Anda di halaman 1dari 17

CASE REPORT SESSION

RHINITIS ALERGI

Disusun oleh: Kelompok 15

Awit Raisa Arifin 12100116264


M. Bardan Hanif 12100116295

Preseptor:
Fadjar Nawawi, dr., SpTHT-KL

SMF ILMU THT-KL


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG
2018
BAB I
KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. YG
Usia : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Alamat : Ciganitri
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tanggal pemeriksaan : 30 Januari 2018

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Hidung tersumbat
Anamnesis Khusus :
Pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhan hidung tersumbat sejak 1
tahun SMRS. Keluhan hidung tersumbat dirasakan pada kedua hidung. Keluhan
dirasakan hilang timbul. Keluhan muncul saat cuaca dingin dan saat terkena debu.
Keluhan hidung tersumbat tidak bergantian kanan kiri dan tidak tergantung pada
posisi pasien. Keluhan terjadi 4 hari dalam seminggu dan tidak mengganggu
aktivitas dan tidak mengganggu tidur.
Keluhan disertai dengan adanya bersin-bersin di pagi hari dan
hidung gatal sejak 1 tahun SMRS. Pasien sering menggosok hidungnya dengan
tangan. Pasien juga mengeluhkan adanya hidung berair sejak 1 tahun SMRS,
hidung berair dirasakan pada kedua hidung, cairan yang keluar berwarna beninng,
cair dan tidak berbau.
Pasien menyangkal adanya riwayat penggunaan tetes hidung dan semprot
hidung. Pasien menyangkal adanya riwayat keluar darah dari hidung. Pasien
menyangkal adanya rasa berat pada wajah, nyeri saat menunduk, sakit kepala,
adanya nafas berbau. Pasien menyangkal adanya telinga terasa penuh, telinga
berdenging, cairan keluar dari telinga, dan penurunan pendengaran. Menyangkal
adanya benjolan pada rongga hidung. Pasien juga menyangkal adanya demam.
Pasien menyangkal adanya rasa mengganjal di tenggorokan, nyeri telan, batuk
berdahak.
Pasien mengatakan memiliki alergi debu .Pasien mengatakan tidak
memiliki alergi terhadap bulu binatang, alergi makanan dan alergi obat. Pasien
menyangkal adanya riwayat asma, kedua orang tua pasien tidak memiliki alergi.
Di rumah pasien menggunakan karpet. Pasien tidak memelihara binatang, tidak
ada buku buku tua disekitar tempat tidur. Pasien telah berobat ke Puskesmas untuk
mengatasi keluhannya tersebut sejak 1 tahun yang lalu, namun keluhan terus
berulang.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Status Gizi : Baik
Tanda vital :
Tekanan Darah = 120/80 mmHg
Nadi = 84 x/menit
Respirasi = 20 x/menit
Suhu = 36,3 0C
Status generalis
Kepala : konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
lain-lain lihat status lokalis
Leher : KGB tidak membesar
Kelenjar Tiroid tidak membesar
Dada : Bentuk dan gerak simetris
Pulmo : sonor, VBS kanan = kiri
Jantung : BJ murni reguler
Abdomen : Datar, lembut, bising usus (+) normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Dalam batas normal
Status Lokalis Telinga
Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Kelainan congenital Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Preaurikula Radang dan tumor Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Trauma Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal


Kelainan congenital Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Radang dan tumor Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Aurikula Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Trauma
Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Nyeri tekan
Edema Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Hiperemis Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Nyeri tekan Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal


Retroaurikula Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Sikatriks
Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Fistula
Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Fluktuasi
Kelainan kongenital Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Kulit Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal

Sekret Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal


Canalis Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Serumen
Acustikus Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Edema
Externus Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Jaringan granulasi
Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Massa
Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Cholesteatoma Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Membrana Warna Putih keabuan Putih keabuan
Timpani
Intak (+) (+)

Reflek cahaya (+) (+)

Hidung
Nasal
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Keadaan Luar Kulit, Bentuk dan Dalam batas normal Dalam batas normal
Ukuran

Mukosa Livid Livid


edema + -
Sekret +, cair, bening, tidak +, cair, bening, tidak
berbau berbau
Krusta Tidak ada Tidak ada

Rhinoskopi Concha inferior Hipertrofi, livid -


Tidak ada deviasi
anterior Septum
Tidak ada Tidak ada
Polip/tumor
berkurang berkurang
Pasase udara
Deformitas -/-

Mukosa Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Koana
Rhinoskopi Sekret
posterior Torus tubarius
Fossa Rosenmuller
Adenoid

Pemeriksaan Sinus Paranasalis


Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : tidak terdapat nyeri ketuk
Transiluminasi
Tidak dilakukan
Mulut Dan Orofaring
Bagian Kelainan Keterangan
Mukosa mulut Tenang
Lidah Bersih, basah,gerakan normal kesegala
Palatum molle arah
Gigi geligi Tenang, simetris
Mulut Caries (-)
87654321 12345678
87654321 12345678
Uvula Simetris, (-) edema
Halitosis (-)
Mukosa tenang
Besar T1-T1
Kripta : melebar - melebar
Detritus : (-/-)
Perlengketan (-/-)
Tonsil

Mukosa Tenang
Faring Granula Tidak ada
Post nasal drip Tidak ada

Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Parese N.Kranialis : Tidak ada
Allergic shiner : Tidak ada
Allergic salute : Tidak ada
Allergic crease : Tidak ada

Rinne :
 Dextra : AC>BC
 Sinistra : AC>BC
Weber :
 Tidak ada lateralisasi

Resume
Tn. YG, usia 28 tahun datang dengan keluhan hidung tersumbat sejak 1
tahun SMRS, keluhan pada kedua hidung dirasakan hilang timbul. Muncul saat
udara dingin dan terkena debu. Keluhan terjadi 4 hari dalam seminggu dan tidak
mengganggu aktivitas ataupun tidur. Keluhan diserti bersin di pagi hari, hidung
gatal, dan rinorrhea bening dan cair. Pasien memiliki alergi debu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dalam batas normal,
pemeriksaan hidung Rhinoskopi anterior ditemukan mukosa livid +/+, secret
bening dan cair +/+, concha inferior hipertrofi +/+, pasase udara berkurang +/+.
Pada pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.

Diagnosis Banding:
- Rhinitis kkronis ec. Suspek alergika persisten derajat ringan
- Rhinitis vasomotor

Diagnosis Kerja:
- Rhinitis kkronis ec. Suspek alergika persisten derajat ringan

Usul Pemeriksaan:
• Lab rutin (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, diff.count)
• Skin prick test (alergi)
• Serum IgE total
Terapi
A. Umum:
 Menghindari alergen
Menjaga kebersihan rumah
Menggunakan jaket saat pagi dan saat udara dingin
Memakai masker untuk menghindari paparan debu
Tidak memelihara binatang peliharaan seperti kucing ataupun binatang
lain yang berbulu
Kontrol 2 minggu kemudian untuk evaluasi klinis

B. Khusus:
Medikamentosa/ farmakoterapi
1. Antihistamin
Loratadin 1x 1 tablet 10 mg untuk 5 hari
2. Dekongestan
Pseudoefedrin 30 mg/hari terbagi 2 dosis (2x1) selama 3 hari
Konsultasi THT untuk skin prick test

Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

RHINITIS ALERGI

DEFINISI
Rinitis alergi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on
Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE.
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
allergen spesifik tersebut (vin Pirquet, 1986)

Pada Pasien:
Bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat pada hidung apabila cuaca dingin
dan terkena debu

PREVALENSI
Rinitis alergi telah menjadi masalah kesehatan global yang ditemukan di
seluruh dunia, sedikitnya terdapat 10-25 % populasi dengan prevalensi yang
semakin meningkat sehingga berdampak pada kehidupan sosial, kenerja di
sekolah serta produktivitas kerja. Diperkirakan biaya yang dihabiskan baik secara
langsung maupun tidak langsung akibat rinitis alergi ini sekitar 5,3 miliar dolar
Amerika pertahun.
Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 40 juta orang menderita rinitis
alergi atau sekitar 20% dari populasi. Secara akumulatif prevalensi rinitis alergi
sekitar 15% pada laki-laki dan 14% pada wanita, bervariasi pada tiap negara. Ini
mungkin diakibatkan karena perbedaan geografik, tipe n potensi alergen.
Rinitis alergi dapat terjadi pada semua ras, prevalensinya berbeda-beda
tergantung perbedaan genetik, faktor geografi, lingkungan serta jumlah populasi.
Dalam hubungannya dengan jenis kelamin, jika rinitis alergi terjadi pada masa
kanak-kanak maka laki-laki lebih tinggi daripada wanita namun pada masa
dewasa prevalensinya sama antara laki-laki dan wanita. Dilihat dari segi onset
rinitis alergi umumnya terjadi pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa muda.
Dilaporkan bahwa rinitis alergi 40% terjadi pada masa kanak-kanak. Pada laki-
laki terjadi antara onset 8-11 tahun, namun demikian rinitis alergi dapat terjadi
pada semua umur.

ETIOLOGI
Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang
dewasa dan alergen ingestan.
Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) dan alergen
diluar rumah (outdoor).Alergen inhalan dalam rumah terdapat di kasur kapuk,
tutup tempat tidur, selimut, karpet, dapur, tumpukan baju dan buku-buku, serta
sofa.komponen alergennya terutam berasal dari serpihan kulit dan feses
tungau. Dermatophagoides farinae, Dermatophagoides pteronyssinus dan
Biomia tropicalis, kecoa dan bulu binatang peliharaan (anjing, kucing,
burung).Alergen inhalan dalam rumah tersebut paling sering menyebabkan
rinitis alergi perenial.
Alergen inhalan luar rumah yang menyebabkan rhinitis alergi musiman
biasanya berupa serbuk sari (pollen) atau jamur.y Alergen inhalan luar rumah
paling sering menyebabkan rinitis alergi musiman.

Pada pasien :
Pasien mengatakan memiliki alergi debu, dan di dalam rumah pasien, pasien
menggunakan karpet. Pasien juga merasa keluhan semakin memburuk saat udara
dingin.

PATOFISIOLOGI
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi. Reaksi alergi
terbagi menjadi dua fase yaitu immediate fase reaksi alergi atau alergi reaksi cepat
yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan late
phase allergic reaction atau reaksi fase lambatyang berlangsung 2-4 jam dengan
puncak 6-8 jam (fase reaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung
sampai 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji ( antigen presenting cell/APC) akan
menagkap allergen yang menempel dipermukaan mukosa hidung. Setelah
diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung
dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek MHC kelas II ( major
Histocompability Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper
(Th0) kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang
akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2.
Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4
dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan memproduksi immunoglobulin E (IgE). IgE di
sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat dengan reseptor IgE di
permukaan sel mastosit dan basophil (sel mediator) sehingga ke dua sel ini
menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan allergen
yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi
degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basophil dengan terlepasnya
mediator kimia yang sudah terbentuk (performed mediator) terutama histamine.
Selain histamine juga di keluarkan antaralain prostaglandin D2 (PGD2),
Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, platelet activating
factor (PAF) dan berbagai sitokin.(IL 3, IL4, IL 5, IL 6, GM-CSF) dll.Inilah yang
disebut reaksi alergi fase cepat.
HIstamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga akan menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine
juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi
dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah
hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung
saraf Vidianus, juga dapat menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM 1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinophil dan netrofil di jaringan target. Respon ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis
jumlah sel inflamasi seperti eosinophil, limfosit, neutorfil, basodil dan mastosit
dimukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan Granulosit
makrofag koloni stimulating factor (GM CSF) dan ICAM 1 pada secret hidung.
Timbulnya gejala hiperaktif dan hiperresponsif hidung adalah akibat peranan
eosinophil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic
Protein (ECP), Major basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Perioxisdase
(EPO).Pada fase ini, selain factor spesifik (allergen), iritasi oleh factor
nonspesifik.

1. Gambaran histologi

Secara makroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular


bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mucus.Terdapat juga
pembesaran ruang interseluler dan penebalan membrane basal, serta ditemukan
infiltrasi sel-sel eosinophil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung.Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan.Diluar keadaan
serangan, mukosa kembali normal.Akan tetapi serangan dapat terjadi terus
menerus/persisten sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan
yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hyperplasia mukosa,
sehingga tampak mukosa hidung menebal.

Berdasarkan cara masuknya allergen terbagi atas:


a. Allergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya
tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel binatang, jamur
b. Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya
susu sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting dan kacang-kacangan
c. Allergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya
penisilin dan sengatan lebah
d. Alergen kontakan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Satu macam allergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga
memberi gejala campuran, missal tungau debu rumah yang memberi gejala asma
bronkial dan rhinitis alergi.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis
besar terdiri dari :
1. Respon primer :
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat
nonsoeseidik dan dapar berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil
seluruhnya dihilangkan, rekasi berlanjut menjadi respon sekunder
2. Respon sekunder :
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan
system imunitas selular atau hmoral atau keduanya di bangkitkan. Bila Ag
berhasil dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesasi.Bila Ag masih ada tau
memang sudah ada defek dari system imunolodik maka reaksi berlangsung
menjadi respon tertier.
3. Respon tertier :
Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini
dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag
oleh tubuh

Gell dan combs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 type, yaitu tipe 1, atau
tipe anafilaksis, tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi kompleks imun dan
tipe 4 atau reaksi tuberculin. (Delayed hypersensitivity)
Manifestasi klinis kerusakan jaringan yang banyak di jumpai dibidang THT
adalah tipe 1 dan rhinitis alergi.

KLASIFIKASI
Dahulu rhinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat
berlangsungnya, yaitu:
1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Allergen
penyebab spesifik, yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur. Di Indonesia
lebih tepatnya disebut dengan rinokonjungtivitis karena gejalannya pada
hidung dan mata (mata tampak merah dan lakrimasi)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala pada penyakit ini
intermitten atau terus menerus, tanpa ada variasi musim, jadi dapat
ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering ialah allergen
inhalan terutama pada orang dewasa, dan allergen ingestan.

Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis berdasarkan rekomendasi WHO initiative


ARIA ( Allergic Rhinitis and its impact on Atshma) tahun 2001 yaitu:
a. Intermitten (kadang-kadang) bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu
b. Persisten atau menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4
minggu
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi terbagi menjadi :
1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, olahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu
2. Sedang-berat, bila terdapat satu atau lebih gangguan tersebut diatas

Pada pasien Persisten:


Pasien mengeluhkan keluhan hidung tersumbat, berari, bersin-bersin dan gatal
hidung lebih dari 4 hari dalam seminggu, dan keluhan telah dirasakan sejak 1
tahun SMRS. Keluhan juga dalam derajat ringan dikarenakan tidak mengganggu
aktivitas pasien sehari-hari.

DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis dijumpai keluhan sebagai berikut:
 Bersin berulang
 Keluar ingus ( rinore ) yang encer dan banyak
 Hidung tersumbat
 Hidung dan mata gatal
 Pengeluaran air mata yang banyak
 Pada anak kadang gejala berupa keluhan, hidung tersumbat.

Pemeriksaan Fisik:
 Rinoskopi anterior : mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid
disertai adanya sekret yang encer dan banyak.
 Gejala persisten : mukosa inferior tampak hipertrofi
 Gejala spesifik pada anak : bayangan gelap didaerah bawah mata yang
terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung ( allergic
shiner)
 Anak tampak menggosok – gosok hidung dengan punggung tangan yang
akan mengakibatkan terdapatnya allergic salute yang dapat mengakibatkan
timbulnya garis melintang didorsum nasi segtiga bawah ( allergic crease )
Dapat juga dijumpai berupa:
 Mulut sering terbuka dan lengkung langit – langit tinggi
 Gangguan pertumbuhan gigi ( facies adenoid )
 Dinding posterior faring tampak granuler dan edema cobblestone
appearance )
 Dinding lateral faring menebal
 Geographic tongue

Pemeriksaan Penunjang:
In vitro
 Hitung jenis eosinofil
 Pemeriksaan igE total
 igE spesifik dengan RAST atau ELISA
 Pemeriksaan sitologi hidung ( eosinofil, basofil dan PMN )
In vivo
 Tes cukit kulit
 Uji intrakutan atau intradermal tunggal atau seri ( SET)
 IPDFT
 Challenge test

PENATALAKSANAAN
Hindari kontak dengan alergen
Medikamentosa :
Antihistamin goolongan antagonis histamin H – 1
Antihistamin generasi 1 : lipofilik imana dapat menembus SSP dan
plasenta serta memiliki efek kolinergic :
o Difnhidramid
o Klorfeniramin
o Prometasin
o Siproheptadin
o untuk topikal azelastin
Antihistamin generasi 2 : bersifat lipofobik sehingga sulit menembus sawar darah
otak
• Loratadin
• Setirisin
• Fecofenadin
• Desloratadin
• Levosetirisin

Dapat juga diberikan preparat kortikosteroid: kortikosteroid topikal


• Beklometason
• Budesonid
• Flunisonid
• Flutikason
• mometason furoat
• Triamsinolon
Antikolinergik topikal
o Ipatropium bromida
Pengobatan baru :
• Antileukotrien ( zalfirlukat/ montelukast )
• Anti IgE
• DNA rekombinan
• Operatif
Tindakan konkortomi parsial ( pemotongan sebagian konka inferior)
Konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty ( inferior konka )
hipertrofi berat dan tidak bisa dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai
AgNo3 25% atau triklor asetat

Imunoterapi
Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung
lama, dengan pemberian pengobatan lain tidak memberikan hasil yang
memuaskan.

KOMPLIKASI
• Polip hidung
• Ootitis media efusi
• rinosinusitis

Anda mungkin juga menyukai