Anda di halaman 1dari 16

Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu...

KELUARGA BHASKARA
(bukan Keluarga Cemara)

1. Nembung alias Lamaran


2. Ibadat Pertunangan
3. Rembug Tua
4. Katakese Persiapan Perkawinan (KPP): Serius tapi Santai
5. Penyelidikan Kanonik
6. Sindrom Pranikah
7. Vaksin TT untuk Caten
8. Wedding Invitation
9. Foto Prewed
10. Kebaya Lungsuran Ibu
11. Perihal Seragam & Souvenir
12. Anin’s Bridal Shower
13. WO ala-ala Tetangga dan Keluarga Sendiri
14. Menunggu Genta Berdentang
15. Perencanaan & Seleksi Undangan
16. Undangan: Mengitari Seluruh Penjuru Mata Angin
17. Drama Teks Misa Perkawinan
18. Pingitan hanyalah Wacana
19. Ibadat Siraman
20. Seserahan & Midodareni
21. Sakramen Perkawinan
22. Resepsi: Paes Ageng Jogja
23. Ngundhuh Mantu: Solo Keprabon
24. Malam Pertama & Bulan Madu
25. Tentang Mereka yang Berkesan
26. Romo yang Meresmikan Kami
27. Kumpul Organis
28. Long Distance Marriage (LDM)
29. Sungsuman
Perihal Seragam

Seragam

Fungsi seragam itu untuk apa? Supaya terlihat apik ketika difoto.

Nah iya, itu tidak salah. Memang tidak bisa dibohongi bahwa tujuan calon manten memberikan
seragam supaya apik ketika difoto. Namun demikian, ada hal-hal lain yang menjadi alasan pemberian
seragam. Bagi saya pribadi, tujuan saya memberikan seragam ke beberapa orang-orang antara lain:

1. Apresiasi atau bentuk penghargaan saya untuk orang tersebut, dan memang saya
menginginkan orang tersebut hadir di pernikahan saya. Oleh sebab itu, bapak saya selalu
menyelipkan ongkos jahit di setiap bahan kain seragam. Kata bapak, “Kita itu udah ngrepotin
tenaga mereka, kalau bisa ya jangan malah semakin dibebani dengan ongkos jahit juga.
Anggap ini bentuk apresiasi.”
2. Sesuai dengan tema, kebetulan saya menyukai warna coklat emas. Jadi ketika saya menikah
maka nuansa coklat emas akan terbentang di hadapan saya dan tentu ini memberikan efek
good mood untuk saya.
3. Terlihat kompak. Seragam artinya satu ragam atau satu warna atau satu nuansa. Hal ini
tentu memberikan kesan kompak di mata tamu-tamu undangan saya nanti.

Siapa saja yang saya beri seragam?

 Bulik saya (pengganti ibu) & ibu mertua


 Keluarga besar (khusus untuk putri)  2 bahan untuk resepsi dan untuk ngundhuh
 Among tamu  6 orang (yang putri saja)
 Saksi di gereja beserta istrinya  sepasang
 Pager ayu  4 orang

Di mana saya membeli seragam?

Banyak sekali toko kain yang murah di Jogja. Namun pilihan saya jatuh kepada Mac Mohan Jalan
Solo untuk brokat dan kebaya; kemudian Niagara di Jalan Kusumanegara untuk bahan kebaya
kembangan. Kedua toko tersebut memiliki keunggulannya masing-masing. Mac Mohan sangat
banyak variasi brokat dan kebayanya, namun sedikit untuk yang motif kembangan. Saya mencoba
memberikan nuansa baru yaitu kembangan untuk seragam among tamu. Jika kita membeli dengan
jumlah yang besar, maka Mac Mohan akan memberi diskon yang lumayan besar juga. Lagi-lagi ini
tergantung budget yaaaa.... karena faktanya budget untuk seragam + ongkos jahit ini lumayan besar
juga ^^

Untuk ukuran kainnya, per orang putri postur biasa saya beri 2 meter, sedangkan jika postur tubuh
“berisi” saya beri 2,5 meter. Seragam ini saya sampaikan ke orang-orang terkait sekitar H-2 bulan
sebelum pernikahan supaya mereka ada waktu luang untuk menjahitkan.
Perihal Souvenir

Saya dan suami menyiapkan dua jenis souvenir, yaitu untuk resepsi dan ngundhuh mantu.

Resepsi

Saya searching dulu di internet mengenai souvenir-souvenir pernikahan. Kemudian saya tertarik
untuk membuat pouch tetapi dari bahan batik (karena nuansa Jawa di pernikahan saya). Setelah
jelas keinginan souvenirnya, barulah saya searching lebih detail di Instagram tentang pouch batik.
Pencarian saya berhenti pada sebuah akun Instagram @souvenirjogjaistimewa . Lokasinya terletak di
Jl. Raya Krapyak, Wedomartani. Kebetulan sekali lokasinya di Jogja, jadi saya dapat supervisi
prosesnya.

Harga pouch batik ukuran 20x10 cm adalah Rp 3500,00 (free kemas dan thanks card). Kemudian saya
menambahkan label jahit samping dengan tulisan Anin & Bhaskara (supaya lebih personal dan
berkesan untuk tamu) dengan biaya tambahan Rp 300.000 /400 pcs (sesuai dengan jumlah pesanan
saya yaitu 400 pcs). Motif kain batiknya pun saya yang menentukan, tentu motif yang kalem dan
sesuai dengan selera saya. Tak lupa saya menambahkan pita coklat emas dan kartu ucapannya pun
saya request warna coklat. Toko souvenir ini sangat recommended bagi saya. Selain karena harganya
murah, customer juga bisa request ini itu secara komunikatif.

Sekedar tips nikah hemat, kalau membeli souvenir langsung saja datang ke pengrajinnya. Seperti
toko yang saya pilih ini, yang mengerjakan adalah warga-warga sekitarnya (karena lokasinya masih
desa) sehingga harganya jauh lebih murah daripada ketika memesan souvenir di Pasar Beringharjo.

Ngundhuh Mantu

Souvenir untuk ngundhuh mantu adalah termometer. Tentu saja ada alasan disetiap pemilihan
souvenir. Termometer dipilih karena suami saya seorang dokter. Jadi, souvenir ini menunjukkan
identitas manten.

Ibu mertua & suami saya memesan termometer ini melalui aplikasi belanja online: Shoppe. Harga
satuan termometer adalah Rp 7500,00 plus biaya bungkus dan kirim Rp 2500,00, jadi total
keseluruhan Rp 10.000,00 / pcs.
Bridal Shower

SURPRISE!

Welcome to Anin’s Bridal Shower!

Fenomena bridal shower ini makin marak di kalangan anak muda yang hendak menikah beberapa
tahun terakhir. Bridal shower itu seperti pesta untuk melepas masa lajang yang dilakukan oleh
sahabat / teman dekat (umumnya kelompok). Di negara Amerika & Kanada, tradisi bridal shower
biasanya dilakukan 2 sampai 4 minggu sebelum pernikahan.

Sabtu, 1 Desember 2018.

Saya dijebak oleh dua orang teman saya: Lia dan Mega. Kami bertiga memang rutin bertemu setiap
bulan. Kali ini, Mega mengajak saya bertemu di Zenbu, Plaza Indonesia. Saya sama sekali tidak curiga
bahwasanya ternyata teman-teman saya yang lain sudah menunggu saya di sana dan mereka
memasang berbagai atribut bridal shower.

Saya sungguh kaget.

Sesudah makan malam, saya mulai dirias ala-ala paes ageng Jogja. Bukan riasan cantik bak ratu
sejagad yang saya terima, melainkan seperti sosok badut yang menakutkan. Ini momen
menyenangkan bagi teman-teman saya karena dapat ngisengin saya. Selesai “rias”, mereka
mengajak saya bermain games, seperti truth or dare, dan games lain yang bersifat ngerjain saya
dengan hal-hal memalukan.

Sambil bercerita banyak hal dan temu kangen, tiba-tiba waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB. Kami
akhirnya mengakhiri bridal shower ini dengan foto-foto bersama.

Terima kasih Nicky, Mega, Lia, Rani, Boni, Kevin, dan Baby Oskar.

Momen ini sungguh berkesan bagi saya.


Rapat Panitia Calon Manten

Susunan kepanitian manten tentunya menjadi suatu hal yang esensial bagi pasangan calon manten
yang tidak menggunakan jasa Wedding Organizer (WO). Bahkan, beberapa yang sudah
menggunakan WO-pun ada yang tetap membentuk kepanitiaan manten.

Sejujurnya, panitia inti pernikahan saya hanyalah tiga orang: saya, bapak, dan kakak saya. Saya dan
bapak sayalah yang menyiapkan konsep-konsep dasar pernikahan: seperti gedung, katering,
seragam, susunan panitia, jam-jam pelaksanaan acara, rias, dekorasi, sampai ke hal-hal kecil seperti
souvenir, undangan, bunga, dan lain-lain.

Namun, saya dan bapak masih membutuhkan bantuan orang lain, terutama ketika hari pelaksanaan.
Kan tidak mungkin kalau pada hari-H saya dan bapak saya yang sibuk sendiri mengurus ini itu hehe

Susunan kepanitiaan ini kami ambil dari tetangga dan saudara. Saya dan bapak hanya mengadakan
rapat pleno/besar satu kali saja (sebelumnya sudah beberapa kali rapat dengan keluarga besar) yang
dilaksanakan pada Minggu, 16 Desember pukul 19.00. Rapat ini sekaligus menghadirkan tim rias dari
Maheswara guna mengukur beskap, blangkon, dan selop untuk para bapak yang memakai seragam.

Rapat diprediksi dihadiri oleh 50 orang, termasuk keluarga dan beberapa panitia calon manten dari
pihak besan. Selain itu seluruh keluarga besar dan para buku tamu dan petugas lainnya juga hadir.
Tentunya saya dan bapak sibuk menyiapkan rumah dan konsumsi. Kami memilih menu bakmi
goreng, sate lontong, pisang, lemper, dan keripik-keripik untuk konsumsi.

Rapat ini intinya membahas detail persiapan perkawinan mulai dari: ibadat siraman, seserahan,
ibadat midodareni, misa perkawinan, dan resepsi pernikahan. Banyak sekali masukan-masukan yang
saya dapatkan dari para peserta rapat yang tentunya lebih berpengalaman. Hal-hal kecil yang tidak
terpikirkan oleh sayapun akhirnya menjadi pertimbangan dan perhatian khusus bagi saya.

Rapat yang berlangsung kurang lebih dua jam itu ditutup dengan nasihat dari Penasihat panitia yaitu
Bp. Yohanes Tugiro. Ucapan yang saya ingat dari beliau: Pertama, acara pernikahan itu sifatnya
hanya gantian. Saat ini pas gilirannya Bp. Sulistyono (bapak saya), besok tentu ganti siapa lagi, dan
seterusnya. Jadi marilah kita “nyengkuyung” atau membantu dengan sebaik-baiknya demi
kesuksesan dan kelancaran acara kita bersama. Kedua, mari kita berusaha ontime atau tepat waktu
sesuai dengan apa yang sudah tertera dan direncanakan di buku panduan. Tepat waktu itu adalah
salah satu faktor penting dari kelancaran sebuah acara.

Terima kasih Tuhan, rapat panitian berlangsung sukses.

Berikut tautan buku panduan rapat panitia:


https://drive.google.com/file/d/119FQXeYV1QsHvCsxuQ-rhK0aLwNKF_zh/view?usp=sharing
Menunggu Genta Berdentang

Di saat saya sibuk mempersiapkan pernikahan, kakak saya sibuk mempersiapkan kelahiran anak
kedua. Hari Perkiraan Lahir (HPL) anak kedua kakak beda-beda tipis dengan tanggal pernikahan saya:
antara akhir Desember sampai awal Januari 2019.

Harap-harap cemas.

Itulah yang saya rasakan. Saya pun memutuskan untuk tidak melibatkan kakak saya dalam
kepanitiaan apapun, baik kakak kandung (Mas Adit) maupun istrinya (Mbak Ratri). Tentunya ini
berkaitan dengan kesiapsiagaan jika sewaktu-waktu kakak ipar saya ‘brojol’.

Seragam keluarga dan riasan pun saya pasrahkan sepenuhnya ke Mbak Ratri, yang penting nyaman
dipakai, dan jika tidak sanggup memakai sanggul Jawa ya tidak apa-apa. Sekali lagi ini semata-mata
prioritas ibu hamil yang kandungannya sudah sangat besar.

Mendekati hari-hari pernikahan, nampaknya Mbak Ratri belum mengalami tanda-tanda akan
melahirkan. Hari pernikahan pun telah lewat, dan ternyata si adek belum juga keluar dari perut
mamanya.

Delapan Januari 2019, Mas Adit pun harus kembali ke Medan untuk bekerja setelah cuti cukup lama.
Mbak Ratri dan anak pertamanya, Ganesha, tetap tinggal di Jogja sampai 5 bulan ke depan (cuti
besar). Selang sehari setelahnya, 9 Januari 2019 sekitar pukul 21.00 WIB tanda-tanda melahirkan
pun tiba. Proses pembukaan berjalan cukup cepat dan lahirlah seorang bayi laki-laki tepat pukul
22.55 WIB dengan bobot 3,11 kg dan panjang 49 cm.

Aloysius Gonzaga Genta Narendra.

Akhirnya Genta yang dinanti berdentang isak tangisnya. Suara dentangnya memberikan kebahagiaan
bagi keluarga kami karena proses melahirkan normal lancar, ibu dan bayi sehat. Ternyata Genta
menunggu semuanya selesai dulu ya. Dia seolah menunggu momen yang tepat untuk lahir ke dunia.
Momen di mana seluruh rangkaian pernikahan tantenya telah usai. Momen di mana Genta
memposisikan diri sebagai kado indah pernikahan tante Anin dan Om Bhas.

I love you so much Genta & Ganesha. Semoga bertumbuh menjadi pribadi yang membanggakan
Tuhan dan sesama.
Perencanaan & Seleksi Undangan

Sebelum memesan jumlah undangan, kita harus sudah memiliki daftar siapa saja yang akan
diundang. Untuk mendapatkan daftar nama ini, kita harus menentukan terlebih dulu:

1. Jumlah undangan sudah dibatasi dari awal


Bagi Anda yang concern pada budget, tentunya jumlah undangan harus dibatasi dari awal.
Jumlah orang yang akan kita undang merupakan patokan seberapa besar budget yang akan
kita keluarkan nantinya. Intinya, semakin banyak yang diundang, maka budget akan semakin
besar. Logikanya, semakin banyak yang kita undang, maka kita harus memesan undangan
lebih banyak, katering & snack lebih banyak, tempat resepsi lebih luas, souvenir lebih
banyak, dan jumlah rol foto/dokumentasi lebih banyak juga.
Penting juga dibahas dalam rembug tua (postingan di blog saya sebelumnya), mengenai
kesepakatan keluarga kedua belah pihak manten apakah resepsi menjadi satu (gabungan
keluarga besar laki-laki & perempuan) ataukah pihak laki-laki akan mengadakan resepsi
sendiri (kalau di Jogja biasa disebut Ngundhuh Mantu).
Saya memilih cara ini dalam penentuan siapa saja yang akan diundang. Hasil rembug tua
menyatakan bahwa pihak calon suami saya akan mengadakan Ngundhuh Mantu. Setelah
berdiskusi dengan bapak, maka jumlah undangan dibatasi 400. Seiring berjalannya waktu,
nama-nama baru terus bertambah sehingga total akhir tamu undangan di daftar saya sekitar
440, sedangkan jumlah undangan Ngundhuh Mantu sekitar 200-300 undangan.

2. Bebas di awal tanpa membatasi jumlah minimal atau maksimal


Langkah nomer 2 ini kebalikan dari langkah nomer 1. Pada langkah ini, kita tidak harus
membatasi jumlah undangan kita. Yang kita lakukan hanya membuat list tanpa
memperhitungkan jumlahnya. Ya, bisa sedikit bisa juga banyak, tergantung yang punya
acara.

Bagian tersulit adalah menentukan siapa saja yang akan diundang. Ini terasa seperti kita menjadi
panitia seleksi. Hal ini akan sangat membingungkan apablia Anda & keluarga Anda memiliki lingkup
pergaulan yang luas di lingkungan. Saya & keluarga sangat aktif di lingkungan, tidak hanya linkungan
gereja tetapi juga di kampung & kantor. Sangat tidak enak rasanya ketika ada beberapa orang yang
kita kenal terpaksa tidak diundang karena keterbatasan undangan. Intinya harus tegas terhadap diri
sendiri (meskipun saya dan bapak akhirnya sedikit tidak tegas karena jumlah daftar undangan yang
jumlahnya semakin melenceng dari batas).

Pesan bapak: kalau mau dituruti, semua orang gereja ya harusnya diundang... kan semua kenal. Tapi
ya mosok semua diundang?
Dengan berat hati, kami harus memutuskan untuk mengundang mereka yang benar-benar dekat
atau memiliki kedekatan emosional/kesan dengan kami, bukan hanya sekedar kenal atau tahu.
Setelah dipikir-pikir, hal ini sangat positif karena pesta pernikahan terasa lebih private & intim
karena tamu-tamunya memiliki kedekatan secara batin dan emosional dengan kita.
Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, saya meminta maaf bagi teman,kenalan,rekan saya
yang tidak diundang kemarin. Bukan karena kalian tidak spesial, melainkan sungguh ini karena
berbagai pertimbangan.
Dari semua daftar undangan itu, kemudian di input ke Excel dan dipilah-pilah menjadi beberapa
kategori:

Tidak lupa bikinlah kemungkinan kehadiran tamu undangan tersebut.

Jumlah ini nantinya akan sangat membantu dalam menentukan jumlah katering, snack, dan
souvenir. Untuk undangan sekitar 440, jujur saja saya tidak berkata sesuai jumlah tersebut pada
pihak katering. Intinya, katering itu punya rumus rahasia sendiri untuk mengantisipasi kekurangan
dalam sebuah acara resepsi. Misalnya kita bilang pada katering tamu undangan 400, maka dari pihak
katering tidak hanya mengalikan 2, sehingga menjadi 800. Pihak katering akan melebihkan dari 800.
Dengan perencanaan yang matang, maka kita tak akan malu karena kateringnya kurang ataupun kita
tidak akan sedih karena makanannya banyak yang sisa lalu dibuang. Trust me, it works!
Undangan: Mengitari Seluruh Penjuru Mata Angin

Ternyata menyebar undangan pernikahan tidak se-sederhana ketika orang-orang meledek, “kita
tunggu lho ya undangannya!”

Fase-fase mengedarkan undangan terasa sungguh melelahkan untuk saya & suami. Dari daftar nama
undangan yang kami pegang, kami harus mengelompokkannya lagi berdasarkan tempat tinggal, rute
perjalanan ke rumah, dan ketersediaan waktu tamu undangan tersebut untuk bertemu. Kami sangat
amat terbantu dengan adanya seksi Humas di kepanitiaan kami. Untuk tetangga kampung dan
lingkungan gereja setidaknya sudah ada yang mengurus. Begitupula untuk teman kantor saya dan
bapak, tidak perlu pusing membagikan undangannya.

Namun bagaimana dengan keluarga besar dan teman-teman lain yang susah ditemui dan jauh lokasi
rumahnya?

-----------------------------------------------------------------------

Saya dan bapak sepakat untuk mengedarkan undangan fisik dua minggu sebelum acara. Namun
demikian, sebelumnya memang sudah diberitahukan secara tidak formal ke para tamu undangan,
terlebih untuk tamu-tamu yang datang dari jauh sehingga harapannya mereka bisa meluangkan
waktu untuk datang ke acara pernikahan saya.

Di era yang serba digital seperti sekarang ini, tentu undangan via whatsapp berupa softcopy akan
memudahkan dari segala sisi waktu, tenaga, dan biaya. Namun demikian, saya memiliki pandangan
bahwa kurang etis ketika kita hanya memberi undangan via whatsapp, kecuali jika orang tersebut
yang meminta. Orang-orang seperti ini beberapa saya temui. Mereka yang waktunya sulit untuk saya
temui dan menolak saya kirim via post, terpaksa saya kirim soft copynya. Sejujurnya, saya berkaca
pada diri sendiri bahwa saya kurang respect jika mendapat undangan via whatsapp apalagi jika
hanya dishare di grup whatsapp (tidak japri), kesannya kurang intim dan tulus. Ya, Anda boleh tidak
sependapat dengan saya, tetapi itulah yang saya rasakan. Kecuali memang lokasi rumahnya jauh dan
dia sudah jauh-jauh hari memberi info menikah & memberi penawaran: undangannya fisiknya perlu
aku kirim nggak Nin?

Ketika ada pertanyaan itu, sekarang saya akan menjawab: tidak perlu undangan fisik, soft copy saja.
Karena saya tahu dan sudah merasakan, mengirim undangan itu sungguh mengurasi tenaga dan
biaya.

Untuk teman yang lokasinya jauh dan tidak memungkinkan untuk bertemu, maka saya kirim
undangannya melalui PORTER.ID.

Apa itu PORTER ID? Porter ID itu semacam jasa kurir untuk mengantarkan dokumen. Menyadari
bahwa jumlah undangan yang harus saya kirim lumayan banyak (sekitar 70an) Jawa & luar Jawa,
saya kemudian menghitung estimasi biaya dari berbagai agen kurir. Dan budget membengkak untuk
pengiriman undangan. Menyiasati hal itu, saya browsing dan menemukan PORTER.ID. Jasa ini sedang
memiliki promo diskon untuk pengiriman Jabodetabek dan luar Jabodetabek. Biaya untuk
Jabodetabek adalah Rp 6000,00. Meskipun ada agen yang Rp 6000 juga, tetapi saya analisis review
kok lebih meyakinkan PORTER ID. HAHAHA SAYA SEDETAIL ITU!
Undangan untuk keluarga besar, saya & bapak sendiri yang mengantarkan supaya ada kesan
menghormati dan lebih etis.

Menyebar undangan membuat kita lebih bisa menghargai waktu. Untuk yang memungkinkan untuk
ditemui, maka saya dan suami mengatur waktu dan rute sedetail mungkin supaya tidak bolak-balik
dan sejalan ketika mengantarkan undangan. Suami saya bahkan sudah mengatur urutan rute terbaik
mengatar undangan supaya waktu tidak terbuang dan segera kelar semua. Perlu meluangkan waktu
2-3 hari full untuk mengedarkan undangan. Ini lebih karena saya di Jakarta, jadi waktu cuti saya di
Jogja harus dimanfaatkan secara efektif.

Dari daerah selatan Jogja – menuju timur Jogja (hampir arah Prambanan) – kemudian ke barat – lalu
ke utara (Jl. Kaliurang kilometer atas). Panas terik hujan badai, lapar haus, kami lalui bersama. Tidak
jarang kami bertengkar dalam perjalanan karena masalah si penerima undangan yang tiba-tiba
cancel atau kerena lokasi tujuan yang belum jelas karena hanya mengandalakan share loc. Berangkat
jam 9 pagi baru sampai rumah jam 11 malam. Jika ditengah perjalanan terasa haus, lelah, atau
mengantuk, biasanya kami berhenti di warung makan atau supermarket 24 jam dan itu kami
istilahkan “tempat pitstop”.

Sudah dirinci seteliti mungkin, tetap saja ada hal yang terlewat. Itulah yang menambah tingkat stres
kami. Ketika kami sudah berada di selatan Jogja, ternyata ada satu undangan di sebelah Utara Jogja
yang terlewat. Benar-benar hari itu kami menjelajah seluruh provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sangat penting memang membuat daftar mengantar undangan mulai dari urutan rute supaya efektif
hingga detail waktu bertemu dan lokasi tujuan harus jelas.

Saya sangat berterima kasih sekali untuk teman-teman, atasan, kolega, sahabat, atau rekan yang
sudah sangat kooperatif sudah meluangkan waktu untuk bertemu dengan kami. Tanpa kerja sama
dari kalian, maka saya pasti kewalahan dalam mengedarkan undangan. Setelah saya merasakan
sendiri betapa penuh perjuangannya menyebarkan undangan, kini saya menjadi pribadi yang lebih
menghargai undangan pernikahan. Saya memiliki kotak khusus untuk menyimpan undangan
pernikahan, karena saya mengalami betapa sakitnya melihat undangan pernikahan kita berada di
tempat sampah atau dijadikan alas untuk ganjel kaki lemari. Saya juga sebisa mungkin akan
menghadiri setiap undangan pernikahan yang ditujukan ke saya. Dan saya juga akan meluangkan
waktu untuk bertemu jika ada teman yang ingin menyampaikan undangan pernikahannya. Dan satu
lagi, jika diberi tawaran apakah undangan fisik perlu dikirim atau tidak, saya akan menjawab: TIDAK
PERLU (dengan catatan seperti yang tertera di atas ^^)
Drama Teks Misa Perkawinan

Entah perfeksionis atau kurang kerjaan.

---------------------------------------------------------------------------

Kebiasaan bapak saya yang cukup unik adalah mengoleksi teks-teks panduan Sakramen Pernikahan
milik orang lain. Ternyata hobi bapak saya itu sangat berguna bagi saya. Berbekal dari kumpulan teks
tersebut, saya membuat sendiri teks Misa Perkawinan saya. Mulai dari konten, desain cover, dan
pencetakan. Tidak hanya teks Misa Perkawinan saja yang saya buat sendiri, teks ibadat Tunangan,
teks Siraman & teks Ibadat Midodareni pun saya siapkan sendiri.

Hal ini bukanlah hal baru bagi saya, sebelumnya saya juga membuatkan teks Misa Perkawinan untuk
kakak saya, Mas Adit & Mbak Ratri.

KONTEN

‘Comot yang terbaik dari yang terbaik’, begitulah prosesnya. Saya tidak asal-asalan copy-paste
tentunya; susunan & konten dasar teks saya sesuaikan dengan pedoman teks Misa Perkawinan yang
diberikan ketika saya mengikuti Katekese Persiapan Perkawinan (KPP) September 2018 lalu.

Banyak yang terlibat dalam proses menyusun konten teks ini. Satu-dua doa saya meminta tolong
teman saya, seorang romo, untuk membantu menyusun kata-katanya. Doa-doa lainnya saya ambil
dari panduan teks Misa Perkawinan dari tim KPP Gereja. Lagu-lagu yang kami pakai dalam misa
Perkawinan juga kami tentukan sendiri (sesuai dengan kemantapan saya dan suami yang kebetulan
sesama aktivis koor). Lagu-lagu tersebut sengaja kami tuliskan liriknya supaya umat yang hadir bisa
ikut bernyanyi memuji Tuhan bersama-sama.

Ibadat Midodareni

Lagu Pembuka : Cintailah Sesamamu


Nyanyian Tanggapan Sabda : Kasih (Putut)
Bapa Kami : Konvenas
Lagu Penutup : Cerahnya Hari Ini

Misa Perkawinan

Lagu Pembuka : Berserah Setia


Ordinarium : Misa Kita IV
Nyanyian Tanggapan Sabda : Kasih Pasti Lemah Lembut
Alleluia : Wedding Alleluia
Lagu Persiapan Pengucapan Janji Nikah: Percaya Itu Indah
Iringan Pemberkatan Cincin : Cincin Kami (instrumen)
Lagu Sungkeman : Wiwit Aku Isih Bayi
Lagu Persiapan Persembahan : Persembahan Hati (Putut)
Bapa Kami : Putut
Lagu Komuni : He (Richard Mullen)
Mohon Restu Bunda Maria : Ave Maria (Caccini)
Lagu Penutup : Wonderful Day
Lagu Iringan Foto : Look at The World, A Clare Benediction, Sakjege Aku Ndherek Gusti

Bacaan sabda & bacaan Injil kami pilih berdua. Untuk bacaan sabda, kami memilih dari Injil 1Korintus
12:31-13:8a perihal “Jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna”. Sedangkan
untuk bacaan Injil, kami memilih Markus 10:1.6-8 tentang “Mereka bukan lagi dua melainkan satu”.
Bacaan Injil yang kami pilih ini sejujurnya hasil revisi kami yang ketiga dengan Romo Lardi (romo
yang memimpin Misa Perkawinan kami). Romo menyarankan beberapa bacaan, namun saya dan
suami lebih tertarik dengan Injil Markus tersebut. Romo kurang menyetujui pada mulanya karena di
dalam Injil Markus yang kami pilih, ada kata-kata “cerai”. Semula kami memilih Markus 10:1.6-9.
Ayat ke-9 berisi,” Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”.
Romo berkata,”baru mau dinikahin, kok udah ngomong perceraian yang notabene paling dihindari”.

Saya, suami, & romo akhirnya memutuskan untuk tetap menggunakan Injil Markus namun ayat ke-9
dihilangkan. Tidak hanya perkara bacaan saja yang direvisi, beberapa kalimat seperti ‘Tuhan sertamu
– dan sertamu juga” diganti ‘Tuhan bersamamu – dan bersama rohmu”. Selain itu beberapa bagian
diminta oleh Romo untuk dihilangkan seperti bagian kesanggupan para saksi dan Penyelidikan
Kanonik. Beberapa doa dan pengantar pun diminta untuk dipersingkat (padat, jelas, mengena).
Padahal ini kami sudah membuat copy-paste berdasarkan panduan KPP lho Mo... yahhhh tapi apa
boleh buat... saran dari romo adalah yang terbaik ^^

Akhirnya setelah drama 3x revisi, 13 Desember 2018, teks misa itu pun fix ACC Romo. Thanks God!

DESAIN COVER

Sembari menunggu balasan koreksian dari Romo, saya utak-atik desain cover teks Misa Perkawinan.
Rustic, black & white, music, and brown. Itulah yang saya inginkan. Berbekal ilmu photosop dan
corel seadanya, saya bisa mewujudkan teks Misa Perkawinan sesuai dengan yang saya inginkan.

TARAAAAAA.....

PENCETAKAN

Percetakan yang pertama kali saya hubungi adalah percetakan milik Pak Toro. Beliau ini sudah kenal
baik dengan keluarga saya karena satu lingkup Paroki Baciro & sebelumnya pernah cetak untuk Misa
Perkawinan kakak saya. Beliau ini juga langganan cetak teks misa mingguan di Paroki Baciro. Pada
awalnya saya bertanya dulu apakah bisa cetak cover black & white menggunakan kertas samson
(kertas craft warna coklat-rustic). Ahhhh, beliau tumben slow respon sekali waktu itu. Saya tunggu
berminggu-minggu tetap slow respon (tidak seperti biasanya). Saya pun mencoba browsing
percetakan yang bisa cetak cover menggunakan kertas samson coklat rustic. Sampailah saya pada
Mbak Leny-Percetakan Kanisius. Diskusi panjang lebar dengan Mbak Leny dan diperoleh harga Rp
5000/eks (20 halaman, cetak hitam dennga HVS 70gr, cover cetak BW kertas samson 80gr, oplah
200eks. Jika ingin sekalian dengan desain cover maka dikenakan biaya tambahan Rp 150.000 (that’s
why saya desain cover sendiri...hehehe hemat budget 150ribuuuu! #tipsnikahhemat. Pengerjaannya
10 hari kerja dari file ACC.

DEAL, dan sayapun lega.

22 Desember Percetakan Kanisius sudah mulai libur Natal. Artinya, 10 Desember adalah tanggal
paling lambat saya harus menyerahkan file ACC teks misa.

Sejak awal Desember, saya sudah kontak Romo Lardi untuk mengoreksi draft teks misa. Namun
beliau mendadak slow respon (karena sedang ujian akhir di kampusnya). Barulah 13 Desember teks
misa itu ACC romo. Artinya Percetakan Kanisius sudah tidak menyanggupi untuk cetak. Disitu saya
merasa jengkel, sedih, gak karuan. Memang sih banyak percetakan di Jogja, tetapi dalam waktu
singkat apakah bisa? Lalu bisakah mereka menggunakan kertas samson rustic coklat?

Saya kembali menghubungi Pak Toro karena merasa putus asa. Rupanya Tuhan itu sungguh baik. Pak
Toro fast respon dan langsung menyanggupi (padahal waktunya mepet). Dan yang paling
menggembirakan lagi adalah biaya cetaknya Rp 4000/eks (Yeay bisa hemat 1000 rupiah dari prediksi
semula!!!!) tanpa mengurangi kualitas teks misa ^^

Ada hikmahnya juga ya proses ACC yang lama dari Romo Lardi. Matur nuwun Romo, matur nuwun
Gusti! Sungguh, semua akan indah pada waktu-Nya...

--------------

Saya sungguh puas dengan hasil teks Misa Perkawinan saya. Selain karena itu adalah hasil karya
sendiri, kepuasan lain adalah ternyata teks ibadat pertunangan, ibadat midodareni, dan Misa
Perkawinan saya dapat menginspirasi orang lain (ada beberapa yang meminta soft copy-nya).

Bagi teman-teman yang ingin soft copynya, bisa download link di bawah ini atau DM ke Instagram
saya @benedictaanin atau komen di postingan ini ya! Sharing is Caring.
Pingitan Hanyalah Wacana

Prosesi pingitan dalam tradisi pernikahan adat Jawa dilakukan oleh pasangan yang akan segera
menikah. Dipingit artinya kedua calon mempelai dilarang untuk bertemu hingga hari pernikahan
tiba. Tak hanya itu, dipingit berarti calon pengantin dilarang untuk beraktivitas keluar rumah. Durasi
waktu pingitan berbeda-beda, tergantung pemahanan tetua atau orang tua. Tujuan pingitan sendiri
adalah mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (baik gangguan yang terlihat maupun yang
tak terlihat) yang mampu mencelakai kedua calon pengantin. Selain itu apabila dipingit, maka calon
pengantin wanita dipercaya akan terlihat ‘manglingi’ ketika hari-H. Calon pengantin dapat
melakukan banyak hal selama masa pingitan, seperti spa, perawatan salon, istirahat cukup, dan
berkumpul bersama keluarga.

Namun apa pingitan masih berlaku di jaman NOW?

Jawabannya: YA dan TIDAK.

Saya termasuk yang menjawab TIDAK. Bukannya tidak ingin menjalankan ritual adat Jawa tersebut,
tetapi keadaanlah yang tidak memungkinkan saya & suami untuk dipingit. Saya bekerja di Jakarta
dan suami saya di Jogja. Long Distance Relationship (LDR) membuat saya & suami harus
memaksimalkan waktu pertemuan untuk mengurusi pernak-pernik pernikahan, terlebih kami
mengurus segalanya sendiri, dan prinsipnya tidak ingin merepotkan orang tua.

Saya menikah tanggal 29 Desember, sedangkan saya baru cuti panjang tanggal 21 Desember. Hanya
seminggu waktu yang saya miliki untuk finishing pernak-pernik pernikahan. Banyak ‘printilan’ yang
belum terselesaikan, seperti: mengantar beberapa undangan yang belum, membeli barang-barang
seserahan, melunasi katering, gedung, berbagai teks ibadat & misa, dekor, tenda, memesan snack &
‘ulih-ulih’, supervisi koor dan koordinasi dengan beberapa panitia, fitting baju Ngundhuh Mantu,
membeli bingkisan untuk beberapa tamu terlibat, mencetak foto untuk dipajang, dan ahhhhh masih
banyak sekali yang belum terselesaikan.

Boro-boro dipingit, spa-nyalon saja tidak terpikir oleh saya. Manabisa saya dipingit jika saya masih
harus wara-wiri ke sana-sini mengurus ini-itu & saya butuh calon suami saya untuk menemani saya.
Kata orang, persiapan nikah itu gak ada habisnya; yang bikin berhenti siap-siap adalah “sudah hari
H”.

Tidak dipingit bukan berarti kami tidak percaya adat Jawa. Kami tetap melakukan rutinitas ‘nyekar’
atau ziarah ke makan keluarga kami dengan tujuan untuk mendoakan mereka dan memohon restu.
Segala persiapan kami terasa sedikit beres ketika H-3. Kami berencana untuk istirahat penuh dan
mempersiapkan hati kami menuju Sakramen Perkawinan.

Ternyata Tuhan punya rencana lain. H minus 3 hari, bapak saya masuk Rumah Sakit Mata Dr.YAP.
Malam itu sekitar pukul 7, saya dan suami baru saja sampai rumah setelah seharian mengurusi
‘printilan’ pernikahan. Niat hati ingin segera istirahat, eh ternyata Tuhan berencana lain. Sebelum
pergi ke dokter spesialis mata, terlebih dahulu calon suami saya mengecek mata bapak secara sekilas
(tanpa alat bantu medis). Gejalanya adalah mata merah seperti hendak mengeluarkan darah. Tapi
bapak tidak merasakan perih atau pandangan kabur. Kami sekeluarga merasa panik, saya bahkan
menangis. Calon suami saya yang adalah dokter berusaha memberi pengertian pada bapak, saya, &
kakak bahwa penyakit mata bapak ini sangatlah level ringan. Memang tampakannya seram, tetapi ini
penyakit mata sangat ringan. Penyakit ini bernama Subconjunctiva hemorrhage atau dalam bahasa
awan disebut pendarahan selaput mata. Penyebabnya adalah batuk yang tak kunjung berhenti &
hipertensi.

Saya stres, menangis, & pikiran kacau tidak karuan. Saya menyadari bahwa fase-fase persiapan
pernikahan ini begitu melelahkan dan mengurasi mental serta fisik. Bukan hanya saya & calon suami,
bapak juga pasti lelah secara fisik & mental. Trauma masa lalu terus membayang-bayangi pikiran
saya. Satu bulan sebelum kakak saya menikah, ibu saya meninggal. Dan banyak kejadian serupa yang
saya temui. Paranoid. Mungkin itulah sebutan yang tepat untuk apa yang saya alami.

Proses penyembuhan sampai mata menjadi jernih kembali sekitar 1 minggu (termasuk cepat dari
yang prediksi dokter 3 minggu). Memang mata bapak saya merah selama proses pernikahan saya.
Tapi itu hanya tentang estetika saja, selebihnya momen itu tetaplah sakral, khidmat, dan
membahagiakan.

Pingitan itu penting. Itulah hasil permenungan saya. Jangan jadikan pingitan
hanya sebatas wacana. Selain karena menjalankan tradisi Jawa, hal itu penting
bagi kesehatan jiwa & raga, baik untuk calon pengantin maupun keluarga.

Keep healthy and stay happy,


Guys!
Pingitan Hanyalah Wacana

Prosesi pingitan dalam tradisi pernikahan adat Jawa dilakukan oleh pasangan yang akan segera
menikah. Dipingit artinya kedua calon mempelai dilarang untuk bertemu hingga hari pernikahan
tiba. Tak hanya itu, dipingit berarti calon pengantin dilarang untuk beraktivitas keluar rumah. Durasi
waktu pingitan berbeda-beda, tergantung pemahanan tetua atau orang tua. Tujuan pingitan sendiri
adalah mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan (baik gangguan yang terlihat maupun yang
tak terlihat) yang mampu mencelakai kedua calon pengantin. Selain itu apabila dipingit, maka calon
pengantin wanita dipercaya akan terlihat ‘manglingi’ ketika hari

Anda mungkin juga menyukai