Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , atas berkat dan rahmat-Nya
yang besar , kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ekonomi Pangan dan Gizi ini dengan
baik dan tepat waktu.

Terimakasih juga kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Ekonomi Pangan dan Gizi yang
telah membimbing kami di dalam aktivitas perkuliahan dan yang telah memotivasi kami.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Ekonomi Pangan dan Gizi pada semester 5 di tahun ajaran 2018/2019.

Makalah ini berjudul “Permintaan dan Penawaran” yang akan membahas informasi dan
pengetahuan tentang bagaimana suatu hukum permintaan serta penawaran yang ada di kalangan
masyarakat, bagaimana keseimbangan harga yang terjadi serta factor – dfaktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran barang dan jasa di pasar.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karenanya kami
sangat terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca atas makalah yang telah kami
selesaikan, untuk perbaikan makalah yang lebih baik.

Semoga makalah ini bermanfaat.

Lubuk Pakam, September 2018

Penulis

Kelompok 2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variable makro ekonomi. Dalam
identitas pendapatan nasional menurut pendekatan pengeluaran, variable ini lazim dilambangkan
dengan huruf C, ini dari kata consumption. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari
pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan,
lazim dilambangkan dengan huruf S, inisial dari kata saving. Apabila pengeluaran-pengeluaran
konsumsi semua orang dalam suatu Negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran
konsumsi masyarakat Negara yang bersangkutan. Dilain pihak jika tabungan semua orang di
suatu Negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah tabungan masyarakat Negara tersebut.
Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk
tabungan nasional. Yang terakhir ini, tabungan nasional merupakan sumber dana investasi.
Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makroagregat,
pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar
pendapatan, semakin besar pula penggeluaran konsumsi. Perilaku tabungan juga begitu. Jadi,
bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah.
Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut
hasrat marjinal untuk berkonsumsi ( marginal propensity to consume, MPC ). Sedangkan nisbah
besarnya tambahan tabungan terhadap pendapatan dinamakan hasrat marjinal untuk menabung (
marginal propensity to save, MPS ). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relative
belum mapan, biasanya angka MPC mereka relative besar, sementara angka MPS mereka
relative kecil. Artinya, jika mereka memperoleh tambahan pendapatan, maka sebagian besar
tamabhan pendapatan itu akan teralokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada
masyarakat yang kehidupan ekonominya sudah relative lebih mapan.
Tenaga beli seseorang tergantung atas dua unsure pokok yaitu pendapatan yang
dibelanjakan dan harga barang yang diperlukan atau dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan
yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah maka jumlah barang yang diminta juga akan
berubah. Demikian pula halnya harga barang yang dikehendaki juga berubah. Secara matematis
pengaruh perubahan harga dan pendapatan bersama-sama terhadap jumlah barang yang diminta
dapat diketahui secara serentak.
B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perilaku konsumsi masyarakat dalam perekonomian?

2. Bagaimana pola konsumsi masyarakat ada di Indonesia?

3. Bagaimana dimensi ketimpangan pengeluaran konsumsi?

4. Apa sebenarnya tabungan masyarakat?


5. Bagaimana fungsi konsumsi dan fungsi tabungan?

C. TUJUAN

1. Mengetahui perilaku konsumsi masyarakat dalam perekonomian

2. Mengetahui pola konsumsi masyarakat yang ada di Indonesia

3. Mengetahui dimensi ketimpangan pengeluaran konsumsi

4. Mengetahui tabungan masyarakat

5. Mengetahui funsi tabungan dan fungsi konsumsi


BAB II

PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN KONSUMSI

Dilihat dari arti ekonomi, konsumsi merupakan tindakan untuk mengurangi atau
menghabiskan nilai guna ekonomi suatu benda. Sedangkan menurut Draham Bannoch dalam
bukunya ìeconomicsî memberikan pengertian tentang konsumsi yaitu merupakan pengeluaran
total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu
(dalam satu tahun) pengeluaran. Konsumsi berasal dari bahasa Inggris yaitu ìConsumptionî.
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah
tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan
tersebut.

Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang
lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan
oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat
konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan
disposabel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan:

C = a + bY ...............................................................................................

Di mana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah
kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan
nasional.

1.2 DEFENISI KONSUMSI

Definisi Konsumsi di tinjau dari teorinya yaitu :

1. Teori Konsumsi John Maynard Keynes

Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan
tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama dan terpenting Keynes
menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume)
jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu.
Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes
untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal untuk
mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari
umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.
Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut
kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika
pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang
kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.

Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting
dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat
bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek
dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan
relatif tidak penting.

2. Teori Konsumsi Milton Friedman

Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton Friedman. Menurut teori
ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent
income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen
adalah (Guritno Mangkoesoebroto, 1998):

1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan
sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.

2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang
menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa
diperkirakan sebelumnya.

3. Teori Konsumsi Franco Modigliani

Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani
menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan
bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi
oleh masa dalam siklus hidupnya. Karena orang cenderung menerima penghasilan/pendapatan
yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio
tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan
mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar
kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang
dibuatnya di masa usia menengah.

4. Teori Konsumsi James Dusenberry

James Dusenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan


terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang,
konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan
tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya tabungan. Apabila pendapatan
bertambah maka konsumsi mereka juga akan betambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar.
Sedangkan tabungan akan bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kitajumpai
sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari
pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan
bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain pihak bertambahnya tabungan
tidak begitu cepat (Soediyono Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Dusenberry menggunakan
dua asumsi yaitu (Guritno, 1998):

1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya
pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang
sekitarnya.

2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat
penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.

5. Teori Konsumsi Irving Fisher

Ekonom Irving Fisher mengembangkan model yang digunakan para ekonom untuk menganalisis
bagaimana konsumen yang berpandangan ke depan dan rasional membuat pilihan antar waktu
yaitu, pilihan yang meliputi periode waktu yang berbeda. Model Fisher menghilangkan
hambatan-hambatan yang dihadapi konsumen, preferensi yang mereka miliki dan bagaimana
hambatan-hambatan serta preferensi ini bersama-sama menentukan pilihan mereka terhadap
konsumsi dan tabungan.

Dengan kata lain konsumen menghadapi batasan atas beberapa banyak yang mereka bisa
belanjakan, yang disebut batal atau kendala anggaran (budget constraint). Ketika mereka
memutuskan berapa banyak akan mengkonsumsi hari ini versus berapa banyak akan menabung
untuk masa depan, mereka menghadapi batasan anggaran antar waktu (intertemporal budget
constaint), yang mengukur sumber daya total yang tersedia untuk konsumsi hari ini, dan di masa
depan (Mankiw, 2003)

1.3 PERILAKU KONSUMSI MASYARAKAT

Beberapa pandangan ahli mengenai perilaku konsumen antara lain :

1. Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang
mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk 1994)
2. Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dam menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini. (Engel, Blackweel, dan Miniard; 1993)

3. Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam
mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan
Della-Bitta; 1984)

4. Perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan


menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa, disebut perilaku konsumen. (Winardi,1991)

5. Perilaku yang dikaitkan dengan preferences dan possibilities adalah perilaku konsumen.
(Deaton dan Muellbawer, 1986)

6. Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari (Mullen dan
Johnson, 1990)

Dari beberapa pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku Konsumen adalah
semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah
melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.

Alokasi PDB dewasa ini semakin besar tergunakan untuk keperluan pembentukan modal atau
investasi serta ekspor dan impor. Kenyataan ini tentu saja menggembirakan karena menandakan
secara umum pendapatan masyarakat sudah mencukupi kebutuhan konsumsinya, sehinnga
terdapat kelebihan yang bisa ditabung untuk menjadi sumber dana investasi. Adalah beralasan
untuk menyatakan bahwa harapan untuk menumbuhkan perekonomian cukup prospektif.

Penurunan proporsi pengeluaran konsumsi masyarakat dalam membentuk permintaan agregat


menyiratkan dua hal. Pertama, peran tabungan masyarakat terahdap pendapatan nasional
semakin besar. Kedua, peran sector-sektor penggunaan lain dalam membentuk permintaan
agregat semakin besar, khususnya sector pembentukan modal atau investasi dan sector ekspor-
impor. Dalam perekonomian ada beberapa pendekatan yang mempelajari perilaku konsumen,
antara lain pendekatan tradisional dan pendekatan modern.

1. Pendekatan Tradisional

Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas, oleh karena barang
tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang
menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang meminta suatu jenis barang, pada dasarnya yang
diminta adalah dayaguna barang tersebut.

2. Pendekatan Modern
Pendekatan ini menggunakan analisa regresi yang secara praktis digunakan untuk
memperkirakan permintaan.

1.4 POLA KONSUMSI MASYARAKAT

Sikap seorang individu mempengaruhi pola pmbelian barang/jasa terhadap barang yang akan
dikonsumsi nya. Hal ini berdasarkan beberapa faktor yang membedakan, diantaranya faktor
budaya, social dan psikologis.

Dari segi faktor budaya, kiat bisa mengambil contoh tentang kebudayaan pola piker
masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi barang/jasa. Orang-orang Indonesia selalu tertarik
akan hal-hal baru. Banyak masyarakat Indonesia yang sering menghabiskan uang mereka untuk
berbelanja barang-barang yang sebenarnya sudah mereka miliki akan tetapi mereka membelinya
lagi karena berbeda merek atau model. Selain itu, jika ada gadget terbaru, tidak jarang
masyarakat Indonesia langsung “menyerbunya” padahal sebenarnya gadget tersebut masih
memiliki fungsi yang sama, bahkan fitur yang sama. Dan juga, masyarakat Indonesia sepertinya
lebih menyukai produk-produk dari luar negeri dibandingkan produk dalam negeri. Berbeda
halnya dengan orang-orang dengan ras kulit putih (bule). Kebanyakan warga kulit putih justru
memiliki sikap yang berbanding terbalik dengan masyarakat Indonesia. Mereka, dalam
menggunakan produk, jarang dari mereka yang sering begonta-ganti produk sebelum produk
tersebut rusak. Mereka lebih mementingkan bagaimana cara menghasilkan produk yang
berkualitas untuk dikonsumsi sendiri bahkan untuk di ekspor, dibandingkan dengan membeli
produk luar untuk dikonsumsi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan kebiasaan masyarakat
Indonesia yang sering berbelanja bahkan tidak sedikit orang yang berbelanja ke luar negeri,
padahal di produk tersebut dapat dibeli di Negara nya sendiri.

Dalam pemenuhan kebutuhan yang sama, terkadang individu melakukan cara-cara yang
berbeda. Perbedaan cara untuk memenuhi kebutuhan yang sama ini tergantung dari learning
process dan cognitive process yang dialami oleh masing-masing individu tersebut.

Cukup menarik jika ingin melihat fenomena konsumsi masyarakat Indonesia. Menurut hasil
survei keyakinan konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), indeks keyakinan
konsumen pada Juli 2014.

Tercatat Indeks keyakinan konsumen pada Juli 2014 adalah sebesar 119,8 poin, lebih tinggi 3,5
poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 116,3 poin, atau tertinggi
dalam dua tahun ini. Pola konsumsi masyarakat Indonesia cenderung optimistis dan percaya diri
dalam membelanjakan uangnya. Ini mengarah pada pembelanjaan impulse buying.

Tabel : Daftar Alokasi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat

1. Makanan
2. Non-makanan

Padi-padian, Perumahan dan bahan bakar, Umbi-umbian. Aneka barang dan jasa

a. Bahan perawatan badan (sabun, pasta gigi, parfum, dsb)

b. Bacaan (Koran, majalah, buku)

c. Komunikasi

d. Kendaraan bermotor

e. Transportasi

f. Pembantu dan sopir

Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis,
secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok
penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-makanan.

Perbandingan pola pengeluarannya juga demikian. Alokasi pengeluaran untuk makanan di


kalangan orang desa lebih besar dibandingkan orang kota. Walaupun demikian, selama kurun
waktu 1984-1993, alokasi pengeluaran untuk makanan di kedua kelompok penduduk ini sama-
sama berkurang. Disamping itu semua, kenaikan pengeluaran orang kota sedikit lebih cepat /
tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran orang desa. Diukur atas dasar harga yang berlaku atau
secara nominal, sepanjang periode 1984-1993 pengeluaran penduduk perkotaan naik rata-rata
36,63% per tahun. Angka sejenis untuk penduduk perdesaan adalah 35,76%. Apabila diyakini
pendapat umum bahwa tingkat harga di perkotaan biasanya naik lebih cepat daripada di daerah
perdesaan, maka secara riil sesungguhnya kenaikan pengeluaran orang desa justru lebih tinggi
daripada orang kota.

Di dalam pengeluaran untuk kelompok non-makanan, bagian terbesar dibelanjakan untuk


keperluan subkelompok perumahan dan bahan bakar. Sekitar 44% pengeluaran non-makanan
dibelanjakan untuk keperluan perumahan, itu berarti hamper 17%dari seluruh pengeluaran. Itu
berarti pula, tanpa memperhatikan kelompok, belanja terbesar masyarakat Indonesia adalah
untuk keperluan perumahan dan bahan bakar.

1.5 DIMENSI KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI

Melalui perbandingan-perbandingan perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkap


adanya kesenjangan antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran
konsumsi masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar
lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat diukur baik
dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran.

Dengan mengelompokan distribusi pengeluaran masyarakat ke dalam persepuluhan atau desil


(decile) dapat diketahui ketimpangan pengeluaran penduduk. Selanjutnya, bisa pula dihitung
indeks atau rasio gini masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan sebagai satu totalitas.

Pola konsumsi masyarakat berbeda antarlapisan pengeluaran. Terdapat kecenderungan umum


bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin dominan alokasi belanjanya untuk
pangan. Di lain pihak, kian tinggi kelas pengeluarannya kian tinggi besar pula proporsi
belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi juga berbeda.
Semakin rendah kelas pengeluaran, cenderung semakin dominan jenis padi-padian umbi-umbian
yang dikonsumsi.

Dalam kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi
pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk berbagai
Janis pengeluaran non-makanan tertentu.

1.6 TABUNGAN MASYARAKAT

Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak
dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah
selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini
membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana investasi.

Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun
tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro ekonomi.
Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang dapat dinyatakan sebagai
tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sisa pendapatan tidak
dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah umumnya celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.

Perkiraan jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara
sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih antara tabungan
nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative lebih gampang dihitung mengingat
catatan administratifnya cukup tersedia. Angka tabungan nasional sendiri merupakan hasil
penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah Tangga dan Sektor
Pemerintah, ditambah Pendapatan Netto Faktor Produksi terhadap Luar Negeri. Jadi, karena
kesulitan teknis penafsiran, metodologi perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan masyarakat
ditambah tabungan pemerintah menghasilkan tabungan nasional, melainkan tabungan nasional
dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan masyarakat. Kepraktisan metodologis
semacam ini tentu saja merupakan kelemahannya.

1.6 FUNGSI KONSUMSI DAN FUNGSI TABUNGAN


Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi
konsumsi yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam perhitungan-perhitungan makro
ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian. John Maynard Keynes menyatakan bahwa
pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus dengan) tingkat
pendapatannya. James S. Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan hipotesisnya
tentang pendapatan relative, ia berpendapat tingkat pendapatan yang mempengaruhi pengeluaran
konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan efektif, maksudnya pendapatan rutin yang secara
factual diterima, tapi oleh tingkat pendapatan relative. Milton Friedman mengajukan model
pendapatan yang menentukan besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen.
Tentu saja, selain tingkat pendapatan sebagai variable pengaruh utama, terdapat kemungkinan
beberapa variable lain turut mempengaruhi besar kecil pengeluaran konsumsi masyarakat.

Dari sudut tinjauan kebaikan suai (goodness of fit) model ini cukup memadai. Model ini
mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.

Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor atau variable
tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan ekspor. Model ini tidak
otokorelatif.

1.8 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA KONSUMSI

1. Tingkat pendapatan masyarakat yaitu tingkat pendapatan (income=I) dapat digunakan untuk
dua tujuan: konsumsi (consuption=C) dan tabungan (saving=S), dan hubungan ketiganya dapat
terbentuk dalam persamaan I=C+S, adalah merupakan besar kecilnya pendapatan yang diterima
seseorang akan mempengaruhi pola konsumsi. Semakin besar tingkat pendapatan seseorang,
biasanya akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang tinggi, sebaliknya tingkat pendapatan yang
rendah akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah pula.

2. Selera konsumen, setiap orang memiliki keinginan yang berbeda dan ini akan
mempengaruhi pola konsumsi. Konsumen akan memilih satu jenis barang untuk dikonsumsi
dibandingkan jenis barang lainnya.

3. Harga barang, jika harga suatu barang mengalami kenaikan, maka konsumsi barang tersebut
akan mengalami penurunan. Sebaliknya jika harga suatu barang mengalami penurunan, maka
konsumsi barang tersebut akan mengalami kenaikan. Kaitan konsumsi dengan harga barang
dapat dibedakan apakah barang tersebut bersifat substitusi (barang substitusi adalah barang yang
dapat menggantikan fungsi barang lainnya) atau komplementer (barang komplementer adalah
barang yang melengkapi fungsi barang lainnya).

4. Tingkat pendidikan masyarakat, tinggi rendahnya pendidikan masyarakat akan


mempengaruhi terhadap perilaku, sikap dan kebutuhan konsumsinya.

5. Jumlah keluarga, besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya.
6. Lingkungan, keadaan sekeliling dan kebiasaan lingkungan sangat berpengaruh pada prilaku
konsumsi masyarakat. Contohnya, Indonesia yang memiliki daerah tropis tidak begitu
membutuhkan baju hangat dibandingkan dengan daerah di kutub utara dan kutub selatan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pola konsumsi masyarakat dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk


keperluan analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan ke
dalam dua kelompok besar yaitu, pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-
makanan. Pengeluaran masyarakat Indonesia banyak pada makanan. Akan tetapi terdapat
ketimpangan dalam hal pengeluaran konsumsi antara penduduk pedesaan dan penduduk
perkotaan, misalkan dari besarnya pengeluaran dan juga pola konsumsinya. Perbandingan besar
pengeluaran antara penduduk pedesaan dan penduduk perkotaan cenderung konstan tahun demi
tahun. Melalui perbandingan perilaku dan pola konsumsi, terdapat kesenjangan antara
masyarakat pedesaan dan masyarkat perkotaan. Pengeluaran konsumsi dapat pula difungsikan
untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar lapisan masyarakat, yang dapat diukur baik
dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran. Bagian dari pendapatan yang
dapat dibelanjakan tapi tidak dikeluarkan untuk konsumsi merupakan tabungan masyarakat.
Penggabungan antara tabungan masyarakat dan tabungan pemerintah dapat membentuk tabungan
nasional yang merupakan sumber dana investasi. Untuk mendapatkan gambaran fungsional
tabungan dan konsumsi digunakan suatu fungsi yaitu fungsi konsumsi dan fungsi tabungan.

SARAN

Pengeluaran konsumsi masyarakat di Indonesia dewasa ini semakin besar tergunakan


untuk keperluan pembentukan modal atau investasi serta ekspor dan impor. Itu menunjukkan
bahwa Indonesia akhir-akhir ini sudah memiliki bekal kemandirian. Bekal kemandirian tersebut
dapat dikonfirmasi melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat sesuai dengan
proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat. Apabila penurunan permintaan agregat
menurun dapat menyiratkan dua hal, pertama peran tabungan masyarakat terhadap pendapatan
nasional semakin besar. Kedua, peran sector-sektor penggunaan lain dalam membentuk
permintaan agregat semakin besar, khususnya sector pembentukan modal atau investasi dan
sector ekspor-impor.
DAFTAR PUSTAKA

Dharmmesta, B. S. (1993), ”Perilaku beli Konsumen Era 90an dan Startegi Pemasaran,”

Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. VIII, No. 1, pp. 29-41.

Dharmmesta, B. S. (1994), ”Perilaku Konsumen Indonesia Tahun 2000,” Kelola, Vol. III, No. 6,

pp. 83-93.

Dinas Pendidikan DIY (2006), Direktori Potensi Pendidikan DIY Tahun 2006, Pemerintah

Propinsi DIY-Dinas Pendidikan, Yogyakarta.

Maulana Agus, Perilaku Konsumen di Masa Krisis Implikasinya terhadap Stategi Pemasaran,

Majalah Usahawan, No.1, Tahun XXVIII, Januari 1999.

Susenas, Modul Konsumsi tahun 1990, 1993, 1996, 1999 dan 2002

http://juliaperezhot.blogspot.com/p/tugas-makalah.html

http://khairilanwarsemsi.blogspot.com/2011/03/analisis-pola-konsumsi-masyarakat.html

http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/pola-konsumsi-masyarakat-kotamadya-
kedirioleh-endang-tri-windusari-4442.html

Dr. Ir. Ujang Sumarwan,M.Sc. 2004. Perilaku Konsumen. Bogor, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Engel, J. F., Blackwell, R.D., Miniard, P.W. 1995. Consumer Behavior.8th Ed. Forth Worth,
Texas: The Dryden Press.

Hawkins, Del I., Best, R.J., Coney, K.A. 2001. Consumer Behavior. Boston. MA: Irwin-
McGraw-Hill.

Peter, J.P., Olson, J.C. 1999. Consumer Behavior and Marketing Strategy. 3rd Ed. Homewood,
IL: Irwin.

Schiffman, dan Kanuk. 1994, 1997.

Sudarsono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: LP3ES

Anda mungkin juga menyukai