Anda di halaman 1dari 2

Nama : ADITYA HARDIANSYAH

Kelas : VIII5

Mata Pelajaran : TIK

Asal Mula Salatiga


Dulu, Kabupaten Semarang termasuk wilayah Kesultanan Demak. Daerah ini
diperintahkan oleh seorang bupati Ki Ageng Pandanaran. Beliau seorang bupati yang ditaati
rakyat. Selain berwibawa, beliau juga kaya raya.

Akan tetapi, lama-kelamaan beliau makin gila kekayaannya. Makin hari, ia semakin
memperkaya diri sendiri. Rakyat tidak dipedulikannya lagi.

Sunan Kalijaga, penasihat Sultan Demak, bermaksud maengingatkan sang Bupati.


Dengan berpakaian compang-camping, beliau menyamar sebagai pedagang rumput.

“Gusti, hamba membawa rumput yang hijau. Sudikah gusti membeli?”Tanya Sunan
Kalijaga kepada sang bupati.

“Jika boleh dibeli dengn harga murah, bolehlah,” jawab Ki Ageng.

“Mengapa gusti tidak pernah menghargai jerih payah orang miskin?” tanya Sunan.

“Heh, lancang kamu! Pergilah, atau saya suruh prajurit menangkapmu!” bentak Ki Ageng
tersinggung.

“Baik saya akan pergi, Gusti. Akan tetapi, jika Gusti ingin kekayaan, hamba bisa
menunjukkan cara yang lebih mudah,” kata Sunan.

“Hai, orang miskin! Jangan berbicara sembarangan didepan Bupati! Saya bisa
menghukummu. Akan tetapi, baikalah. Jika kamu bisa menunjukkan cara mencari kekayaan
dengan mudah, ayo, tunjukkan! Akan tetapi, ingat! Jika kamu berbohong hukuman mati harus
kamu terima,” kat Ki Ageng.

“Baik, Gusti. Tolong, hamba minta sebuah cangkul!” pinta Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga lalu mencangkul tanah di depan kabupaten. Ki Ageng kaget begitu
melihat bongkahan emas sebesar kepala kerbau dibalik tanah yang dicangkul sunan kalijaga. Ki
Ageng lalu memperhatikan pedagang rumput itu dengan seksama. Setelah tahu siapa
sebenarnya, ia pun terkejut.
“Maafkan, sunan! Hamba salah, hamba siap dihukum,” sembah ki Ageng kepada Sunan.

“Baik, Adipati. Saya minta Adipati bisa kembali memerintah dengan cara yang benar.
Pentingkan rakyat dan ingatlah kehidupan akhirat,” ujar Sunan Kalijaga.

“Hamba laksanakan, Sunan,” sahut ki Ageng.

Sejak kejadian itu, hidup ki Ageng menjadi gelisah. Beliau lalu memutuskan untuk
menebus kesalahannya. Beliau meninggalkan jabatan bupati. Beliau ingin mengikuti jejak Sunan
Kalijaga menjadi penyiar agama.

“Nyai Ageng, sesuai saran Sunan Kalijaga, aku harus pergi kearah selatan. Setelah
sampai digunung jabalkat, aku akan mendirikan pesantren. Besok aku berangkat,” kata ki Ageng
kepada istrinya.

“Ki, aku ikut,” jawab Nyai Ageng.

“Boleh, tetapi Nyai tidak boleh membawa harta benda,” kata Ki Ageng.

Pada waktu yang ditentukan, Nyai Ageng belum siap. Beliau masih sibuk. Nyai Ageng
ternyata mengatur perhiasan yang akan dibawanya dalam tongkat bambu. Ki Ageng lalu
berangkat duluan.

Setelah siap, Nyai Ageng lalu menyusul. Ditengah jalan, Nyai Ageng dicegat tiga
perampok yang meminta hartanya. Akhirnya, semua perhiasan yang dibawa diberikannya
kepada perampok.

Nyai Ageng menyusul Ki Ageng. Setelah bertemu, Nyai Ageng menceritakan peristiwa
yang dialaminya.

“tadi sudah saya katakan, jangan membawa harta benda. Itulah akibatnya. Akan tetapi,
baiklah, Nyai. Sebenetar lagi, kita akan sampai. Kelak, tempatmu dirampok tadi akan bernama
“Salatiga”, berasal dari kata “salah dan tiga”, yaitu tiga orang yang bersalah,” ujar Ki Ageng.

Anda mungkin juga menyukai