Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PERAWATAN LUKA PADA PASIEN Tn.A

DENGAN DIABETES MELITUS

DI KLINIK GRIYA PUSPA WOUND CARE

DISUSUN OLEH :

HILDEGARD WORA DEGHU

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA YOGYAKARATA


2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN

PERAWATAN LUKA PADA PASIEN Tn.A

DENGAN DIABETES MELITUS

1. KONSEP DASAR PERAWATAN LUKA


A. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor,2013). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain
(Kozier, 2012).
B. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 2013).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson –
Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

2
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.Luka dan Perawatannya
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen
A. Mekanisme terjadinya luka
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura
setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya

pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya

lukanya akan melebar. Luka dan Perawatannya.

3
7. Luka Bakar (Combustio)

B. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan
dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda
asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan
dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi
area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 2012).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (2012) yaitu:
1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang.
2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga.
3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma.
4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka.
5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme
6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti
yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,2010).
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan
bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan
matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambila1010n sel. Scab (keropeng)
4
juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu
hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab
epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier
antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme Luka
dan Perawatannya. Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai
darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah
dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah
ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit
selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan
mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag
juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan
ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi
proses penyembuhan.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke
daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu
sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi
tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan
nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast Luka dan Perawatannya
berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan
kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi
jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan.
Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam
5
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih.

3. Faktor yang Mempengaruhi Luka


a. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
b. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
c. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
d. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah
besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh
darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran
darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita
gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi
jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk
penyembuhan luka.

4. Hematoma Luka dan Perawatannya


Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar

6
hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.

5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan
sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (“Pus”).
6. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan
protein-kalori tubuh.
8. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

E. Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.

7
1. Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam
2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya
purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling
luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada


garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti
drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan
luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam
pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan
berlebihan terjadi, penambahan tekanan Luka dan Perawatannya

3. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.


Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi,
kegemukan, kurang nutrisi,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang
berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi
sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi
terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres
dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada
daerah luka.

F. Perkembangan Perawatan Luka

Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :

1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.

2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu
atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.

8
3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.

4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil. Luka dan Perawatannya

5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan


menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas
dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan
bengkak.

6. Pembentukan bekas luka.

7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6


bulan atau lebih.

8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan
ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.

E. Tujuan Perawatan Luka

1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

2. Absorbsi drainase

3. Menekan dan imobilisasi luka

4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri

6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing

7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

F. Perawatan Luka Operasi

Luka insisi dibersihkan dengan alcohol dan larutan suci hama (larutan betadine dan sebagainya), lalu
ditutup dengan kain penutup luka, secara penodik pembalut luka diganti dan luka dibersihkan.
Dibuat pula catatan kapan benang / orave kapan dicabut atau dilonggarkan. Diperhatikan pula
apakah luka sembuh perprinum atau dibawah luka terdapat eksudat. tempat perawatan pasca operasi
atau bedah, setelah tindakan dikamar operasi, penderita dipindahkan dalam kamar rawat (recovery

9
room) yang dilengkapi dengan alat pendingin kamar udara setelah beberapa hari. Bila keadaan
penderita gawat segera pindahkan ke unit kamar darurat (intensive care unit)
1. Pemberian cairan, karna selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi (PPO), maka
pemberian cairan perinfus harus cukup banyak perban mengandung elektrolit yang
diperlukan, agar jangan terjadi hipertemia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh
lainnya.
2. Nyeri, sejak penderita sadar dalam 24 jam pertama. Rasa nyeri masih dirasakan di daerah
operasi,untuk mengurangi rasa nyeri diberikan obat-obatan anti septic dan penenang seperti
suntikan intramuskuler ptihidin dosis 100-150 mg atau secara perinfus atau obat lainnya.
3. Mobilisasi, segera tahap demi tahap berguna untuk membantu jalnnya penyembuhan
penderita. Kemajuan mobilisasi tergantung juga pada jenis operasi yang dilakukan oleh
komplikasi yang mungkin dijumpai.
4. Pemberian obat-obatan, seperti antibiotik, kemotrapi, dan antiflamasi.
5. Perawatan putih, setelah selesai operasi dokter bedah dan anastesi telah membuat rencana
pemeriksaan rutin atau (check up) bagi penderita pasca bedah yang diteruskan kepada
dokter atau nakes lain.
G. Cara Mengganti Balutan
1. Alat dan bahan
 Pinset anatomi
 Pinset cirurghi
 Gunting steril
 Kapas sublimat / savlon dalam tempatnya
 Larutan H2O2
 Larutan boorwater
 NaCl 0,9%
 Gunting perban (gunting tidak steril)
 Plester / pembalut
 Bengkok
 Kasa steril
 Mangkok kecil
 Handskon steril
2. Prosedur kerja
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
 Gunakan sarung tangan steril
 Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset
 Bersihkan luka dngan menggunakan savlon / sublimat, H2O2, boorwater atau NaCl
0,9% sesuai dengan keadaan luka. Lakukan hingga bersih
 Berikan obat luka

10
 Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
 Balut luka
 Catat perubahan keadaan luka
 Cuci tangan
H. Cara mengangkat dan mengambil jahitan
1. Alat dan bahan
 Pinset anatomi
 Pinset cirurghi
 Arteri klem
 Gunting angkat jahitan steril
 Lidi kapas
 Kasa steril
 Mangkok steril
 Gunting pembalut
 Plester
 Alkohol 70%
 Larutan H2O2, savlon atu lisol atau larutan lainnya sesuai dengan kebutuhan
 Obat luka
 Gunting perban
 Bengkok
 Handscon steril
2. Prosedur kerja
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
 Gunakan sarung tangan steril
 Buka plester dan balutan menggunakan pinset
 Bersihkan luka dengan menggunakan savlon / sublimat, H2O2, boorwater, NaCl
0,9% atau lainnya sesuai keadaan luka, lakukan hingga bersih
 Angkat jahitan dengan menarik simpul jahitan sedikit ke atas, kemudian gunting
benang dan tarik dengan hati-hati
 Tekan daerah sekitar luka hingga pus / nanah tidak ada
 Berikan obat luka
 Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
 Lakukan pembalutan
 Catat perubahan keadaan luka
 Cuci tangan
I. Prinsip Management Luka Post Operasi

1. Mengatasi penyakit dan deformitas

2. Pencegahan infeksi

3. Menggunakan tehnik aseptic untuk 48 jam sampai terbentuk jaringan epitel

4. Pembalutan Luka Post Operatif

11
5. Menghindari komplikasi seperti infeksi, hematoma.

J. Observasi luka dan pengkajian pasien

1. Adanya Eksudat.
2. Penyebaran eritema kulit sekitar garis insisi.
3. Nyeri dan edema.
4. Tanda-tanda infeksi.
5. Jaringan granulasi.

K. Penatalaksanaan drain

1. Mengobservasi drain dan cairan drainase begitu pasien kembali kebangsal dari
kamar operasi dan sesudahnya.
2. Catat volume dan sifat cairan drainase dalam interval yang teratur.
3. Pastikan selang drainase tidak dalam keadaan di klem ( kecuali bila ada
instruksi khusus yakni hanya memberikan drainase intermiten ).
4. Pastikan drainase tidak tertutup dan aman atau tidak terbelit/
5. Menjelaskan fungsi dan perawatan kepada pasien agar pasien tidak gelisah atau
cemas dan mendorong pasien untuk hidup dan bergerak secara aman dengan
drain mereka selama diperlukan titik.
6. Mengganti botol atau kantong drainase untuk mencegah refluks cairan untuk
memperkecil resiko infeksi. Catat volume cairan pada bagian kesimbangan
cairan.
7. Mengobservasi letak drain, periksa adanya kebocoran dan tanda-tanda infeksi
local.
8. Mengganti balutan drain, lakukan hal tersebut sebelum eksudat membasahi
balutan. Sebuah kantong stoma dapat dipasang untuk mengumpulkan eksudat
dari drain yang terbuka.
9. Memperpendek dan melepaskan drain sesuai instruksi ahli bedah dan gunakan
teknik aseptic. Volume dan sifat alamiah suatu cairan yang terus menerus di
alirkan keluar, harus dicatat dan dilaporkan kepada ahli bedah.

L. Komplikasi Luka

1. Perdarahan primer dan sekunder


Perdarahan primer adalah perdarahan yang dijumpai pada saat operasi, yang
lazimnya dapat di atasi oleh ahli bedah sebelum operasi diselesaikan secara
keseluruhan. Sedangkan perdarahan sekunder biasanya terjadi beberapa hari
setelah operasi dan mungkin akibat erosi satu atau beberapa pembuluh darah

12
akibat infeksi, atau akibat nekrosis tekan yang disebabkan oleh letak drain luka
yang tidak baik.
2. Infeksi luka
3. Dehisensi luka
Dehisensi luka adalah rusaknya sebagian atau keseluruhan luka dan dapat
berhubungan atau tidak berhubungan dengan infeksi luka.
4. Pembentukan sinus
Sinus merupakan suatu saluran buntu, biasanya berakhir dalam suatu rongga
abses, yang gagal untuk sembuh karena rongga tersebut mengandung benda
asing.
5. Fistula
6. Hernia insisional

2. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang melibatkan kelainan


metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang berkembangnya koaplikasi
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (C. Long Barbara, 1996)

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik yang disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopik elektron (Mansjoer, Arif,
1999).

Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan


kadar glukosa darah (hiperglikemia) (Brunner dan Suddarth, 1996).

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan


absolut insulin atau insensitivitas sel terhadap insulin (Elisabeth. J. Corwin, 2000)

13
2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Pankreas terletak melintang
dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri
ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput
pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas
yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada
dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pankreas
manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya
berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.

b. Fisiologi

Pengertian Pankreas

Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah


panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm dari duodenum sampai ke limfa dan
beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebra lumbalis I dan II di belakang
lambung.

Bagian Dari Pankreas

1. Kepala pankreas; terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam


lekukan duodenm yang melingkarnya.

2. Badan pankreas : merupakan bagian utama dari organ ini letaknya di


belakang lambung dan di depan vertebrae umbalis pertama.

14
3. Ekor pankreas : bagian runcing do sebelah kiri yang sebenarnya menyentuh
limfa.

Fungsi Pankreas

1. Fungsi endokrin; yang membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.

2. Fungsi endokrin; sekelompok kecil del epitelium yang berbentuk pulau-pulau


kecil atau Langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang
mensekresikan insulin.

3. Fungsi sekresi eksternal, yaitu cairan pankreas yang dialirkan ke duodenum


yang berguna untuk proses pencernaan makanan di intestinum.

4. Fungsi sekresi internal, yaitu sekresi yang dihasilkan oleh pulau-pulau


Langerhans sendiri langsung dialirkan ke dalam peredaran darah.

Hasil Sekresi, berupa :

1. Hormon insulin ini langsug dialirkan dalam darah tanpa melewati duktus.
Kumpulan dari sel-sel ini berbentuk seperti pulau-pulau yang disbeut Pulau
Langerhans

2. Getah pankreas

Sel-sel yang mereproduksi setelah pankreas ini termasuk kelenjar ensokrin,


getah pankreas dikirim ke dalam duodenum melalui duktus pankreatik. Duktus
ini bermuara apada papila vateri yang terletak pada dinding duodenum.

Pengaturan fisiologis darah sebagian besar tergantung dari :

1. Ekstraksi glukosa

2. Sintesis glukosa

3. Glikogendisis dalam hati


15
Selain itu jaringan perifer otot dan adiposa juga mempergunakan glukosa sebagai
sumber energi mereka. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan eolh hati dan
yang digunakan oleh jaringan-jaringan perifer tergantung dari keseimbangan
fisiologis beberapa hormon. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai
hormon yang merendahkan kadar glukosa darah dan hormon yangmeningkatkan
kadar glukosa darah. Insulin merupajan hormon yang menurunkan glukosa darah.
Insulin dibentuk oleh sel-sel beta pulau langerhans pankreas. Sebaliknya ada
beberapa hormon tertentu yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah antara
lain ; glukagon yang disekresi oleh sel-sel alfa pulau langerhans, epinefrin yang
disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin, glukokortikoid yang disekresi
oleh korteks adrenal dan growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipolisis
anterior. Glukagon, epinefrin, glukokortikoid dan growth hormone, membentuk
suatu mekanisme counter-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.

3. Etiologi

Diabetes Tipe I

Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi


faktor genetic, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

Faktor-faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes Tipe I itu sendiri; tetapi, mewarisi
suatu prediposisi atau kecenderungan genetik, ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun
lainnya. Sembilan puluh lima persen pasien berkulit putih. (Caucasian) dengan
diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4). Risiko
terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga hingga lima kali lipat pada individu yang
memiliki tipa HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).

16
Faktor-faktor imunologi.

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respons otoimun. Respon ini
merupakan respona abnormal di mana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen
(internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum
timbulnya tanda-tanda klinis diabetes tipe I. Riset dilakukan untuk mengevaluasi efek
preparat imunosupresif terhadap terhadap perkembangan penyakit pada pasien
diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pada pasien pradiabetes (pasien dengan
antibody yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes). Riset
lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil
terhadap fungsi sel beta.

Faktor-faktor lingkungan

Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor


eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan
yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

Interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi


diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Meskipun
kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti sepenuhnya, namun
pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan faktor dasar yang melandasi proses
terjadinya diabetes tipe I merupakan hal yang secara umum dapat diterima.

Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan


sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik

17
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu
terdapat pula faktor-faktor risko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah :

2. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

3. Obesitas

4. Riwayat keluarga

5. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli
Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya
diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika).

4. Manifestasi Klinis

Hiperglikemi : polyuria, polydipsia, polyhapgia, fatique, dan kelemahan otot, berat


badan menurun, mata kabur, glycosuria, ketonuria, pernafasan kusmaul dapat
berlanjut dengan penurunan kesadaran.

Hipoglikemi : Tremor, dan palpitasi, diaphoesis (berkeringat banyak) kecemasan,


lapar, pucat, pusing kepala, berlanjut pada menurunnya keasadaran dan kejang.

1. Kronik

a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, ,pembuluh darah


jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

b. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetik,


nefropati diabetik.

c. Neuropati diabetik

d. Rentang injeksi , seperti tuberkulosis paru, gingivitis dan infeksi saluran


kemih

e. Kaki diabetik

4. Pemeriksaan Diagnostik

 Gula darah puasa (> 120 mg/dl) dan gula darah sewaktu
18
 Glycosuria, polyuria dan ketonuria

 Riwayat hilangnya berat badan

 Manifestasi asidosis metabolik

 Bila ketoasidosis, hiperglikemia (glukosa darah > 330 mg/dl). Ketonemia


(positif) asidosis (pH < 4,70 ) dan karbohidrat < 15 mmol/L.

 Kaji adanya edema serebral karena DKA.

5 Penatalaksanaan

2. Terapi insulin

3. Diit

4. Latihan

5. Monitor glukosa darah

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian

Data Dasar Pengkajian Pasien

a. Aktivitas / Istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/ berjalan, kram otot, tonus

otot menurun
19
Tanda : Takikardia, letargi/ disorientasi, koma, penurunan

kekuatan otot

b. Sirkuasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, kesemutan

pada ekstremitas

Tanda : Takikardia, nadi yang menurun, disritmia, perubahan

tekanan darah

c. Integritas ego

Gejala : stress, tergantung pada orang lain

Tanda : Ansietas, peka rangsang

d. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/

terbakar, nyeri tekan abdomen, diare.

Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, abdomen keras,

adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif.

e. Makanan dan cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet,

haus.

Tanda : Kulit kering, turgor jelek, distensi/ kekakuan abdomen,

muntah.

f. Neurosensori :

20
Gejala : Pusing/ pening, sakit kepala, gangguan penglihatan,

kesemutan.

Tanda : Mengantuk, letargi, gangguan memori, kacau mental,

aktivitas kejang.

g. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Abdomen nyeri/ tegang (sedang/berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi

h. Pernafasan :

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan /tanpa sputum

Tanda : Lapar udara, batuk dengan/ tanpa sputum purulen.

Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus rusak

Tanda : Demam, diaforesis, lesi, kulit rusak

i. Seksualitas

Gejala : Rabas vagina, masalah impoten pada pria

2.Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis osmotik

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perubahan sirkulasi

d. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/ insulin.

21
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik

f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang.

g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan tidak mengenal


sumber informasi.

3.Perencaan Keperawatan

Adapun rencana keperawatan yang dibuat berkaitan dengan diagnosa keperawatan


yang timbul antara lain :

DP I

b. Dapatkan riwayat pasien/ orang terdekat sehubungan dengan lamanya/


intensitas dari gejala seperti muntah.

R : Membantu dalam memperkiranan kekurangan voluem total.

c. Pantau tanda-tanda vital :

R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.

d. Pantau masukan dan pengeluaran, catat baut jenis urine

R : Memberikan perkirakan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal,


dan keefektifan dari terapi yang diberikan.

e. Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkna rasa nyaman

R : Menghindari pemanasan yang berlebih terhadap pasien lebih lanjut akan


dapat menimbulkan kehilangan cairan.

DP II

a. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.

22
R : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebuuhan
terapeutik

b. Identifikasi makanan yang disukai/ dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/


kultural.

R : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencnaaan


makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang.

c. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai dengan indikasi

R : Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga


untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.

d. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV secara


intermiten atau secara kontinyu

R : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula
dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.

DP III

a. Observasi tanda-tanda injeksi dan peradangan, seperti emam, kemerahan,


adanya pus pada luka, sputum purulen, ,urine warna keruh atau berkabut.

R : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah amencetuskan


keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial.

b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.

R : Mencegah timbulnya infeksi silang.

c. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, jaga kulit tetap
kering, lien kering dan tetap kencang.

R : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada


peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/ iritasi kulit dan infeksi.

23
DP IV

a. Pantau tanda-tanda vital dan status mental

R : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnomal, seperti suhu yang


meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.

b. Selidiki adanya keluahn parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/
kaki.

R : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat,


kehilangan sensasi sentuhan/ distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

c. Bantu pasien dalam ambulansi atau perubahan posisi

R : Meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa keseimbangan


dipengaruhi.

DP V

a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas

R : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat


aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.

b. Diskusikan cara menghemat kelori selama mandi, berpindah tempat dan


sebagainya

R : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan


kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan.

DP VI

a. Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu

24
R : Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan
terhadap tujuan penanganan.

b. Tentukan apakah ada perubahan yang berhubungan dengan orang terdekat.

R : Tenaga dan pikiran yang konstan diperlukan untuk mengendalikan diabetik


yang seringkali memindahkan fokus hubungan.

DP VII

a. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan


selalu ada untuk pasien.

R : Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia


mengambil bagian dalam proses belajar.

b. Tinjau ulang pengaruh rokok pada pengguna insulin.

R : Nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil dan absorbsi insulin


diperhatikan selama pembuluh darah ini mengalami konstriksi.

c. Rekomendasikan untuk tidak menggunakan obat yang dijual bebas tanpa


konsultasi dengan tenaga kesehatan/ tidak boleh memakai obat tanpa resep.

R : Produktivitas mungkin mengandung gula atau berinteraki dengan oat-obat


yang diresepkan.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara. C. Long. Perawatan Medikal Bedah, Bandung: Padjajaran, 2013.

Brunner dan Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC. 2001.

Cambridge Communication Limited. Anatomi Fisiologi Kelenjar Endokrin dan Sistem


Persarafan, Jakarta: EGC. 2012

25
Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid I, Jakarta: Media Aesculapius. FKUI.
1982.

Marilynn, E. Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakarta. EGC 2013.

Sarwono Waspadji, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, FKUI, 2012
Sylvia A. Price, Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit , Jakarta: EGC, 2013
Suriadi dan Rita Yuliani, Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak,
Edisi 1, Jakrta: CV Sagung Seto, 2001. Syaifuddin, Anatomi dan Fisiologi Untuk Siswa
Perawat, Jakarta: EGC,2001.

Mansjoer, Arief. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Morison, Moya. (2004). Manajemen Luka. Jakarta: EGC.

Musrifasul, Uliyah. (2006). KDPK untuk Kebidanan. Surabaya: Salemba Medika.

Ismail. (2011). Luka dan Perawatannya. http://blog.umy.ac.id/topik/files/2011/12/Merawat-


luka.pdf (diperoleh tanggal 12 Juli 2012).

26
27

Anda mungkin juga menyukai