Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ILMU PENYAKIT INFEKSIUS II

RESPON IMUN AYAM PETELUR PASCAVAKSINASI EGG


DROP SYNDROME

OLEH

RIRI AGUSMANEPI

NPM. 1402101010036

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2017
RESPON IMUN AYAM PETELUR PASCAVAKSINASI EGG
DROP SYNDROME

Egg drop syndrome (EDS) virus dilaporkan pertama kali oleh Van Eck et
al. (1976). Infeksi oleh virus ini menyebabkan penurunan produksi telur ayam dan
menurunkan kualitas kerabang telur. Vaksin inaktif EDSV pertama kali dikenalkan
pada tahun 1977(Baxandale, dkk. 1980. Disitasi oleh Gutter, 2008).

Egg drop syndrome (EDS) disebabkan oleh duck adenovirus-I genus


Atadenovirus famili Adenoviridae (Salihu, 2010; Hafez, 2011. Disitasi oleh
Kencana, 2017). Penularan penyakit EDS dapat terjadi secara vertikal maupun
horizontal (Suresh, 2013. Disitasii oleh Kencana, 2017). Virus EDS dapat
ditularkan melalui udara tercemar, tumbuh di epitel permukaan hidung kemudian
diikuti dengan viremia dan antigen dapat terdeteksi dalam jaringan limfoid (Hafez,
2011).

Unggas yang terinfeksi EDSV menyebabkan ovarium menjadi tidak aktif,


kemudian terjadi atropi pada oviduct dan uterus sehingga mempengaruhi produksi
dan kualitas telur (CFSPH, 2006).

Vaksin EDS yang tersedia umumnya adalah vaksin inaktif sediaan tunggal
maupun kombinasi. Penggunaan vaksin kombinasi sangat menguntungkan bagi
peternak karena efisiensi waktu dan lebih ekonomis jika dibandingkan dengan
pemberian vaksin tunggal. Keuntungannya karena vaksin kombinasi dapat
diberikan sekaligus untuk mencegah lebih dari satu penyakit tergantung
kombinasinya sehingga menurunkan tingkat stres pada ayam akibat vaksinasi yang
berulang. Penggunaan vaksin kombinasi kadangkala juga dapat mempengaruhi
efektivitas vaksin dalam menginduksi pembentukan titer antibodi yang protektif
(Cardoso, 2005).

Peningkatan titer antibodi EDS pascavaksinasi dapat diuji dengan uji


serologi hemaglutinasi dan hambatan hemaglutinasi (HA/HI) (OIE., 2012). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bartha et al., (1981), menunjukkan adanya antibodi
terhadap EDS pada serum unggas liar yang diambil sebelum tahun 1975. Antibodi
terhadap EDS pernah ditemukan pada ayam broiler yang tidak menunjukkan gejala
klinis (Meulemans,1979). Jingliang (2011) melaporkan bahwa egg drop syndrome
yang terjadi pada bebek di China juga disebabkan oleh Barley Yellow Dwarf (BYD)
virus yang merupakan genus dari Flavivirus.

Abnormalitas telur juga tampak yang ditandai dengan kerabang telur


lunak, terjadi perubahan warna telur menjadi lebih pucat, lembek atau kasar
sehingga telur berubah bentuk dengan ukuran yang tidak seragam atau ukurannya
menjadi lebih kecil. Gejala klinis EDS bentuk ringan adalah hilangnya warna atau
pigmen cangkang telur terutama ditemukan pada telur yang berwarna coklat diikuti
dengan menipisnya cangkang telur (Tabbu, 2000).

Apabila ketika masih embrio atau ayam yang terinfeksi sebelum mencapai
dewasa kelamin, maka virus EDS akan bersifat laten, virus EDS ditemukan sampai
ayam mencapai dewasa kelamin (Mc Ferran dan Smyth, 2000). Berbeda halnya
dengan ayam, infeksi EDS pada angsa menyebabkan trakeitis dan bronchitis
(Ivanics ,2001).

Tidak ada pengobatan yang efektif untuk penyakit EDS. Salah satu cara
untuk mencegah penyakit EDS adalah dengan melakukan vaksinasi ayam sebelum
masa bertelur (umur 14-16 minggu) dengan menggunakan vaksin inaktif (Kencana,
2012). Vaksinasi bertujuan untuk membentuk antibodi spesifik terhadap virus EDS.
Intensitas dari respon imun humoral dapat ditunjukan oleh peningkatan titer
antibodi (Radji, 2010). Vaksin inaktif kovensional EDS pertama kali
dikembangkan pada tahun 1977 (Baxendale, 1980). Produksi vaksin EDS
umumnya menggunakan telur bebek berembrio, karena virus EDS tumbuh dengan
baik pada telur bebek berembrio sedangkan pada telur ayam berembrio virus EDS
tidak mau tumbuh (Gutter, 2008).

Kasus EDS terkadang dapat ditemukan juga pada ayam petelur yang telah
divaksinasi ditandai dengan gejala penurunan produksi telur. Hal ini kemungkinan
karena vaksin yang digunakan tidak bagus. Pada umumnya vaksinasi EDS
dilakukan pada ayam petelur sebelum masa berproduksi yakni pada umur 14-16
minggu tanpa diikuti dengan vaksinasi ulangan atau booster. Dengan demikian, titer
antibodi yang terbentuk merupakan respon imun primer yang sangat menentukan
tingkat kekebalan ayam petelur terhadap penyakit EDS. Respon imun primer akan
merangsang terbentuknya sel memori yang berperan dalam reaksi imunitas ketika
tubuh kembali terpapar oleh antigen yang sama atau sering disebut dengan respon
imun sekunder. Rasool et al (2005) menyatakan bahwa virus EDS hanya
mengaglutinasi sel darah merah unggas tetapi tidak mengagglutinasi sel darah
merah mamalia.

Uji Hemaglutinasi (HA) dilakukan untuk mengetahui adanya virus yang


mampu menghemagutinasi sel darah merah 1%. Sifat virus yang demikian dimiliki
pula oleh virus EDS sehingga uji HA digunakan untuk mendeteksi virus EDS dan
uji HI yang digunakan untuk mengkonfirmasi antibodi EDS.

Vaksin inaktif akan menjadi lebih baik dengan ditambahkan adjuvan/


iscom yang berfungsi sebagai depot antigen. Adjuvan pada vaksin inaktif memiliki
fungsi untuk melindungi antigen dari perusakan yang disebabkan oleh respon imun.
Adanya adjuvan dalam vaksin inaktif membuat vaksin membutuhkan waktu yang
relatif lama untuk memicu pembentukan antibodi, namun respon kekebalan yang
terbentuk juga akan bertahan lebih lama didalam tubuh ayam (Tabbu, 2000).
Grafik peningkatan titer antibodi EDS ( Kencana, 2017)

Pada grafik diatas menunjukkan terjadi peningkatan titer antibodi yang


sangat nyata sejak minggu ke-1 hingga minggu ke-3. Pada minggu ke-1
pascavaksinasi menunjukkan titer antibodi EDS yang yang rendah, disebabkan
karena pemberian adjuvan pada vaksin EDS. Pada minggu ke-2 pemberaian vaksin
inaktif polivalen EDS yang digunakan telah mampu merangsang terbentuknya titer
antibodi protektif terhadap penyakit EDS pada ayam petelur, hal ini menunjukkan
bahwa antigen yang terkandung dalam vaksin EDS inaktif polivalen telah mampu
merangsang diferensiasi sel limfositt B menjadi sel plasma yang selanjutnya
menjadi antibodi dengan jumlah yang memadai dan berperan untuk melindungi
ayam dari kasus penyakit EDS. Sampai minggu ke-3, titer antibodi EDS masih
mengalami peningkatan meskipun tidak sebesar peningkatan antibodi pada minggu
ke 2. Hal ini menunjukkan mulai minggu ke-3 laju peningkatan antibodi mulai
menurun yang diakibatkan oleh degradasi antigen yang lebih intensif dalam tubuh
ayam. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian vaksin EDS inaktif
polivalen pada ayam petelur umur 14 minggu mampu memicu peningkatan respon
imun primer yang ditandai dengan peningkatan titer antibodi terhadap EDS yang
terjadi setiap minggu (Kencana, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Baxendale, W., Lutticken, D., Hein, R. & McPherson, I. (1980). Theresults of field
trials conducted with an inactivated vaccine against theegg drop syndrome
76 (EDS 76). Avian Pathology 9. 77-91. Disitasi oleh Gutter B, Fingerut
E, Gallili G, Eliahu D,Perelman B, Finger A, Pitcovski J.2008.
Recombinant Egg DropSyndrome Subunit Vaccine Offers An Alternative
To Virus Propagation In Duck Eggs. J Avian Pathology 37(1): 33-37.

Cardoso, W.M., Aguiar, F.J.L.C., Romao, J.M.,Oliveira, W.F., Salles, R.P.R.,


Teixeira, R.S.C.,Sobral, M.H.R. 2005. Effect of AssociatedVaccines on
the Interference between Newcastle Disease Virus and Infectious
Bronchitis Virus in Broilers. Brazilian J of Poultry Sci 7(3): 181-184.
Disitasi oleh Kencana,G.A.Y.,I.N. Suartha.,I Putu,W.A.W.2017. Respons
Imun Primer Ayam Petelur Pascavaksinasi Egg Drop Syndrome. Buletin
Veteriner Udayana 2 (9). 164-170

CFSPH The Center for Food Security and PublicHealth. 2006. Egg Drop
Syndrome. www.cfsph.iastate.edu.(05 November 2017).

Gutter B, Fingerut E, Gallili G, Eliahu D,Perelman B, Finger A, Pitcovski J.2008.


Recombinant Egg DropSyndrome Subunit Vaccine Offers An Alternative
To Virus Propagation In Duck Eggs. J Avian Pathology 37(1): 33-37.

Hafez M. 2011. Avian Adenoviruses Infections withSpecial Attention to Inclusion


Body Hepatitis/Hydropericardium Syndrome and Egg Drop Syndrome.
Pak Vet J 31(2): 85-92.

Ivanics E, Vilmos P, Robert G, Adam D,Vilmos P, Tamas R, Maria B. 2001.The


Role Of Egg Drop Syndrome Virus In Acute Respiratory Disease Of
Goslings.J Avian Pathol 30: 201-208. Disitasi oleh Kencana,G.A.Y.,I.N.
Suartha.,I Putu,W.A.W.2017. Respons Imun Primer Ayam Petelur
Pascavaksinasi Egg Drop Syndrome. Buletin Veteriner Udayana 2 (9).
164-170

Jingliang S, Shuang L, Xudong H, XiulingY, Yongyue W, Peipei L, Xishan


L,Guozhong Z, Xueying H, Di L, Xiaoxia L, Wenliang S, Hao L, NgaiSM,
Peiyi W, Ming W, Kegong T,George FG. 2011. Duck Egg-DropSyndrome
Caused by BYD Virus, aNew Tembusu-Related Flavivirus. JPlos ONE
6(3): e18106. Disitasi oleh Kencana,G.A.Y.,I.N. Suartha.,I
Putu,W.A.W.2017. Respons Imun Primer Ayam Petelur Pascavaksinasi
Egg Drop Syndrome. Buletin Veteriner Udayana 2 (9). 164-170

Kencana GAY. 2012. Penyakit Virus Unggas. Udayana University Press. Denpasar.
ISBN. 978-602-7776-012.CetakanpertamaPp:110-118.

Kencana,G.A.Y.,I.N. Suartha.,I Putu,W.A.W.2017. Respons Imun Primer Ayam


Petelur Pascavaksinasi Egg Drop Syndrome. Buletin Veteriner Udayana 2
(9). 164-170

Rasool, M. H., Rahman, S. U., and Mansoor, M. K. 2005. Isolation Of Egg Drop
Syndrome Virus And Its Molecular Characterization Using Sodium
Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis. Pakistan Vet J
25(4): 155-158. Disitasi oleh Kencana,G.A.Y.,I.N. Suartha.,I
Putu,W.A.W.2017. Respons Imun Primer Ayam Petelur Pascavaksinasi
Egg Drop Syndrome. Buletin Veteriner Udayana 2 (9). 164-170

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Kanisius. Yogyakarta.


344-354.

Anda mungkin juga menyukai