Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH NCP

“PROSES ASUHAN GIZI KEHAMILAN PREKLAMSIA”

DISUSUN OLEH :

MASITHA DWI LAXMI

P01031216025

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN

JURUSAN GIZI

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , atas berkat dan
rahmat-Nya yang besar , kami dapat menyelesaikan tugas makalah NCP tentang Kasus
KEHAMILAN PREKLAMSIA ini dengan baik dan tepat waktu.

Terimakasih jugasaya sampaikan kepada dosen mata kuliah NCP yang telah
membimbing kami di dalam aktivitas perkuliahan.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
NCP pada semester 6 di tahun ajaran 2018/2019.

Makalah ini berjudul “KEHAMILAN PREKLAMSIA”

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh
karenanya saya sangat terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca atas makalah yang telah
saya selesaikan, untuk perbaikan makalah yang lebih baik.

Semoga makalah ini bermanfaat.

Lubuk Pakam, 16 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
2.1 DefinisiPreklamsia...................................................................................
2.2 Klasifikasi preklamsia..............................................................................
2.3Etiologi Preklamsia....................................................................................
2.4 Faktor Resiko Preklamsia.........................................................................
2.5 Patofisiologi Preklamsia...........................................................................
2.6 Diagnosa Preklamsia................................................................................
2.7 Kompikasi Preklamsia..............................................................................
2.8 Penanganan Preklamsia............................................................................
2.9 Contoh kasus...........................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................
3.1 Kesimpulan...............................................................................................
3.2 Saran.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi pada kehamilan adalah penyakit yang sudah umum dan merupakan salah satu
dari tiga rangkaian penyakit yang mematikan, selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak
memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. Pada tahun 2001, menurut
National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional telah diidentifikasi pada 150.000
wanita, atau 3,7% kehamilan. Selain itu, Berg dan kawan-kawan (2003) melaporkan bahwa
hampir 16% dari 3.201 kematian yang berhubungan dengan kehamilan di Amerika Serikat dari
tahun 1991 - 1997 adalah akibat dari komplikasi-komplikasi hipertensi yang berhubungan
dengan kehamila.
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi
yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum
terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan
proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20
usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida
biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih
dari 35 tahun dan sebab lainnya.
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan berhubungan
secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi uteroplasental, juga
karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian janin diakibatkan
hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali
dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas
perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan
adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Preeklampsia
Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg
setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal
terjadi.
Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab
kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan
berdampak pada ibu dan bayi.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan,
preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang sebelum
kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan
gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

B. Etiologi Preeklampsia
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Secara teoritik urutan
urutan gejala yang timbul pada preeklamsi ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuri.
Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan diatas dapat dianggap bukan
preeklamsi.
Dari gejala tersebut timbur hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling
penting. Namun, penderita serinhkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah
mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka
penyakit ini sudah cukup lanjut.

C. Faktor Risiko Preeklamsia


 Kehamilan pertama
 Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
 Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
 Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah
tinggi)
 Kehamilan kembar

D. Gambaran Klinis Preeklampsia


a. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini
sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia
akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik
30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg.
Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai
kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru,
perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak.

E. Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita
dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai
substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat
yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis
hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output
dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan
anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim. Perubahan pada organ-organ:
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan
eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya
secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.

2) Metabolisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia
dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang
nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal

3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang
mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan
oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam
retina.
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.

5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru
yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau
abses paru.

F. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu;
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

• Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau
midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:


• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

• Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

• Terdapat edema paru dan sianosis

• Trombositopeni

• Gangguan fungsi hati

• Pertumbuhan janin terhambat


G. Penatalaksanaan Preeklampsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan persyaratan
yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi. Persalinan merupakan pengobatan yang utama.
Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal
terhadap kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam penatalaksanaan
dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau terminasi kehamilan serta harus
memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan ibu dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama
pengambilan strategi penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang
tidak memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :
1. Preeklamsi ringan
Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk mengawasi perjalanan
penyakit karena penyakit ini dapat memburuk sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit
kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya
eklamsi dan solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan observasi ketat
yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi tekanan darahnya setiap 4 jam,
pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat,
elektrolit, dan serum albumin setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi
pembekuan seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung trombosit.
Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk rumah sakit dan setiap 2 minggu.
Perawatan jalan dipertimbangkan bila ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan janin
baik. Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan darah, berat badan, ekskresi
protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula keadaan janin (pemeriksaan denyut
jantung janin 2x seminggu). Sebagai tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala
pemburukan penyakit, seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila
ada tanda-tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di rumah sakit
dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang induksi persalinan pada preeklamsi
ringan dan keadaan servik yang matang (skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi
maternal dan janin. Akan tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi
ringan pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring, hospitalisasi
yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan profilaksis anti konvulsan. Tirah baring
umumnya direkomendasikan terhadap preeklamsi ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah
mengurangi edema, peningkatan pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan
meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah
melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang. Pemakaian sedatif dahulu digunakan,
tatapi sekarang tidak dipakai lagi karena mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena
salah satunya yaitu fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K
dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan tirah baring
baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah baring di rumah menurunkan lamanya
waktu di rumah sakit. Sebuah penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi
dan persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak ada penelitian
yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian janin. Pada 10 penelitian acak yang
mengevaluasi pengobatan pada wanita dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek
pengobatan terhadap lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm
bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang jelas terhadap
pengobatan preeklamsi ringan.
Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan NST dan USG
terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif memerlukan konfirmasi lebih lanjut
dengan profil biofisik dan oksitosin challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio
lesitin:sfingomielin (L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu,
tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian kortikosteroid
dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi.
Jika terdapat pemburukan penyakit preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara
berkelanjutan karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.
2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi, mengontrol
tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika
preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau
terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu
dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif sehingga
menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan segera
direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila
terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi
terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga,
penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan
keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada wanita
dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini
dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif
hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin.
Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus
memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan
keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu
dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang menderita preeklamsi
berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi
kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah mencegah
terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan
magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan
medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya
bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan
mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan
tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata
dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105
mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan
preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut
dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut
hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping
seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat
diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa
peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9
penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang
menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat dan jika
hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain
dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian
hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral
atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam kecuali
terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan darah selama
persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan
pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat
lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada
cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan
ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan
tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada wanita dengan
preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat
blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade
simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi
telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki
vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu,
klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat
terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat
menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik
metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan dengan cara seksio
sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang
hati-hati. Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa
tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang
dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada wanita dengan
hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Indikasi ibu
- Usia kehamilan ≥ 38 minggu
- Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
- Kerusakan progresif fungsi hepar
- Kerusakan progresif fungsi ginjal
- Suspek solusio plasenta
- Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
- Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah

b. Indikasi janin
- IUGR berat
- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
- Oligohidramnion.

Studi kasus preeklampsia

Studi kasus preeklampsia

Ny siska, usia 25 tahun, suku melayu , pendidikan sma, agama islam datang ke ruang
konseling gizi atas rujukan dokter dengan dignosa medis preeklampsia .sekarang sedang hamil 6
bulan ny siska mengeluh rasa nyeri pada perut bagian atas, sakit kepala parah, pembengkakan
pada telapak kaki, pergelangan kaki, wajah dan tangan, mual dan muntah. TB 160 cm,lila 28,5
cm BB 60 kg. BB sejak 3 bulan terakhir naik 5 kg. Hasil pemeriksaan laboratorium : TD 160/100
mmHg, Kenaikan diastolic 15 mmHg, setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan
darah normal, Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter urine kateter atau midstearm. Kolesterol =
250 mg/dl, HDL 45 m/dl, LDL 100 mg/dl
Pasien adalah ibu rumah tangga. Menurut keterangan pasien Pasien jarang olahraga dan
suka minum bersoda pola makan 3x/hari, nasi dan lauk pauk lebih sering digoreng,suka
mengonsumsi junkfood atau makanan siap saji hewani (ayam, ikan asin digoreng) 3x/hari, jarang
mengonsumsi buah buahan, sayuran yang disukai bayam dan kembang kol tumis. Hasil
perhitungan rata-rata Asupan Energi 2100 kkal. Penderita mulai merasa menderita sejak
kehamilan 3 bulan dan berat badan pasien terus bertambah.
Buatlah Proses Asuhan Gizi (PAG) puskesmas berdasarkan tingkat perseorangan!

 TB = 160 cm
 BB = 60 kg
Antropometri  BBI = 53,5 kg
 IMT = 19,53m kg/m3
 LILA
= 28,5 cm

 Tekanan darah 160/100 mmhg


Laboratorium  Kolestrol 250 mg/dl
 HDL 45 m/dl
P  LDL 100 mg/dl
 Mengeluh sakit kepala parah
 rasa nyeri pada perut
Fisik/Klinis  merasa mual dan muntah
 pembengkakan pada telapak kaki, pergelangan kaki,
wajah dan tangan
- Ny siska suka minum bersoda,suka mengonsumsi junkfood
atau makanan siap saji hewani (ayam, ikan asin digoreng)
Riwayat Gizi
3x/hari
Asupan Energi 2100 kkal.
 sedang hamil 5 bulan
 mengeluh rasa nyeri pada perut bagian atas
 sakit kepala parah
Riwayat Klien  pembengkakan pada telapak kaki
 pergelangan kaki
 wajah dan tangan
 mual dan muntah.

Problem Etiologi Sign/Symptom


BB = 60 kg
D NI-1.4 Kekurangan intake Asupan makan pasien  merasa sakit kepala
energi defisit parah
 mual dan muntah
Kehabisan darah  Tekanan darah 160/100
NC-2.2 Perubahan nilai cukup banyak dan mmhg
Laboratorium terkait zat gizi tekanan darah  Kenaikan diastolic 15
khusus menurun akibat mmHg
kecapekan

Kekurangan intake energi (P) berkaitan dengan asupan makan pasien defisit (E)
yang ditandai dengan berat badan 60 kg di usia 25 tahun (S),merasa nyeri pada
perut dan sakit kepala parah mual dan muntah

Perubahan nilai Laboratorium terkait zat gizi khusus berkaitan dengan kehabisan
darah dan tekanan darah menurun yang ditandai dengan Tekanan darah 160/100
mmhg dan kenaikan diastolic 15 mmHg

Untuk mengatasi TD dan kenaikan diastolic yang tinggi dengan


Tujuan
menerepkan pola hidup yang sehat

I Pemberian makan
- Energi sesuai kebutuhan pasien , diberikan makanan
yang tidak merangsang, cukup vitamin dan mineral
Pemberian konseling kepada pasien tentang pola hidup dan pola
Edukasi Gizi
makan yang sehat, serta PHBS

 Untuk memantau BB, TD, kenaikan diastolic secara rutin


 Terselenggarannya kegiatan konseling pasien secara rutin Menilai perubahan
ME setelah pemberian intervensi gizi
 Mengevaluasi dan memonitoring pengetahuan tentang syarat diet yang
diberikan
BAB III
KESIMPULAN

Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor risiko
maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau fetal.
Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah invasi
trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara jaringan plasenta
ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan kardiovaskular atau inflamasi dari
kehamilan normal, faktor nutrisi, dan pengaruh genetik.
Anti hipertensi diberikan bila tekanan diastol mencapai 110 mmHg. Tujuan
utama pemberian obat anti hipertensi adalah menurunkan tekanan diastolik menjadi 90-100
mmHg.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive


Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22, New York: McGraw-
Hill, 2005 : 761-808
2. Mariam siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 27 juni 20013
dari, http://sitimaryamhsb.makalah-pre-eklamsia.html
3. Gopar adul, pdf.Preeklampsi, 12 mey 2012, diakses tanggal 27 juni 2013 dari,
http://adulgopar.files.wordpress.com/preeklampsia.pdf
4. Prawirohardjo S, Pre-eklampsia dan Eklampsia, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3,
Wiknjosastro H, Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301

Anda mungkin juga menyukai