Disusun oleh :
Khalif Musayyifi
1220411259
PROGRAM PASCASARJANA
YOGYAKARTA
2012
DAFTAR ISI
Rasionalisme adalah sebuah aliran filsafat yang menekankan akal atau rasio sebagai
sumber pengetahuan yang memiliki nilai kebenaran dan dapat diuji keilmiahannya. Maka
pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat kebenaran ilmiah secara
mutlak. Adapun pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang
telah diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman karena akal dapat menurunkan
kebenaran dari pada dirnya sendiri yaitu atas dasar asas-asas yang pasti. Metode yang
diterapkan adalah deduktif dengan pendekatan ilmu pasti.
Segala sesuatu dapat dan harus dimengerti secara rasional. Suatu pernyataan hanya
boleh diterima sebagai benar dan sebuah claim hanya dapat dianggap sah apabila dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional.2 Wewenang tradisional otoritas dan dogma
merupakan pernyataan yang dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
1
Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 18.
2
Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 65.
Adapun aliran empirisme berpendapat bahwa empirik atau pengalamanlah yang
menjadi sumber pengetahuan baik pengalaman yang batiniyah maupun yang lahiriayah.
Akal bukan menjadi sumber pengetahuan, akan tetapi akal mendapatkan tugas untuk
mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah
induksi. Semula aliran ini seperti masih menganut semacam realisme yang naif yang
menganggap bahwa pengenalan yang diperoleh melalui pengalaman tanpa penyelidikan
lebih lanjut telah memiliki nilai yang obyektif. Akan tetapi kemudian nilai pengenalan
yang diperoleh memalui pegalaman itu sendiri dijadikan sasaran atau obyek penelitaian.
Aliran ini muncul di Inggris pada awalnya dipelopori Francis Bacon (1531-1626).
Pada perkebangannya dilanjutkan oleh tokoh-tokoh pasca Descartes seperti Thomas
Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), Berkeley (1685-1753), dan David Hume
(1711-1776).3
3
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu-ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2005), hlm. 53.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Definisi Empirisme
1. Empirisme berasal dari kata Yunani empirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamnnya. Bila dikembalikan kepada kata Yunaninya pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena ia
menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya.4
2. Empirisme adalah faham filsafat yang mengajarkan bahwa benar adalah yang
logis dan ada bukti empiris. Menurut empirisme yang benar adalah anak panah
bergerak sebab secara empiris dapat dibutktikan bahwa anak panah itu bergerak.
Coba saja perut anda menghadang anak panah itu perut anda akan tembus, benda
yang tembus sesuatu haruslah benda yang bergerak.5
4. Secara etimologi, istilah empirisme berasal dari kata Yunani empeiria yang berarti
pengalaman.6
4
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai James, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003), hlm. 21.
5
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm 31-32.
6
Muhammad Muslim, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2005), hlm. 53.
tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali
dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal
berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman
inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan.7 Lebih lanjut
penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek
yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat
dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang
telah merangsang alat-alat inderawi tersebut. Empirisme memegang peranan yang
amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya sumber dan
dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme.
7
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003) hal. 173
sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah
(yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia).
Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas
dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas.
Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja
tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan.
Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-
kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar
pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya
disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas,
diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan
bukan yang lainnya? Bagi Hume, "aku" tidak lain hanyalah "a bundle or collection of
perceptions (kesadaran tertentu)".
Kausalitas. Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang
disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman.
Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada
kita urutan sebab-akibat. Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita
saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari "probable" (berpeluang) sebab harapan
bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun
hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita bicara tentang
"hukum alam" atau "sebab-akibat", sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau
perasaan kita saja.
8
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/28/biografi-dan-pemikiran-filsafat-francis-bacon-1561-1626
sintesa ilmu pengetahuan yang diperoleh dari metode barunya. Tidaklah
mengherankan, skema raksasa tersebut menjadi suatu pekerjaan paling
ambisius yang sejak jaman Aristoteles–tak pernah terselesaikan. Tetapi, buku
The Advancement of Learning (1605) dan Novum Organum (1620) dapat
dianggap sebagai penyelesaian kedua bagian dari kerja raksasanya.9
9
Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat di terjemahkan oleh Saut Pasaribu (Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya, 2000) hal. 330.
10
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/28/biografi-dan-pemikiran-filsafat-francis-bacon-1561-1626
intelegensia dalam penyelidikan ilmiah dapat membuat Eropa makmur dan
bahagia seperti halnya penduduk yang hidup di pulau khayalan itu.11
13
Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat ......................................... hal. 330.
4. Bayangannya mengenai suatu masyarakat ilmiah yang terorganisir.
Dalam hal ini ditekankan pentingnya pembentukan lembaga-lembaga dan
perhimpunan-perhimpunan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai James, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003
Franz Magnis Suseno, Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai
Abad ke-19, (Yogyakarta: Kanisius, 1997)
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Belukar, 2004
Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern, Bandung: Pustaka
Setia, 2007
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/28/biografi-dan-pemikiran-filsafat-francis-bacon-
1561-1626
http://www.netplaces.com/philosophy-book/british-empiricism/george-berkeley.html
http://oregonstate.edu/instruct/phl201/modules/Philosophers/Berkeley/berkeley.html