MUTIARA ASHRI
Mutiara Ashri
NIM A14080068
4
ABSTRAK
MUTIARA ASHRI. Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau dan Tingkat
Perkembangan Wilayah di Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh
SANTUN R P SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU.
Kualitas lingkungan kota dan kabupaten terus menurun yang salah satunya
ditunjukkan oleh terus menurunnya luasan ruang terbuka hijau (RTH). Hal ini
disebabkan oleh adanya pertambahan penduduk dan kebutuhan ruang untuk
pembangunan permukiman dan fasilitas pelayanan. Cimahi merupakan wilayah
yang baru ditetapkan sebagai kota pada tahun 2001. Sejak awal pembentukan,
Kota Cimahi telah menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat
sehingga perlu diikuti dengan upaya menjaga keseimbangan antara lingkungan,
sosial, dan ekonomi. Salah satunya komposisi ruang terbuka hijau. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui perubahan penggunaan lahan di Kota Cimahi,
mengetahui ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Cimahi, mengetahui
dinamika tingkat perkembangan wilayah di Kota Cimahi dan mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Cimahi.
Perubahan penggunaan lahan Kota Cimahi tahun 2007-2011 menunjukkan banyak
terjadi perubahan menjadi pemukiman sebesar 420.6 ha. Ketersediaan ruang
terbuka hijau Kota Cimahi pada tahun 2011 sebesar 738 ha atau 17.9% dari total
seluruh wilayah sehingga belum bisa mencukupi kebutuhan seluruh penduduk
yang ada di Kota Cimahi. Dinamika tingkat perkembangan wilayah di Kota
Cimahi menunjukkan ada kelurahan-kelurahan yang konsisten di hirarkinya dan
ada yang bersifat fluktuatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan ruang
terbuka hijau di Kota Cimahi yaitu alokasi lahan terbangun dalam RTRW,
kepadatan penduduk, jumlah jenis fasilitas, pertumbuhan penduduk dan lahan
terbangun tahun 2011.
Kata kunci : Perkembangan Wilayah Kota Cimahi, Ruang Terbuka Hijau
5
ABSTRACT
MUTIARA ASHRI. Analysis of the Availability of Greenery Open Space and
Level of Development of Cimahi Municipality, West Java Province. Supervised
by SANTUN R. P. SITORUS and DYAH RETNO PANUJU.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
MUTIARA ASHRI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
9
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
karunianya skripsi yang berjudul “Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau
dan Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat” bisa
diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
meraih gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, nasihat, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini
penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada:
1. Bapak Prof Dr Ir Santun R P Sitorus selaku pembimbing skripsi I, Ibu Dyah
Retno Panuju, SP MSi selaku pembimbing skripsi II dan Bapak Dr Ir
Widiatmaka selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
2. Kedua Orang tuaku tercinta (Mamah, Papah), kakak-kakakku (Aa Ifan, Aa
Angga, Aa Yuga, Aa Panji, Teh Erlin, Teh Yayu, Hana), keponakanku
(Azmy, Ahza, Ephia, Apta) serta seluruh keluarga besar yang selalu
memberikan semangat, kasih sayang, kesabaran, perhatian, dukungan moral
maupun material selama penulis menjalani masa kuliah sampai
terselesaikannya skripsi ini.
3. Kesatuan Bangsa Kota Cimahi, Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah Kota Cimahi, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi,
Badan Lingkungan Hidup Kota Cimahi, Badan Pusat Statistik Kota Cimahi.
4. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan terutama
dosen dan staff Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah atas
seluruh bantuan, dukungan dan bimbingannya selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Tatang Kurniawan (Mahasiswa S2 PWL) yang telah banyak
membantu dan memberi semangat dalam penyelesaian penelitian.
6. Soilers 45 terutama sahabat-sahabat Lab.Bangwil (Etika, Aida, Grahan,
Jalal, Wuri, Tutuk, Ghera, Robi), teman-teman kosan Wisma Blobo yang
telah memberikan semangat dan membantu dalam penyusunan skripsi.
7. Arif Marwanto yang telah memberi semangat, perhatian, kasih sayang, dan
banyak membantu selama penulis melakukan penelitian sampai
terselesaikannya skripsi ini.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan moral maupun spiritual dalam penyelesaiaan skripsi
ini.
Akhir kata, tak ada manusia yang sempurna. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Maret 2013
Penulis
10
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Ruang Terbuka Hijau 3
Kategorisasi Ruang Terbuka Hijau 3
Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau 4
Tata Ruang, Penataan Ruang dan Pengendalian Ruang 4
Penyediaan RTH untuk Kawasan Perkotaan 5
Pengembangan Wilayah 6
BAHAN DAN METODE 8
Lokasi dan Waktu Penelitian 8
Jenis Data, Sumber Data dan Alat Penunjang 8
Teknik Pengumpulan Data 9
Teknik Analisis Data 10
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Kota Cimahi Tahun 2007-2011 10
Analisis Ketersediaan RTH di Kota Cimahi 11
Mengidentifikasi Areal yang Berpotensi untuk Penambahan RTH 12
Analisis Dinamika Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Cimahi 12
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan RTH
di Kota Cimahi 13
KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15
Letak dan Posisi Geografis 15
Administrasi dan Luas Lahan 15
Kemiringan Lereng 15
Hidrologi 16
Iklim dan Suhu Udara 16
Penggunaan Lahan 16
Kependudukan 16
11
Perekonomian 16
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penggunaan Lahan dan Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kota Cimahi
Tahun 2007-2011 18
Ketersediaan RTH Kota Cimahi Tahun 2011 22
Kecukupan RTH Kota Cimahi Berdasarkan Jumlah Penduduk 23
Areal yang Berpotensi untuk Perluasan RTH 24
Dinamika Tingkat Perkembangan Wilayah Kota Cimahi 26
Jumlah dan Kepadatan Penduduk 26
Hirarki Perkembangan Wilayah Kota Cimahi 29
Tingkat Perkembangan Wilayah Tahun 2001-2009 dan Keterkaitannya
dengan Luas RTH 30
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan RTH 33
SIMPULAN DAN SARAN 35
Simpulan 35
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 37
RIWAYAT HIDUP 50
12
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian 8
2 Komposisi Masing-Masing Penggunaan Lahan Kota Cimahi
Tahun 2007 dan 2011 18
3 Sebaran Spasial Penggunaan Lahan Kota Cimahi Tahun 2007 dan 2011 19
4 Luasan Areal yang Berpotensi untuk Penambahan RTH Per Kelurahan
Kota Cimahi Tahun 2011 24
5 Sebaran Areal Penambahan RTH Kota Cimahi 24
6 Jumlah Penduduk Kota Cimahi Tahun 2003-2011 27
7 Kepadatan Penduduk Kota Cimahi Tahun 2003-2011 28
8 Tingkat Pemerataan Wilayah Kota Cimahi Berdasarkan Sektor PDRB
Tahun 2001-2009 30
9 Persentase Sumbangan PDRB Setiap Sektor Kota Cimahi Tahun 2001-2009 31
13
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
tahun 2002 sampai tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 362.21 ha. Adanya
alih fungsi lahan RTH menjadi penggunaan lahan lain serta adanya peningkatan
jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan sarana prasarana seperti
fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan fasilitas perekonomian diduga menjadi
pemicu penurunan RTH.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari kondisi RTH di salah satu
kota di Jawa Barat, yaitu Kota Cimahi. Kota Cimahi merupakan wilayah yang
baru saja ditetapkan sebagai Kota pada tanggal 21 Juni 2001 yang sebelumnya
merupakan Kota Administratif (Kotif). Sejak awal pembentukan, Kota Cimahi
telah menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat ditandai
dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan
besarnya potensi pendapatan asli daerah (PAD). Kondisi tersebut harus diikuti
dengan adanya keseimbangan antara lingkungan, sosial, dan ekonomi. Salah
satunya komposisi RTH di Kota Cimahi (Pemkot Cimahi 2012).
Berdasarkan data BLH Kota Cimahi (2011) diketahui Kota Cimahi
mempunyai luasan RTH sebesar 621.3 ha atau kurang lebih 15.4% dari total luas
wilayah Kota Cimahi. Jika merujuk pada UU No. 26 tahun 2007 pasal 29 luasan
RTH tersebut jauh dibawah luasan yang disyaratkan bagi RTH suatu kota. Dari
uraian tersebut dan melihat kondisi ketersediaan RTH di Kota Cimahi, maka
sangat penting untuk menetapkan langkah dan strategi RTH di Kota Cimahi guna
mendukung kelangsungan aktivitas perkotaan yang lebih optimal.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Fandeli et al. (2004) ruang terbuka hijau kota merupakan bagian
dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan
lindung itu sendiri merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup termasuk di dalamnya sumberdaya alam dan sumber
daya buatan. Kawasan hijau merupakan salah satu yang termasuk kawasan
lindung. Lebih lanjut, Fandeli et al. (2004) menyatakan bahwa kawasan hijau kota
terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi
kota, kawasan hijau kegiatan olahraga dan kawasan hijau pekarangan. RTH
diklasifikasikan berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan
struktur vegetasinya.
Berdasarkan Instrumen Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1988 tentang
penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, ruang terbuka hijau adalah
ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam
ruang terbuka hijau pemanfaatnnya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau
tumbuh-tumbuhan secara alamiah maupun budidaya tanaman seperti lahan
pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Menurut UU No. 26 tahun 2007, tata ruang adalah wujud struktural dan
pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun yang tidak, yang
menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Penataan ruang
adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya
untuk mewujudkan tertib tata ruang.
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 3, penyelenggaraan penataan ruang
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan
nasional dengan:
a. terwujudanya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Pada pasal 28 UU No. 26 tahun 2007 tentang perencanaan tata ruang
wilayah kota salah satunya harus memuat tentang rencana penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau, ruang terbuka non hijau, serta sarana dan
prasarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan
ruang evakuasi bencana yang digunakan untuk menjalankan fungsi wilayah kota
sebagai pusat pelayanan sosial dan pusat pertumbuhan wilayah. Pada pasal 35 UU
No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang
dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan
5
disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki
izin dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana
denda.
Pemberian insentif dimaksud sebagai upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang
dilakukan oleh masyarakat ataupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif
tersebut dijelaskan dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 38 yakni antara lain dapat
berupa keringanan pajak, pembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur),
pemberian kompensasi, kemudahan prosedur, perizinan, dan pemberian
penghargaan. Disinsentif dimaksud sebagai perangkat untuk mencegah,
membatasi, pertumbuhan, dan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana tata ruang, antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi,
pembatasan penyediaan sarana dan prasarana, serta pengenaan kompensasi
penalti. Dalam Undang-undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan
kepada pemanfaat ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang
berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
Dewasa ini, beberapa kota besar di berbagai belahan dunia seperti New
York, Singapura, Beijing, Melbourne dan Curitiba (Brazil) telah menerapkan
konsep green city atau kota hijau dengan meningkatkan proporsi luasan RTH
hingga lebih dari 20% dari luas kotanya. Salah satu contoh di Curitiba telah
berkembang menjadi kota yang nyaman dengan luasan RTH nya meningkat dari 1
m2/kapita pada tahun 1970 menjadi 55 m2/kapita pada tahun 2002 yang
merupakan ukuran yang sangat tinggi untuk suatu kota (Direktorat Jenderal
Penataan Ruang 2006).
Penyediaan RTH untuk kawasan perkotaan dibagi berdasarkan luas wilayah,
jumlah penduduk, serta kebutuhan fungsi tertentu. Penyediaan RTH berdasarkan
luas wilayah antara lain; RTH di perkotaan terdiri dari RTH publik dan RTH
privat, proporsi dari RTH tersebut adalah minimal sebesar 30% dari luas wilayah
(20% RTH publik dan 10% RTH privat), dan apabila proporsi dari RTH di suatu
wilayah baik RTH publik maupun RTH privat luasannya telah melebihi dari
peraturan yang berlaku maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan (UU
Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007). Proporsi 30% merupakan ukuran minimal
untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
meningkatkan nilai estetika kota (Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
2008).
Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk dapat dihitung dengan
mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per
kapita sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penyediaan RTH berdasarkan
kebutuhan fungsi tertentu yaitu memberikan perlindungan atau pengamanan
sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam,
pengamanan pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar
6
fungsi utamanya tidak terganggu. Contoh dari RTH jenis ini antara lain jalur hijau
sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan tegangan tinggi, RTH sempadan
sungai, RTH sempadan pantai, serta RTH perlindungan sumber mata air.
Penentuan luas RTH kota umumnya dihitung berdasarkan jumlah penduduk.
Sebagai perbandingan, luasan RTH kota di Malaysia ditetapkan sebesar 1.9
m2/penduduk, sedangkan di Jepang 5 m2/penduduk (Tong Yiew dalam Direktorat
Jenderal Penataan Ruang 2006). Menurut Rifai dalam Direktorat Jenderal
Penataan Ruang (2006) menyatakan bahwa Dewan Kota Lancashire, Inggris
menetukan 11.5 m2/penduduk dan Amerika 60 m2/penduduk, sedangkan di DKI
Jakarta taman untuk bermain dan berolahraga diusulkan 1.5 m2/ penduduk.
Dari segi kenyamanan, keberadaan RTH di suatu perkotaan sangat
diperlukan untuk menurunkan rata-rata suhu udara di suatu kawasan. Bagian kota
yang berupa RTH umumnya suhunya 2-5 derajat lebih rendah dibandingkan
dengan bagian lain seperti perumahan, perdagangan, dan industri. Perbedaan suhu
udara antar bagian ini menyebabkan pengaliran udara dari yang bertekanan tinggi
ke tekanan yang lebih rendah sehingga menciptakan pergerakan angin yang dapat
menurunkan rata-rata suhu udara wilayah perkotaan (Direktorat Jenderal Penataan
Ruang 2006).
Pengembangan Wilayah
kepada masyarakat baik jangka pendek, jangka menengah, atau pun jangka
panjang (Tarigan 2005).
Dalam perencanaan wilayah, perlu untuk menetapkan suatu tempat
pemukiman atau tempat berbagai kegiatan sebagai kota atau pedesaan/pedalaman.
Hal ini dikarenakan fungsi kota berbeda dengan pedesaan/pedalaman sehingga
kebutuhan fasilitasnya pun akan berbeda. Karena fungsi kota berbeda dengan
fungsi pedesaan maka kebijakan pembangunannya pun akan berbeda. Wilayah
pedesaan yang umumnya menjadi kegiatan basis adalah sektor penghasil barang
(pertanian, industri, dan pertambangan), sedangkan di perkotaan selain menjadi
sektor penghasil barang juga umumnya sektor perdagangan dan jasa sebagai basis
utama. Perkembangan perdagangan di sektor perkotaan tergantung perekonomian
wilayah belakangnya. Perkembangan wilayah belakangnya tergantung pada
sektor basis dari wilayah belakang tersebut. Dengan demikian, perkembangan
perekonomian secara keseluruhan tetap tergantung pada perkembangan sektor
basis murni (selain pariwisata) (Tarigan 2005).
Pusat pertumbuhan dapat diartikan secara fungsional dan secara geografis.
Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi dimana ada konsentrasi
kelompok usaha atau cabang industri yang satu sama lain saling berinteraksi
secara dinamis sehingga bisa menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam
maupun keluar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan
merupakan suatu lokasi dimana banyak fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi
daya tarik yang menyebabkan masyarakat tertarik untuk datang dan
memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut serta membangun usaha yang
akan menarik masyarakat untuk datang ke lokasi tersebut. Hirarki perkotaan
sangat terkait dengan hirarki fasilitas kepentingan umum yang berada di masing-
masing kota. Hirarki perkotaan dapat membantu untuk menentukan fasilitas apa
saja yang mesti ada dan perlu dibangun di masing-masing kota. Pembangunan
faslitas kepentingan umum tidak hanya menyangkut jenisnya, tetapi
mempertimbangkan kualitas dan kapasitas pelayanan. Hal ini bertujuan agar
terdapat efisiensi biaya pembangunan fasilitas dan perawatannya tetapi
masyarakat tetap terlayani dengan ongkos biaya transportasi lebih kecil (Tarigan
2005).
8
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
terdiri dari citra Quickbird tahun 2011 yang dapat diakses secara bebas melalui
website earth.google.com dan data survei lapang. Data sekunder terdiri dari data
PDRB Kota Cimahi, data potensi desa Kota Cimahi tahun 2003, 2006, 2008, dan
2011 yang meliputi data jumlah dan jenis fasilitas, aksesibilitas, dan data jumlah
penduduk, peta administrasi Kota Cimahi, peta RTRW Kota Cimahi tahun 2011-
2031, serta beberapa peta penunjang lainnya yang diperoleh dari Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Cimahi. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
9
Alat penunjang yang digunakan pada penelitian ini antara lain: seperangkat
komputer dengan perangkat lunak ArcGIS 9.3, ArcView 3.3, Google Earth,
Microsoft Excel, Microsoft Word, Statistica 8, Global Mapper, kamera digital dan
GPS.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data spasial, data numerik serta data
penunjang hasil survei lapangan. Data spasial terdiri dari peta administrasi, peta
jalan, peta RTRW Kota Cimahi tahun 2011-2031, peta penggunaan lahan tahun
2007 dengan skala 1: 21 000 yang didapatkan dari BAPPEDA lalu didigitasi agar
dapat diolah dan dianalisis. Kemudian citra Quickbird Kota Cimahi dengan
resolusi spasial 0.6 m didigitasi menggunakan perangkat lunak Google Earth
untuk mengetahui penggunaan lahan dan luasan RTH eksisting tahun 2011.
Proses interpretasi dilakukan secara visual berdasarkan kenampakan penutupan
lahan, khususnya kenampakan RTH. Peta penggunaan lahan 2007 selanjutnya
ditumpangtindihkan dengan peta penggunaan lahan tahun 2011 untuk mengetahui
perubahan penggunaan lahan Kota Cimahi tahun 2007-2011. Dari hasil digitasi
dapat diketahui ketersediaan RTH yang ada di Kota Cimahi tahun 2011. Data
numerik terdiri dari data PDRB Kota Cimahi, data potensi desa Kota Cimahi
tahun 2003, 2006, 2008, dan 2011. Data penunjang hasil survei lapang meliputi
pengamatan penggunaan lahan berupa RTH dan penggunaan lahan lain di Kota
Cimahi di 117 titik contoh. Pemilihan titik-titik contoh berdasarkan lokasi
dinamika perubahan penggunaan lahan serta keberadaan RTH publik yang telah
ditetapkan oleh Pemkot Kota Cimahi dengan luasan relatif besar. Proporsi
10
penarikan contoh RTH publik didasarkan pada data RTH Publik Kota Cimahi
yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Proporsi Penarikan Contoh RTH Publik Kota Cimahi Tahun 2011
Luas (m2)
Kode Lokasi Kelurahan
2011
CR40 Taman Pemkot dan Walikota Cibabat 6 500.0
CR28 Taman Underpass Cibabat Cibabat/Cigugur Tengah 1 000.2
CR21 Taman Alun-alun Cimahi 4 584.6
CR22 Taman Kartini Baros 6 500.0
CR20 Taman Median Jalan Akses Tol Baros Baros 1 200.0
CR48 Taman Trotoar Jalan Baros Baros 391.1
CR46 Taman Akses Tol Baros Baros 11 587.0
CR17 Taman Stasiun KA Baros 1 125.4
CR18 Taman Oerip Soemoharjo (dekat Dustira) Baros 1 600.0
CR24 Taman segtiga Akses Tol Baros Baros 15.0
CR63 Taman segitiga Nanjung Utama 30.0
Teknik analisis data yang digunakan untuk tujuan (1) adalah analisis spasial
berupa koreksi geometri dan digitasi citra serta tabulasi data, untuk tujuan (2)
digunakan analisis seperti tujuan (1) serta analisis kecukupan RTH ditinjau dari
luas wilayah dan jumlah penduduk berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 dan
Permen PU No. 5/PRT/M/2008, untuk tujuan (3) digunakan analisis skalogram
sederhana dan analisis entropi, sedangkan untuk tujuan (4) digunakan teknik
pendugaan pertumbuhan dan analisis regresi berganda. Uraian singkat masing-
masing teknik analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
bayangan, pola dan asosiasi. Kemudian, hasil digitasi diubah ke dalam bentuk
shapefile menggunakan perangkat lunak Global Mapper yang pada akhirnya akan
menghasilkan peta penggunaan lahan tahun 2011. Peta penggunaan lahan tahun
2007 ditumpangtindihkan dengan peta penggunaan lahan tahun 2011 sehingga
didapatkan peta perubahan penggunaan lahan Kota Cimahi tahun 2007-2011.
Selanjutnya hasil dari luasan perubahan penggunaan lahan disajikan dalam bentuk
matriks transisi.
Keterangan:
k = Nilai ketentuan luas RTH per penduduk berdasarkan Permen PU No.
05/PRT/M/2008.
Pi = Jumlah penduduk di wilayah i.
tidak terbangun tahun 2011, alokasi lahan terbangun dalam RTRW (kawasan
industri, kawasan militer, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan sosial budaya
dan perumahan), alokasi lahan tidak terbangun dalam RTRW (hutan resapan,
kawasan pengembangan perikanan, kawasan rawan banjir, kawasan rawan
longsor, kawasan resapan air), dan alokasi RTH dalam RTRW. Variabel
pertumbuhan penduduk dihitung menggunakan teknik pendugaan pertumbuhan.
Teknik ini digunakan untuk menghitung pertumbuhan penduduk yang ada di Kota
Cimahi pada periode 2008-2011, sehingga dapat dilihat seberapa besar
pengaruhnya terhadap ketersediaan RTH di Kota Cimahi. Rumus matematik dari
teknik pendugaan pertumbuhan adalah:
Pertumbuhan= (Xt1-Xt0)/Xt0 , dimana:
Xt0 = nilai variabel tahun awal
Xt1 = nilai variabel tahun akhir
15
Kota Cimahi merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat meliputi 3
kecamatan dan 15 kelurahan, yaitu: Kecamatan Cimahi Utara 4 kelurahan dengan
luas wilayah sebesar 16.9 km2, Kecamatan Cimahi Tengah 6 kelurahan dengan
luas wilayah 10 km2 dan Kecamatan Cimahi Selatan 5 kelurahan dengan luas
wilayah 13.3 km2. Dari ketiga kecamatan tersebut, Kecamatan Cimahi Selatan
merupakan daerah terluas dengan luas 16.9 km2 dan Kecamatan Cimahi Tengah
merupakan daearah yang memiliki luas terkecil yaitu 10 km2.
Panjang jalan di Kota Cimahi pada akhir tahun 2010 adalah 118 956 meter.
Jika dirinci menurut pengelolanya maka sebesar 3.25% diantaranya adalah jalan
nasional, 7.05% adalah jalan provinsi, dan sisanya jalan kota. Dari seluruh jalan
yang ada di Kota Cimahi hanya 69.99% (83 219 meter) yang dalam kondisi baik,
sebanyak 17.90% (21 299 meter) dalam kondisi sedang dan 11.91% (14 438
meter) dalam kondisi rusak.
Kemiringan Lereng
Hidrologi
Sungai yang melalui Kota Cimahi adalah Sungai Cimahi, dengan anak
sungainya ada lima yaitu Kali Cibodas, Ciputri, Cimindi, Cibeureum, dan Kali
Cisangkan, sementara itu mata air yang terdapat di Kota Cimahi adalah mata air
Cikuda dan mata air Cisintok.
Berdasarkan data curah hujan wilayah Kota Cimahi mempunyai curah hujan
rata-rata berkisar antara 2 000-5 000 mm/tahun dan memiliki temperatur berkisar
antara 18ºC-29ºC.
Penggunaan Lahan
Kependudukan
Perekonomian
2000.0
1461.5
1500.0
1000.0 633.5
459.1 585.6
500.0 264.3 223.9 350.4
9.4 29.9 54.4
0.0
2000.0 1869.5
1500.0
1000.0 737.9
500.0 335.8 444.7 249.0
69.5 107.4 153.0 95.7
9.4
0.0
(a)
(b)
Gambar 3 Sebaran Spasial Penggunaan Lahan di Kota Cimahi Tahun 2007
(a), Tahun 2011 (b)
20
Tabel 4 Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kota Cimahi Tahun 2007-2011 (ha)
Penggunaan Penggunaan Lahan Tahun 2011 (ha)
Lahan Tahun
2007 Jumlah
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10)
(ha)
Jumlah 9.4 69.7 335.8 444.9 107.4 1 869.7 152.9 738.0 95.6 249.1 4 072.6
Pasirkaliki yaitu sebesar 7.7 ha. Rumput menjadi industri berubah sebesar 67.4 ha
dan wilayah yang paling besar perubahannya yaitu Kelurahan Utama sebesar 37.9
ha. Perubahan rumput ke pemukiman sebesar 69.9 ha dan wilayah yang
mengalami perubahan terbesar adalah Kelurahan Pasirkaliki sebesar 19.9 ha,
sedangkan rumput menjadi RTH berubah sebesar 222.7 ha dengan wilayah yang
mengalami perubahan terbesar adalah Kelurahan Utama sebesar 59.5 ha.
Perubahan penggunaan lahan juga dialami pada penggunaan lahan sawah dimana
pada selang waktu tahun 2007-2011 terjadi perubahan penggunaan sawah menjadi
pemukiman dan perubahan sawah menjadi RTH. Sawah ke pemukiman berubah
sebesar 191.5 ha dengan wilayah yang mengalami perubahan terbesar adalah
Kelurahan Citeureup sebesar 40.2 ha, sedangkan perubahan dari sawah ke RTH
sebesar 150.8 ha dengan wilayah yang mengalami perubahan terbesar adalah
Kelurahan Utama sebesar 53.8 ha. Perubahan penggunaan lahan Kota Cimahi
tahun 2007-2011 banyak terjadi konversi dari lahan pertanian ke non pertanian.
Hal ini berarti Kota Cimahi semakin menunjukkan wilayah perkotaan dimana
sebagian besar aktivitasnya digunakan untuk aktivitas non pertanian. Luasan
perubahan penggunaan lahan Kota Cimahi tahun 2007-2011 di masing-masing
wilayah disajikan pada Lampiran 3.
Pada tahun 2011, luasan RTH Kota Cimahi keseluruhan sebesar 738 ha.
Kelurahan Utama memilki luasan RTH tertinggi yaitu sebesar 158 ha atau sebesar
21.4% kemudian diikuti oleh Kelurahan Baros dengan luasan RTH sebesar 86.7
ha atau 11.8% dari total keseluruhan luasan RTH. Luasan RTH terkecil dimiliki
oleh Kelurahan Cimahi dengan luasan RTH 6.7 ha atau 0.9% dari total
keseluruhan luasan RTH, hal ini disebabkan oleh luas wilayah kelurahan tersebut
relatif kecil dibandingkan dengan luas wilayah lainnya. Hasil identifikasi RTH
Kota Cimahi tahun 2011 berdasarkan citra Quickbird tahun 2011 disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5 Luasan RTH Eksisting Kota Cimahi tahun 2011
Luas RTH eksisting
Kelurahan %
Cimahi 2011 (ha)
Baros 86.7 11.8
Cibabat 21.1 2.9
Cibeber 85.4 11.6
Cibeureum 14.8 2.0
Cigugur Tengah 58.1 7.9
Cimahi 6.7 0.9
Cipageran 39.5 5.4
Citeureup 22.9 3.1
Karangmekar 61.0 8.3
Leuwigajah 60.8 8.2
Melong 14.5 2.0
Padasuka 14.6 2.0
Pasirkaliki 25.0 3.4
Setiamanah 68.9 9.3
Utama 158.0 21.4
Jumlah 738.0 100
23
100.0
80.0
54.9
60.0
40.0 27.5 22.5 24.2 23.8 20.6
20.0 4.3 4.8 0.4 2.9 2.9 2.7 5.7 4.3 1.5
0.0
Gambar 4 Luasan Areal yang Berpotensi untuk Penambahan RTH per Kelurahan
Kota Cimahi tahun 2011
yang ada di Kota Cimahi yaitu sebesar 941 ha, sedangkan menurut proporsi
Permen PU No. 5 tahun 2008 luasan RTH untuk mencukupi seluruh penduduk
sebesar 1 024.6 ha. Beberapa kelurahan yang luasan RTH nya belum bisa
mencukupi seluruh penduduk yang tinggal di wilayah tersebut diantaranya
Kelurahan Cibabat, Cibeureum, Cigugur Tengah, Cimahi, Cipageran, Citeureup,
Melong, dan Padasuka. Kelurahan Melong menduduki peringkat tertinggi yang
belum bisa mencukupi kebutuhan RTH di wilayahnya yaitu sebesar 111.6 ha,
kemudian diikuti oleh Kelurahan Cibeureum sebesar 108.2 ha. Kedua kelurahan
ini seperti dijelaskan sebelumnya memiliki jumlah penduduk terbanyak
dibandingkan kelurahan lainnya sehingga sebagian besar lahan untuk RTH
dikonversi untuk lahan terbangun seperti perumahan, perkantoran, industri, dan
jasa sehingga berpengaruh terhadap kurangnya lahan untuk RTH. Adapun
kelurahan yang sudah memenuhi kebutuhan RTH menurut proporsi Permen PU
No. 5 tahun 2008 yaitu Kelurahan Baros, Cibeber, Karangmekar, Leuwigajah,
Pasirkaliki, Setiamanah dan Utama. Kelurahan-kelurahan tersebut sudah
mencukupi kebutuhan RTH nya walaupun luasannya belum ditambahkan dengan
luasan areal penambahan RTH, kecuali Kelurahan Leuwigajah dan Pasirkaliki.
Agar RTH yang ada di Kota Cimahi tetap dilindungi ketersediaannya maka
alokasi RTH perlu direncanakan sebelumnya untuk mengantisipasi perkembangan
wilayah agar penduduk tetap merasa nyaman dalam melakukan aktivitas, sehingga
perkembangan wilayah meningkat didukung oleh ketersediaan RTH demi
kenyamanan penduduk dalam melakukan aktivitasnya.
50000
40000
30000 Pasirkaliki
Cibabat
20000
Citeureup
10000 Cipageran
0
2003 2006 2008 2010 2011
a
60000
50000 Baros
40000 Cigugur Tengah
30000 Karangmekar
20000 Setiamanah
10000 Padasuka
0 Cimahi
2003 2006 2008 2010 2011
b
70000
60000
50000 Melong
40000 Cibeureum
30000 Utama
20000 Leuwigajah
10000
Cibeber
0
2003 2006 2008 2010 2011
c
Gambar 6 Jumlah Penduduk Periode Tahun 2003-2011 di a) Kecamatan Cimahi
Utara, b) Kecamatan Cimahi Tengah, c) Kecamatan Cimahi Selatan
28
15000
10000 Pasirkaliki
Cibabat
5000 Citeureup
Cipageran
0
2003 2006 2008 2010 2011
a
35000
30000 Baros
25000 Cigugur Tengah
20000 Karangmekar
15000 Setiamanah
10000 Padasuka
5000 Cimahi
0
2003 2006 2008 2010 2011
b
25000
20000
Melong
15000 Cibeureum
10000 Utama
Leuwigajah
5000
Cibeber
0
2003 2006 2008 2010 2011
c
Gambar 7 Kepadatan Penduduk Periode Tahun 2003-2011 di a) Kecamatan
Cimahi Utara, b) Kecamatan Cimahi Tengah, c) Kecamatan Cimahi
Selatan
Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan perubahan jumlah dan kepadatan
penduduk Kota Cimahi pada tahun 2003-2011. Kelurahan yang memiliki
kepadatan penduduk paling tinggi yaitu Kelurahan Padasuka yang berada di
Kecamatan Cimahi Tengah sebesar 30 243 jiwa/km2 pada tahun 2011. Mobilitas
penduduk yang cukup tinggi menuju kelurahan tersebut terjadi karena penduduk
lebih terkonsentrasi di pusat perkotaan Cimahi dengan segala
keanekaragamannya, disusul oleh Kelurahan Cibeureum dan Kelurahan Melong
yang berada di Kecamatan Cimahi Selatan dengan kepadatan penduduk masing-
masing sebesar 23 244 jiwa/km2 dan 21 036 jiwa/km2 pada tahun 2011. Kelurahan
29
Hasil analisis jumlah jenis fasilitas, jumlah unit fasilitas dan jumlah
penduduk menunjukkan bahwa Kelurahan Melong dan Cibereum konsisten
berada di hirarki 1. Jumlah penduduk di kelurahan tersebut paling banyak
dibandingkan kelurahan yang lainnya, selain itu juga didukung oleh jumlah unit
dan jumlah jenis fasilitas yang banyak dan beragam guna memfasilitasi kebutuhan
masyarakat. Disamping itu, kelurahan tersebut dilewati oleh jalan utama kota dan
berbatasan langsung dengan Kota Bandung yang merupakan Ibukota Provinsi
Jawa Barat. Kelurahan Utama konsisten berada pada hirarki 2. Hal ini disebabkan
wilayah tersebut dilalui oleh jalan tol yang menjadi salah satu akses untuk keluar
masuk aktivitas ke pusat pemerintahan sehingga menjadi daerah penunjang bagi
wilayah pusatnya (hirarki 1). Kelurahan Cibeber, Karangmekar, Setiamanah,
Cimahi, Pasirkaliki konsisten berada di hirarki 3. Terjadi karena jumlah dan
kepadatan penduduk di daerah tersebut relatif lebih rendah dibandingkan
kelurahan yang lainnya sehingga jumlah dan ragam fasilitas yang dibangun oleh
pemerintah juga lebih sedikit. Untuk kelurahan yang lainnya yaitu Kelurahan
Leuwigajah, Baros, Cigugur Tengah, Padasuka, Cibabat, Citeureup, dan
Cipageran mengalami hirarki yang fluktuatif. Penurunan hirarki pada beberapa
kelurahan terjadi disebabkan kelurahan-kelurahan tersebut sudah jenuh dan tidak
30
ada lagi tempat yang bisa digunakan untuk menambah fasilitas umum maupun
prasarana. Akibatnya penduduk di wilayah setempat cenderung berpindah ke
wilayah pusat yang memiliki fasilitas yang lebih banyak dan beragam. Sementara
itu, kenaikan hirarki diduga disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah
penduduk dan banyaknya pendatang dari wilayah lain sehingga diperlukan
penambahan jumlah dan ragam fasilitas yang lebih lengkap guna menunjang
kebutuhan aktifitas masyarakat. Sebagai contoh di Kelurahan Padasuka hirarki
mengalami peningkatan dari hirarki 3 menjadi hirarki 2. Hal ini disebabkan
adanya peningkatan jumlah fasilitas terutama toko dan restoran untuk kepentingan
masyarakat. Selain itu, Kelurahan Padasuka dilalui oleh jalan arteri dan jalan
kolektor yang berpengaruh terhadap perkembangan wilayah itu sendiri.
Perkembangan suatu wilayah ditandai dengan adanya peningkatan
perekonomian, jumlah unit fasilitas, dan semakin lengkapnya fasilitas yang ada di
wilayah tersebut. Pembangunan fasilitas-fasilitas tersebut berimplikasi pada
intensitas konversi lahan dari RTH menjadi lahan terbangun, karena untuk
pembangunan fasilitas pasti membutuhkan lahan. Salah satunya lahan-lahan yang
tidak memiliki fungsi ekonomis yang tinggi lagi cenderung akan dikonversikan.
Selain itu keberadaan lahan kosong yang strategis untuk pembangunan fasilitas
semakin sempit dan terbatas sehingga kemungkinan mengambil lahan RTH untuk
dikonversi semakin besar.
0.40
0.30
Entropi
0.20
0.10
0.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
PERTANIAN 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
TAMBANG 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
INDUSTRI 0.28 0.29 0.29 0.29 0.25 0.30 0.30 0.30 0.30
JASA 0.37 0.37 0.37 0.37 0.36 0.37 0.37 0.37 0.37
Gambar 8 Tingkat Pemerataan Wilayah Kota Cimahi Berdasarkan Sektor PDRB Tahun
2001-2009
31
40.00
% Pencapaian PDRB
30.00
20.00
10.00
0.00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
PERTANIAN 1.02 0.95 1.00 0.99 1.00 0.69 0.83 0.82 0.81
TAMBANG 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
INDUSTRI 24.46 24.21 24.40 25.51 20.45 19.57 24.40 24.47 24.53
JASA 31.60 30.49 31.44 32.07 29.69 24.25 29.94 29.75 29.52
Gambar 9 Persentase Sumbangan PDRB Setiap Sektor Kota Cimahi Tahun 2001-2009
Tabel 9 Luas dan Pertambahan RTH Berdasarkan Hirarki Wilayah Kota Cimahi Tahun
2007 dan 2011
Luasan RTH (ha) Pertambahan Luas RTH
Hirarki
Tahun 2007 Tahun 2011 ha %
Hirarki 1 9.5 29.2 19.8 5.1
Hirarki 2 103.9 233.3 129.5 33.4
Hirarki 3 237.1 475.3 238.2 61.5
Jumlah 350.4 737.9 387.5 100.0
19.7 ha atau 5.8% yaitu Kelurahan Cibeureum dan Melong. Kelurahan yang
konsisten di hirarki 2 pada tahun 2007-2011 adalah Kelurahan Utama dan
Leuwigajah, memiliki luas penambahan RTH sebesar 162.3 ha atau 47.7%.
Kelurahan yang konsisten berada di hirarki 3 yaitu Kelurahan Baros, Cibeber,
Cigugur Tengah, Cimahi, Karangmekar, Pasirkaliki dan Setiamanah memiliki luas
penambahan RTH sebesar 158 ha atau 46.5%. Secara keseluruhan total luas
penambahan RTH berdasarkan kelurahan yang konsisten di hirarkinya pada tahun
2007-2011 sebesar 340 ha. Rincian luasan RTH masing-masing kelurahan
berdasarkan hirarki wilayah di Kota Cimahi tahun 2007 dan 2011 disajikan pada
Lampiran 5.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
38
Analisis Regresi
Pola Perubahan Penggunaan Berganda
Lahan 2007-2011
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Ketersediaan RTH
Dinamika Tingkat
Perkembangan Wilayah
Kota Cimahi
39
Lampiran 3 Luasan Perubahan Penggunaan Lahan Kota Cimahi Tahun 2007-2011 (ha)
Ladang - Pemukiman - Perkebunan -
Ladang - Ladang - Ladang - Ladang - Perkebunan - Perkebunan -
Perubahan/Kelurahan Lahan Lahan Lahan
Bangunan Industri Pemukiman Rumput Pemukiman RTH
Terbuka Terbuka Terbuka
Baros 0.3 1.5 0.4 0.1 4.6 0.7 1.6 3.8
Cibabat 1.8 0.4 27.0 0.6 0.3
Cibeber 2.8 18.4 6.9 2.0 0.4 2.2 10.1 1.2
Cibeureum 0.2 2.0 2.6
Cigugur Tengah 3.2 3.1 4.8 1.4 1.5 0.6 0.4
Cimahi 0.6 0.2
Cipageran 1.6 1.0 29.4 0.2 17.0
Citeureup 0.5 0.3 8.1 1.4
Karangmekar 0.1 1.0 1.0 0.3
Leuwigajah 0.4 0.9 4.8 2.7 3.3 0.3 9.5 1.9
Melong 1.2 7.2 0.1 0.1 0.8 0.9
Padasuka 0.2 9.4 5.6 0.1 0.4 5.3 0.3
Pasirkaliki 4.1 15.0 3.7 4.2 2.4 2.6
Setiamanah 2.8 0.4 0.1 1.9 0.9
Utama 1.1 0.1 0.1 2.6
Total 18.5 4.2 38.1 110.4 17.6 12.3 2.67 48.8 14.0
40
41
Lampiran 3 (lanjutan)
Perkebunan – Rumput - Rumput - Rumput - Rumput - Sawah - Sawah -
Perubahan/Kelurahan Total
Sawah Bangunan Industri Pemukiman RTH Pemukiman RTH
Baros 2.9 0.7 21.7 8.3 11.1 57.8
Cibabat 2.8 2.4 17.3 5.0 57.6
Cibeber 1.9 0.3 3.0 47.8 12.0 17.3 126.3
Cibeureum 0.4 12.5 4.4 6.6 6.7 1.0 36.4
Cigugur Tengah 2.2 6.1 6.6 14.7 13.6 6.1 64.2
Cimahi 0.2 1.1 4.4 0.9 7.4
Cipageran 1.2 0.1 3.3 9.2 31.5 10.3 104.7
Citeureup 2.5 0.1 0.3 40.2 9.0 62.4
Karangmekar 0.8 0.3 1.3 0.5 1.3 6.6
Leuwigajah 1.1 0.7 1.0 16.8 37.1 7.4 7.3 95.0
Melong 0.4 9.6 7.4 1.9 15.3 9.4 54.1
Padasuka 0.1 0.1 2.4 3.2 24.0 7.8 59.1
Pasirkaliki 7.7 19.9 9.7 7.1 1.6 78.1
Setiamanah 3.9 0.4 6.2 0.3 8.7 25.7
Utama 0.6 37.9 1.8 59.5 2.8 53.8 160.3
Total 5.5 21.3 67.4 69.9 222.7 191.5 150.8 995.7
41
42
Lampiran 4 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kelurahan Kota Cimahi Periode 2003-2011
Luas Jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan penduduk (jiwa/km2)
Kelurahan Wilayah
2003 2006 2008 2010 2011 2003 2006 2008 2010 2011
(km2)
Melong 306.9 53 439 61 026 63 570 66 427 65 864 17 068 19 491 20 303 21 216 21 036
Cibeureum 228.3 47 110 40 020 60 853 58 254 63 854 17 150 14 569 22 153 21 206 23 245
Utama 350.3 21 370 20 533 34 154 30 713 35 889 5 621 5 399 8 981 8 076 9 437
Leuwigajah 384.6 30 230 35 650 39 373 38 335 40 694 7 684 9 062 10 008 9 745 10 344
Cibeber 352.0 15 066 19 984 20 724 21 584 23 992 4 530 6 008 6 231 6 489 7 213
Baros 243.5 20 665 20 691 21 727 21 628 21 053 9 184 9 196 9 656 9 612 9 357
Cigugur Tengah 330.5 28 531 35 009 41 133 41 067 53 592 12 136 14 891 17 496 17 468 22 795
Karangmekar 124.4 13 753 14 471 14 832 17 460 14 975 10 498 11 038 11 314 13 318 11 423
Setiamanah 114.7 19 603 19 353 20 946 26 268 20 419 14 309 14 126 15 289 19 174 14 904
Padasuka 188.7 25 765 26 952 33 120 32542 40163 13 013 20 295 24 940 24 505 30 243
Cimahi 61.7 10 194 10 400 11 995 11 067 11 129 12 136 12 322 14 212 13 113 13 186
Pasirkaliki 217.2 15 499 15 424 15 795 15 860 15 860 12 204 12 145 12 437 12 488 12 488
Cibabat 286.3 33 577 34 361 36 159 39 219 39 219 11 695 11 956 12 581 13 646 13 646
Citeureup 308.3 23 139 23 431 31 123 30 121 30 121 7 153 7 243 9 621 9 311 9 311
Cipageran 574.5 30 640 30 668 34 702 35 466 35 466 5 156 5 160 5 839 5 968 5 968
42
43
Lampiran 6 Foto Cek Lapang Perubahan Penggunaan Lahan Kota Cimahi 2007-
2011
Lampiran 6 (Lanjutan)
Lampiran 6 (Lanjutan)
Lampiran 7 (Lanjutan)
RTH Privat
6⁰54’16.6”E 107⁰31’50.8”S
49
Z= …………………………..
S=…………………………. B=..................................................
(2007-2010)
Sekuen perubahan :
(jelaskan)
d. Lainnya: ....................................................
RIWAYAT HIDUP