Kekerasan dalam rumah tangga merujuk pada viktimisasi seseorang yang telah memiliki hubungan dengan pelaku yang telah memiliki hubungan dekat, intim atau pasangan. Menurut Belsky pada tahun 1980, faktor risiko KDRT terhadap anak dan rumah tangga suami istri memiliki konsep antara lain sebagai berikut: Perkembangan ontogenetik, yaitu apa yang orang tua berikan atau ajarkan (peran pengasuhanan) kepada mereka (anak) pada lingkungan keluarga yang berprilaku secara kasar, mikrosistem, yaitu faktor dari dalam keluarga, eksosistem, yaitu unit sosial yang lebih besar dan telibat dalam lingkungan anak dan keluarga seperti tetangga dan lingkungan kerja, makrosistem, yaitu budaya pada individu, keluarga, dan komunitas terlibat seperti perilaku penduduk terhadap kekerasan, dan sosio- ekonomi, yaitu seperti edukasi dan pemasukan ekonomi yang rendah terutama bagi orang tua tunggal atau bisa juga dari perilaku anak sendiri yang memicu kekerasan (Edleson, J 2006, hlm. 963). a. Faktor terjadinya kekuasaan yang tidak seimbang antara Pasutri: 1) Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri Anggapan bahwa suami lebih berkuasa daripada istri telah terkonstruksi sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat bahwa istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya. 2) Ketergantungan ekonomi Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan kepadanya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istri. 3) Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik Faktor ini merupakah faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersingungan ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhi keinginannya, kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan masalah rumah tangganya. 4) Persaingan Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam rumah tangga adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri. Maka disisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga tidka mau terbelakang dan dikekang. 5) Frustasi a) Belum siap menikah. b) Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan rumah tangga. c) Masih serba terbatas dalam kebebasan karena masih menampung pada orang tua atau mertua. Dalam kasus ini, biasanya suami mencari pelarian kepada mabuk-mabukan dan perbuatan negatif lain yang berujung pelampiasan terhadap istri dapat berupa kemarahan verbal ataupun fisik (memukul, menampar). 6) Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi laporan korban kepada aparat hukum dianggap buksan sebagai tindakan kriminal tapi hanya kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi pelapor atau saksi korban. b. Faktor terjadinya KDRT terhadap anak 1) Status ekonomi rendah. 2) Stressor. 3) Kurangnya akses perawatan medis, perawatan anak dan sosial. 4) Kurangnya dukungan sosial. 5) Kekerasan komunitas. DAFTAR PUSTAKA
Edleson, J. Ellerton, A. Seagren, E 2007, ‘Asseseing Child Exposure to
Adult Domestic Volume’ Children and Youth Services Review, 29, 961 – 971. Pengemaran Diana Ribka, Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Keluarga, Hasil Penelitian di Jakarta: Program Studi Kajian Wanita Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1998