Anda di halaman 1dari 13

EMPIRISISME

FRANCIS BACON (1561-1626) GEORGE BERKELEY


(1685-1753)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : FILSAFAT ILMU: TOPIK-TOPIK EPISTEMOLOGI

Dosen Pengampu : Dr. H. Sumedi, M.Ag.

Disusun oleh :

Khalif Musayyifi

1220411259

KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

UIN SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2012
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ............. ........................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN ....................................................................... 2
A. Pengertian Manthuq ........................................................... 2
B. Pembagian Manthuq........................................................... 3
C. Pengertian Mafhum ............................................................ 6
D. Pembagian Mafhum ............................................................ 6
E. Syarat – syarat Mafhum Mukhalafah ............................... 10
BAB III : PENUTUP ................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat Yunani klasik merupakan permulaan dari pemikiran filsafat. Filsafat


Yunani klasik merupakan contoh ilustrasi pemikiran dan pembahasan masalah filsafat
secara sistematis dan lengkap dan berlaku sampai sekarang. Berbagai pemikiran tentang
filsafat mengalami kemajuan pada masa Renaissance. Memasuki abad ke-17 beberapa
filosuf mencapai penyempurnaan dan kedewasaan pemikiran. Pengaruhnya sangat besar
bagi pemikiran-pemikiran filsafat pada masa berikutnya. Oleh karena itu, pada masa ini
yang dipandang sebagai sumber pengetahuan hanya apa yang secara alamiah dapat dipakai
manusia yaitu akal atau rasio dan pengalaman atau empiris. Orang cenderung untuk
memberikan tekanan kepada salah satu dari keduanya. Pada abad ini muncul dua aliran
filsafat yang saling bertentangan yaitu rasionalisme dan empirisme.1

Rasionalisme adalah sebuah aliran filsafat yang menekankan akal atau rasio sebagai
sumber pengetahuan yang memiliki nilai kebenaran dan dapat diuji keilmiahannya. Maka
pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat kebenaran ilmiah secara
mutlak. Adapun pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang
telah diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman karena akal dapat menurunkan
kebenaran dari pada dirnya sendiri yaitu atas dasar asas-asas yang pasti. Metode yang
diterapkan adalah deduktif dengan pendekatan ilmu pasti.

Segala sesuatu dapat dan harus dimengerti secara rasional. Suatu pernyataan hanya
boleh diterima sebagai benar dan sebuah claim hanya dapat dianggap sah apabila dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional.2 Wewenang tradisional otoritas dan dogma
merupakan pernyataan yang dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.

Rasionalisme merupakan semacam pemberontakan terhadap otoritas-otoritas


tradisional yang bersifat dogmatis. Tidak cukup untuk mendasarkan sebuah tuntutan atas
wewenang pihak yang menuntut, melainkan isi tuntutan itu sendiri harus dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional. Aliran filsafat ini secara hakiki bersifat anti
tradisional.

1
Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 18.
2
Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 65.
Adapun aliran empirisme berpendapat bahwa empirik atau pengalamanlah yang
menjadi sumber pengetahuan baik pengalaman yang batiniyah maupun yang lahiriayah.
Akal bukan menjadi sumber pengetahuan, akan tetapi akal mendapatkan tugas untuk
mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah
induksi. Semula aliran ini seperti masih menganut semacam realisme yang naif yang
menganggap bahwa pengenalan yang diperoleh melalui pengalaman tanpa penyelidikan
lebih lanjut telah memiliki nilai yang obyektif. Akan tetapi kemudian nilai pengenalan
yang diperoleh memalui pegalaman itu sendiri dijadikan sasaran atau obyek penelitaian.

Aliran ini muncul di Inggris pada awalnya dipelopori Francis Bacon (1531-1626).
Pada perkebangannya dilanjutkan oleh tokoh-tokoh pasca Descartes seperti Thomas
Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), Berkeley (1685-1753), dan David Hume
(1711-1776).3

3
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu-ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2005), hlm. 53.
BAB II

PEMBAHASAN

a. Definisi Empirisme

Arti empirisme antara lain:

1. Empirisme berasal dari kata Yunani empirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamnnya. Bila dikembalikan kepada kata Yunaninya pengalaman yang
dimaksud adalah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena ia
menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya.4

2. Empirisme adalah faham filsafat yang mengajarkan bahwa benar adalah yang
logis dan ada bukti empiris. Menurut empirisme yang benar adalah anak panah
bergerak sebab secara empiris dapat dibutktikan bahwa anak panah itu bergerak.
Coba saja perut anda menghadang anak panah itu perut anda akan tembus, benda
yang tembus sesuatu haruslah benda yang bergerak.5

3. Empirisme dalam bahasa Inggris, empiricism; dari Yunani empeiria, empiris


(berpengalaman dalam, berkenalan dengan, terampil untuk) latin experienta
(pengalaman). Empirisme adalah doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan
harus dicari dalam pengalaman. Salah satu teori mengenai asal pengetahuan.

4. Secara etimologi, istilah empirisme berasal dari kata Yunani empeiria yang berarti
pengalaman.6

Bersebrangan dengan rasionalis, empiris berpendapat bahwa pikiran kita sama


sekali tidak memiliki ingatan akan apa-apa yang belum pernah kita alami melalui
indra. Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan
didapat melalui penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan

4
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai James, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003), hlm. 21.
5
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm 31-32.
6
Muhammad Muslim, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2005), hlm. 53.
tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali
dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal
berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman
inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan.7 Lebih lanjut
penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek
yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat
dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang
telah merangsang alat-alat inderawi tersebut. Empirisme memegang peranan yang
amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya sumber dan
dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme.

b. Latarbelakang Munculnya Aliran Empirisme


Awal muasal timbulnya aliran ini bermula dari penolakan mereka atas
dominasi logika Cartesian di daratan Eropa saat itu. Di samping itu, gelora
Renaissance di daratan Eropa menginspirasi Dataran Britania Raya sampai ada istilah
sendiri yaitu Enlightment. Beberapa tokoh yang cukup dikenal antara lain John Locke,
David Hume, dan George Berkeley, Francis Bacon.
Bagi John Locke, berpikir deduksi relatif lebih rendah kedudukannya apabila
dibandingkan dengan pengalaman indera dalam pengembangan pengetahuan. Lebih
lanjut ia berpendapat bahwa semua fenomena dari pikiran kita yang disebut ide berasal
dari pengamatan atau refleksi. Inilah tesis dasar dari empirisme. Dengan tesis inilah,
Locke mempergunakannya sebagai titik tolak dalam ia menjelaskan perkembangan
pikiran manusia.
Selain John Locke, Bacon juga berkesimpulan bahwa penalaran hanya berupa
putusan-putusan yang terdiri dari kata-kata yang menyatakan pengertian tertentu.
Sehingga bilamana pengertian itu kurang jelas maka hanyalah dihasilkan suatu
abstraksi yang tidak mungkin bagi kita untuk membangun pengetahuan di atasnya.
Bacon beranggapan bahwa untuk mendapatkan kebenaran maka akal budi bertitik
pangkal pada pengamatan inderawi yang khusus lalu berkembang kepada kesimpulan
umum. Pemikiran Bacon yang demikian ini, kemudian melahirkan metode berpikir
induksi. Dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman

7
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003) hal. 173
sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah
(yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia).
Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas
dan sempurna. Dua hal dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas.
Hume tidak menerima substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja
tentang beberapa ciri yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan.
Kesan adalah hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-
kesan seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar
pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang misalnya
disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada realitas kertas,
diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul gagasan kertas, dan
bukan yang lainnya? Bagi Hume, "aku" tidak lain hanyalah "a bundle or collection of
perceptions (kesadaran tertentu)".
Kausalitas. Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu yang
disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan pengalaman.
Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak memperlihatkan kepada
kita urutan sebab-akibat. Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita
saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari "probable" (berpeluang) sebab harapan
bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri, namun
hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita bicara tentang
"hukum alam" atau "sebab-akibat", sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau
perasaan kita saja.

c. Tokoh-Tokoh Empirisme dan Kerangka Pemikirannya

1. Francis Bacon (1561–1626)

Francis Bacon (1561–1626) adalah tokoh terkemuka dalam filsafat alam


dan metodologi ilmiah dalam periode transisi antara Renaissance ke era awal
modern. Sebagai seorang ahli hukum, anggota Parlemen dan Penasehat Ratu,
Bacon menulis banyak pertanyaan dalam bidang hokum, kenegaraan dan agama
sebagaimana dalam politik kontemporer, tetapi ia juga mempublikasikan teks-teks
yang dispekulasi sebagai konsep-konsep kemasyarakatan yang mungkin terjadi,
dan ia merenungkan pertanyaan-pertanyaan tentang etika (buku Essays) meskipun
bidangnya adalah filsafat alam (The Advancement of Learning).8

Setelah studinya di Trinity College, Cambridge and Gray’s Inn, London,


Bacon tidak melanjutkan lagi ke pasca sarjana, melainkan memulai karir di bidang
politik. Meskipun usahanya tidak dianugerahi keberhasilan selama pemerintahan
Ratu Elizabeth, di bawah James I ia menanjak ke jenjang politik tertinggi, sebagai
Lord Chancellor. Bacon termasyur secara internasional dan berpengaruh luas
pada masa-masa akhirnya, saat ia mampu memfokuskan energinya pada bidang
filsafat, dan bahkan setelah kematiannya, ketika ilmuwan Inggris Boyle (Invisible
College) mengambil idenya tentang lembaga riset koperatif dalam rencana dan
persiapan-persiapan mereka untuk memapankan Masyarakat Kerajaan. Sampai
saat ini Bacon sangat dikenal akan teorinya tentang filsafat alam empiris (The
Advancement of Learning, Novum Organum Scientiarum).

2. Pokok-pokok pikiran filsafat francis bacon

Karya pertamanya adalah buku yang berjudul Essays, muncul tahun


1597 dan sedikit demi sedikit diterbitkan lebih luas. Essays ini ditulis dengan
padat dan gaya luar biasa bagus, mengandung kekayaan mendalam, bukan
saja dalam masalah politik melainkan juga menyangkut hal ihwal pribadi.
Beberapa contoh yang khas misalnya pandangannya tentang manusia usia
muda dan usia lanjut.

Tulisan Bacon terpenting adalah yang menyangkut falsafah ilmu


pengetahuan. Dia merencanakan suatu kerja besar Instauratio Magna atau
Great Renewal dalam enam bagian. Bagian pertama dimaksud untuk
meninjau kembali keadaan ilmu pengetahuan kita. Bagian kedua menjabarkan
sistem baru penelaahan ilmu. Bagian ketiga berisikan kumpulan data empiris.
Bagian keempat berisi ilustrasi sistem baru ilmiahnya dalam praktek. Bagian
kelima menyuguhkan kesimpulan sementara. Dan bagian keenam suatu

8
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/28/biografi-dan-pemikiran-filsafat-francis-bacon-1561-1626
sintesa ilmu pengetahuan yang diperoleh dari metode barunya. Tidaklah
mengherankan, skema raksasa tersebut menjadi suatu pekerjaan paling
ambisius yang sejak jaman Aristoteles–tak pernah terselesaikan. Tetapi, buku
The Advancement of Learning (1605) dan Novum Organum (1620) dapat
dianggap sebagai penyelesaian kedua bagian dari kerja raksasanya.9

Novum Organum atau New Instrument adalah buku Bacon yang


terpenting. Buku ini pada dasarnya merupakan pernyataan pengukuhan untuk
penerimaan metode empiris tentang penyelidikan. Praktek ilmiah yang saat
itu bertumpu sepenuhnya pada logika deduktif Aristoteles dipandang tidak
ada gunanya, merosot, dan absurd. Karena itu diperlukan metode baru
penelaahan, yaitu suatu metode induktif. Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu
titik tempat bertolak dan mengambil kesimpulan darinya; tetapi ilmu
pengetahuan adalah sesuatu tempat sampai ke tujuan.10

Untuk memahami dunia ini, pertama orang mesti “mengamati”nya.


Pertama, kumpulkan fakta-fakta. Kemudian, ambil kesimpulan dari fakta-
fakta itu dengan cara argumentasi induktif yang logis. Meskipun para
ilmuwan tidak mengikuti metode induktif Bacon dalam semua segi, tetapi ide
umumnya yang diutarakannya dalam penelitian dan percobaan penting yang
ruwet menjadi daya dorong dari metode yang digunakan oleh para ilmuwan
sejak saat itu.

Buku terakhir Bacon adalah The New Atlantis, sebuah penjelasan


tentang negeri utopis terletak di sebuah pulau khayalan di Pasifik. Meskipun
pokok cerita diilhami oleh Utopia Sir Thomas Moore, keseluruhan pokok
masalah yang terdapat dalam buku Bacon sepenuhnya berbeda. Dalam buku
Bacon, kemakmuran dan keadilan dalam negara idealnya tergantung pada dan
hasil langsung dari hasil pemusatan penyelidikan ilmiah. Dengan tersirat,
tentu saja, Bacon memberitahu. pada pembacanya bahwa penggunaan

9
Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat di terjemahkan oleh Saut Pasaribu (Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya, 2000) hal. 330.
10
http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/28/biografi-dan-pemikiran-filsafat-francis-bacon-1561-1626
intelegensia dalam penyelidikan ilmiah dapat membuat Eropa makmur dan
bahagia seperti halnya penduduk yang hidup di pulau khayalan itu.11

Orang selayaknya boleh bilang bahwa Francis Bacon merupakan filsuf


modern pertama. Pandangan keseluruhannya adalah sekuler dan bukannya
religius (kendati dia percaya kepada Tuhan dengan keyakinan teguh). Dia
adalah seorang rasionalis dan bukan orang yang percaya kepada tahyul;
seorang empiris dan bukannya seorang dogmatis yang logikanya mencla-
mencle. Di bidang politik dia adalah seorang realis dan bukan seorang
teoritikus. Dengan pengetahuannya yang mendalam dalam pengetahuan
klasik serta keahlian sastranya yang mantap, dia menaruh simpati terhadap
ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun dia seorang Inggris yang setia,
Bacon punya pandangan berjangka jauh melampaui batas negerinya. .

3. Aplikasi Filsafat Francis Bacon

Francis Bacon adalah perintis pertama Empirisme. Francis Bacon


bukanlah orang pertama yang menemukan arti kegunaan penarikan
kesimpulan secara induktif, dan juga bukan dia orang pertama yang
memahami keuntungan-keuntungan yang mungkin diraih oleh masyarakat
pengembangan ilmu pengetahuan.12 Tetapi, tak ada orang sebelum Bacon
yang pernah menerbitkan dan menyebarkan gagasan seluas itu dan
sesemangat itu. Lebih dari itu, sebagian karena Bacon adalah seorang penulis
yang begitu bagus, dan sebagian karena kemashurannya selaku politikus
terkemuka, sikap Bacon terhadap ilmu pengetahuan betul-betul punya makna
penting yang besar. Tatkala “Royal Society of London” (kelompok elit orang
pilihan Kerajaan Inggris) didirikan tahun 1662 untuk menggalakkan ilmu
pengetahuan, para pendirinya menyebut Bacon sebagai sumber inspirasinya.
Dan ketika Encyclopedie yang besar itu ditulis jaman “Pembaharuan
Perancis,” para penyumbang tulisan utama seperti Diderot dan d’Alembert,
juga menyampaikan pujiannya kepada Bacon yang memberikan inspirasi
terhadap kerjanya.
11
Ibid.
12
Franz Magnis Suseno, Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19,
(Yogyakarta: Kanisius, 1997) hal. 123
“Pengetahuan adalah kekuasaan” (knowledge is power), demikianlah
kata-kata Bacon yang terkenal. Reputasi Francis Bacon sebagai nenek
moyang dari ilmu pengetahuan modern dikenal dan sangat dihormati.
Pertaliannya dengan pengetahuan dan kekuasaan dalam The New Organon
telah disalahartikan oleh banyak kritik pencerahan yang sangat dihormati,
termasuk Adorno, Horkheimer, dan Foucault. Bacon berpendapat bahwa di
awal abad 17, pengetahuan tentang alam hampir tidak ada karena
kegunaannya kurang bernilai (undervalued). Argumennya terkait erat dengan
etika menyeluruhnya, yang mempertanyakan kekuasaan yang mapan serta
menguntungkan umat manusia.13

Mengatasi meremehkan manusia ‘kapasitas mereka untuk


mengembangkan dan melaksanakan filsafat alam pada pijakan yang baru dan
dengan metode baru adalah komponen penting untuk hubungan. kekuasaan
dan pengetahuan Bacon. Pengetahuan dan kekuasaan tidak merupakan suatu
kesatuan dan sama bagi Bacon, tetapi mereka berhubungan; dalam arti bahwa
kekuatan manusia diperlukan untuk meningkatkan penyimpanan pengetahuan
manusia, dan tidak dalam arti bahwa pengetahuan alam mengarah langsung
ke kuasa untuk mendominasi sifat atau manusia .

Peranan Francis Bacon di dalam perkembangan ilmu dan filsafat ilmu


umumnya digolongkan ke dalam empat kelompok :

1. Sebagai ahli filsafat ilmu; di sini ia menganjurkan suatu metode baru


untuk meneliti alam.
2. Usahanya untuk mengklasifikasikan ilmu dan pengetahuan manusia
secara umum.
3. Kesadaran yang ditimbulkannya bahwa penerapan praktis dari “ilmu
yang baru” akan memperbaiki kualitas kehidupan dan kontrol manusia
atas alam.

13
Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat ......................................... hal. 330.
4. Bayangannya mengenai suatu masyarakat ilmiah yang terorganisir.
Dalam hal ini ditekankan pentingnya pembentukan lembaga-lembaga dan
perhimpunan-perhimpunan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai James, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Akal dan Hati sejak Thales Sampai Capra Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003

Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius, 2002

Franz Magnis Suseno, Pustaka Filsafat 13 TOKOH ETIKA, Sejak Zaman Yunani Sampai
Abad ke-19, (Yogyakarta: Kanisius, 1997)

Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 2002

Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu-ilmu, Yogyakarta: Belukar, 2005

Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma Dan kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Belukar, 2004

Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern, Bandung: Pustaka
Setia, 2007

Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat di terjemahkan oleh Saut


Pasaribu Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2000

http://filsafat.kompasiana.com/2010/12/28/biografi-dan-pemikiran-filsafat-francis-bacon-
1561-1626

http://www.netplaces.com/philosophy-book/british-empiricism/george-berkeley.html

http://oregonstate.edu/instruct/phl201/modules/Philosophers/Berkeley/berkeley.html

Anda mungkin juga menyukai