Logika Dan Statistika
Logika Dan Statistika
A. Pendahuluan
Tadi malam di rumah pak Pulan ada pencuri dan Polisi segera
diberitahukan. Komandan polisi yang dating memimpin pemeriksaaan, sebuah
jendela belakang dibongkar oleh pencuri itu. Dari jendelah inilah mereka masuk
piker Komandan. Dengan segera ia tahun, bahwa yang mencuri itu lebih dari
satu, karena dilihatnya dua macam jejak di bawah jendela itu. Tahukah tuan,
barang-barang apa yang dicuri, Tanya Komandan Polisi kepada pak Pulan,
sebuah Radio, satu set Komputer jawab pak Pulan.
Dari cerita ini ada proses berpikir. Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi
manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan.
Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan
pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang kita kehendaki.
Menurut J.S.Suriasumantri2, ‘manusia – homo sapiens, makhluk yang berpkir.
Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak
pernah berhenti berpkir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan
perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh
sampai soal paling asasi”.
“Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia, untuk membedakan antara
manusia dengan makhluk lain. Maka dengan dasar berpikir, manusia dapat
mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya. Berpikir merupakan
proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. … Akal
merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapai kebenaran di
samping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan” 3. Dengan demikian, “cirri
1
Hujair AH. Sanaky, adalah dosen tetap Fakultas Ilmu Agama Islam, Jurusan Tarbiyah, Program Studi : Pendidikan
Agama Islam, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Kepala Lembaga Pengabdian paada Masyarakat [LPM] UII –
2004-2006 dan sekarang sedang studi lanjut di Program Doktor [Program S-3] Universitas Islam Negeri [UIN] Sunan
Kalijaga Yogyakarta, tahun akademi 2005-2006.
2
J.S.Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu,
Yayasan Obor Indonesia, 1997, hlm. 1
3
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Liberti, Yogyakarta, 1992, hlm. 67.
utama dari berpkikir adalah adanya abstraksi. Maka dalam arti yang luas kita
dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi.
Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakan atau mencari
hubungan atau pertalian antara abstraksi-abstraksi4.
“Secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: berpikir
alamiah dan berpikir ilmiah. Berpikir alamiah, pola penalaran yang berdasarkan
kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya [katakana saja :
penalaran tentang api yang dapat membakar]. Berpikir ilmiah, pola penalaran
berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat [dua hal yang
bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal tertentu pada saat yang sama
dalam satu kesatuan]5.
Dari dua pola berpikir di atas, akan dibahas pola berpikir ilmiah dan lebih
khusus di fokuskan pada pembahasan “logika dan statistika sebagai sarana
berpikir ilmiah”.
4
M. Ngalim Puswanti, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1992, hlm. 44. [Pengertian
abstrak, ialah pengertian yang memperlihatkan sifat tanpa memperlihatkan subjeknya. Misalnya : secara
konkrit kita berkata : ia amat pandai, tetapi secara abstrak kita mengatakan: Kepandaiannya amat sangat.
Dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan pengertian yang abstrak itu ialah dengan menamba pada kata
itu awalan “ke” dan akhiran “an” misalnya: kebaikan, keburukan, keduniawan, kebangsaan, ketidak-adilan,
dan sebagainya[Hasbullah Bakry, Sistimatika Filsafat, Widjaja, Jakarta, 1981, hlm. 25].
5
Tim Dosen Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Loc.cit.
6
S.Suriasumantri, Loc.cit.
Bahasa
Logika Mengembangkan
Berpikir Matematika Materi
Ilmiah Pengetahuan
Logika
Statistika
Berdasarkan
Gambar 1 : Sarana Metode-metode
Berpikir Ilmiah Ilmiah8
10
Hasbullah Bakry, Sistimatika Filsafat, Wijaya Jakarta, 1981, hlm. 18.
11
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 1996, hlm. 519. Pengertian lain : Logika – ilah
ilmu berpikir tepat yang dapat menunjukkan adanya kekeliruan-kekeliruan di dalam rantai proses berpikir.
Dengan batasan itu, logika pada hakekatnya adalah teknik berpikir. Logika mempunyai tujuan untuk
memperjelas isi atau komprehensi serta keluasan atau akstensi suatu pengertian atau istilah dengan
menggunakan definisi-definisi yang tajam. Munculnya logika dalam proses berpikir ialah pada waktu
diucapkan “sesuatu” yang lain yang dikaitkan dalam hubungan tertentu atau pada waktu dikemukakan “dua
sesuatu” yang dikaitkan dengan penilaian tertentu dan dari kaitan itu ditarik kesimpulan. Fungsi logika
adalah : [1] membedakan ilmu yang satu dari yang lain apabila objeknya sama, dan [2] menjadi dasar ilmu
pada umumnya dan falsafah pada khususnya [Hartono Kasmadi, dkk., Filsafat Ilmu, IKIP Semarang Press,
1990, hlm. 45].
12
Yaya S. Kusumah, Logika Matematika Elementer, Bandung, 1986, hlm. 2.
13
Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila I, Edisi II, Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta, 1982, hlm. 22.
14
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Terjemahan Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogya, 1986,
cet.7, hlm. 71.
R PEGAWAI
S
18
Hartono Kasmadi, Filsafat Ilmu, IKIP Semarang Press, Semarang, 1990, hlm. 30.
19
Jujun S. Suriasumantri, Op.Cit., hlm. 213.
20
Hartono Kasmadi, dkk., Op.cit., hlm.43.
21
Teorema [bahasa Yunani], Inggris; term artinya teori, pandangan, aturan, prinsip. Beberapa
pengertian : [1] Hal yang dianggap atau ditetapkan sebagai suatu prinsip, aturan hokum atau kebenaran. [2]
Foemula kalkulus logis dan untuk itu ada bukti dan digunakan untuk menarik pernyataan-pernyataan
umumnya. [3] Logis formal modern dan matematika teorema adalah proposisi apapun dalam teori deduktif
ketat yang dibuktikan dengan mererapkan aturan yang dapat diterima dari deduksi pernyataan awal
aksioma. Konsep aksioma dan teorema bersifat relatif. Proposisi yang sama dari sebuah teori dapat
diterima dalam beberapa hal sebagai aksioman, dan dalam hal ini diterima sebagai teorema, karena itu
aksioman sering dianggap sebagai teorema [Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Jakarta, 1996].
22
J.S.Suriasumantri, Op.cit., hlm. 201.
23
Kasmadi, dkk., loc.cit.
24
Jujun S.Suriasumantri, Op.cit., hlm. 211.
31
Tim Dosen Filsafat Ilmu, loc.cit.
32
Suriasumantri, loc.cit.
33
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Op.cit., hlm.91-92.
Mengumpulkan Hipotesis
Fakta [Dalil
[Observasi] sementara]
Derajatnya lebih
Pembu tinggi dari Hipotesis
k- [paling awal/paling
tian rendah, dalam
urutan deraajatnya]
E. Penutup
Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas, penulis mencoba
memberikan beberapa ringkasan sebagai berikut : [1] Dalam kegiatan atau
kemampuan berpkir ilmiah yang baik harus menggunakan atau didukung oleh
sarana berpkir ilmiah yang baik pula, karena tanpa menggunakan sarana berpikir
ilmiah kita tidak akan dapat melakukakan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik.
[2] Cara berpikir ilmiah dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan logika
dan dapat menerangkan setiap peristiwa yang diajukannya hanya sebagai contoh, maka teori itu dapat
dipandang sebagai hokum ilmiah [Herbert L. Searles, dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat
UGM, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 92.
35
Jujun S. Suriasumantri, Op.cit., hlm. 169.
DAFTAR PUSTAKA
Gie, The Liang, 1991, Pengantar Filsafat Ilmu, Edisi kedua [diperbaharui],
Liberty, Yogyakarta.
Kasmadi, Hartono, dkk., 1990, Filsafat Ilmu, IKIP Semarang Press, Semarang.
Sunoto, 1982, Mengenal Filsafat Pancasila I, Edisi II, Fakultas Ekonomi UII,
Yogyakarta.
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, 1992, Filsafat Ilmu, Liberti,
Yogyakarta.