan perfusi ke otak dan jantung
(Kelley, 2005).

2.5 DIAGNOSA
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan (Baren et
al., 2009). Ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik berupa
penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan tahanan pembuluh darah, dan
penurunan tekanan vena sentral (Leksana, 2015).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok hipovolemik
tersebut dapat berupa pemeriksaan pengisian dan frekuensi nadi, tekanan darah, pengisian
kapiler yang dilakukan pada ujung-ujung jari, suhu dan turgor kulit (Hardisman, 2013).
Berdasarkan persentase volume kehilangan darah,
syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan atau stadium:
, pemeriksaan klinis yang seksama sangat penting dilakukan karena pemeriksaan yang hanya
berdasarkan pada perubahan tekanan darah sistolik dan frekuensi nadi dapat menyebabkan
kesalahan atau keterlambatan diagnosa dan penatalaksanaan (Harisman, 2013).
Setelah pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis selanjutnya tergantung pada penyebab
yang mungkin pada hipovolemik dan stabilitas dari kondisi pasien itu sendiri.

Diagnosa Kperawatan :
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d trauma hebat.
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria
6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan laboratorium awal yang mungkin ditemukan pada keadaan syok
hipovolemik, antara lain (Schub dan March, 2014):
1. Complete Blood Count (CBC), mungkin terjadi penurunan hemoglobin, hematokrit dan
platelet.
2. Blood Urea Nitrogen (BUN), mungkin meningkat menandakan adanya disfungsi
ginjal.
3. Kadar elektrolit dalam serum mungkin menunjukkan abnormalitas.
4. Produksi urin, mungkin <400 ml/hari atau tidak ada sama sekali.
5. Pulse oximetry, mungkin menunjukkan penurunan saturasi oksigen.
6. AGDA, mungkin mengidentifikasi adanya asidosis metabolik.
7. Tes koagulasi, mungkin menunjukkan pemanjangan PT dan APTT.

 Pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain (Kolecki dan
Menckhoff, 2014):
1. Ultrasonografi, jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis.
2. Endoskopi dan gastric lavage, jika dicuriga adanya perdarahan gastrointestinal.
3. Pemeriksaan FAST, jika dicurigai terjadi cedera abdomen.
4. Pemeriksaan radiologi, jika dicuriga terjadi fraktur.

2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal pada syok hipovolemik meliputi penilaian ABC, yaitu pada airway
dan breathing, pastikan jalan napas paten dengan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
Pemberian oksigen tambahan dapat diberikan untuk mempertahankan saturasi oksigen di atas
95%. Pada circulation, hal utama yang perlu diperhatikan adalah kontrol perdarahan yang
terlihat, lakukan akses intravena, dan nilai perfusi jaringan (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008).
Akses intravena dilakukan dengan memasang 2 kateter intravena ukuran besar (minimal nomor
16) pada vena perifer. Lokasi terbaik untuk intravena perifer pada orang dewasa adalah vena di
lengan bawah atau kubiti. Namun, bila keadaan tidak memungkinkan pada pembuluh darah
perifer, maka dapat digunakan pembuluh darah sentral. Bila kaketer intravena sudah terpasang,
contoh darah diambil untuk pemeriksaan golongan darah dan crossmatch, pemeriksaan
laboratorium yang sesuai, dan tes kehamilan pada semua wanita usia subur. (American College
of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Setelah akses intravena terpasang, selanjutnya dilakukan resusitasi cairan. Tujuan
resusitasi cairan adalah untuk mengganti volume darah yang hilang dan mengembalikan perfusi
organ (Kelley, 2005).
Tahap awal terapi dilakukan dengan memberikan bolus cairan secepatnya. Dosis
umumnya 1-2 liter untuk dewasa. Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl
0,9% atau Ringer Laktat. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan
tanda vital dan hemodinamik (Hardisman, 2013).
Jumlah darah dan cairan yang diperlukan untuk resusitasi sulit diprediksi dalam evaluasi
awal pasien. Namun, Tabel 2.2 dapat menjadi panduan untuk menentukan kehilangan volume
darah yang harus digantikan. Adalah sangat penting untuk menilai respon pasien terhadap
resusitasi cairan dengan adanya bukti perfusi dan oksigenasi yang adekuat, yaitu produksi urin,
tingkat kesadaran, dan perfusi perifer serta kembalinya tekanan darah yang normal (American
College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Jika setelah pemberian cairan tidak terjadi perbaikan tanda-tanda hemodinamik, maka
dapat dipersiapkan untuk memberi transfusi darah (Harisman, 2013).
Tujuan utama transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapasitas angkut oksigen di
dalam intravaskular (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008). Untuk
melakukan transfusi, harus didasari dengan jumlah kehilangan perdarahan, kemampuan
kompensasi pasien, dan ketersediaan darah. Jika pasien sampai di IGD dengan derajat syok yang
berat dan golongan darah spesifik tidak
tersedia, maka dapat diberikan tranfusi darah dengan golongan O. Golongan darah spesifik
biasanya dapat tersedia dalam waktu 10-15 menit (Kelley, 2005).
Evaluasi harus dilakukan untuk melihat perbaikan pasien syok hipovolemik. Jumlah
produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif dari perfusi ginjal karena menandakan
aliran darah ke ginjal yang adekuat. Jumlah produksi urin yang normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam
pada orang dewasa (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Defisit basa juga dapat digunakan untuk evaluasi resusitasi, prediksi morbiditas serta
mortalitas pada pasien syok hipovolemik (Privette dan Dicker, 2013).

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Syok hipovolemik merupakan kegagalan perfusi jaringan yang disebabkan oleh


kehilangan cairan intravaskuler. Proses kegagalan perfusi akibat kehilangan volume
intravaskuler terjadi melalui penurunan aliran darah balik ke jantung (venous
return) yang menyebabkan volume sekuncup dancurah jantung berkurang. Penurunan hebat
curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan tidak optimal yang dalam
kedaan berat menyebabkan syok. Gejala klinis syok hipovolemik baru jelas terlihat bila
kekurangan volume sirkulasi lebih dari 15% karena pada tahap awal perdarahan kurang
mekanisme kompensasi sisitim kardiovaskuler dan saraf otonom masih dapat menjaga fungsi
sirkulasi dalam kedaan normal. Gejala dan tanda klinis juga tidak muncul pada waktu
bersamaan, seperti perubahan tekanan darah sitolik terjadi lebih adanya perubahan tekanan
nadi, frekuensi jantung dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu pemeriksaan dan
penatalaksanaan yang cermat harus dilakukan untuk penatalaksanaan yang tepat, serta
penanggulangan segera kasus-kasus yang beresikoagar tidak jatuh kedalam kondisi syok.

4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Hardisman,2013. Jurnal Kesehatan Andalan “ Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok
Hipovolemik .Padang. Bagian Pendidikan Kedokteran, Bagian Anestesiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas

Syock hipovolemik. Ika prasetya wijaya (ed). 2006. BAIPD. E IV. J I. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p 180-30.

Shock. M Basic Trauma Cardiac Life Support. AGD Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Jakarta, 2012. p 73.

Anda mungkin juga menyukai