Anda di halaman 1dari 8

SELAYANG PANDANG SITUS SANGIRAN

( Esai dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Sejarah Nirleka – Abad
XVI )

Dosen Pembimbing : Eni Sugiarti S.S., M.Hum.

Di susun oleh :

Bambang Bayu Pamungkas 121811433026

Izzatin Nada Al Jannah 121811433040

Uswatun Hasanah 121811433041

Namirotul Khoiriyah 121811433085

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
Salah satu objek wisata menarik di Kabupaten Sragen adalah museum Sangiran yang
berada di dalam kawasan kubah Sangiran. Kubah tersebut terletak di depresi Solo, di kaki
Gunung Lawu (kurang lebih 17 km dari kota Solo). Kehadiran Sangiran merupakan
representative dari kehidupan manusia masa lampau karena situs ini memiliki koleksi fosil
manusia purba dan flora fauna purba yang paling lengkap di Indonesia bahkan di Dunia.
Luasnya yang mencapai 59 km2 yang meliputi tiga Kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu
Kecamatan Gemolong, Kalijambe dan Plupuh. Serta satu Kecamatan di Kabupaten
Karanganyar, yaitu Kecamatan Gondangrejo.

Sangiran merupakan situs terpenting untuk perkembangan berbagai bidang ilmu


pengetahuan terutama untuk penelitian geologi, antropologi, biologi, paleantropologi dan tentu
saja untuk bidang kepariwisataan. Keberadaan situs ini dinilai bermanfaat untuk mempelajari
kehidupan pada masa prasejarah karena situs ini dilengkapi dengan fosil manusia purba, hasil-
hasil budaya manusia purba, flora dan faunanya, serta gambaran stratigrafinya.

Sangiran dilewati oleh sungai yang indah. Yaitu sungai Cemoro yang bermuara di
Bengawan Solo. Daerah inilah yang mengalami erosi tanah sehingga lapisan tanah yang
terbentuk tampak jelas berbeda antara lapisan tanah yang satu dengan lapisan tanah yang lain.
Dalam lapisan lapisan tanah inilah yang hingga sekarang banyak ditemukan fosil fosil manusia,
maupun binatang purba. Dilihat dari hasil temuannya, situs Sangiran merupakan situs
prasejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses Evolusi manusia.

Pada tahun 1997, museum Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia sebagai sebuah cagar budaya. Oleh karena itu, dalam sidang komisi
warisan budaya Dunia ke – 20 di Kota Marida, Mexico tanggal 5 desember 1996, menetapkan
sangiran sebagai salah satu warisan budaya dunia “world heritage list” nomor: 593. Dengan
demikian pada tahun tersebut situs sangiran terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.

Di area situs sangiran ini pula jejak peninggalan yang berumur kurang lebih 2.000.000
tahun hingga 200.000 tahun masih dapat kita temukan hingga masa kini. Sehingga para ahli
dapat merangkai sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara kronologis.

Berdasarkan penelitian geologis, situs sangiran merupakan kawasan yang tersingkap


lapisan tanahnya akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan
kekuatan getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun diatas permukaan bumi
(eksogen). Aliran sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan
terkikisnya kubah Sangiran menjadi sebuah lembah yang besar yang dikelilingi oleh tebing
yang terjal dan di pinggirnya sangat landai. Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan
tersingkapnya lapisan tanah atau formasi periode pleistosen yang susunannya terbentuk pada
tingkat tingkat yaitu lapisan pucangan ( pleistosen bawah), kabuh (pleistosen tengah), dan
notopuro (pleistosen atas). Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di lapisan-lapisan
tersebut berasoisasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan jetis, lapisan trinil, dan
lapisan ngandong.

Situs sangiran pada masa lampau diperkirakan merupakan tempat yang subur.
Keberadaannya di wilayah khatulistiwa pada jaman fluktuasi jaman glasial- interglasial
menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba untuk mendapatkan sumber penghidupan.
Dengan demikian kawasan sangiran pada masa pleistosen menjadi tempat hunian dan ruang
subsistensi bagi manusia pada masa itu.

Tempat tempat terbuka seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat sungai
atau danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia purba pada masa pleistosen. Mereka
membuat semacam pangkalan (station) dalam aktifitas perburuannya untuk mendapatkan
sumber kebutuhan hidupnya. Indikasi suatu situs sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi
adalah temuan fosil manusia purba, fauna dan artefak perkakas yang ditemukan saling
berasosiasi.

Ketika G.H.R. Von Koeningswold melakukan penelitian di Sangiran sekitar tahun


1930, ia banyak dibantu oleh pemuda asal Indonesia yang bernama Toto Marsono yang
kemudian menjadi Kepala Desa Krikilan. Dibawah koordinasinya, penduduk mengumpulkan
fragmen fosil yang waktu itu dikenal sebagai Balung Buto. Balung Buto sendiri yang berarti
tulang raksasa yang mereka temukan menyerupai manusia, namun memiliki ukuran yang besar
jika dibandingkan dengan manusia yang hidup pada masa kini.

Fosil fosil itu kemudian dihimpun oleh Toto Marsono di rumahnya. Apabila Von
Koeningswold datang ke Sangiran, ia akan memilah fosil fosil tersebut dan memberikan
imbalan kepada siapapun yang menemukannya.

Pada tahun 1974, pemerintah provinsi jawa tengah membuatkan gedung untuk
menyimpan fosil dengan lebih baik. Tahun 1983 pemerintah pusat menghimpun semua koleksi
yang ada di sekitar Sangiran. Museum Sangiran akhirnya diresmikan pada tanggal 15 desember
2011 oleh wakil menteri pendidikan dan kebudayaan bidang kebudayaan Prof. Dr.Windu
Nuryati, Ph.D sebagai museum yang bertaraf Internasional.

Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil, yang mana 2.931 fosil tersimpan di
museum Sangiran, dan sisanya di gudang penyimpanan. dimana 99% di antaranya merupakan
temuan masyarakat. Fosil-fosil tersebut diantaranya adalah :

Fosil manusia antara lain Australopithecus Africanus, Pithecanthropus Mojokertensis


(Pithecanthropus Robustus), Meganthropus Paleojavanicus, Pithecanthropus Erectus, Homo
Soloensis, Homo Neanderthal Eropa, Homo Neanderthal Asia, Dan Homo Sapiens. Temuan
fosil manusia purba Homo Erectus di Sangiran sangat dikenal oleh ilmuan-ilmuan di Dunia.
Benda tersebut berasal dari zaman plestosen bawah dan zaman plestosen tengah. Berdasarkan
kronologinya Homo Erectus mempunyai rentang waktu 1,5 juta tahun hingga 0.3 juta tahun
yang lalu. Hingga saat ini telah ditemuka 100 individu homo erectus.

Gambar.1 Homo Erectus

Fosil binatang bertulang belakang antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon
trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis
palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi,
banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba). Fosil tulang kepala gajah purba bahkan fosil tulang
iga binatang mamalia seringkali ditemukan secara tidak sengaja oleh warga sekitar museum
manusia purba klaster bukuran (15/2/2016) lalu.
Gambar 2. Bovidae (sapi, banteng)

Tak hanya binatang bertulang belakang, fosil binatang air seperti Crocodilus sp (buaya),
ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusa (kelas Pelecypoda dan
Gastropoda), Chelonia sp(kura-kura), dan foraminifera.

Gambar 3. Crocodilus sp Gambar 4. Mollusa Gambar 5. Chelonia sp

Terdapat batu-batuan yang ditemukan seperti meteorit atau taktit, kalesdon, diatome, agate,
dan ametis. Hasil budaya alat batu dari Sangiran contohnya kapak perimbas, kapak penetak,
kapak genggam, kapak pembelah, bola batu, dan alat serpih.
Gambar 6. Alat- alat dari batu Gambar 7. Alat-alat dari batu

Cara menemukan fosil tersebut selain ditemukan tidak sengaja oleh warga sekitar yang
tinggal di sekitar daerah Sangiran, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan juga telah membentuk Unit Pelaksana Teknis yang memiliki tugas mengelola situs
manusia purba Sangiran dan situs-situs sejenis lainnya dengan nama Balai Pelestarian Situs
Manusia Purba Sangiran (BPSMP) di Sangiran.

Yang mana nantinya setiap fosil yang ditemukan akan diteliti secara ilmiah dan akan
dikumpulkan di museum tersebut. Walau tidak jarang beberapa diantara warga yang
menemukan fosil tidak langsung melaporkannya pada BPSMP Sangiran, bahkan ada yang
menyimpannya terlebih dahulu hingga terkumpul banyak, kemudian barulah warga tersebut
menyerahkannya pada BPSMP Sangiran. Survei dan ekskavasi (penggalian) merupakan
bentuk penelitian yang paling umum dilakukan di Sangiran.

Menurut teori out of Africa, Homo Erectus berasal dari evolusi manusia di Afrika yang
kemudian menyebar ke pelosok dunia.1 Penyebarannya dilakukan melalui jalur darat saat
lempeng bumi masih menyatu dan akhirnya sampai di Sangiran.

1
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpsmsangiran/teori-out-of-africa/. Diakses pada 5 Mei 2019.
Homo Erectus yang ditemukan di Sangiran dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan
waktu evolusinya. Tingkatan Arkaik diperkirakan hidup pada 1.500.000- 1.000.000 tahun yang
lalu pada saat Jawa masih berupa rawa- rawa. Hal ini dapat diketahui dari letak kerangka
tengkorak yang ditemukan pada lapisan tanah Pucangan. Homo Erectus tingkat Arkaik
memiliki volume otak paling kecil dari spesisenya di Jawa yakni sekitar 850 cc. Kemudian
pada tingkatan selanjutnya ada Homo Erectus tipik yang hidup sekitar 900.000- 300.000 tahun
yang lalu. Fosilnya ditemukan di lapisan tanah Grenzbank dan Kabuh. Tingkatan ini
diperkirakan hidup pada masa daratan Jawa sudah berupa lingkungan hutan terbuka. Homo
Erectus tingkat Tipik memiliki volume otak sekitar 1000 cc. Homo Erectus tingkat Arkaik dan
tipik ditemukan di Sangiran.

Gambar 8. Homo Erectus

Pada tingkatan terakhir yakni Homo Erectus Progresif hidup sekitar 200.000- 100.000
tahun yang lalu pada saat Jawa sudah berupa daratan kering. Tingkat ini ditemukan di Ngadong
(Blora), Sambung macan (Sragen) dan Selopuro (Ngawi). Homo Erectus Progresif memiliki
volume otak paling besar diantara tingkatannya yakni sekitar 1100 cc. Selain melalui volume
otak, perkembangan tingkatan Homo Erectus dapat diketahui melalui perubahan fisik seperti
bentuk tulang dahi, gigi dan dan tulang alis.

Diperkirakan perpindahan manusia purba juga dipengaruhi oleh faktor makanan.


Karena itu selama penyebarannya juga ditemukan alat-alat dari batu dan tulang yang digunakan
berburu dan mengumpulkan makanan. Hasil budaya alat batu dari Sangiran contohnya kapak
Perimbas, kapak Penetak, kapak Genggam, kapak Pembelah, bola batu, dan alat serpih.
Sedangkan hasil budaya alat tulangnya yakni alat- alat tulang yang dipangkas sehingga menjadi
tajam.
Homo Erectus telah mengenal api dan membuat tempat berkemah. Biasanya mereka
bertempat di goa-goa sekitar lokasi perburuannya. Homo Erectus memiliki masa anak- anak
yang lebih lama daripada masa dewasa. Hal ini dikarenakan para orang tua tetap menjaga dan
melindungi anaknya meskipun masa akil balig telah lerlampaui. Di Indonesia Homo Erectus
dikatan sebagai pembawa bendera kemanusiaan yang paling awal karena dianggap sebagai
spesies manusia yang pertama kali berlayar menyebrangi perairan Indonesia. Diduga Homo
Erectus masih buruk dalam komunikasi dalam bahasa sehingga masih menggunakan isyarat-
isyarat sederhana.

Diperkirakan Homo Erectus hilang di Sangiran pada 250.000 tahun yang lalu
disebabkan perubahan kondisi lingkungan tempat tinggalnya secara ekstrim. Diperkirakan
Homo Erectus Tipik tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan tersebut dan
memutuskan untuk berpindah dari Saringan ke lokasi yang jauh lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai