Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , atas berkat dan rahmat-Nya
yang besar , kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ekonomi Pangan dan Gizi ini dengan
baik dan tepat waktu.
Terimakasih juga kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Ekonomi Pangan dan Gizi yang
telah membimbing kami di dalam aktivitas perkuliahan dan yang telah memotivasi kami.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Ekonomi Pangan dan Gizi pada semester 5 di tahun ajaran 2018/2019.
Makalah ini berjudul “Permintaan dan Penawaran” yang akan membahas informasi dan
pengetahuan tentang bagaimana suatu hukum permintaan serta penawaran yang ada di kalangan
masyarakat, bagaimana keseimbangan harga yang terjadi serta factor – dfaktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran barang dan jasa di pasar.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karenanya kami
sangat terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca atas makalah yang telah kami
selesaikan, untuk perbaikan makalah yang lebih baik.
Penulis
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variable makro ekonomi. Dalam
identitas pendapatan nasional menurut pendekatan pengeluaran, variable ini lazim dilambangkan
dengan huruf C, ini dari kata consumption. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari
pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan,
lazim dilambangkan dengan huruf S, inisial dari kata saving. Apabila pengeluaran-pengeluaran
konsumsi semua orang dalam suatu Negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran
konsumsi masyarakat Negara yang bersangkutan. Dilain pihak jika tabungan semua orang di
suatu Negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah tabungan masyarakat Negara tersebut.
Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk
tabungan nasional. Yang terakhir ini, tabungan nasional merupakan sumber dana investasi.
Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makroagregat,
pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar
pendapatan, semakin besar pula penggeluaran konsumsi. Perilaku tabungan juga begitu. Jadi,
bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah.
Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut
hasrat marjinal untuk berkonsumsi ( marginal propensity to consume, MPC ). Sedangkan nisbah
besarnya tambahan tabungan terhadap pendapatan dinamakan hasrat marjinal untuk menabung (
marginal propensity to save, MPS ). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relative
belum mapan, biasanya angka MPC mereka relative besar, sementara angka MPS mereka
relative kecil. Artinya, jika mereka memperoleh tambahan pendapatan, maka sebagian besar
tamabhan pendapatan itu akan teralokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada
masyarakat yang kehidupan ekonominya sudah relative lebih mapan.
Tenaga beli seseorang tergantung atas dua unsure pokok yaitu pendapatan yang
dibelanjakan dan harga barang yang diperlukan atau dikehendaki. Apabila jumlah pendapatan
yang dapat dibelanjakan oleh seseorang berubah maka jumlah barang yang diminta juga akan
berubah. Demikian pula halnya harga barang yang dikehendaki juga berubah. Secara matematis
pengaruh perubahan harga dan pendapatan bersama-sama terhadap jumlah barang yang diminta
dapat diketahui secara serentak.
B. PERUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
Dilihat dari arti ekonomi, konsumsi merupakan tindakan untuk mengurangi atau
menghabiskan nilai guna ekonomi suatu benda. Sedangkan menurut Draham Bannoch dalam
bukunya ìeconomicsî memberikan pengertian tentang konsumsi yaitu merupakan pengeluaran
total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu
(dalam satu tahun) pengeluaran. Konsumsi berasal dari bahasa Inggris yaitu ìConsumptionî.
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah
tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan
tersebut.
Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang
lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan
oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004).
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat
konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan
disposabel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan:
C = a + bY ...............................................................................................
Di mana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah
kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan
nasional.
Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan
tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama dan terpenting Keynes
menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume)
jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu.
Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes
untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal untuk
mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari
umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.
Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut
kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika
pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang
kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting
dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat
bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek
dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan
relatif tidak penting.
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton Friedman. Menurut teori
ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent
income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen
adalah (Guritno Mangkoesoebroto, 1998):
1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan
sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang
menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa
diperkirakan sebelumnya.
Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukaan oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani
menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat mendasarkan kepada kenyataan
bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi
oleh masa dalam siklus hidupnya. Karena orang cenderung menerima penghasilan/pendapatan
yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio
tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan
mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar
kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang
dibuatnya di masa usia menengah.
1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya
pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang
sekitarnya.
2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat
penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.
Ekonom Irving Fisher mengembangkan model yang digunakan para ekonom untuk menganalisis
bagaimana konsumen yang berpandangan ke depan dan rasional membuat pilihan antar waktu
yaitu, pilihan yang meliputi periode waktu yang berbeda. Model Fisher menghilangkan
hambatan-hambatan yang dihadapi konsumen, preferensi yang mereka miliki dan bagaimana
hambatan-hambatan serta preferensi ini bersama-sama menentukan pilihan mereka terhadap
konsumsi dan tabungan.
Dengan kata lain konsumen menghadapi batasan atas beberapa banyak yang mereka bisa
belanjakan, yang disebut batal atau kendala anggaran (budget constraint). Ketika mereka
memutuskan berapa banyak akan mengkonsumsi hari ini versus berapa banyak akan menabung
untuk masa depan, mereka menghadapi batasan anggaran antar waktu (intertemporal budget
constaint), yang mengukur sumber daya total yang tersedia untuk konsumsi hari ini, dan di masa
depan (Mankiw, 2003)
1. Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang
mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk 1994)
2. Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dam menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini. (Engel, Blackweel, dan Miniard; 1993)
3. Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam
mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan
Della-Bitta; 1984)
5. Perilaku yang dikaitkan dengan preferences dan possibilities adalah perilaku konsumen.
(Deaton dan Muellbawer, 1986)
6. Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari (Mullen dan
Johnson, 1990)
Dari beberapa pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku Konsumen adalah
semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah
melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
Alokasi PDB dewasa ini semakin besar tergunakan untuk keperluan pembentukan modal atau
investasi serta ekspor dan impor. Kenyataan ini tentu saja menggembirakan karena menandakan
secara umum pendapatan masyarakat sudah mencukupi kebutuhan konsumsinya, sehinnga
terdapat kelebihan yang bisa ditabung untuk menjadi sumber dana investasi. Adalah beralasan
untuk menyatakan bahwa harapan untuk menumbuhkan perekonomian cukup prospektif.
1. Pendekatan Tradisional
Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas, oleh karena barang
tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang
menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang meminta suatu jenis barang, pada dasarnya yang
diminta adalah dayaguna barang tersebut.
2. Pendekatan Modern
Pendekatan ini menggunakan analisa regresi yang secara praktis digunakan untuk
memperkirakan permintaan.
Sikap seorang individu mempengaruhi pola pmbelian barang/jasa terhadap barang yang akan
dikonsumsi nya. Hal ini berdasarkan beberapa faktor yang membedakan, diantaranya faktor
budaya, social dan psikologis.
Dari segi faktor budaya, kiat bisa mengambil contoh tentang kebudayaan pola piker
masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi barang/jasa. Orang-orang Indonesia selalu tertarik
akan hal-hal baru. Banyak masyarakat Indonesia yang sering menghabiskan uang mereka untuk
berbelanja barang-barang yang sebenarnya sudah mereka miliki akan tetapi mereka membelinya
lagi karena berbeda merek atau model. Selain itu, jika ada gadget terbaru, tidak jarang
masyarakat Indonesia langsung “menyerbunya” padahal sebenarnya gadget tersebut masih
memiliki fungsi yang sama, bahkan fitur yang sama. Dan juga, masyarakat Indonesia sepertinya
lebih menyukai produk-produk dari luar negeri dibandingkan produk dalam negeri. Berbeda
halnya dengan orang-orang dengan ras kulit putih (bule). Kebanyakan warga kulit putih justru
memiliki sikap yang berbanding terbalik dengan masyarakat Indonesia. Mereka, dalam
menggunakan produk, jarang dari mereka yang sering begonta-ganti produk sebelum produk
tersebut rusak. Mereka lebih mementingkan bagaimana cara menghasilkan produk yang
berkualitas untuk dikonsumsi sendiri bahkan untuk di ekspor, dibandingkan dengan membeli
produk luar untuk dikonsumsi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan kebiasaan masyarakat
Indonesia yang sering berbelanja bahkan tidak sedikit orang yang berbelanja ke luar negeri,
padahal di produk tersebut dapat dibeli di Negara nya sendiri.
Dalam pemenuhan kebutuhan yang sama, terkadang individu melakukan cara-cara yang
berbeda. Perbedaan cara untuk memenuhi kebutuhan yang sama ini tergantung dari learning
process dan cognitive process yang dialami oleh masing-masing individu tersebut.
Cukup menarik jika ingin melihat fenomena konsumsi masyarakat Indonesia. Menurut hasil
survei keyakinan konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), indeks keyakinan
konsumen pada Juli 2014.
Tercatat Indeks keyakinan konsumen pada Juli 2014 adalah sebesar 119,8 poin, lebih tinggi 3,5
poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 116,3 poin, atau tertinggi
dalam dua tahun ini. Pola konsumsi masyarakat Indonesia cenderung optimistis dan percaya diri
dalam membelanjakan uangnya. Ini mengarah pada pembelanjaan impulse buying.
1. Makanan
2. Non-makanan
Padi-padian, Perumahan dan bahan bakar, Umbi-umbian. Aneka barang dan jasa
c. Komunikasi
d. Kendaraan bermotor
e. Transportasi
Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis,
secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok
penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-makanan.
Dalam kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi
pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk berbagai
Janis pengeluaran non-makanan tertentu.
Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak
dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah
selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini
membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana investasi.
Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun
tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro ekonomi.
Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang dapat dinyatakan sebagai
tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sisa pendapatan tidak
dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah umumnya celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.
Perkiraan jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara
sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih antara tabungan
nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative lebih gampang dihitung mengingat
catatan administratifnya cukup tersedia. Angka tabungan nasional sendiri merupakan hasil
penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah Tangga dan Sektor
Pemerintah, ditambah Pendapatan Netto Faktor Produksi terhadap Luar Negeri. Jadi, karena
kesulitan teknis penafsiran, metodologi perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan masyarakat
ditambah tabungan pemerintah menghasilkan tabungan nasional, melainkan tabungan nasional
dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan masyarakat. Kepraktisan metodologis
semacam ini tentu saja merupakan kelemahannya.
Dari sudut tinjauan kebaikan suai (goodness of fit) model ini cukup memadai. Model ini
mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.
Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor atau variable
tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan ekspor. Model ini tidak
otokorelatif.
1. Tingkat pendapatan masyarakat yaitu tingkat pendapatan (income=I) dapat digunakan untuk
dua tujuan: konsumsi (consuption=C) dan tabungan (saving=S), dan hubungan ketiganya dapat
terbentuk dalam persamaan I=C+S, adalah merupakan besar kecilnya pendapatan yang diterima
seseorang akan mempengaruhi pola konsumsi. Semakin besar tingkat pendapatan seseorang,
biasanya akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang tinggi, sebaliknya tingkat pendapatan yang
rendah akan diikuti dengan tingkat konsumsi yang rendah pula.
2. Selera konsumen, setiap orang memiliki keinginan yang berbeda dan ini akan
mempengaruhi pola konsumsi. Konsumen akan memilih satu jenis barang untuk dikonsumsi
dibandingkan jenis barang lainnya.
3. Harga barang, jika harga suatu barang mengalami kenaikan, maka konsumsi barang tersebut
akan mengalami penurunan. Sebaliknya jika harga suatu barang mengalami penurunan, maka
konsumsi barang tersebut akan mengalami kenaikan. Kaitan konsumsi dengan harga barang
dapat dibedakan apakah barang tersebut bersifat substitusi (barang substitusi adalah barang yang
dapat menggantikan fungsi barang lainnya) atau komplementer (barang komplementer adalah
barang yang melengkapi fungsi barang lainnya).
5. Jumlah keluarga, besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya.
6. Lingkungan, keadaan sekeliling dan kebiasaan lingkungan sangat berpengaruh pada prilaku
konsumsi masyarakat. Contohnya, Indonesia yang memiliki daerah tropis tidak begitu
membutuhkan baju hangat dibandingkan dengan daerah di kutub utara dan kutub selatan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
Dharmmesta, B. S. (1993), ”Perilaku beli Konsumen Era 90an dan Startegi Pemasaran,”
Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. VIII, No. 1, pp. 29-41.
Dharmmesta, B. S. (1994), ”Perilaku Konsumen Indonesia Tahun 2000,” Kelola, Vol. III, No. 6,
pp. 83-93.
Dinas Pendidikan DIY (2006), Direktori Potensi Pendidikan DIY Tahun 2006, Pemerintah
Maulana Agus, Perilaku Konsumen di Masa Krisis Implikasinya terhadap Stategi Pemasaran,
Susenas, Modul Konsumsi tahun 1990, 1993, 1996, 1999 dan 2002
http://juliaperezhot.blogspot.com/p/tugas-makalah.html
http://khairilanwarsemsi.blogspot.com/2011/03/analisis-pola-konsumsi-masyarakat.html
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/pola-konsumsi-masyarakat-kotamadya-
kedirioleh-endang-tri-windusari-4442.html
Dr. Ir. Ujang Sumarwan,M.Sc. 2004. Perilaku Konsumen. Bogor, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Engel, J. F., Blackwell, R.D., Miniard, P.W. 1995. Consumer Behavior.8th Ed. Forth Worth,
Texas: The Dryden Press.
Hawkins, Del I., Best, R.J., Coney, K.A. 2001. Consumer Behavior. Boston. MA: Irwin-
McGraw-Hill.
Peter, J.P., Olson, J.C. 1999. Consumer Behavior and Marketing Strategy. 3rd Ed. Homewood,
IL: Irwin.