PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan. Saluran
pernafasan adalah hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanyaseperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya ditularkan melalui
droplet. Namun demikian, pada sebagian patogen ada juga kemungkinan
penularan melalui cara lain, seperti melalui kontak dengan tangan atau permukaan
yang terkontaminas. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anak balita, hal ini disebabkan karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah. (Depkes RI, 2000).
Infeksi Saluran pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit terbanyak yang
dilaporkan kepada pelayanan kesehatan, World Health Organization (WHO)
memperkirakan insidensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara
berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup
adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita Menurut WHO ± 13 juta
anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut
terdapat dinegara berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama
kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2007).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun
2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi
terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di indonesia pada
tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita
meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita perbulan atau 416 kasus sehari
atau 17 balita perjam atau seorang balita perlima menit. Dapat disimpulkan bahwa
1
prevalensi penderita ISPA di indonesia adalah 9,4%. Sedangkan survei mortalitas
yang dilakukan oleh Subdit ISPA 2005, menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai
penyebab kematian bayi terbesar di indonesia dengan persentase 22,30% dari
seluruh kematian balita (Depkes, 2012).
Prevalensi penderita ISPA di Sulawesi Tengah berada di atas prevalensi
nasional yaitu sebesar 28,36%. Penyakit ISPA di sulawesi tengah berada di atas
prevalensi nasional yaitu sebesar 28,36%. Penyakit ISPA selalu menduduki
perangkat teratas setiap tahunnya dan berdasarkan data yang di peroleh yaitu pada
tahun 2012 jumlah penderita ISPA untuk pneumonia sebanyak 29.257 anak. Dari
data Dinkes Kota Palu jumlah penderita ISPA pada tahun 2013 dari bulan Januari
sampai Desember sebanyak 2.192 anak.
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik balita dengan infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA) di Puskesmas Tinggede Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi balita dengan infeksi saluran pernapasan
akut berdasarkan umur di Puskesmas Tinggede.
b. Mengetahui distribusi frekuensi balita dengan infeksi saluran pernapasan
akut berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Tinggede
c. Mengetahui distribusi frekuensi balita dengan infeksi saluran pernapasan
akut berdasarkan tempat tinggal di Puskesmas Tinggede.
d. Mengetahui distribusi frekuensi balita dengan infeksi saluran pernapasan
akut berdasarkan status gizi di Puskesmas Tinggede.
D. Manfaat Penelitian
a. Peneliti
Menambah pengetahuan dan informasi tentang karakteristik balita dengan infeksi
saluran pernapasan akut.
b. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pustaka di perpustakaan Program Studi
Pendidikan Dokter Universitas Tadulako.
c. Puskesmas Tinggede
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam memberikan
dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Keadaan umum
4
No Desa Jumlah Penduduk
1 Tinggede 6.399
2 Tinggede Selatan 1.524
3 Sunju 1.313
Puskesmas Tinggede 9.236
B. Telaah Pustaka
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) diadaptasi dari istilah dalam bahasa
sebagai berikut :
- Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
Dengan demikian, ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah
satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya sinus rongga telinga tengah
dan pleura, yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2002)
5
2. Etiologi
dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari
300 lebih jenis virus, bakteri dan ricketsia serta jamur. Beberapa virus penyebab
terdiferensiasi.
pernapasan atas.
pernapasan kecuali selama epidemi. Pada bayi dan anak, virus influenza lebih
bawah.
besar darinya bersifat ringan atau tidak bergejala. Demam faringitis dan
6
e. Rhinovirus dan koronavirus biasanya menimbulkan gejala yang terbatas pada
saluran pernapasan atas, paling sering hidung dan merupakan bagian yang
klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas 2 kelompok yaitu untuk umur kelompok
umur < 2 bulan dan 2 bulan sampai <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan
klasifikasi dibagi atas pneumonia berat dan bukan pneumonia. Sedangkan untuk
kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun klasifikasi dibagi atas pneumonia berat,
a. Pneumonia Berat
sebanyak 60 kali per menit atau lebih, adanya tarikan yang kuat pada
Tanda- tanda bahaya pada umur < 2 bulan adalah sebagai berikut:
7
2. kejang
2. kejang
b. Pneumonia
adanya frekuensi napas dengan batas napas cepat (fast breathing 50 kali
per menit).
Didasarkan pada adanya batuk atau kesulitan bernapas disertai adanya frekuensi
napas dengan batas napas cepat (fast breathing 40 kali per menit).
8
c. Batuk Bukan Pneumonia
napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
penyakit ISPA lain di luar Pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia
a. Common cold
sampai 14 hari.
b. Nasopharingitis
9
membuka mulut ketika bernapas. Muntah dan diare mungkin juga bisa
muncul.
c. Faringitis
Penyakit ini tidak lazim pada anak di bawah umur 1 tahun. Insidennya
1) Faringitis virus
puncaknya pada hari ke-2 sampai ke-3. Suara parau dan batuk sudah pasti
ada.
2) Faringitis streptokokus
keluhan nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Gejala-gejala ini dapat
tampak selama 12 jam atau lebih. Beberapa jam sesudah keluhan awal,
10
tenggorokan dapat menjadi nyeri dan pada sepertiga penderita ditemukan
pembesaran tonsil.
d. Sinusitis
pipi atau sekitar mata dan sakit kepala adalah gejala umum sinusitis.
e. Tonsilitis
berulang atau menetap dan rasa sakit ketika menelan atau bernapas.
f. Otitis Media
4. Cara penularan
Infeksi saluran pernapasan akut dapat ditularkan melalui air ludah, darah,
cipratan bersin, dan udara yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang
sehat ke saluran\ pernapasannya (Erlien, 2008). Salah satu penularan ISPA adalah
melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran
11
suatu suspensi yang melayang di udara. Bentuk aerosol dari penyebab penyakit
tersebut berupa droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernapasan yang
dikeluarkan tubuh secara droplet dan melayang di udara) dan dust (campuran
5. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain
A. Faktor Individu
a. Umur
karena saluran pernapasan bagian atas pada balita masih relatif kecil, pendek
dan sempit begitu juga pada saluran pernapasan bagian bawah, trakea dan
sempurna. Tidak hanya itu, sistem pergerakan mukosiliar juga masih belum
bahwa sistem imun pada balita masih belum sempurna (Djaja, 1999).
b. Jenis Kelamin
memiliki risiko lebih tinggi daripada anak perempuan untuk terkena ISPA.
Infeksi saluran penapasan lebih berat pada laki – laki dibandingkan dengan
12
perempuan. Dalam beberapa penelitian, mengatakan bahwa perbedaan
faktor yang telah disebutkan, regulasi hormon sex juga berkontribusi dengan
Berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan <
2500 gram. Berat badan lahir rendah mempunyai masalah khusus yang
disebabkan oleh belum maturnya multi sistem organ sehingga bayi yang lahir
dengan BBLR mempunyai faktor resiko yang tinggi untuk terjadinya infeksi
d. Status Gizi
e. Status Imunisasi
Sebagian kematian karena ISPA berasal dari penyakit sejenis ISPA yang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis dan campak. Program
imunisasi yang lengkap dapat mengurangi faktor risiko pada mortalitas karena
ISPA. Bayi dan balita yang mendapat imunisasi secara lengkap apabila
13
terserang ISPA diharapkan perkembangan penyakitnya tidak lebih berat dan
lama. Kini pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT) terbukti efektif
penyakit tersebut. Hal ini antara lain disebabkan karena sistem kekebalan
mengandung anti bakteri dan anti virus. Kandungan ASI juga mempunyai
14
h. Pemberian Makanan Pengganti/ Tambahan
angka yang tinggi menderita ISPA dibanding bayi yang mendapatkan ASI,
karena tidak semua nutrisi yang dibutuhkan bayi ada di dalam makanan
B. Faktor Lingkungan
a. Rumah:
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya
dari luas lantai. Ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan kelembaban
tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke
bagi penghuni rumah dan merupakan media atau tempat yang baik bagi
15
pertumbuhan bakteri – bakteri penyebab ISPA karena keaadan rumah
rumah dapat menyebabkan silau pada mata dan akhirnya dapat merusak
mata. Rumah yang sehat harus mempunyai luas jalan masuk cahaya
Kepadatan Hunian, menurut Depkes, yaitu rasio luas lantai seluruh ruangan
dibagi jumlah penghuni minimal 10 m2/orang dan luas kamar tidur minimal 8
m2, tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur
kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Luas bangunan yang tidak sebanding
tuberkulosis, meningitis, dan penularan parasit usus dari satu orang ke orang
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
2. Memberikan imunisasi yang lengkap pada anak agar terbentuk daya tahan
16
4. Menyediakan ventilasi dan pencahayaan yang cukup dalam rumah.
6. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
Perawatan dapat dilakukan di rumah, untuk batuk dapat memberikan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan
maka diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek, apabila pada pemeriksaan tenggorokkan didapat adanya bercak nanah
17
1. Kerangka Teori
Definisi
Umur
Etiologi
Jenis Kelamin
Klasifikasi
Status gizi
ISPA
Cara Penularan
Riwayat penyakit ISPA
sebelumnya
Faktor Risiko
Status imunisasi
18
2. Kerangka Konsep
Umur
Jenis Kelamin
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2 April 2018 sampai dengan 12 April
1. Populasi
(Sastroasmoro, 2010). Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua data
balita yang terdiagnosis ISPA di Puskesmas Tinggede Kab. Sigi tahun 2017.
2. Sampel
Sampel merupakan sebagian yang diambil dari populasi yang dipilih untuk dapat
memenuhi/mewakili populasi.
20
simple random sampling yaitu sampel yang diambil secara acak dari objek
populasi.
b) Besar sampel
Besar sampel sebanyak 97 data rekam medik balita yang terdiagnosis ISPA di
Puskesmas Tinggede Kab. Sigi Tahun 2017. Besar sampel diperoleh dari
rumus berikut:
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑 2 )
3477
=
1 + 3477 (0,12 )
3477
= = 97,2 ≈ 97 sampel
35,77
c) Keterangan:
d) n : Besar sampel
f) d : Data presisi absolut atau margin of error yang diinginkan diketahui sisi
proporsi (±10 %)
g) Kriteria restriksi
1. Kriteria inklusi
2017.
21
2. Kriteria eksklusi
1. Variabel penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang
2. Definisi operasional
a. Umur
Umur adalah usia balita yang dihitung berdasarkan tanggal, bulan dan
1 - < 5 tahun
22
b. Jenis kelamin
jenis kelamin.
Perempuan
c. Tempat tinggal
Tempat tinggal adalah suatu tempat berupa desa atau kelurahan yang
Desa Sunju
23
d. Status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu berupa rekam medis yang di
F. Pengolahan Data
data.
24
3. Entry, yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.
G. Analisa Data
1. Analisis univariat
Analisa ini digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap data hasil
H. Etika Penelitian
dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat
penelitian ini.
25
BAB IV
A. Hasil Penelitian
Dari hasil pengumpulan data dapat dilihat karakteristik balita dengan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas Tinggede Kab. Sigi terdapat empat
variabel yang diteliti yaitu umur, jenis kelamin, tempat tinggal, status gizi. Berikut
akan disajikan data hasil penelitian yang telah diperoleh dan akan dibahas dari
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Balita dengan Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Berdasarkan Umur di Puskesmas Tinggede tahun 2017
TOTAL 97 100
26
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa balita dengan infeksi saluran pernapasan akut
terbanyak sebanyak 67 orang (69,1 %) berumur 1 - < 5 tahun dan 30 orang (30,9 %)
Umur
69.1
Axis Title
30.9
67
30
Axis Title
27
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Balita dengan Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Tinggede tahun 2017
Laki-laki 54 55,7
Perempuan 43 44,3
Total 97 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa balita dengan infeksi saluran pernapasan berdasarkan
jenis kelamin laki- laki sebanyak 54 orang (55,7%) dan perempuan sebanyak 43
orang (44,3%).
28
Jenis Kelamin
55.7
Axis Title
44.3
54
43
Axis Title
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Balita dengan Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Berdasarkan tempat tinggal Puskesmas Tinggede Tahun 2017
Tinggede 48 49,4
Sunju 22 22,7
Total 97 100
29
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa balita dengan infeksi saluran pernapasan berdasarkan
T E M P A T T I NG G A L
49.4
AXIS TITLE
27.9
22.7
48
27 22
30
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Balita dengan Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Berdasarkan Status Gizi di Puskesmas Tinggede tahun 2017
Kurang 19 19,6
Baik 78 80,4
Total 97 100
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa balita dengan ISPA berdasarkan status gizi adalah
sebanyak 19 orang (19,6%) gizi kurang dan sebanyak 78 orang (80,4%) gizi baik.
Status Gizi
180
160
140
120 80.4
Axis Title
100
80 Persentase (%)
60 Frekuensi
40 78
19.6
20
19
0
Gizi Baik Gizi Kurang
Axis Title
31
B. Pembahasan
1. Analisis Univariat
Berdasarkan Umur
Hasil penelitian pada tabel 4.1 distribusi frekuensi balita dengan infeksi saluran
tahun.
Hal ini sesuai dengan teori dimana infeksi saluran pernapasan lebih banyak
menyerang usia balita. Oleh karena saluran pernapasan bagian atas pada balita masih
relatif kecil, pendek dan sempit begitu juga pada saluran pernapasan bagian bawah,
trakea dan bronkus mempunyai lumen yang sempit dan pertumbuhan paru belum
sempurna. Tidak hanya itu, sistem pergerakan mukosiliar juga masih belum sempurna
dan jumlah serum Ig A masih sangat sedikit, yang menandakan bahwa sistem imun
pernapasan akut terbanyak yang berjenis kelamin laki-laki 54 orang (55,7%). Dari
hasil penelitian Nur, H (2004) yang dikutip oleh Mairusnita (2009) menunjukkan
32
bahwa balita dengan jenis kelamin laki-laki menderita ISPA sebanyak 46,5% dan
balita berjenis kelamin perempuan sebanyak 38,4%. Dari hasil penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa penyakit ISPA dapat menyerang balita laki-laki maupun
perempuan namun persentase laki-laki sedikit lebih besar dibandingkan dengan balita
perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Nur, H (2004) yang dikutip Mairusnita
(2009) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
kejadian ISPA karena anak laki – laki maupun anak perempuan mempunyai
rumah (Jumlah jiwa per KK) yang terpadat penduduknya adalah Desa Tinggede
Menurut tabel 4.3 menunjukkan bahwa kelompok tempat tinggal penderita ISPA
tertinggi adalah Desa Tinggede dengan jumlah penderita 48 orang (49,4%). Desa
Tinggede memiliki luas wilayah yang lebih luas yaitu seluas 4,15 km². Tetapi
pemukiman di desa ini berhimpit, dengan jumlah wilayah terbesar yaitu sebanyak
6.399 jiwa dibandingkan desa yang lain dalam cakupan wilayah puskesmas
Tinggede. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kepadatan hunian
meningitis, dan penularan parasit usus dari satu orang ke orang lainnya.
33
d. Karakteristik Balita dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Hasil penelitian berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa status gizi balita
dengan infeksi saluran pernapasan akut sebanyak 78 orang (80,4%) yang memiliki
Hasil ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa imunitas balita akan turun
pada keadaan gizi kurang. Hal ini dapat terjadi karena tidak menutup kemungkinan
pada anak dengan gizi baik dapat lebih sering terkena ISPA dibandingkan dengan
anak dengan malnutrisi oleh karena adanya kontribusi faktor lain seperti lingkungan
dan pajanan asap rokok. Malnutrisi dapat lebih memudahkan seseorang terkena
infeksi, dan infeksi juga berperan untuk terjadinya malnutrisi. Kurangnya asupan
2. Keterbatasan Penelitian
Beberapa faktor risiko dari karakteristik balita dengan infeksi saluran pernapasan
akut seperti berat badan waktu lahir, pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan
pengganti, riwayat penyakit ISPA sebelumnya, riwayat terpapar asap rokok, dan
34
BAB V
A. Kesimpulan
1. Distribusi frekuensi balita dengan ISPA pada penelitian ini sebagian besar
2. Distribusi frekuensi balita dengan ISPA pada penelitian ini sebagian besar
3. Distribusi frekuensi balita dengan ISPA pada penelitian ini sebagian besar
4. Distribusi frekuensi balita dengan ISPA pada penelitian ini sebagian besar bergizi
B. Saran
perawatan anak di rumah apabila terserang ISPA, dan cara menjaga kebersihan
35
- Bagi Peneliti
Bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian yang sejenis dapat
- Bagi Institusi
36
DAFTAR PUSTAKA
Behrman ER,dkk, 2000, Ilmu kesehatan anak vol.2, 15th edn, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Citra Ayu Eka Permatasari, 2009, Faktor risiko kejadian ISPA ringan pada Baduta di
Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kota Depok, , diakses 7 September 2016.
Daulay, Ridwan, 2008, Kendala penanganan infeksi saluran pernapasan akut (ispa),
FK-USU, Medan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Buku Kesehatan Ibu dan Anak,
Depkes RI, Jakarta.
Ernawati, Farich A, 2012, Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dan Faktor Anak
dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Way Huwi, Puskesmas Karang
Anyar Kecamatn Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan 2012, diakses 7
September 2016 < http://afarich.com/147.pdf>.
Nasution Kholisah, 2009, Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban
Jakarta, Sari Pediatri, Vol. 11, No. 4, Desember 2009, diakses tanggal 2
September 2016.
37
Rahman Aidil, 2014, Pola Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Anak Air Padang Tahun 2012, Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3), diakses
tanggal 2 September 2016, <http://jurnal.fk.unand.ac.id>.
38