Anda di halaman 1dari 16

GAMBARAN GEJALA AWAL ANAK DENGAN LEUKEMIA

LIMFOSITIK AKUT DI RSUD DR MOEWARDI


SURAKARTA

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:
LAILATUL FITRI RAHMADANI
J210140038

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

GAMBARAN GEJALA AWAL ANAK DENGAN LEUKEMIA


LIMFOSITIK AKUT DI RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

ARBA’ANI
J210140038

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Vinami Yulian, Ns., M.Sc.Nursing

2
HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN GEJALA AWAL ANAK DENGAN LEUKEMIA


LIMFOSITIK AKUT DI RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA

OLEH
ARBA’ANI
J210140038

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ……., ………. 2018
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Vinami Yulian, Ns., M.Sc.Nursing (……..……..)


(Ketua Dewan Penguji)

2. Dr. Faizah Betty Rm, S.Kep., M.Kes (……………)


(Anggota I Dewan Penguji)

3. Arif Widodo, S.Kep., M.Kep (…………….)


(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Suwaji, M.Kes

3
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, Mei 2018


Penulis

ARBA’ANI
J210140038

4
GAMBARAN GEJALA AWAL ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT DI
RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

Abstrak
Leukimia limfoblastik Akut (LLA) adalah kasus keganasan yang paling banyak di temukan
pada anak-anak yang terdiri dari 80-85%. Hampir dari semua kasus dengan penyakit LLA
belum diketahui penyebab pastinya sampai sekarang, walaupun beberapa faktor genetik dan
lingkungan sering dihubungkan dengan leukemia pada anak-anak. Penanganan segera
terhadap kasus LLA pada anak merupakan salah satu factor dapat membantu anak dalam
mempertahankan kualitas hidupnya, sehingga pengenalan tanda-tanda awal LLA pada anak
adalah hal yang sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendeskripsikan
Bagaimana Gambaran gejala Awal Anak Dengan Leukemia Limfositik Akut di RSUD Dr
Moewardi Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain
deskriptif dan pengumpulan data menggunakan metode survei. Populasi penelitian adalah
anak dengan leukemia limfostik akut yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Moewardi, dari bulan Januari – Desember 2017 sebanyak 74 anak. Sampel
penelitian sebanyak 31 anak yang ditentukan menggunakan teknik total sampling.
Pengumpulan data penelitian menggunakan instrument kuesioner, sedangkan analisis data
menggunakan uji deskriptif. Hasil penelitian diperoleh Chi hitung sebesar 10,219 (p-value =
0,000) sehingga H0 ditolak. Kesimpulan penelitian adalah karakteristik anak dengan leukemia
limfoblas akut di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebagian besar responden tergolong dalam usia
school age atau usia 6 – 11 tahun (67%), berjenis kelamin laki-laki (61%) dan usia awal didiagnosa
LLA adalah pada usia 5-10 tahun (81%), dan gejala awal anak dengan Leukemia Limfostik Akut di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebagian besar adalah kejadian anemia (77%), kulit pucat (87%),
penurunan berat badan (100%), dan demam (84%).
Kata kunci: LLA, gejala awal, anak
OUTLINE OF INFLUENCE OF CHILDREN WITH ACUTE LIMECULOS LEUKEMIA IN
RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA
Abstract
Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA) is the most common malignant case in children of 80-85%.
Almost all cases with LLA disease have not known the exact cause until now, although some genetic
and environmental factors are often associated with leukemia in children. Immediate treatment of
cases of LLA in children is one factor can help children in maintaining quality of life, so the
introduction of early signs of LLA in children is very important. This study aims to describe How the
Early Symptoms of Children with Acute Lymphocytic Leukemia in Dr Moewardi Hospital Surakarta.
This research is a quantitative research using descriptive design and data collection using survey
method. The study population was a child with acute lymphostic leukemia who underwent treatment at
Dr. Regional General Hospital. Moewardi, from January to December 2017 as many as 74 children.
The sample of the research were 31 children determined using total sampling technique. The research
data collection using questionnaire instrument, while data analysis using descriptive test. The results
obtained Chihitung for 10,219 (p-value = 0,000) so that H0 rejected. The conclusion of this research is
characteristic of children with acute lymphoblast leukemia in RSUD Dr. Moewardi Surakarta most of
the respondents belong to the age of school age or age 6 - 11 years (67%), male sex (61%) and early
age diagnosed LLA is at age 5-10 year (81%), and early symptoms children with acute lymphocytic
leukemia at Dr. Moewardi Surakarta is mostly anemic episodes (77%), pale skin (87%), weight loss
(100%), and fever (84%).

Keywords: LLA, early symptoms, child

5
1. PENDAHULUAN
Leukimia adalah penyakit yang keganasannya paling sering di temukan pada anak-
anak, dimana terhitung kira-kira 41% semua penyakit keganasan terjadi dengan anak-anak
usia dibawah 15 tahun (Behrman,2004). Leukimia limfoblastik akut itu sendiri adalah suatu
penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elmen
sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik dan menyebabkan
penekanan dan penggantian unsur sumsum yang normal (Price,2007). Leukimia limfoblastik
Akut (LLA) adalah kasus keganasan yang paling banyak di temukan pada anak-anak yang
terdiri dari 80-85%. Puncaknya dari kasus LLA ini adalah terjadi pada anak-anak berusia 2-4
tahun (Porth,2005). Hampir dari semua kasus dengan penyakit LLA belum diketahui
penyebab pastinya sampai sekarang, walaupun beberapa faktor genetik dan lingkungan sering
dihubungkan dengan leukemia pada anak-anak. Bahkan terpaparnya sinar radiasi juga telah
dihubungkan dengan meningkatnya angka kejadian LLA. Selain itu, menurut beberapa
penelitian dan deskripsi tentang berbagai tingkatan geografi dengan setiap kasus telah
menimbulkan perhatian bahwasanya faktor lingkungan bisa menyebabkan naiknya angka
kejadian kasus Leukemia Limfoblastik Akut LLA (Behrman,2004).
Menurut Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012, menyatakan bahwa
setiap tahun penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang,dan dari jumlah tersebut
sebesar 4% atau 250.000 penderita adalah anak-anak. Kasus yang paling banyak untuk
dijumpa di sekitar adalah penyakit LLA. American Cancer Society tahun 2014,
memperkirakan di Amerika Serikat terdapat 6020 kasus baru leukimia limfoblastik akut
terhadap anak-anak dan orang dewasa. Kasus baru terhadap penyakit LLA per tahun terjadi
sebanyak kurang lebih 5000 di Eropa dan diperkirakan sebanyak 2000-3000 kasus di
Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di tahun 2013 penderita kanker
di indonesia selain kanker serviks dan prostat adalah 1.027.763 jiwa. Yayasan hematologi
yasmia adalah suatu yayasan yang menaungi penderita kanker kelainan darah yang terletak di
provinsi jawa tengah mengatakan bahwa jumlah pasien leukimia anak yang terdaftar di
yayasan tersebut mengalami peningkatan dengan jumlah penderita dari tahun 2011 adalah 3
penderita,tahun 2012 sebanyak 37 penderita,tahun 2013 sebesar 44 penderita, tahun 2014
sebesar 53 penderita,dan pada tahun 2015 penderita penyakit tersebut mencapai 59 pasien.
Di daerah Surakarta sendiri hampir mencapai lebih dari 100 orang anak yang menderita
penyakit tersebut, sedangkan di Yogyakarta insiden LLA sebesar 27,7%. Data ini terlihat
lebih tinggi dibandingan dengan negara barat (Joglosemar,2013).
Penanganan dari penyakit Leukemia Limfostik Akut pada anak harus ditangani
dengan serius melihat banyaknya anak yang terkena penyakit LLA. Sampai sekarang
pengobatan yang dilakukan pada pasien LLA adalah dengan mengandalkan kemoterapi
sebagai terapi utama. Pengobatan kemoterapi pada penyakit LLA dibagi menjadi beberapa
tahap yaitu induksi remisi, konsolidasi atau intensifikasi, profilaksis susunan saraf
pusat(SSP), dan pemeliharaan jangka panjang atau rumatan maintenance. Namun obat-obat
kemoterapi ini memiliki banyak efek samping terutama pada sistem hematopoietik dan
gastrointestinal (Nafrialdi & Sulistia,2003).
Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30-40% dari keganasan pada anak yang
dapat terjadi pada semua umur, insidens terbesar terjadi pada usia 2-5 tahun dengan insiden
rata-rata 4-4,5 kasus per tahun per 100.000 anak dibawah umur 15 tahun. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa proporsi pasien laki-laki lebih besar dari pada perempuan, terutama
terjadi setelah usia pertama kehidupan. Proporsi tersebut menjadi lebih dominan pada usia 6-

6
15 tahun (Permono & Widiaskara,2010). Dari penyakit leukemia limfostik akut ini
didapatkan pasien memilik gejala awal yakni masuk ke dalam dua golongan terdapat resiko
tinggi atau resiko rendah. Resiko tinggi bila anak Usia <1 tahun atau > 10 tahun memiliki
jumlah leukosit >50.000/uL ,atau telah terjadi penyebaran sel leukemia ke mediastinum,
cairan otak, atau testis. Resiko rendah apabila pasien LLA baru tidak memiliki salah satu
tanda yang terdapat pada resiko tinggi (Multasih & Sutaryo,2009).
Kira-kira 66% anak dengan LLA Secara keseluruhan sebagian besar dari penderita
tersebut mempunyai gejala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu di
diagnosis. gejala awal biasanya terjadi non spesifik meliputi anorexia,iratabel, dan lateragi.
Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga akan menimbulkan anemia, perdarahan
(trombositopenia), dan demam neutropenia/keganasan (Rachmawati, 2014). Dipastikan para
penderita penyakit LLA memiliki tanda tanda selain yang disebutkan diatas, tanda awal dari
penyakit LLA ialah pucat,demam,timbulnya petekie atau purpura, nyeri pada bagian
sendi,lemah badan,muntah dan timbulnya penurunan nafsu makan serta terdapat rentan
terhadap infeksi,dan sakit kepala,bahkan terjadi kenaikan suhu tubuh dan dibeberapa kasus
bahkan ditemukan hepatosplenomegali dengan atau tanpa limfadenopati. Pucat dan lemah
timbul berkitan dengan derajat anemia, dibahas pula terdapat tanda awal demam yakni timbul
akibat adanya infeksi. Hepatosplenomegali dan limfadenopati timbul karena adanya invasi
ekstramedular dari sel leukemia itu sendiri. Terdapat penjelasan bahwa pasien dengan
keluhan pucat,tentu saja memiliki kadar hemoglobin kurang dari 10g/dl, dan pada umumnya
terjadi pendarahan apabila jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm³(Widiaskara, &
Permono ,2010).
Menurut gejala awal leukemia limfostik akut pada saat datang ke Rumah Sakit, anak-
anak kebanyakan mengalami demam,hepatosplenomegali dan splenomegali. Timbulnya tanda
awal pada penyakit LLA dikarenakan akibat dari penggantian komponen sumsum tulang
normal dengan sel-sel leukemia. Terdapat pembesaran ginjal dan didapatkan massa
mediastinum, paresis nervus kranial atau meningitis. Gejala yang pasti terdapat pada anak
dengan leukemia limfobastik akut diantaranya ialah pucat, sering mengalami demam,
mengalami perdarahan serta mengalami penurunan berat badan. Didapatkan gejala demam
pada gejala awal LLA dikarenakan ditemukan jumlah umur dan jumlah leokosit pada saat
terdiagnosis. Prognosis yang baik ditemukan pada anak yang lebih muda, namun pada bayi
kurang dari satu tahun prognosis menjadi buruk. The National Cancer Institute (NCI),
mengklasifikasikan untuk pasien LLA sebagai kelompok resiko biasa atau dasar anak berusia
1-9,99 tahun dengan jumlah leokosit kurang dari 50.000/ul dan kelompok resiko tinggi atas
dasar anak berusia lebih dari 10 tahun jumlah leokosit lebih dari 50.000/ul. Leukosit
merupakan gambaran beban tumor,sekalipun mekanisme pasti mengenal prognosis yang
berbanding terbalik dengan peningkatan jumlah leukosit yang belum diketahui secara pasti
(Tehuteru, 2011).
Berdasarkan penelitian sebelumnya belum ada data mengenai gejala awal anak dengan
leukemia limfostik akut secara keseluruhan. Namun, berdasarkan wawancara yang dilakukan
kepada orang tua penderita leukemia limfostik akut yang menjalani pengobatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi bulan januari 2018, satu pasien mengalami demam,
penurunan berat badan, sedangkan satu pasien lagi mengalami pucat dan mengalami nyeri
pada bagian tulang. Sehingga peneliti tertarik ingin meneliti gejala awal yang sering terjadi
pada anak dengan leukemia limfostik akut

7
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain deskriptif dan
pengumpulan data menggunakan metode survei. Populasi penelitian adalah anak dengan
leukemia limfostik akut yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi, dari bulan Januari – Desember 2017 sebanyak 74 anak. Sampel penelitian
sebanyak 31 anak yang ditentukan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data
penelitian menggunakan instrument kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan uji
deskriptif.
3. HASIL PENELITIAN
3.1 Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden
No Karakteristik Frekuensi Persentase
1. Usia anak
a. 1 - 3 tahun 2 7
b. 4 – 5 tahun 5 16
c. 6 - 11 tahun 24 67
Total 31 100
2. Jenis kelamin
a. Perempuan 12 39
b. Laki-laki 19 61
Total 31 100
3. Usia awal dideteksi Leukimea
a. < 5 tahun 6 19
b. 5 – 10 tahun 25 81
Total 31 100

3.2 Gambaran Gejala Awal Anak Dengan Leukemia Limfostik Akut di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
a. Kejadian anemia
Tabel 2. Gambaran kejadian Anemia
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Kejadian Anemia
a. Tidak 7 23
b. Ya 24 77
Total 31 100
2. Lama mengalami anemia
a. Tidak mengalami 7 23
b. < 2 minggu 16 52
c. 2 – 4 minggu 7 23
d. > 4 minggu 1 3
Total 31 100

8
b. Kulit pucat
Tabel 3. Gambaran Kulit Pucat
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Kulit Pucat
a. Tidak 4 13
b. Ya 27 87
Total 31 100
2. Lama mengalami kulit pucat
a. Tidak mengalami 4 23
b. < 2 minggu 16 52
c. 2 – 4 minggu 11 26
d. > 4 minggu 0 0
Total 31 100

c. Penurunan berat badan


Tabel 4. Gambaran Penurunan Berat Badan
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Penurunan Berat Badan
a. Tidak 0 0
b. Ya 31 100
Total 31 100
2. Lama mengalami penurunan BB
a. Tidak mengalami 0 0
b. < 2 minggu 13 42
c. 2 – 4 minggu 13 42
d. > 4 minggu 5 16
Total 31 100

d. Nyeri tulang
Tabel 5. Gambaran Nyeri Tulang
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Nyeri tulang
a. Tidak 18 58
b. Ya 13 42
Total 31 100
2. Lama mengalami nyeri tulang
a. Tidak mengalami 18 58
b. < 2 minggu 9 29
c. 2 – 4 minggu 3 10
d. > 4 minggu 1 3
Total 31 100

9
e. Kejadian demam
Tabel 6. Gambaran Demam
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Demam
a. Tidak 3 10
b. Ya 29 90
Total 31 100
2. Lama mengalami demam
a. Tidak mengalami 3 10
b. < 2 minggu 21 68
c. 2 – 4 minggu 5 16
d. > 4 minggu 2 7
Total 31 100

f. Kejadian infeksi mulut


Tabel 7. Gambaran Kejadian Infeksi Mulut
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Kejadian Infeksi mulut
a. Tidak 18 58
b. Ya 13 42
Total 31 100
2. Lama mengalami infeksi mulut
a. Tidak mengalami 18 58
b. < 2 minggu 10 32
c. 2 – 4 minggu 3 10
d. > 4 minggu 0 0
Total 31 100

g. Kejadian perdarahan dan pada kulit timbul bintik merah


Tabel 8. Gambaran Kejadian Perdarahan dan pada kulit timbul bintik merah
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Kejadian perdarahan dan bintik merah
a. Tidak 25 81
b. Ya 6 19
Total 31 100
2. Lama mengalami kejadian perdarahan dan bintik
merah
a. Tidak mengalami 25 81
b. < 2 minggu 3 10
c. 2 – 4 minggu 2 7
d. > 4 minggu 1 3
Total 31 100

10
h. Kejadian Memar
Tabel 9. Gambaran Kejadian Memar
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Kejadian memar
a. Tidak 15 48
b. Ya 16 52
Total 31 100
2. Lama mengalami kejadian memar
a. Tidak mengalami 15 48
b. < 2 minggu 9 29
c. 2 – 4 minggu 7 23
d. > 4 minggu 0 0
Total 31 100

i. Kejadian-kejadian Tanda Vital Lain


Gambaran kejadian tanda vital lain adalah sebagai berikut.
Tabel 10. Gambaran Kejadian Tanda Vital Lain
No Gejala Awal Frekuensi Persentase
1. Tidak ada 2 7
2. Lemah dan hilang tenaga 29 93
Total 31 100

4. Pembahasan
4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik usia anak menurut kategori usia Erikson (Krismawati, 2014), maka
sebagian besar responden tergolong dalam usia school age atau usia 6 – 11 tahun yaitu
sebanyak 24 responden (67%). Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan,
dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi
karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk
sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
Piaget (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009), menjelaskan anak-anak usia 6-11
tahun, anak memasuki tahap operasional konkret, yang merupakan kemampuan kognitif
menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran, memecahkan masalah, berpikir
konkret, berpikir dengan logis, berpikir lebih fleksibel dan dapat mempertimbangkan banyak
aspek dari situasi. Anak mampu mengklasifikasi serta menghubungkan berbagai hal-hal
konkret dan membuat kesimpulan logis. Anak memiliki cara berpikir induktif, tidak berpusat
pada diri sendiri dan dapat menerima. Karakter usia anak, memungkinkan anak telah mampu
menyadari kondisi kesehatan dirinya, serta resiko-resiko yang harus dialaminya berhubungan
dengan sakit yang dialaminya tersebut.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang mengalami LLA adalah
berusia antara 5 – 10 tahun. Hasil ini didukung oleh penelitian terdahulu yaitu penelitian
Tehuteru (2011) tentang Gambaran Tingkat Remisi pada Leukemia Limfoblastik Akut setelah
Fase Induksi di Bangsal Kanker Anak RS Kanker Dharmais, dimana menunjukkan bahwa
63% pasien anak adalah berusia 5 – 12 tahun.

11
Karakteristik jenis kelamin responden menunjukkan distribusi tertinggi adalah laki-
laki sebanyak 19 responden (61%) dan perempuan sebanyak 12 responden (39%). Beberapa
literatur mengemukakan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian relaps dimana risiko kejadian relaps lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Chessell et al (2055), menjelaskan bahwa jenis kelamin masih merupakan faktor
prognostic penting pada kegagalan terapi dimana pada anak laki-laki tidak hanya memiliki
risiko relaps testikular tetapi juga memiliki risiko relaps sumsum tulang yang lebih tinggi
dibandingkan anak perempuan. Pui et al (2005), mengemukakan bahwa jenis kelamin laki-
laki berkaitan dengan risiko tinggi terjadinya relaps setelah terapi. Nguyen et al (2008),
menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan frekuensi kejadian relaps pada anak
laki-laki dibandingkan perempuan dengan nilai p=0,0001. Hal tersebut juga sesuai hasil
penelitian yang dilakukan oleh Schrappe et al (2012), menunjukkan bahwa jenis kelamin
memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian relaps pada anak dengan leukemia
setelah menjalani fase induksi dengan nilai p<0,001.
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast.
Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak
insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun LLA jarang terjadi. Leukemia tergolong akut bila
proliferasi blast (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang. Leukemia akut merupakan
keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh
komponen darah abnormal (blastosit). Sel-sel darah putih yang masih muda dirpoduksi
dengan cepat, berlebihan dan tidak berfungsi dimana sel-sel tersebut berinfiltrasi secara
progresif kedalam jaringan tubuh terutama pada sumsum tulang, hal tersebut mengakibatkan
sumsum tulang kehilangan fungsinya untuk membuat sel darah merah dan dapat
mengakibatkan anemia (Berhman, 2000).

4.2 Gambaran Gejala Awal Anak Dengan Leukemia Limfostik Akut di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Gambaran gejala awal anak dengan Leukemia Limfostik Akut LLA dalam penelitian
meliputi pemeriksaan adanya kejadian anemia, lemah, demam, perdarahan pada kulit, nyeri
pada bagian tulang, memar spontan, dan terjadinya infeksi.
Gambaran gejala awal berupa kejadian anemia menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengalami anemia yaitu sebanyak 24 responden (77%). Selanjutnya lamanya
mengalami anemia menunjukkan sebagian besar adalah kurang dari 2 minggu yaitu sebanyak
16 responden (52%).
Berhman (2000) berpendapat bahwa timbulnya anemia pada penderita LLA ini dapat
disebabkan sumsum tulang kehilangan fungsinya untuk membuat sel darah merah. Hilangnya
fungsi sumsum tulang karena terjadi infiltrasi secara progresif sel-sel darah putih kedalam
sumsum tulang, sehingga sumsum tulang tidak dapat berproduksi dengan baik.
Terjadi anemia dikarenakan penurunan kadar hemoglobin darah dibawah nilai normal
untuk anak, usia, dan jenis kelamin. Terjadi gambaran klinis pada LLA yakni kegagalan
sumsum tulang berupa anemia dengan kadar Hb antara 5 sampai <10 g/dL, neutropenia
berupa demam dan trombositopenia. Kegagalan sumsum tulang tersebut sebagai penyebab
dari terjadinya pucat, lateragi, dyspnea dan mudah lelah (Damayanti Tri, 2016).
Hubungan timbulnya anemia pada pasien LLA sebagaimana ditunjukkan dalam
penelitian Isnaini dan Tuntun (2016) yang menunjukkan hasil uji statistik chi square dengan

12
tingkat kepercayaan 5 % diperoleh nilai p = 0,03 dan dibandingkan dengan nilai kemaknaan
α = 0,05 artinya nilai p < α yang menandakan adanya hubungan yang sangat signifikan antara
penyakit LLA dengan anemia.
Gambaran gejala awal berupa kulit pucat menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengalami kulit pucat (87%). Selanjutnya lamanya mengalami kulit pucat
menunjukkan sebagian besar adalah kurang dari 2 minggu. Pucat dan lemah berkaitan dengan
derajat anemia. Demam pada leukemia dapat timbul akibat proses infeksi maupun proses
leukemia sendiri karena ternyata demam berkurang setelah pemberian kemoterapi.
Limfadenopati dan hepatosplenomegali timbul karena invasi ekstramedular dari sel leukemia.
Pasien dengan keluhan pucat, memiliki kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl dan perdarahan
pada umumnya terjadi bila jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm 3, namun demikian dua
pasien menderita perdarahan mempunyai jumlah trombosit lebih dari 50.000/mm 3 (Setiawan
dan Maharani, 2005).
Penelitian Widiaskara, dkk (2010) menunjukkan bahwa diagnosis leukemia akut
diduga berdasarkan penemuan klinis yang abnormal antara lain pucat, adanya petekie atau
purpura, perdarahan pada mukosa, demam, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali, dan
perdarahan fundus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, perdarahan, dan infeksi.
Lebih dari 50 persen pasien ditemukan hepatosplenomegali dengan atau tanpa limfadenopati.
Infiltrasi ke susunan saraf pusat pada pasien di Norwegia sekitar 3% pada LLA dan 4% pada
AML (acute myeloblastic leukemia).
Gambaran gejala awal berupa penurunan berat badan menunjukkan bahwa semua
responden (100%) mengalami penurunan berat badan. Selanjutnya lamanya mengalami
penurunan berat badan menunjukkan sebagian besar adalah kurang dari 2 minggu dan 2 – 4
minggu. Sehubungan dengan penyakit dan pengobatan yang dialaminya, pasien LLA rentan
mengalami gangguan nutrisi. Penyakit maupun pengobatan terapinya mengakibatkan pasien
mengalami kehilangan nutrisi sehubungan dengan muntah, diare serta gangguan metabolism
dalam tubuh (Kholisa, Haryanti dan Lusmilasari, 2006).
Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa anak-anak dengan kanker akan
memiliki tanda dan gejala malnutrisi pada beberapa fase dalam perjalanan penyakit hingga
50-60% kasus (Alcazar et.al, 2013). Penelitian Wolley, Gunawan dan Warouw (2016)
menunjukkan bahwa 94% anak yang mengalami LLA pada awal sakit mengalami gangguan
nutrisi sehingga mengalami penurunan berat badan.
Gambaran gejala awal berupa kejadian nyeri tulang menunjukkan bahwa sebagian
besar responden tidak mengalami nyeri tulang (52%). Selanjutnya pada responden yang
mengalami nyeri tulang, menunjukkan lamanya mengalami nyeri tulang sebagian besar
adalah kurang dari 2 minggu (29%). Pada pasien penderita LLA terdapat nyeri tulang pada
tanda awal mereka terdiagnosis, disebabkan karena adanya infiltrasi sumsum tulang oleh sel-
sel dari leukemia. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar tidak mengalami
nyeri tulang. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak terjadinya nyeri tulang pada
responden salah satunya adalah pada masa awal kejadian LLA sel-sel pada sumsum tulang
masih normal. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam penelitian Widiaskara, dkk (2010)
yang menyebutkan bahwa kurang lebih delapan puluh persen anak memiliki gambaran L1
dengan sel-sel berukuran kecil dan uniform, dengan sitoplasma jernih sedikit berwarna
kebiruan, dan inti yang teratur bentuknya. Di RSU Dr. Soetomo selama satu tahun terdapat
75,6% pasien menunjukkan gambaran ALL (L1) dari apusan sumsum tulang, sisanya L2 dan
L3 24,4 %.

13
Gambaran gejala awal berupa kejadian demam menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengalami kejadian demam (90%). Selanjutnya lamanya mengalami kejadian
demam menunjukkan sebagian besar adalah kurang dari 2 minggu (68%). Demam pada
leukemia dapat timbul akibat proses infeksi maupun proses leukemia sendiri karena ternyata
demam berkurang setelah pemberian kemoterapi. Limfadenopati dan hepatosplenomegali
timbul karena invasi ekstramedular dari sel leukemia. Invasi lain dapat mengenai susunan
syaraf pusat, pembesaran testis, pembesaran ginjal, infiltrasi gastrointestinal hipertrofi
gingiva dan infiltrasi ke periosteum (Egniguren et al, 1992). Tingginya kejadian demam pada
anak dengan LLA ditunjukkan dalam penelitian Widiaskara, dkk (2010) yang menunjukkan
bahwa 71% anak dengan fase induksi leukemia limfoblastik akut di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya adalah mengalami demam.
Gambaran gejala awal berupa kejadian infeksi mulut menunjukkan bahwa sebagian
besar responden tidak mengalami kejadian infeksi mulut yaitu sebanyak 18 responden (58%).
Selanjutnya lamanya mengalami kejadian infeksi mulut menunjukkan sebagian besar adalah
kurang dari 2 minggu yaitu sebanyak 10 responden (32%). Infeksi mulut disertai infeksi
saluran napas atas dan bawah atau disebut dengan sepsis banyak terjadi pada tanda-tanda
awal LLA. penyebabnya adalah stafilokokus, streptokokus, dan bakteri gram negatif usus,
serta berbagai spesies jamur. Infeksi ini sering terjadi berulang dikarenakan neutropeni atau
berkurangnya jumlah pada neutrofil.
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengalami
kejadian infeksi mulut. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kejadian infeksi
mulut pada responden adalah pada awal terjadinya gejala LLA, kondisi imun anak masih
cukup baik, sehingga kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi dalam mulut masih
cukup baik (Setiawan dan Maharani, 2005).
Gambaran gejala awal berupa kejadian perdarahan dan pada kulit timbul bintik merah
menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengalami kejadian tersebut yaitu
sebanyak 28 responden (81%). Selanjutnya lamanya mengalami kejadian perdarahan dan
pada kulit timbul bintik merah menunjukkan sebagian besar adalah kurang dari 2 minggu
yaitu sebanyak 3 responden (10%). Pada kasus penyakit LLA sering ditemukan perdarahan
pada bagian tertentuk yakni, perdarahan pada gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna,
perdarahan otak, terjadi pula bintik merah atau petekiae. dimana perdarahan ini terjadi
dikarenakan kurangnya jumlah trombosit pada penderita LLA.
Penelitian ini menunjukkan kejadian perdarahan dan timbulnya bintik merah pada
kulit relative rendah. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian Widiaskara, dkk
(2010) yang menunjukkan bahwa kejadian perdarahan pada anak dengan gejala awal LLA
sebesar 28% sedangkan kejadian petekia atau purpura sebesar 34%.
Gambaran gejala awal berupa kejadian memar menunjukkan bahwa sebagian besar
responden mengalami kejadian memar yaitu (52%). Selanjutnya lamanya mengalami
kejadian memar menunjukkan sebagian besar adalah kurang dari 2 minggu (29%). Gangguan
hematologi pada pasien leukemia dapat disebabkan oleh penyakitnya. Pada pasien dengan
LLA, proses infiltrasi di sumsum tulang mengakibatkan sumsum tulang dipenuhi oleh sel
leukemik sehingga terjadi penurunan jumlah megakariosit yang berakibat menurunnya
produksi trombosit dan eritrosit (Rofida, 2012). Menurut Hoffbrand et al., (2005) proliferasi,
diferensiasi, dan apoptosis berada di bawah kontrol genetik, dan leukemia dapat terjadi ketika
keseimbangan antara proses tersebut berubah. Hal umum yang dapat terjadi dari
ketidakseimbangan proses tersebut adalah kegagalan sumsum tulang yang disebabkan

14
akumulasi sel leukemik. Terjadinya kegagalan sumsum tulang mengakibatkan antara lain
anemia (dengan gejala klinis misalnya: pucat, letargi, dan dispnea) dan trombositopenia
(genjala klinis yang dapat terjadi antara lain: memar spontan, purpura, gusi berdarah).
Menurut Wong (2003) pada saat platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan
normal karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan
dijaringan atau memar.
Kejadian memar atau lebam pada pasien anak dengan LLA sebagaimana ditunjukkan
dalam penelitian Cahyono (2012) yang menyebutkan bahwa pasien leukemia mengalami
gangguan perdarahan dan lebam-lebam.
Gambaran gejala awal berupa kejadian tanda vital yang lain menunjukkan sebagian
besar mengalami lemah dan hilang tenaga (93%) dan sisanya (7%) menyatakan tidak
mengalami adanya tanda vital lain. Pucat dan lemah berkaitan dengan derajat anemia.
Demam pada leukemia dapat timbul akibat proses infeksi maupun proses leukemia sendiri
karena ternyata demam berkurang setelah pemberian kemoterapi. Limfadenopati dan
hepatosplenomegali timbul karena invasi ekstramedular dari sel leukemia. Pasien dengan
keluhan pucat, memiliki kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl dan perdarahan pada
umumnya terjadi bila jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm 3, namun demikian dua pasien
menderita perdarahan mempunyai jumlah trombosit lebih dari 50.000/mm 3 (Setiawan dan
Maharani, 2005).

5. Kesimpulan
1. Karakteristik anak dengan leukemia limfoblas akut di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
sebagian besar responden tergolong dalam usia school age atau usia 6 – 11 tahun (67%),
berjenis kelamin laki-laki (61%) dan usia awal didiagnosa LLA adalah pada usia 5-10
tahun (81%).
2. Gejala awal anak dengan Leukemia Limfostik Akut di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
sebagian besar adalah kejadian anemia (77%), kulit pucat (87%), penurunan berat badan
(100%), dan demam (84%).

6. Saran
a. Bagi Orang Tua
Orang tua yang memiliki anak khususnya dengan resiko kejadian LLA yang tinggi
misalnya adanya faktor genetik, hendaknya senantiasa memantau kondisi kesehatan
anaknya, khususnya pada masa-masa tertinggi kejadian leukemia, sehingga dapat
dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan dampak dari leukemia, sehingga kualitas
hidup anak dapat dipertahankan.
b. Bagi Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan hendaknya melakukan upaya-upaya untuk mensosialiasikan tentang
pengetahuan gejala awal leukemia limfoblas akut kepada masyarakat, sehingga dengan
pengetahuan yang dimilikinya, masyarakat dapat mampu mendeteksi adanya gejala-
gejala awal LLA pada anaknya.
c. Bagi Peneliti selanjutnya
Perlu adanya tindakan penelitian penunjang yang bersifat klinis, misalnya pemeriksaan
kadar limfosit dan sebagainya pada pasien, sehingga diketahui secara jelas faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian awal pada anak dengan LLA.

15
DAFTAR PUSTAKA

16

Anda mungkin juga menyukai