Anda di halaman 1dari 3

POLITIK HUKUM HAM TENTANG HAK-HAK POLITIK

PEREMPUAN DI INDONESIA

Nurhidayatuloh, S.H.I.,S,Pd.,S.H.,LL.M.,M.H.,M.H.I.

Perjuangan wanita dalam meningkatkan harkat dan martabatnya menjadi perhatian


dunia dan bahkan dari organisasi dunia PBB, terutama dari Negara-negara memiliki kultur
yang memandang wanita lebih sebagai objek disbanding sebagai subjek. Hal ini terutama
terjadi di beberapa Negara Timur Tengah dan bahkan di Negara asia, yang mendiskreditkan
peran wanita sebagai makhluk Tuhan yang memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki.
Diskriminasi peran wanita tidak hanya terjadi di Negara Timur Tengah saja, akan tetapi
merambah ke Negara-negara Eropa dan Amerika yang bukan hanya mendiskreditkan peran
wanita tetapi juga adanya perbedaan ras dan suku bangsa yang melakukan pelanggaran
HAM.
Pelanggaran HAM di Negara-negara Eropa dan Amerika bahkan memakan korban
yang sangat banyak. Tokoh-tokoh kulit hitam dunia yang memperjuangkan penghapusan
diskriminasi ras dan suku bangsayang memperjuangkan hak yang sama antara kulit hitam dan
kulit putih mendapat tantangan keras. Perjuangan penegakan HAM merupakan perjalanan
panjang dan kelam yang memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit.
Sejarah mencatat bahwa perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan
ajaran Islam, telah menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, yang lebih memanusiakan
manusia.
Peran PBB dalam menegakkan HAM telah teruji dengan semakin hilangnya
diskriminasi terhadap ras dan suku bangsa, selain itu meningkatnya peran wanita dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan politik dengan menciptakan kesetaraan gender antara wanita
dan laki-laki. Konsep HAM yang diterapkan merupakan hak dasar individu yang dimiliki
setiap manusia sebagai makhluk Tuhan.
Pengaturan tentang HAM mendapat restu dari Majelis Umum PBB dengan
dikeluarkannya resolusi Majelis Umum, yang mewajibkan pengaturan untuk menghilangkan
diskriminasi terhadap perempuan dengan memasukkan ke dalam konstitusi Negara yaitu
Undang-Undang Dasar atau peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk semua
Negara anggota PBB.
Ketika terjadi penghapusan diskriminasi ke dalam ranah politik dengan kultur
masyarakat Indonesia yang kurang apresiatif terhadap peranan perempuan dan system
demokrasi one man one vote, suatu saat bisa terjadi kursi kepemimpinan akan di pegang oleh
wanita atau jabatan politis dan jabatan penting dalam pemerintahan mayoritas akan dikuasai
oleh wanita.

HAKIKAT HAK ASASI MANUSIA


Hak asasi manusia yang merupakan hak universal yang dimiliki setiap individu tidak
dapat diganggu gugat oleh siapapun, dan konsep HAM telah diakomodir dalam konstitusi
Negara-negara di dunia termasuk Negara Republik Indonesia. Sehingga pelanggaran HAM
yang terjadi merupakan perbuatan melawan hukum dan undang-undang Negara.
Pemikir Barat mengatakan bahwa Islam bertentangan dengan nilai-nilai HAM,
walaupun pada kenyataannya konsep HAM sudah ada yaitu pada Piagam Madinah yang
dijadikan sebagai konstitusi Madinah pada saat penaklukan kota Makkahsebelum Barat
Penegakan HAM di Indonesia masih memerlukan perjalanan panjang, terbukti dengan
banyaknya kasus HAM yang sampai sekarang belum dapat diselesaikan. Dengan adanya
organisasi KOMNASHAM diharapkan Indonesia menjadi Negara yang dapat mewujudkan
dan menegakkan HAM yang lebih baik lagi. Sehingga manusia Indonesia mempunyai hak
dan kesempatan yang sama dalam kehidupan sosial, ekonomi, hukum dan politik, baik antara
laki-laki dan perempuan harus saling menghormati serta melengkapi antara satu dengan yang
lain.

POLITIK HUKUM HAM INTERNASIONAL KAITANNYA DENGAN KETERLIBATAN


POLITIK PEREMPUAN DI INDONESIA
Pada dasarnya hukum internasional mengatur hubungan antar Negara dan antar
organisasi internasional, yang dalam perkembangannya mengatur perilaku antar manusia.
Selain itu juga menyusun kerangka secara besar-besaran dalam rangka perlindungan HAM
dari intervensi Negara terutama setelah tahun 1945.UDHR merupakan titik awal bagi setiap
bangsa dan setiap individu di dunia ini atas penjaminan hak-haknya di dalam ranah sosial,
politik, hukum dan sebagainya.
Secara prinsipil penerimaan konsep HAM di dunia internasional adalah benar, di
mana pada sebagian pihak konsep HAM pada awalnya merupakan konsep yang hanya datang
dari Barat.
Pada awalnya tujuan penjaminan HAM merupakan proteksi bagi individu dalam
menghadapi pelaksanaan otoritas Negara atau pemerintah. Dalam perkembangannya , juga
mengarah kepada penciptaan kondisi masyarakat oleh Negara dalam mana individu dapat
mengembangkan potensi mereka sepenuhnya.
Secara de jure pengaturan spesifik tentang hak asasi perempuan tertuang dalam
beberapa konvensi mengenai penjaminan hak asasi manusia terhadap perempuan yaitu hak
untuk memilih dan dipilih dalam melakukan semua fungsi baik sipil maupun politik tanpa
diskriminasi. Dalam bidang politik, perempuan Indonesia memiliki kesempatan yang sama
dengan laki-laki untuk menjadi politikus.
Negara-negara pihak Konvenan berjanji untuk menjamin hak yang sama antara laki-
laki dan perempuan untuk menikmati hak-hak sipil dan politik yang diatur dalam Konvenan.
Dalam Konvensi disebutkan bahwa Negara-negara pihak mengutuk diskriminasi terhadap
perempuan dalam segala bentuk dan bersepakat dengan segala cara yang tepat dan tanpa
ditunda-tunda untuk menjalankan kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap
perempuan. Menetapkan perlindungan hukum terhadap hak perempuan atas dasar persamaan
dengan kaum laki-laki, dan menjamin perlindungan bagi kaum perempuan yang aktif
terhadap setiap prilaku diskriminatif, melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan-
badan lainnya.
Selanjutnya, tidak ada pembedaan atas dasar kedudukan, politik hukum atau
kedudukan internasional dari Negara atau daerah darimana seseorang berasal, baik dari
Negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada
di bawah batasan kedaulatan yang lain yang di pertegas dalam CEDAW.
KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI VERSUS AFFIRMATIVE ACTION
Keputusan MK yang merupakan lembaga penjaga dan pengawal konstitusi yang
membatalkan kebijakan hukum affirmative secara tidak langsung berimbas pada tidak
berlakunya system affirmative action sebagai hukum yang berpihak pada perempuan.
Kebijakan hukum affirmative yang merupakan karya DPR, mempunyai kesesuaian dengan
instrument hukum internasional (CEDAW) bertujuan untuk mengangkat peranan perempuan
dalam ranah politik.

HAK POLITIK PEREMPUAN DALAM PARADIGMA GENDER DI INDONESIA


Undang-undang No. 7 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dalam pelaksanaannya sangat
lemah karena bertentangan dengan relativisme nilai yang berlaku di Indonesia. Fungsi
konvensi adalah tawaran perubahan atas norma sosial yang dianggap merugikan suatu
kelompok dan menyalahi asas kemanusiaan. Pernyataan inferioritas UU No. 7 Tahun 1984
terhadap norma sosia yang berlaku sangat bertentangan dengan tujuan konvensi penghapusan
segala bentukdiskriminasi terhadap perempuan.
Isu kesetaraan gender dalam dunia politik di Indonesia terutama dalam system pemilu
yang bersifat langsung baik legislative maupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
belum dapat terwujud terbukti dengan prosentase perempuan yang duduk di legislative
maupun esekutif (Menteri).
Dalam piagam PBB terdapat konsep HAM yang melindungi perempuan tentang hak-
hak politiknya, yang tidak dapat diganggu gugat dan merupakan hak yang paling mendasar.
Konsep HAM tersebut dijabarkan dalam Deklarasi Universal dan khususnya CEDAW yang
mengatur tentang hak asasi perempuan dalam kehidupan sosial dan politiknya.
Hukum internasional sangat penting dalam menerapkan nilai-nilai universal HAM,
terutama di Negara-negara berkembang seperti Indonesia harus segera dilaksanakan dan
mencantumkan nilai-nilai HAM dalam undang-undang dan bahkan konstitusi. Konsep
tersebut menegaskan tidak ada diskriminasi perempuan terhadap laki-laki khususnya dalam
ranah politik.
Sebagai Negara yang menjunjung HAM, peraturan perundangan tentang HAM di
Indonesia merupakan hasil kUU No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia menjamin
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam ruang public dan UU No. 2 Tahun 2008
tentang partai politik memberikan 30 persen keterlibatan perempuan di ranah politik.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) merubah struktur pemberlakuan affirmative
action, sehingga perempuan kembali menghadapi masalah gender. Hal ini bertentangan
dengan CEDAW yang melindungi kesetaraan gender.

Anda mungkin juga menyukai