THT Disfagia

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

1.

SEBUTKAN KELUHAN UTAMA YANG DIRASAKAN SAAT


PASIEN DATANG KE POLI THT- KL

Keluhan
Telinga - Benda/hewan masuk ke telinga
- Keluar cairan dari liang telinga
- Berkurangnya kemampuan mendengar
- Nyeri telinga
- Telinga berdenging
- Pusing berputar
Hidung - Hidung tersumbat
- Gangguan penghidu
- Bersin-bersin
- Mimisan
- Benda asing di hidung
- Nyeri di daerah wajah

Tenggorokan - Nyeri tenggorok


- Nyeri menelan
- Sulit menelan
- Dahak di tenggorokan
- Suara serak
- Batuk
Kepala Leher - Benjolan di leher
- Sesak napas
- Nyeri kepala

2a. JELASKAN MEKANISME KELUHAN UTAMA DISFAGIA

FISIOLOGI PROSES MENELAN


Proses menelan merupakan proses yang kompleks, dimana setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase:
1. Fase Oral
 Terjadi secara sadar dari mulut ke faring
 Terdiri dari dua fase:
 Fase preparasi (persiapan)
Pembentukan bolus dari makanan yang dilakukan oleh gigi geligi,
lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva agar dapat mudah
ditelan.
 Fase propulsif (mendorong)
Proses pendorongan makanan dari rongga mulut ke orofaring,
yaitu:
Bolus bergerak dari rongga mulut  dorsum lidah  di tengah
lidah (akibat kontraksi otot intrinsik lidah)  kontraksi m. levator
veli palatini  palatum mole terangkat  bagian atas dinding
posterior faring terangkat  bolus terdorong ke posterior karena
lidah terangkat ke atas dan terjadi penutupan nasofaring (kontraksi
m. levator veli palatini)  kontraksi m. palatoglosus  isthmus
faucium tertutup  kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus
makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.

2. Fase Faringeal
 Terjadi secara involunter (tidak sadar) melalui faring
 Proses fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu
perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus:
Faring dan laring bergerak keatas (kontraksi m. stilofaringeus, m.
salpingofaringeus, m. tirohioideus dan m. palatofaringeus)  aditus
laring tertutup oleh epiglotis  makanan tidak akan masuk ke saluran
nafas  masuk esofagus.

3. Fase Esofageal
 Fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung oleh gerakan
peristaltik kontraksi involunter dari otot – otot skeletal esofagus.
 Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup  rangsang
bolus makanan pada akhir fase faringeal  relaksasi m. cricofaringeus
 introitus esofagus terbuka bolus makanan masuk ke dalam esofagus
 setelah bolus makanan lewat  sfingter akan berkontraksi lebih kuat,
melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat sehingga makanan
tidak akan kembali ke faring dan refluks dapat dihindari.

Gambar Fisiologi proses menelan

PATOFISIOLOGI DISFAGIA (GANGGUAN PROSES MENELAN)

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang


berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari
beberapa faktor, yaitu:
1. Ukuran bolus makanan
2. Diameter lumen esofagus yang dilalui bolus
3. Kontraksi peristaltik esofagus
4. Fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah
5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskuler
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot
esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar.
Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen
orofaring, otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena otot
lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti
motor n. vagus, maka aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan di
otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan
langsung dinding esofagus.
Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase
menelan yang dipengaruhinya.
a) Fase Oral
Gangguan pada fase oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan
fase pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian
lidah. Pasien mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan
padat dan permulaan menelan. Ketika meminum cairan, pasien mungkin
kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut sebelum menelan.
Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kedalam faring yang belum
siap, seringkali menyebabkan aspirasi.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing
mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai
berikut :
- Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena
tidak rapatnya pengatupan bibir.
- Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut
karena berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah.
- Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan
oleh lidah dan koordinasinya.
- Tidak mampu mengatupkan gigi untuk mengurangi pergerakan
mandibula.
- Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus
anterior karena berkurangnya tonus otot bibir.
- Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut
karena dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah.
- Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan
atau berkurangnya sensibilitas mulut.
- Pencarian gerakan atau ketidakmampuan untuk mengatur gerakan
lidah karena apraxia untuk menelan.
- Lidah bergerak ke depan untuk mulai menelan karena lidah kaku.
- Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan
kekuatan lidah.
- Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah.
- Kontak lidah-palatum yang tidak sempurna karena berkurangnya
pengangkatan lidah.
- Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan
lidah ke atas.
- Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya
elevasi dan kekuatan lidah.
- Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease.
- Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau
melekat pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan
linguavelar.
- Piecemeal deglutition.
- Waktu transit oral tertunda

b) Fase Faringeal
Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasien mungkin
tidak akan mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk
mempertahankan hidup. Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil
makanan biasanya tertahan pada valleculae atau sinus pyriform setelah
menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-otot
faringeal, atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien
mungkin menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami
aspirasi aliran berlebih setelah menelan.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing
mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai
berikut :
- Penundaan menelan faringeal.
- Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan
velofaringeal.
- Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada
dasar lidah.
- Osteofit Cervical.
- Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena
pengurangan kontraksi bilateral faringeal.
- Sisa makanan pada vallecular karena berkurangnya pergerakan
posterior dari dasar lidah.
- Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau
lipatan faringeal.
- Sisa makanan pada puncak jalan napas karena berkurangnya elevasi
laring.
- Penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan
napas.
- Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring.
- Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan
laringeal anterior.
c) Fase Esophageal
Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan
minuman di dalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabkan
oleh obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan
Sphincter esophageal bawah.
Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing
mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan pada fase esophageal
sebagai berikut :
- Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal.
- Tracheoesophageal fistula.
- Zenker diverticulum.
- Reflux
d) Aspirasi
Aspirasi adalah masuknya makanan atau cairan melalui pita suara.
Seseorang yang mengalami aspirasi beresiko tinggi terkena pneumonia.
Beberapa faktor mempengaruhi efek dari aspirasi : banyaknya, kedalaman,
keadaan fisik benda yang teraspirasi, dan mekanisme pembersihan paru.
Mekanisme pembersihan paru antara lain kerja silia dan reflek batuk.
Aspirasi normalnya memicu refleks batuk yang kuat. Jika ada gangguan
sensoris, aspirasi dapat terjadi tanpa gejala.

b. PEMERIKSAAN PASIEN DENGAN DISFAGIA


Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis yang cermat untuk


menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan terjadinya
disfagia. Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi
kelainan yang terjadi. Pada disfagia mekanik, mula-mula kesulitan menelan hanya
terjadi waktu menelan makanan padat. Bolus makanan tersebut kadang-kadang
perlu didorong air dan pada sumbatan yang lebih lanjut, cairan pun akan menjadi
sulit ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progressif dalam beberapa bulan,
maka harus dicurigai adanya proses keganasan di esophagus. Sebaliknya pada
disfagia motorik, yaitu pada pasien akalasia dan spasme difus esophagus, keluhan
sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi pada waktu bersamaan.

Waktu dan perjalanan disfagia dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat disebabkan oleh
peradangan disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan disertai dengan
penurunan berat badan harus dicurigai kearah keganasan. Bila keluhan ini terjadi
bertahun-tahun untuk makanan padat perlu dipikirkan kelainan yang bersifat
jinak. Lokasi sumbatan didaerah dada dapat menunjukan kelainan esophagus di
daerah torakal, tetapi bila sumbatan terasa di leher, kelainan dapat di faring atau
esophagus bagian servikal. Bila terdapat gejala lain yang menyertai disfagia
seperti masuknya cairan ke hidung saat minum menunjukan adanya kelumpuhan
otot faring

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan daerah leher ditujukan untuk melihat dan meraba adanya massa
tumor atau pembesaran kelenjar limfa yang dapat menekan esophagus. Rongga
mulut diperiksa untuk tanda peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa
tumor yang dapat menggangu proses menelan. Pemeriksaan otot lidah dan arkus
faring untuk kelumpuhan karena adanya gangguan pusat menelan maupun saraf
otak nV, n VII, nIX, nX dan n XII. Selain itu perlu juga diperiksa apakah ada
pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus kiri dan
pembesaran limfa mediastinum.

Pemeriksaan orofaring:

a. Alat dan Bahan


i. Head lamp
ii. Tongue spatel
b. Teknik Pemeriksaan
i.Pasien duduk tegak, kemudian diminta untuk membuka mulut.
Dengan menggunakan headlamp amati mulut dan rongga mulut
pasien.
ii. Minta lah pasien untuk menggerakan lidah untuk menilai
kekuatan otot-otot lidah
iii. Minta pasien untuk membuka mulut lebih lebar, dengan tongue
spatel, tekan 2/3 bagian anterior lidah, amati dinding belakang
faring dan tonsil.

c. Yang harus dinilai:


Mulut: nilai bibir, palatum, gusi dan gigi geligi, lihat apakah kelenjar
saliva masih berfungsi, amati dinding mulut, arcus palatoglossus dan arcus
palatopharyngeus.
Lidah: amati bentuk lidah, gerakan lidah, adakah massa maupun
pembesaran, apakah ada selaput.
Dinding belakangfaring: hiperemis, licin atau tidak, apakah terdapat
jaringan granulasi, apakah ada sekret
Tonsil : amati ukuran tonsil, warna tonsil, pelebaran kripte, adakah detritus
d. Interpretasi hasil
Mulut: bibir simetris/tidak, palatum utuh/ ada cleft, gigi geligi: ada caries
dentis/tidak, dinding mulut basah
Lidah: ditemukan/tidak paralysis otot-otot intrinsik maupun ekstrinsik
lidah, tidak ada selaput
Dinding belakang faring: hiperemis/tidak, licin/berbenjol-benjol,
ditemukan jaringan granulasi/tidak, ditemukan sekret/tidak

Laringoskopi indirek
a. Bahan dan alat :
Lampu kepala
Lampu spirtus
Kaca laring
Kasa
b. Teknik Pemeriksaan
i. Penderita duduk tegak, kepala atau dagi dikedepankan sedikit,
diminta membuka mulut untuk melihat faring dan menentukan kira-
kira ukuran kaca laring yang dipakai. Ukuran ini penting, karena
kaca yang terlalu besar akan menyentuh tonsil atau dinding faring.
ii. Tangan kiri memegang kain kasa untuk memegang lidah, sedangkan
tangan kanan memegang kaca yang telah dipanasi dan telah
dikontrol panasnya dengan punggung tangan. Penderita diminta
menjulurkan lidah,yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan jari
tengah yang telah dialasikain kasa, sementara jari telunjuk menahan
bibir atas.
iii. Kaca dimasukkan secara hati-hati hingga berada posisi dekat
dinding posterior orofaring, jangan sampai menyentuh bagian
posterior lidah, tonsil atau dinding faring sehingga menyebabkan
refleks muntah.Posisi kaca laring yang benar apabila bayangan
permukaan posterior epiglottis dan aditus tampak pada kaca dengan
jelas.
iv. Dengan seksama, diamati bayangan laring pada kaca.
Pemeriksaanini hendaknya dilakukan dengan sistematis. Mulai dari
superior yaitu epiglotis kemudian ke inferior sampai dinding depan
trakea. Pengamatan meiliputi kedua sisi apakah simetris atau tidak.
Pemeriksaan dimulaidengan penderita bernafas biasa, inspirasi
dalam, dan penderita dimintamengatakan “aaaa”. Bagian-bagian
yang dapat dilihat dengan laringoskopi indirek adalah radiks
lingua,valekula epiglotika, epiglotis, tuberkulum epiglotikum, plika
ventrikularis, plika vokalis, rima glotis, plika ariepiglotika, sinus
piriformis, tuberkullum kuneiforme, tuberkulum kornikulatum,
hiporing.
v. Yang dinilai:
Epiglotis
Valekula epiglotika
Epiglotis
Plika vokalis
Rima glotis
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berupa foto polos esophagus dan dengan kontras dapat
digunkan untuk membantu menegakkan diagnosis kelainan esophagus. Dengan
fluoroskopi, dapat dilihat kelenturan dinding eofagus, adanya gangguan peristaltic
penekanan lumen esophagus dari luar, isi lumen esophagus dan kelainan mukosa
esophagus. Pemeriksaan dengan kontras dapat dilakukan untuk melihat karsinoma
stadium dini. Esofagoskopi dilakukan untuk melihat langsung isi lumen
esophagus dan keadaan mukosanya, jenis alat ini dibagi menjadi dua, rigid dan
flexible.
c. DIAGNOSIS BANDING DISFAGIA
Algoritma pemilahan disfagia berdasarkan simptom

Anda mungkin juga menyukai