Anda di halaman 1dari 3

Mengapa Harus Ada Pegadaian Syariah?

Edwina
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sultan Agung
Drs Osmad Muthaher, M.Si
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Agung Semarang

Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-
hasbu. Secara etimologis, arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-hasbu berarti penahanan
terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang
tersebut. Sedangkan menurut Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh
mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu.
Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-Mughni adalah
sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuh dari harganya,
apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang.
Sedangkan rahn menurut istilah sebagaimana dikemukakan para ulama adalah sebagai
berikut:
a. Hanafiyah: “Menjadikan sesuatu tertahan karena ada kewajiban yang harus dipenuhinya, seperti
utang.”
b. Malikiyah: “Sesuatu yang dikuasa sebagai kepercayaan karena adanya utang.”
c. Syafi’iyah dan Hanabilah: “Menjadikan barang sebagai jaminan (kepercayaan) atas utang yang
dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang pada waktunya tidak bisa
membayar utangnya.”
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukuk Ekonomi Syariah Pasal 20 mendefinisikan rahn sebagai berikut: “Pengusaan
barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.”
Dari definisi yang dikemukakan para ulama diatas tentang rahn, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dinamakan gadai adalah akad sebuah kepercayaan dengan cara menjadikan sesuatu
sebagai barang jaminan atas utang yang harus dibayarnya. Dan apabila utang pada waktunya
tidak terbayar, maka barang yang dijadikan jaminan tersebut dapat dijual untuk membayar
utangnya.

Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional

No. Pegadaian Syariah Pegadaian Konvensional


1. Biaya administrasi berdasarkan barang. Biaya administrasi berupa persentase
yang didasarkan pada golongan barang.
2. 1 hari dihitung 5 hari. 1 hari dihitung 15 hari.
3. Jasa simpanan berdasarkan simpanan. Sewa modal berdasarkan uang pinjaman.
4. Apabila pinjaman tidak dilunasi, Apabila pinjaman tidak dilunasi, barang
barang jaminan akan dijual kepada jaminan dilelang kepada masyarakat.
masyarakat.
5. Uang pinjaman 90% dari taksiran. Uang pinjaman untuk golongan A 92%,
sedangkan untuk golongan BCD 88%-
86%.
6. Penggolongan nasabah D-K-M-I-L. Penggolongan nasabah P-N-I-D-L.
7. Jasa simpanan dihitung dengan Sewa modal dihitung dengan persentase
konstanta x taksiran. x uang pinjaman.
8. Maksimal jangka waktu 3 bulan. Maksimal jangka waktu 4 bulan.
9. Kelebihan hasil dari penjualan barang Kelebihan uang hasil lelang tidak diambil
tidak diserahkan ke nasabah tapi ke oleh nasabah, tetapi menjadi milik
lembaga ZIS pegadaian

Tonggak awal kebangkitan Pegadaian ditandai dengan Terbitnya PP/10 tanggal 1 April
1990. Sedangkan dasar hukum dari pegadian terdapat pada Quran Surat al-Baqarah ayat 283,
hadis Bukhari Muslim, hadis al-Nasai, hadis al-Bukhari, dan lain-lain serta terdapat dalam ijma’
para ulama.
Rukun gadai terdiri dari : shighat, orang yang menggadaikan (rahin), orang yang
menerima gadai (murtahin), harta yang dijaminkan (marhun), hutang (marhun bih). Sedangkan
syarat gadai terdiri dari : rahin dan marhun (mempunyai kecakapan), marhun (dapat dijual
apabila pada waktunya utang tidak terbayar yang nilainya seimbang dengan utang), marhun bih
(merupakan hak yang harus dikembalikan kepada rahin), shighat (diungkapkan dengan kata-
kata).
Tujuan pegadaian adalah sebagai pencegahan ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak
wajar lainnya. Manfaat dari pegadaian adalah bagi nasabah tersedianya dana dengan prosedur
yang relatif sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan
pembiayaan/kredit perbankan. Sedangkan bagi perusahaan pegadaian adalah mendapatkan
penghasilan yang bersumber dari sewa yang dibayarkan oleh peminjam dana. Resikonya adalah
tak terbayarkan utang nasabah dan penurunan nilai asset yang ditahan atau rusak.
Status gadai terbentuk saat terjadinya akad atau kontrak utang piutang bersama dengan
penyerahan jaminan. Mengenai penggunaan barang gadai oleh penggadaian terdapat perbedaan
pandangan di kalangan muslim. Jika telah jatuh tempo, orang yang menggadaikan barang yang
berkewajiban melunasi utangnya. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha tentang
barang gadai yang rusak atau hilang di tangan penerima gadai. Akad rahn dipandang berakhir
atau habis dengan beberapa keadaan seperti rahn membayar utangnya.
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal yaitu Sebagai produk pelengkap
dan Sebagai produk tersendiri. Dalam mekanisme perjanjian gadai syariah, akad perjanjian yang
dapat dilakukan antara lain: akad al-qardhul hasan,akad al-mudharabah, akad ba’I al-
muqayyadah, akad ijarah, akad musyarakah amwal al-inan.
Layanan jasa serta produk yang ditawarkan oleh pegadaian syariah adalah: Pemberian
pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai, Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas
dasar hukum gadai, Penitipan barang (ijarah), Gold counter.
Jadi, apa sih perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional? Perbedaannya
ada pada biaya adaministrasi, pengelolaan biaya hasil penjualan barang yang tidak diambil oleh
nasabah dan lain-lain. Maka dari itu dengan adanya pegadaian syariah ini sangat membantu
masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan ekonominya.

DAFTAR PUSTAKA

Muthaher, Osmad. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah. Graha Ilmu.

Muthaher, Osmad. 2017. Keuangan Perbankan Syariah. Semarang: CV EF Press Digimedia.

Anda mungkin juga menyukai