Anda di halaman 1dari 8

Center for International Forestry Research

Agustus 2005
Governance Brief

Nomor 14
Forests and
Governance
Programme

Kemiskinan Masyarakat Desa


Sekitar Hutan dan Penanggulangannya
Studi Kasus di Kabupaten Malinau

Erna Rositah

Apakah peningkatan akses pemerintah setempat pada kekayaan hutan di Kabupaten berdampak pada kemiskinan?
Bergulirnya otonomi daerah memberikan kewenangan bagi pemerintah kabupaten untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah.

Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur memiliki kesempatan yang sama untuk membangun kesejahteraan
masyarakatnya. Meskipun kekayaan sumber daya alam terutama hutan melimpah (4,2 juta ha), pada kenyataannya
Malinau belumlah mampu menjamin kehidupan dan penghidupan yang lebih baik bagi sebagian besar masyarakatnya.
Populasi penduduk di kabupaten ini pada akhir tahun 2003 berjumlah 43.844 jiwa tersebar di sembilan wilayah
kecamatan dan sebagian besar hidup dan tinggal di desa-desa pelosok, di dalam dan sekitar hutan. Pada tahun yang
sama tercatat sekitar 47% rumah tangga atau keluarga miskin di kabupaten paling utara Kalimantan Timur ini (Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Malinau, 2003).

Tujuan tulisan ini adalah untuk melihat dampak otonomi daerah pada kabupaten yang kaya hutan pada dua
desa miskin, yaitu Desa Sebinuang (Kec. Malinau Utara) dan Desa Metut (Kec.Malinau Selatan) yang menjadi
obyek kasus dalam penelitian ini. Desa ini dikunjungi pada bulan Juni sampai Agustus 2004. Metode yang dipakai
untuk mengumpulkan data adalah observasi lapangan dan wawancara langsung. Jumlah responden di Desa
Sebinuang 20 KK dan Desa Metut 33 KK.

40 Kontribusi hutan terhadap ekonomi


35 keluarga
30 Modernisasi dan dinamika pembangunan di daerah terus
Desa Metut berlangsung, namun peran hutan belum tergantikan bagi
25 Desa Sebinuang pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga di Desa Metut
% 20 dan Sebinuang. Sebagian besar sumber penghasilan
15 keluarga berasal dari hutan, baik untuk konsumsi
10 maupun sebagai sumber penghasil uang tunai.
5
Pada Gambar 1 tampak bahwa di Desa Metut,
0
kontribusi hasil hutan non kayu (terutama hasil usaha
gaharu) adalah sumber pendapatan yang terbesar yaitu
sekitar 37,64%, disusul penghasilan dari ladang 32,56%,
kompensasi dari perusahaan kayu sebesar 12,6%,
diikuti oleh gaji, usaha mencari ikan dan kayu bakar
yang jumlah persentasenya di bawah 18%. Di Desa
Sumber Pendapatan
Sebinuang hasil dari gaji/upah memberikan kontribusi
Gambar 1. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan penduduk terbesar yaitu sekitar 34,98% disusul penghasilan
pertahun yang bersumber dari ladang sekitar 22,97%, diikuti
2
Governance Brief
Agustus 2005
Nomor 14

40

35

30 Desa Metut
Desa Sebinuang
25

% 20

15

10

Jenis Pengeluaran

Gambar 2. Rataan pengeluaran penduduk perjenis pengeluaran pertahun

hasil hutan non kayu 13,94%, hasil hutan berkesempatan untuk mencari nafkah di luar
kayu komersil 13,10% (di Metut tidak ada hutan dan bekerja sebagai buruh. Sedangkan
responden yang melakukan penebangan kayu bagi masyarakat Desa Metut yang secara
untuk tujuan komersil) dan hasil mencari ikan, geografis tinggal di tengah hutan, relatif
kayu bakar secara keseluruhan tidak lebih dari jauh dari dinamika perekonomian masyarakat
16%. Besarnya kontribusi gaji/upah terhadap di perkotaan dan sekitarnya. Dengan kondisi
penghasilan penduduk Sebinuang berhubungan seperti ini, kecil peluang masyarakat untuk
erat dengan kondisi keterbatasan (baik kuantitas bisa terlibat dalam usaha alternatif (selain
maupun kualitas) hutan di sekitarnya. Untuk hutan) lainnya. Satu-satunya sandaran utama
penghasilan berupa uang tunai, beberapa yang dapat menopang pemenuhan kebutuhan
keluarga memperolehnya dari insentif sebagai ekonomi keluarga adalah hutan.
pejabat desa dan adat setiap bulan. Sedangkan
sumber gaji/upah lainnya diperoleh dari jasa Apakah masyarakat lokal
bekerja sebagai buruh harian di tempat lain
seperti di pusat kecamatan maupun Malinau
miskin?
Kota sebagai pusat kabupaten. Tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan garis kemiskinan
Dilihat dari persentase di atas, kontribusi Sayogyo. Garis kemiskinan Sayogyo adalah
hutan terhadap ekonomi masyarakat Desa Metut total pengeluaran keluarga dibagi dengan
relatif lebih besar (meskipun tidak signifikan) harga beras lokal dan jumlah anggota keluarga
daripada Desa Sebinuang. Faktor yang (Sayogyo, 1977 dalam Seldadyo, dkk. 2003).
mempengaruhi, antara lain, akses terhadap Data pengeluaran dikumpulkan dengan menggali
hutan dan pasar serta ketersediaan alternatif informasi tentang pengeluaran keluarga per
sumber mata pencaharian selain hutan. Dalam periode waktu tertentu disesuaikan dengan
hal ini masyarakat Desa Sebinuang yang tinggal kondisi harga yang berlaku di tingkat lokal.
di sekitar pusat kecamatan dan kabupaten Pengeluaran per kapita per tahun penduduk
disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 2.

Tabel 1. Pengeluaran Per Kapita Penduduk Per Tahun (2003/2004)


Pengeluaran Per Kapita Per Tahun
Pengeluaran Rataan Anggota
Desa Rp/Kap/Th Satuan Beras Kg/Kap/
(Rp/kk/th) Keluarga (Jiwa)
Th
Sebinuang 4.235.305 3,8 1.114.554 318
Metut 7.081.758 4,5 1.573.724 315
Catatan: Harga beras Di Desa Sebinuang Rp 3.500,-/kg dan Desa Metut Rp.5.000,- /kg
3

Governance Brief
Agustus 2005
Nomor 14
Tabel 2. Konsumsi Beras Penduduk Desa Sebinuang dan Metut (2003/2004)
Rataan
Nilai konsumsi anggota Rataan
Desa beras pertahun Harga beras Rataan konsumsi
konsumsi (Kg/
keluarga (Rp/Kg) perbulan (Kg/kap/bln)
(Rp/Th) kap/th)
(jiwa)
Sebinuang 1.532.500 3,8 3.500 115 9,6
Metut 2.651.515 4,5 5.000 118 9,8

Dari Tabel 1 tampak adanya perbedaan Sistem perladangan tradisional skala


pengeluaran yaitu sekitar 40% antar kedua desa. subsisten belum tentu menghasilkan padi yang
Perbedaan tersebut disebabkan terutama oleh mampu memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga
harga barang-barang kebutuhan pokok di Desa hingga musim panen tahun berikutnya. Pada
Metut yang lebih tinggi dari Sebinuang dengan kenyataannya, untuk kelompok masyarakat Suku
variasi antara 30 - 100%. Bahan kebutuhan Punan umumnya, kekurangan akan konsumsi beras
pokok rumah tangga khususnya jenis-jenis dapat disubstitusi oleh sagu hutan (Eugeissona
barang yang harus diperoleh (dibeli) dengan utilis) ataupun ubi kayu. Sagu hutan (Eugeissona
uang tunai mendominasi besarnya pengeluaran utilis) ataupun ubi kayu merupakan makanan
secara keseluruhan. Dibandingkan dengan garis alternatif utama dan menjadi makanan khas
kemiskinan (poverty line) Sayogyo (Sayogyo masyarakat Suku Punan secara turun temurun,
1971), yang menyatakan bahwa kemiskinan meskipun belum ada penelitian spesifik tentang
sebagai suatu tingkat konsumsi pangan dan kandungan kalori terhadap kedua jenis sumber
non pangan yang kurang dari setara 480 kg di pangan tersebut.
perkotaan dan 320 kg beras untuk pedesaan,
maka kedua desa tersebut termasuk ke dalam Persepsi lokal mengenai
kategori miskin.
kemiskinan
Dari Tabel 2, rata-rata konsumsi beras per Gambar 3 menunjukkan variabilitas persepsi
kapita penduduk per bulan di Desa Sebinuang responden mengenai kemiskinan. Kekurangan
dan Metut masing-masing 9,6 dan 9,8 kg beras/ pangan paling banyak dikaitkan dengan kondisi
kap/bulan. BPS menghitung angka kemiskinan kemiskinan oleh kedua desa. Kekurangan pangan
menggunakan indikator dari sisi makanan yaitu dimaksud dalam hal ini bukan saja terpenuhinya
2.100 kalori per orang per hari (Anonim, 2004a). kebutuhan makan setiap hari, tetapi juga
Rao dalam Seldadyo dkk. (2003), dengan asumsi berkaitan dengan kualitas (gizi), variasi makanan
2.150 kalori sebagaimana direkomendasikan (menu) dan kontinuitas. Pakaian yang dimiliki
FAO, menemukan bahwa 16 kg beras per bulan sangat terbatas, dalam pengertian hampir tidak
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kalori ada peruntukkan pakaian khusus untuk aktivitas
per orang. Dengan demikian kedua desa lokasi tertentu. Kondisi rumah tempat tinggal juga
studi, kekurangan konsumsi sekitar 6,2 - 6,4 kg dipandang tidak jauh berbeda oleh responden
beras/kap/bulan.1

25

Desa Metut
20
Desa Sebinuang

15
%
10

Persepsi Kemiskinan
Gambar 3. Variabilitas Persepsi Responden Mengenai Kemiskinan
4
Governance Brief
Agustus 2005
Nomor 14

di kedua desa tersebut. Rumah-rumah yang Di Desa Metut, masalah hutang dipandang
ada umumnya bermaterialkan bahan bekas 36% sebagai salah satu aspek yang menunjukkan
bangunan kamp perusahaan. Bahkan sebagian keparahan kondisi kemiskinan masyarakat. Sistem
keluarga belum memiliki kemampuan untuk yang diterapkan oleh pemilik modal kepada
membeli atau pun menyediakan sebagian besar pencari gaharu menciptakan ketergantungan
material bangunan rumah, sehingga harus masyarakat kepada pemilik modal hingga harus
hidup menumpang bersama orang tua ataupun terus-menerus menanggung hutang. Sementara
keluarga dekat. itu penghasilan yang kecil dan tidak menentu
dari usaha tersebut tidak seimbang dengan
Kondisi saat ini sudah jauh lebih baik modal kerja dan biaya hidup keluarga.
bila dibandingkan dengan beberapa tahun
sebelumnya, di mana beberapa keluarga hidup Mengapa masyarakat miskin?
bersama dalam rumah pondok beratap daun
Kemiskinan masyarakat bersifat multidimensi
dan berdindingkan kulit kayu. Empat puluh dua
dengan faktor penyebab yang kompleks.
persen dari responden di Metut mengatakan
Kemiskinan komunitas Punan di kedua desa
masalah kesehatan cukup berpengaruh terhadap
penelitian secara historis telah berlangsung lama
kemiskinan, sedangkan di Desa Sebinuang 35%.
dan terus berada dalam lingkaran kemiskinan
Keterkaitan kesehatan dengan kemiskinan yang
meski Otonomi Daerah telah diimplementasikan.
dirasakan oleh sebagian besar masyarakat di
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, secara
Desa Metut ini berhubungan dengan belum
umum penyebab kemiskinan masyarakat di dua
adanya sarana kesehatan yang dapat diakses
desa tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dan dimanfaatkan masyarakat di desa ataupun
faktor internal dan eksternal. Faktor internal
di sekitarnya. Bila ingin berobat, mereka harus
antara lain:
ke desa lain yang cukup jauh dari desa dan
harus mengeluarkan biaya (terutama untuk  Sumber daya manusia rendah,
transportasi). Kurang dari aspek pendidikan  Budaya masyarakat,
dimaksud, lebih kepada rendahnya pendidikan  Motivasi lemah,
masyarakat. Di Desa Metut, buta huruf dan  Pola hidup konsumtif, dan
tidak tamat SD masing-masing 50% dan 17%, dan  Jumlah penduduk terlalu sedikit.
Desa Sebinuang 20% dan 37%. Kondisi yang juga
Rendahnya sumberdaya masyarakat lokal
memiliki peran terhadap kondisi pemiskinan
turut mengkondisikan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat khususnya di Desa Sebinuang
masyarakat setempat. Meski secara historis-
adalah keterbatasan lahan baik untuk kegiatan
tradisional mereka memiliki ketangguhan
pertanian (perladangan) maupun hutan sebagai
untuk bertahan hidup di tengah hutan lengkap
sumber penghidupan masyarakat.
dengan kemampuan meramu pengalaman
menjadi sebuah kearifan lokal dalam mengelola
dan memanfaatkan sumber daya hutan di
lingkungannya, belum cukup menjadikan mereka
kuat menghadapi berbagai intervensi pihak luar
yang memanfaatkan kekayaan sumber daya
alam di sekitarnya. Akibatnya, desa yang tidak
memiliki lahan pertanian dan hutan lagi, seperti
di lokasi Sebinuang, menjadi semakin terdesak.

Rendahnya sumberdaya masyarakat


berpengaruh pula terhadap kecilnya peluang dan
daya saing masyarakat secara ekonomi dan sosial
termasuk memanfaatkan kesempatan untuk
bekerja di lingkungan pemerintahan, bahkan
kemampuan mengakses birokrasi. Ketidaksiapan
masyarakat lokal dalam menghadapi modernisasi
juga menjadi salah satu faktor yang semakin
Foto oleh Christian Cossalter

memarjinalkan posisi mereka secara ekonomi


politik.

Masyarakat yang selama ini tinggal di


tengah alam yang kaya akan sumber pangan
juga dikenal konsumtif. Penghasilan tunai
yang diperoleh dari hasil usaha tidak jarang
dimanfaatkan untuk berpesta pora. Tidak
5

Governance Brief
Agustus 2005
Nomor 14
ada representasi dari kelompok komunitas
Punan yang dapat dijadikan panutan untuk
bangkit dari ketertinggalan, antara lain dalam
birokrasi pemerintahan di daerah. Peran mereka
dalam ekonomi hampir tidak diperhitungkan
(baca: dominan). Eksistensi masyarakat Punan
(diakui atau tidak), masih dicitrakan dengan
keterisolasian dan keterbelakangan oleh
kelompok masyarakat lain. Latar belakang
keterisolasian secara ekonomi, sosial dan
budaya sebagaimana dicontohkan di atas
menjadi bagian penyebab tidak berkembangnya
motivasi masyarakat, yang akhirnya berdampak

Foto oleh Eva Wollenberg


terhadap lambannya dinamika perekonomian
di tingkat lokal, terlebih bila dibandingkan
dengan perkembangan kelompok masyarakat
lain di sekitarnya. Minimnya jumlah penduduk
dalam satu desa juga menjadi bagian penyebab
lambannya perkembangan sosial ekonomi
masyarakat (berdasarkan SK. Bupati No.
176/2004, Desa Sebinuang digabung dengan
empat desa resetelmen penduduk lainnya menjadi
Desa Lubok Manis). Kecenderungan penduduk
memiliki sumber mata pencaharian seragam Intervensi Penanggulangan
– petani. Anonim (2004b), menyebutkan bahwa Kemiskinan Pemerintah
sedikitnya penduduk menyulitkan masyarakat Kabupaten Malinau
untuk berkembang karena manusia sendiri adalah
Sebagai kabupaten baru yang dimekarkan tahun
pasar dari produk daerah tersebut. Selain itu
1999, Malinau terus menerus memanfaatkan
berpengaruh pula terhadap perhatian pemerintah
peluang otonomi daerah guna menggiatkan
daerah dalam pengertian ada kecenderungan
pembangunan multi sektoral. Gerakan
untuk lebih memprioritaskan wilayah/desa yang
pembangunan desa mandiri (Gerbangdema)
besar dengan jumlah penduduk yang juga lebih
menjadi muara gerakan pembangunan
banyak dengan pertimbangan efektivitas dan
(mainstream development) yang mewarnai
efisiensi program. Beberapa faktor eksternal
seluruh kebijakan pembangunan di kabupaten
penyebab kemiskinan antara lain:
paling utara Kaltim ini. Implementasi
Gerbangdema dituangkan ke dalam delapan
 program resetelmen penduduk (respen) desa
program-program yang saling terkait, yaitu:
di masa lalu setengah hati (baca: tidak
(1) sumberdaya masyarakat; (2) ekonomi; (3)
tuntas),
infrastruktur; (4) kelembagaan; (5) kesehatan;
 aspek kebijakan kehutanan yang tidak
(6) pertanian; (7) perkebunan dan kehutanan;
memihak kepada kepentingan masyarakat
serta (8) pemberdayaan perempuan.
sekitar hutan, bahkan memarjinalkan
posisi dan peran mereka terhadap akses
Ujung tombak pelaksana program di
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
lapangan adalah instansi-instansi yang
hutan,
terkait langsung dengan program. Sedangkan
 kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK)
mengandung makna pelemahan sistem politik
sejauh keberadaannya tidak berperan aktif
masyarakat dan nilai-nilai lokal,
baik dalam menjalankan fungsi merumuskan
 terpaan krisis ekonomi dan moneter yang strategi penanggulangan kemiskinan di daerah
berimplikasi terhadap seluruh persendian termasuk koordinasi pelaksanaannya. Program
ekonomi, penanggulangan kemiskinan yang dijalankan
 tekanan populasi penduduk terutama para oleh dinas-dinas terkait adalah program
pendatang kian membuat posisi masyarakat rutin - meski KPK tidak terbentuk. Hasil
(terutama masyarakat respen Sebinuang) penelitian Andrianto (2005) di daerah yang
terdesak, dengan konsekuensi logis sama menyebutkan, pengambilan keputusan
meluasnya pemanfaatan ruang dan lahan terhadap kegiatan penanggulangan kemiskinan
dan berimplikasi terhadap nilai lahan-hutan yang dijalankan oleh anggota KPK bukan berasal
yang turut melonjak. dari pembahasan bersama dan koordinasi antar
anggota, tetapi atas usulan masing-masing
instansi dan terlepas dari KPK.
6
Governance Brief
Agustus 2005
Nomor 14

Secara umum implikasi intervensi pemerintah dasar perekonomian masyarakat; prioritas


daerah terhadap beberapa aspek di Desa pembangunan pada pengadaan/perbaikan
Sebinuang dirasakan lebih baik dibandingkan infrastruktur dan pengadaan staf di lingkungan
Desa Metut. Faktor aksesibilitas berpengaruh pusat pemerintahan dan sekitarnya dan
terhadap perbedaan kondisi di kedua desa berpengaruh terhadap minimnya dana program
tersebut. Kecenderungan daerah dengan akses pemberdayaan; lemahnya sistem kelembagaan
baik relatif mendapatkan lebih banyak dampak di level pemerintahan; belum berjalannya proses
(positif dan atau negatif) dari pembangunan pendampingan terhadap program berjalan;
dibandingkan daerah dengan akses sedang dan program dilaksanakan dengan pendekatan
terpencil. Dalam hal ini pembangunan fasilitas proyek dengan jangka pendek dan tidak berjalan
infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, secara simultan; pemberdayaan melalui
kesehatan, pendidikan dan berbagai fasilitas kerjasama dengan pihak-pihak lembaga swadaya
umum lainnya di kecamatan maupun kabupaten, masyarakat (LSM) ataupun kelompok swadaya
memberi cukup manfaat bagi masyarakat. masyarakat (KSM) belum berjalan; pemetaan
Kondisi ini secara simultan berdampak multi dan identifikasi kebutuhan lokal sebagai dasar
aspek terhadap kehidupan masyarakat. Dari penyusunan program belum terlaksana dengan
aspek ekonomi, aksesibilitas juga mempengaruhi baik; dan kurangnya pelibatan masyarakat
tingkat harga barang atau bahan kebutuhan dalam proses penyusunan dan pengambilan
pokok. Desa Sebinuang yang dekat dengan keputusan; ditinjau dari aspek ekonomi, program
pusat (Malinau), ditunjang dengan lancarnya penanggulangan kemiskinan belum mampu
mobilitas alat transportasi, menyebabkan harga menurunkan tingkat ketergantungan masyarakat
barang/bahan kebutuhan pokok relatif stabil. terhadap hutan. Bagi masyarakat Desa
Berbeda halnya dengan Desa Metut, dengan Sebinuang dan Metut, penurunan penghasilan
jarak geografis yang jauh dan keterbatasan yang bersumber dari hutan, bukan semata
sarana transportasi berpengaruh terhadap mata disebabkan oleh ketersediaan alternatif
lonjakan harga. Kondisi ini semakin dipersulit sumber mata pencaharian lain selain hutan,
oleh terbatasnya sumber mata pencaharian dan tetapi penyempitan ruang gerak masyarakat dan
mekanisme pasar di tingkat lokal (khususnya penyusutan kualitas dan kuantitas hutan.
dalam penjualan gaharu) yang tidak sehat dan
cenderung merugikan masyarakat. Rendahnya Dinamika pembangunan di daerah terus
daya beli masyarakat mempengaruhi kemampuan berlangsung, namun peran hutan bagi masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan dasar. Desa Sebinuang dan Metut tetap sangat vital
baik secara ekonomi, sosial, religi maupun dari
Beberapa catatan penting dari implementasi aspek konservasi. Meski tidak membebaskan
program-program kemiskinan tersebut mereka dari lingkaran kemiskinan, namun
antara lain: tidak berjalannya fungsi Komite setidaknya relatif dapat memberi kontribusi
Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kab. bagi pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari
Malinau; program belum menyentuh kebutuhan sesuai standar lokal.

Foto oleh Christian Cossalter


7

Governance Brief
Agustus 2005
Nomor 14
Foto oleh Eva Wollenberg
Rekomendasi Referensi
• Mengingat pentingnya hutan sebagai Anonim. 2004a. Pengentasan Kemiskinan Masih
sumber penghidupan (a.l. sebagai sumber Sebatas Proyek. Warta FKKM. Edisi Oktober
cadangan pangan, papan, obat-obatan, 2004. Bul. 7 No. 10. Bogor.
religi dan konservasi) bagi masyarakat Anonim. 2004b. Memahami Kemiskinan,
tradisional sekitar hutan, pemerintah Kab. Kehutanan Alat dan Analisisnya. Kumpulan
Malinau hendaknya memformulasi kebijakan Makalah Pelatihan AKP-FKM. Center for
kehutanan yang dapat memberi kontribusi Economic and Social Studies (Cess) di dukung
terhadap pembangunan daerah sekaligus oleh Department for International Development
melindungi hak –hak tanah dan sumber daya – Overseas Development Institute (odi).
hutan masyarakat tradisional di sekitarnya. Andrianto, A. 2005. Kemiskinan Di Daerah
• Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Disebabkan Kebijakan (Jakarta) Sentralistis.
Daerah Kabupaten Malinau seharusnya mulai Paper dan Dipresentasikan pada Indonesia BMZ
membangun komitmen yang kuat terhadap Team Meeting. Bogor.
upaya penanggulangan kemiskinan di daerah Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa
dan merangkul stakeholders non pemerintah Kabupaten Malinau 2003. Rencana Strategis
yang diharapkan dapat memberikan inisiatif Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten
yang kreatif, inovatif dan adoptif terhadap Malinau. Dinas Pemberdayaan Masyarakat
perumusan dan pelaksanaan program. Desa, Kabupaten Malinau.
• Diperlukan sinkronisasi program Sayogyo. 1971. Kemiskinan dan Distribusi
penanggulangan kemiskinan masyarakat Pendapatan Di Daerah Istimewa Yogyakarta
dengan kebutuhan spesifik wilayah/desa 1984-1987. Fakultas Ekonomi Universitas
melaluiprosesperencanaansecarapartisipatif Gadjah Mada. Yogyakarta. (Akses pada
dan proses pendampingan masyarakat dalam http://202.259.18.43/jsi/2lch.htm)
pelaksanaannya oleh pihak-pihak terkait Seldadyo, H. S. dkk. 2003. Program Anti
dan memiliki komitmen terhadap upaya Kemiskinan Di Indonesia. Pemetaan Informasi
penanggulangan kemiskinan. dan Kegiatan. Center for Economic and
Social Studies di dukung oleh Department
for International Development – Overseas
Catatan Kaki Development Institute.
1
Tidak ditemukan data BPS yang persis untuk
menghitung berapa setara beras untuk 2.100
kalori menurut BPS tersebut.
Governance Brief ini ditulis dalam rangka partisipasi penulis dalam “Poverty and Decentralization
Project” yang diselenggarakan atas kerjasama CIFOR dan BMZ Jerman dan merupakan ringkasan
thesis Pascasarjana (S2) Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur
tahun 2005 dengan judul “Kajian Kemiskinan Masyarakat Desa Sekitar Hutan dan Upaya
Penanggulangannya di Kabupaten Malinau Propinsi Kalimantan Timur”.

Center for International Forestry Research, CIFOR Tel: +62(251) 622 622 Fax: +62(251) 622 100
Alamat kantor: Jalan CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang E-mail: cifor@cgiar.org
Bogor Barat 16680, Indonesia. Website: www.cifor.cgiar.org
Alamat surat: P.O. Box. 6596 JKPWB, Jakarta 10065 Foto sampul oleh: Edmond Dounias dan Rona Dennis
Indonesia

Program Forests and Governance di CIFOR mengkaji cara pengambilan dan pelaksanaan keputusan berkenaan
dengan hutan dan masyarakat yang hidupnya bergantung dari hutan. Tujuannya adalah meningkatkan peran serta
dan pemberdayaan kelompok masyarakat yang kurang berdaya, meningkatkan tanggung jawab dan transparansi
pembuat keputusan dan kelompok yang lebih berdaya dan mendukung proses-proses yang demokratis dan inklusif
yang meningkatkan keterwakilan dan pengambilan keputusan yang adil di antara semua pihak.

Anda mungkin juga menyukai