Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

BUDIDAYA CHLORELLA SP.

Disusun oleh :

Kelompok 1 / Kelas Kelautan

SARRA CORNI 230210160002


RIFKY ABDILLAH M. 230210160007
SITI NIRMALA HAPSARI 230210160009
SALSABILA RAZAN P. 230210160011
FITRI AYU AZHARI 230210160014
RIZKY GHENA OKTAFIRA 230210160034
M. PANCA CITRA NUGRAHA 230210160035
AZIZAH QURROTU’AINI 230210160077
ABDUL RAHMAN 230210160085

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Budidaya Chlorella sp.

Laporan ilmiah ini telah kami susun dengan mendapatkan banyak bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, isi maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jatinangor, 24 Mei 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar i
Daftar isi ii
Daftar gambar iii
Daftar tabel iv
Bab I 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.3 Manfaat 1
Bab II Tinjauan Pustaka 2
2.1 Definisi Kultur
2.2 Definisi Chlorella sp
2.2.1 Klasifikasi Chlorella sp
2.2.2 Habitat Chlorella sp
2.2.3 Reproduksi Chlorella sp
2.2.4 Karakteristik Chlorella sp
2.2.5 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Chlorella sp
2.2.6 Kegunaan Chlorella sp
2.3 Pupuk dalam Budidaya Chlorella sp
2.3.1 Pupuk Organik
2.3.2 Pupuk Anorganik
Bab III Metodologi 10
Bab IV Hasil dan Pembahasan 12
Bab V Penutup 16
Daftar Pustaka 17
Lampiran

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Chlorella sp.. 3

Gambar 2.3 Chlorella 3

Gambar 2.5 Reproduksi Chlorella sp.. 4

Gambar 2.9 Haemocytometer 6

Gambar 3.3 Chlorella bibit murni 11

Gambar 4.3.1 Hasil Chlorella 15

Gambar 4.3.2 Hasil Chlorella 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, budidaya perikanan sudah banyak dilakoni oleh
para pengusaha pada masa ini. Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan
usaha budidaya perikanan adalah ketersediaan pakan, dimana penyediaan pakan
merupakan faktor penting karena menunjang hidup dari budidaya itu sendiri.
Upaya untuk memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang
baik adalah dengan melakukan kultur fitoplankton. Fitoplankton yang ada di
seluruh dunia adalah sebagai produsen primer, dapat menyediakan makanan
untuk fauna lebih banyak daripada seluruh flora yang ada di daratan. Kapasitas
fotosintesis dari semua fitoplankton yang ada di laut lebih besar daripada seluruh
flora yang ada di daratan. Dengan adanya konsentrasi fitoplankton yang besar di
laut maka terdapat banyak zooplankton sebagai konsumen primer bagi ikan,
udang-udangan dan sebagainya. Salah satu fitoplankton yang dapat dibudidaya
adalah Chlorella sp.
Chlorella sp merupakan salah satu pakan alami bagi zooplankton. Adanya
Chlorella sp yang melimpah dapat membuat pertambahan kelimpahan ikan juga.
Adanya mikroalga juga dapat meminimalisir jumlah biaya produksi dalam
budidaya ikan karena pakan yang digunakan merupakan pakan yang berharga
murah dan memiliki tingkat kendungan protein yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan yang lebih tinggi pada ikan tersebut.

II. Manfaat dan Tujuan


1. Praktikan mengenal budidaya chlorella dalam skala laboratorium.
2. Praktikan mampu menghitung kepadatan chlorella dalam budidaya.
3. Praktikan mampu membudidayakan chlorella.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Chlorella

Chlorella adalah genus ganggang hijau bersel satu yang memiliki


habitat pada air tawar, laut, dan tempat basah. Di dalam tubuhnya terdapat
kloroplas sehingga dapat melakukan fotosintesis dan termasuk organisme
autotrof. Perkembangbiakannya terjadi secara vegetatif dengan membelah diri.
Setiap selnya mampu membelah diri dan menghasilkan empat sel baru.
Ganggang ini sering digunakan di laboratorium untuk penyelidikan
fotosintesis. Karena sifatnya yang unik, para ahli berpendapat bahwa Chlorella
dapat mengatasi kebutuhan pangan manusia di masa yang akan datang.
Chlorella merupakan salah satu jenis fitoplankton yang banyak
digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya digunakan sebagai
makanan rotifera atau sebagai media budidaya larva ikan.
Budidaya Chlorella dapat dilakukan dalam skala laboratorium dan skala
lapangan. Dalam budidaya Chlorella di skala laboratorium digunakan wadah
berupa erlenmeyer. Hasil budidaya pada skala laboratorium pada umumnya
digunakan sebagai stock untuk budidaya massal. Dalam kegiatan budidaya
skala laboratorium wadah harus dibersihkan. Umumnya pencucian dapat
menggunakan deterjen dan dibilas sampai bersih kemudian dikeringkan. Air
yang digunakan juga harus bersih. Air yang digunakan dapat berupa air sumur
atau air mata air atau aquades. Untuk air mata air atau air sumur sebaik air
difilter terlebih dahulu untuk menyaring partikel yang tersuspensi dalam air.
Selajutnya air juga harus disanitasi dengan cara merebus air sampai mendidih,
sehingga air yang digunakan bebas dari kontaminasi plankton lain. Selanjutnya
toples yang sudah diisi air sebanyak satu liter ditempatkan pada rak yang
dilengkapi dengan selang aerasi dan lampu neon. Hal ini dilakukan supaya
cahaya cukup untuk proses fotosintesis Chlorella, yang memerlukan intensitas
cahaya antara 2500 – 5000 lux dan agar Chlorella tidak mengendap. Dalam
budidaya di dalam laboratorium sebaiknya dilakukan pada suhu antara 21-25o
C, dengan tujuan agar pertumbuhannya tidak terlalu cepat.

2
2.2 Klasifikasi Chlorella

Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Chlorellaceae
Genus : Chlorella
Spesies : Chlorella sp.

Gambar 2.2 Chlorella


2.3 Morfologi

Sel Chlorella
berbentuk bulat, hidup
soliter, berukuran 2-8 µm.
Dalam sel Chlorella
mengandung 50% protein,
lemak serta vitamin A, B, D,
E dan K, disamping banyak
terdapat pigmen hijau
(klorofil) yang berfungsi
sebagai katalisator dalam
proses fotosintesis
(Sachlan, 1982).
Sel Chlorella umumnya dijumpai sendiri, kadang-kadang bergerombol.
Protoplast sel dikelilingi oleh membrane yang selektif, sedangkan di luar
membran sel terdapat dinding yang tebal terdiri dari sellulosa dan pektin. Di
dalam sel terdapat suatu protoplast yang tipis berbentuk seperti cawan atau
lonceng dengan posisi menghadap ke atas. Pineroid-pineroid stigma dan
vacuola kontraktil tidak ada (Vashista, 1979). Warna hijau pada alga ini
disebabkan selnya mengandung klorofil a dan b dalam jumlah yang besar, di
samping karotin dan xantofil (Volesky, 1970).

3
Chlorella tumbuh pada salinitas 25 ppt. Alga tumbuh lambat pada
salinitas 15 ppm, dan hampir tidak tumbuh pada salinitas 0 ppm dan 60 ppm.
Chlorella tumbuh baik pada suhu 200 C, tetapi tumbuh lambat pada suhu 32 o
C. Tumbuh sangat baik sekitar 20o -23o C (Hirata, 1981).

2.4 Fisiologi dan Ekologi

Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana, kecuali


pada tempat yang sangat kritis untuk hidup. Alga ini dapat tumbuh pada
salinitas 0-35 ppt. salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk
pertumbuhan alga ini. Alga ini masih dapat bertahan hidup pada suhu 400C,
tetapi tidak tumbuh. Kisaran suhu 25-300C merupakan kisaran suhu yang
optimal.
Alga ini berproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, tetapi
juga dapat dengan pemisahana utospora dari sel induknya. Reproduksi sel ini
diawali dengan pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah
terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian dari persiapan
pembentukan sel anak, yang merupakan tingkat pemasakan awal. Tahap
selanjutnya terbentuk sel induk muda yang merupakan tingkat pemasakan
akhir, yang akan disusul dengan pelepasan sel anak.

2.5 Reproduksi Chlorella

Menurut Presscott (1978) Chlorella sp. berkembang biak dengan


membelah diri membentuk autospora. Pada waktu membelah diri membentuk
autospora, Chlorella sp. melalui empat fase siklus hidup (hase, 1962; Kumar
and Singh, 1981).

4
Keempat fase tersebut adalah :
1. Fase pertumbuhan (growth), periode perkembangan aktif sel massa yaitu
autospora tumbuh menjadi besar.
2. Fase pematangan awal (early revening), autospora yang telah tumbuh
menjadi besar mengadakan persiapan untuk membagi selnya menjadi sel-
sel baru.
3. Fase pematangan akhir (late revening), sel-sel yang baru tersebut
mengadakan pembelahan menjadi dua.
4. Fase autospora (autospora liberation), pada fase ini sel induk akan pecah
dan akhirnya terlepas menjadi sel-sel baru.

2.6 Perlakuan yang Diberikan

Chlorella ditempatkan pada toples kaca yang dilengkapi dengan selang


aerasi dan lampu neon. Hal ini dilakukan supaya cahaya cukup untuk proses
fotosintesis Chlorella, yang memerlukan intensitas cahaya antara 2500 – 5000
lux dan agar Chlorella tidak mengendap.
Dilakukan pada suhu antara 21-25oC, dengan tujuan agar
pertumbuhannya tidak terlalu cepat.

2.7 Pertumbuhan Chlorella sp

Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan


bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga
saat ini kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan
phytoplankton dalam kultur pakan alami. Ada empat fase pertumbuhan, yaitu:
a. Fase Istirahat
Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi
tidak mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya
meningkat. Secara fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses
sintesis protein baru. Organism mengalami metabolism, tetapi belum terjadi
pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.

5
b. Fase Logaritmik/Eksponsial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap.
Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai
maksimal.
c. Fase Stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan
dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju
kematian. Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah
phytoplankton relative sama ata seimbang sehingga kepadatan phytoplankton
tetap.
d. Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah
sel menurun secara geometric. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai
dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH
air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.

2.8 Pemberian Pakan pada Chorella

Adapun pupuk yang dapat digunakan untuk skala laboratorium adalah


pupuk organik cair.

2.9 Penghitungan Kepadatan Chlorella sp.


Penghitungan
kepadatan plankton digunakan
sebagai salah atu ukuran
mengetahui pertumbuhan
phytoplankton, mengetahui
kepadatan bibit, kepadatan
pada awal kultur, dan
kepadatan pada saat panen.
Kepadatan phytoplankton dapat dihitung dengan menggunakan
Hemacytometer.

6
Hemacytometer banyak digunakan untuk menghitung sel-sel darah.
Untuk dapat mempergunakan alat-alat ini perlu alat yang lain yaitu mikroskop
dan pipet tetes. Untuk memudahkan penghitungan phytoplankton yang diamati
biasanya menggunakan alat bantu hand counter.
Hemacytometer merupakan suatu alat yang terbuat dari gelas yang
dibagi menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang. Kotak tersebut
berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 mm, sehingga apabila ditutup dengan
gelas penutup volume ruangan yang terdapat diatas bidang bergaris adalah 0,1
mm atau 10-4 ml. Kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm tersebut
dibagi lagi menjadi 25 buah kotak bujur sangkar, yang masing-masing dibagi
lagi menjadi 16 kotak bujur sangkar kecil.
Cara penghitungan kepadatan phytoplankton dengan Hemacytometer
adalah sebagai berikut: Hemacytometer dibersihkan dan dikeringkan terlebih
dahulu dengan tissue. Kemudian gelas penutupnya dipasang. Phytoplankton
yang akan dihitung kepadatannya diteteskan dengan menggunakan pipet tetes
pada bagian parit yang melintang hingga penuh. Penetesan harus hati-hati agar
tidak terjadi gelembung udara dibawah gelas penutup. Selanjutnya
Hemacytometer tersebut diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100
kali dan dicari bidang yang berkotak-kotak. Untuk mengetahui kepadatan
phytoplankton dengan cara menghitung phytoplankton yang terdapat pada
kotak bujur sangkar yang mempunyai sisi 1 mm. apabila jumlah phytoplankton
yang didapat adalah N, maka kepadatan phytoplankton adalah N x 104 sel/ml.

2.10 Pemanenan

Berdasarkan pola pertumbuhan phytoplankton, maka pemanenan


phytoplankton harus dilakukan pada saat yang tepat yaitu pada saat
phytoplankton tersebut mencapai puncak populasi. Apabila pemanenan
phytoplankton terlal cepat atau belum mencapai puncak populasi, sisa zat hara
masih cukup besar sehingga dapat membahayakan organism pemangsa karena
pemberian phytoplankton pada bak larva kebanyakan dengan cara
memindahkan massa air kultur phytoplankton. Sedangkan apabila pemanenan
terlambat maka sudah banyak terjadi kematian phytoplankton sehingga

7
kualitasnya turun. Khusus untuk phytoplankton jenis Chlorella sp pemanenan
dilakukan pada saat 4 hari karena phytoplankton tersebut mencapai puncak
populasi pada saat hari ke 4 setelah pembibitan maka sebaiknya segera
dipanen.
Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan dengan berbagai macam
alat sesuai dengan kebutuhan dan jumlah phytoplankton. Dalam panen ini
menggunakan plankton net dengan penyaringan beberapa kali.

2.11 Pasca Panen

Chlorella sp yang telah dipanen memiliki banyak peranan yang sangat


penting, baik sebagai pakan alami larva terutama larva ikan kakap putih, ikan
kakap merah, dan ikan kerapu, juga sebagai green water pada pemeliharaan
berbagai jenis larva. Bahkan kini banyak digunakan dalam system pengolahan
dan penanggulangan air limbah. Chlorella sp ternyata sudah dikonsumsi
manusia dan sangat mudah didapatkan dipasaran dalam berbagai bentk, seperti
tablet, sirup, permen, shampoo, sabun, handbody lotion, dan lain-lain.

Hasil pemanenan dapat disimpan dalam bentuk kering didapat dari hasil
penjemuran phytoplankton konsentrat dibawah sinar matahari.penjemuran
dilakukan dalam kotak penjemuran bertenaga surya yang dapat menghasilkan
udara panas dengan suhu sekitar 70 0C. Dengan suhu ini komposisi gizi
phytoplankton terutama protein tidak rusak. Chlorella sp yang kering yang
didapat disimpan dalam botol-botol yang tertutup rapat. Pengeringan juga
dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Phytoplankton freeze (beku)
didapat dari hasil penyimpanan phytoplankton yang telah dipadatkan didalam
freezer.

2.12 Pemeliharaan stok murni

Untuk memelihara kesinambungan kultur phytoplankton perlu


dilakukan pemeliharaan stok murni. Stok murni dapat disimpan dalam media
agar-agar dan media cair serta disimpan dalam lemari pendingin. Penyimpanan
stok murni dalam media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml,

8
diberi pupuk dan tanpa aerasi, tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari.
Biakan stok murni ini diletakkan pada rak kultur dengan pencahayaa lampu
TL. Biakan stok murni ini harus diganti seminggu sekali. Penyimpanan stok
murni dalam lemari pendingin dapat bertahan sampai satu bulan, dan sebaiknya
segera digunakan dan diganti dengan stok murni yang baru.

9
BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktikum


Pelaksanaan kegiatan praktikum kultur Chlorella sp. dilaksanakan pada:
Waktu : Tanggal 20 April 2017 s.d. selesai
Tempat : Laboratorium MSP, FHA, Aquakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Padjadjaran

3.2 Alat dan Bahan

2.2.1 Alat yang Digunakan


1. Counting Chamber (Haemocytometer)
Fungsi : menghitung kepadatan Chlorella dengan bantuan mikroskop
2. Object Glass
Fungsi : meletakkan objek yang akan diamati
3. Cover Glass
Fungsi : menutup objek yang akan diamati pada objek glass
4. Gelas Ukur
Fungsi : mengukur atau mencampurkan larutan dalam jumlah besar
5. Hand Counter
Fungsi : memudahkan dalam menghitung kepadatan
6. Kompressor
Fungsi : untuk melakukan aerasi
7. Lampu Neon
Fungsi : sebagai sumber cahaya dalam melakukan fotosintesis
8. Mikroskop
Fungsi : mengamati pertumbuhan kepadatan Chlorella
9. Pipet Tetes
Fungsi : mengambil sampel dalam jumlah sedikit
10. Plankton Net
Fungsi : sebagai alat untuk menangkap plankton

10
11. Selang Aerator
Fungsi : sebagai alat untuk memperoleh udara (oksigen dan
karbondioksida)
12. Spatula / Sendok
Fungsi : mengambil sampel
13. Toples kaca
Fungsi : sebagai tempat perkembangbiakan plankton

3.2.2 Bahan yang Digunakan


1. Air
Fungsi : sebagai media perkembangbiakan Chlorella
2. Biakan Murni Chlorella sp.
Fungsi : sebagai biakan yang akan dibudidayakan
3. Pupuk Organik Cair
Fungsi : sebagai bahan nutrisi bagi perkembangbiakan Chlorella

3.3 Prosedur Kerja

1) Persiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam budidaya

2) Perhitungan dari kepadatan stok awal yang ada dan stok yang diinginkan

3) Perhitungan padat tebar dan volume aquades yanga akan dipakai

4) Perhitungan pengenceran dan penambahan aquades sebagai media

5) Pemupukan sebanyak 3 ml dengan pupuk organik cair

6) Penebaran dari bibit Chlorella dalam wadah toples kaca

7) Aerasi dengan selang aerasi yang terhubung dengan compressor, diberi


bantuan lampu neon untuk menggantikan sinar matahari dalam proses
fotosintesis.

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

a. Kepadatan Stok Awal


A1 A2 A3 A4 A5

Z sel Z sel Z sel Z sel Z sel

Jumlah A rata-rata: (Z1 + Z2+ Z3 + Z4 + Z5) / 5 = Ztot / 5 = Z sel

Jumlah Kepadatan: Z sel x 250.000 = Z sel per ml

Tabel Data Kepadatan Stok Awal Kelompok 5


A1 A2 A3 A4 A5

82 sel 105 sel 103 sel 130 sel 94 sel

Jumlah A rata-rata: (82+105+103+130+94)/ 5 = 102,8 sel

Jumlah Kepadatan: 102,8 x 250.000 = 25.700.000 sel/ml

1. Padat Tebar dan Volume Aquades


Kepadatan yang diharapkan = 1.000.000 sel/ml
Volume aquadest awal = 500 ml
Volume stok awal yang digunakan:
= (Volume aquadest awal x kepadatan diharapkan)/kepadatan stok
= (500 ml x 1.000.000 sel per ml) / Z sel per ml
= x ml

12
Hasil perhitungan padat tebar dan volume aquades kelompok 1
Volume stok awal yang digunakan :
= 500 ml x 1.000.000 ml per sel / 10.265.000
= 48,7 ml
= 49 ml (digunakan data rata-rata chlorella 1 lab)
2. Pengenceran dan Penambahan Aquades Sebagai Media
Perhitungan padat tebar dan volume aquades dapat menggunakan rumus :
V₁ x N₁ = V₂ x N₂
Keterangan :
V₁ = Volume Biota tebar
N₁ = Kepadatan stock
V₂ = Volume aquades
N₂ = Kepadatan yang diinginkan

Pupuk yang digunakan : 1 ml


Penambahan aquades : 48 ml + 900 ml = 948ml
3. Perhitungan Kepadatan Chlorella sp
1) Hari Kamis Tanggal 20 April 2017
Toples :
A1 A2 A3 A4 A5

82 sel 105 sel 103 sel 130 sel 94 sel

Jumlah A rata-rata: (82+105+103+130+94)/ 5 = 102,8 sel

Jumlah Kepadatan: 102,8 x 250.000 = 25.700.000 sel/ml

2) Hari Kamis tanggal 27 April 2017


Toples :
A1 A2 A3 A4 A5

158 sel 148 sel 163 sel 146 sel 147 sel

13
Jumlah A rata-rata: (158+148+163+146+147) / 5 = 762 / 5 = 152,4 sel
Jumlah Kepadatan: 152,4 x 250.000 = 38.100.000 sel/ml

4.2. Pembahasan
Dari hasil praktikum Chlorella setelah sekitar 1 minggu, air di dalam
toples dan erlenmeyer berubah warna menjadi hijau bening, dibandingkan
dengan hari pertama yang masih berwarna bening. Chlorella di dalam tempat
tersebut mengalami perkembangbiakan pada toples tersebut.
Namun dari hasil perhitungan pada minggu berikutnya setelah disaring
dengan plankton net, hasil kepadatan dari plankton meningkat.
Dapat dilihat dari pembahasan sebelumnya, data dari kelompok 1 ini,
pada saat awal pengembangbiakkan, kepadatan chlorella ialah 25.700.000
sel/ml, sedangkan pada saat akhir percobaan hanya terdapat 38.100.000 sel/ml.

4.3 Hasil Perbandingan Data dengan Kelompok Lain


Dari data tabel perbandingan perkembang biakan dengan kelompok kelas
yang lain, terlihat perbedaan yang tidak terlalu signifikan antara kelompok
kami dengan kelompok lain. Bisa dilihat bahwa perkembangbiakan kelompok
lain mengalami kematian
Pada hasil masa panen, kelompok-kelompok ini memiliki perbedaan
jumlah kepadatan akhir. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor kandungan
pupuk pada masing-masing kelompok yang dapat membantu perkembangan
dan pertumbuhan biakan Chlorella sp. Perbedaan juga disebabkan dari proses
aerasi dimana ada beberapa kelompok yang selang aerasinya tidak berfungsi
optimal.
Kesalahan dan perbedaan hasil panen yang menurun ini juga dapat
disebabkan karena dalam proses penyaringan yang hanya 1 atau 2 kali, dimana
masih ada chlorella yang tertinggal/ terbuang, hal ini pun mempengaruhi hasil
akhir data yang didapatkan oleh semua kelompok.

14
BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kultur murni fitoplankton (Chorella sp.) perlu dilakukan secara teliti dan
memerlukan perhatian khusus untuk menyediakan dalam jumlah yang cukup, tepat
waktu dan berkesinambungan. Mengingat pentingnya chlorella sebagai pakan alami
menjadikan budidaya ini salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan
ikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan kultur murni
fitoplankton adalah kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, kadar oksigen(DO),
cahaya, dan pH.
Meskipun mengalami grafik yang turun antara pembenihan dan panen,
dapat dipelajari bagaimana cara mengembangbiakkan atau membudidaya chlorella
ini dengan baik dan benar. Berdasarkan hasil pengamatan selama kultur, laju
pertumbuhan Chorella sp. selalu mengalami penurunan. Di samping itu, dapat pula
terjadi adanya kontaminasi dari organisme lain, dikarenakan menggunakan air kran.
Suhu media berkisar antara 20o -25o C, sedangkan suhu ruangan berkisar antara 20o
-27o C. Pencahayaan menggunakan lampu neon, dan aerasi diberikan secara trus
menerus selama pelaksanaan kultur murni fitoplankton.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1992. PedomanTeknisBudidayaPakanAlamiIkandanUdang.


Cristiani. 1983. PengaruhSalinitasterhadapPerkembanganPopulasiMonokultur
Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. DitjenPerikanan.
Isnansetyo, AlimdanKurniastuty. 1995. TeknikKultur Phytoplankton dan
Zooplankton. CetakanPertama. Kanisius. Yogyakarta.
Jusadi, Dedi. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar Modul Budidaya Chlorella.
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Khulsum, Umi. 1986. Kultur Chlorella pyrenoidosadanTetraselmistetrathele
dalamPerlakuanDosisPupuk yang Berbeda. DiklatAhli Usaha perikanan.
Jakarta.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro : Semarang.

16
LAMPIRAN

17

Anda mungkin juga menyukai