Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PNEUMONIA KOMUNITAS

Disusun Oleh :
Melissa Juliana / 01073170068

Pembimbing :
dr. Samuel Sunarso, Sp.P, FPCP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE APRIL – JUNI 2019
TANGERANG
BAB I
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. OS
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 64 tahun
Status perkawinan : Menikah
Agama : Kristen
No. Rekam medis : 45-29-XX
Tanggal Masuk RS : 19 April 2019

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada hari Jumat, 20 April 2019 di bangsal lantai 2
Rumah Sakit Umum Siloam (RSUS).

Keluhan Utama
Batuk yang memberat sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUS dengan keluhan batuk yang memberat sejak 3 hari
SMRS. Pasien mengaku telah mengalami batuk selama 2 minggu akan tetapi semakin
parah sejak 3 hari terakhir. Pasien mengatakan bahwa saat batuk dahak sulit untuk
keluar, namun saat keluar, dahak berwarna putih kehijauan dan kental. Pasien
menyangkal adanya bercak darah berwarna merah segar ataupun darah berwarna
hitam saat batuk. Pasien mengatakan bahwa tidak ada pencetus dari batuk. Pasien
mengaku terkadang merasa sesak nafas jika batuk sangat parah, namun kemudian
sesak menghilang jika batuk mereda. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi dan tidak
ada bunyi ‘ngik’ saat pasien mengalami sesak. Pasien juga mengalami demam sejak 2
hari SMRS. Demam meningkat secara perlahan dan suhu tertinggi yang diukur adalah
39oC. Sifat demam berangsur-angsur semakin tinggi dan terus-menerus (pola step
ladder).

1
Pasien juga merasa lemas dan pegal pada seluruh tubuh. Pasien mengalami penurunan
napsu makan sejak 7 hari terakhir. Jumlah makan pasien berkurang menjadi ½ porsi
dari biasanya. Pasien mengatakan bahwa terkadang terdapat mual, namun tidak ada
muntah. Pasien menyangkal adanya keringat malam, penurunan berat badan. Pasien
juga menyangkal adanya nyeri dada, berdebar-debar, bengkak pada kedua kaki dan
keterbatasan beraktivitas. Saat malam hari, pasien hanya tidur menggunakan 1 bantal.
Tidak ada keluhan pada BAB dan BAK pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal adanya keluhan serupa sebelumnya. Riwayat hipertensi, diabetes,
asma, jantung, flek paru dan alergi disangkal. Pasien mengaku belum pernah dirawat
di rumah sakit.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat rutin. Pasien hanya mengkonsumi obat batuk
seperti OBH dan Vicks Formula 44, namum batuk tidak kunjung membaik. Tidak ada
riwayat minum obat selama 6 bulan.

Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki riwayat merokok 2 bungkus rokok setiap harinya selama 30 tahun.
Indeks Brinkman : 24 batang x 30 tahun = 720 (perokok berat). Pasien telah berhenti
merokok sejak 10 tahun yang lalu. Pasien menyangkal mengkonsumsi alkohol. Pasien
selalu berolahraga jalan pagi setiap hari sejauh 2 km.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berasal dari kalangan menengah kebawah. Saat ini pasien sudah tidak bekerja
sejak tahun 2016. Riwayat pekerjaan pasien adalah supir pribadi.

Riwayat Diet
Pola makan pasien teratur, yaitu 3 kali sehari. Makanan yang biasa dikonsumsi yaitu
nasi dengan lauk pauk sederhana buatan rumah. Sejak 1 minggu yang lalu, nafsu
makan pasien berkurang sehingga saat makan pasien hanya menghabiskan ½ porsi
dari biasanya.

2
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki keluhan serupa dalam keluarga pasien. Riwayat penyakit
paru di dalam keluarga dan lingkungan sekitar disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4 M6 V5)

Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 130/70
Laju napas : 25x/menit
Nadi : 130x/menit
Suhu : 39,5 oC
SpO2 : 95% on room air  98% dengan O2 3 lpm Nasal Canule

Status Gizi
Berat Badan : 80 kg
Tinggi Badan : 168 cm
IMT : 28,34 (overweight)

Status Generalis
Kepala Normosefali, rambut keputihan, tersebar merata
Wajah Normofasialis, pucat (-), sianosis (-)
Mata Sklera ikterik (-/-), konjungtiva pucat (-/-), pupil bulat
isokor 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+.
Telinga Normotia, simetris, sekret (-/-), darah (-/-)
Hidung Napas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-)
Tenggorokan T1 – T1, arkus faring simetris, uvula ditengah, faring
hiperemis (-), detritus (-)
Leher Pembesaran KGB (-), tidak ada deviasi trakea, JVP 5 + 2
cm
Paru-paru  Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris saat statis dan
(anterior) dinamis, bekas luka operasi (-), retraksi (-), memar (-).

3
 Palpasi : Pengembangan dada simetris, tactile vocal
fremitus simetris
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki +/+ basah
kasar pada ke-2 basal paru, wheezing -/-
Paru-Paru  Inspeksi : Bentuk punggung normal, skoliosis (-),
(posterior) simetris saat statis dan dinamis, bekas luka operasi (-),
retraksi (-), memar (-).
 Palpasi : Pengembangan dada simetris kanan dan
kiri, tactile vocal fremitus kanan dan kiri simetris
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki +/+ basah
kasar pada ke-2 basal paru, wheezing -/-
Jantung  Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, tidak teraba
adanya thrill atau heave.
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen  Inspeksi : cembung, bekas luka (-), massa (-), spider
naevi (-), caput medusa (-), striae (-)
 Auskultasi: Bising usus (+) normal, metallic sound (-),
bruit (-)
 Perkusi: Timpani di seluruh region abdomen
 Palpasi: Nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Ekstremitas  Look : Deformitas (-), sianosis (-), ruam (-), jaundice (-),
needle track (-)
 Feel : Akral hangat, CRT <2 detik, nyeri tekan (-), nadi
teraba kuat simetris, pitting edema (-)

4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Test Result Unit Reference Range
Hemoglobin 15.70 g/dL 13.20 – 17.30
Hematokrit 43.70 % 40.00 – 52.00
Eritrosit 4.64 10^6/L 4.40 – 5.90
Leukosit 17.94 H 10^3/L 3.80 – 10.60
 Basophil 0 % 0–1
 Eosinophil 0 % 1–3
 Band neutrophil 3 % 2–6

 Segment neutrophil 85 % 50 – 70

 Lymphocyte 5 % 25 – 40

 Monocyte 7 % 2–8

Trombosit 258 10^3/L 150.000 – 440.000


ESR 4 mm/hours 0 – 15
MCV 94.20 fL 80 – 100.00
MCH 33.80 pg 26.00 – 34.00
MCHC 35.90 g/dL 32.00 – 36.00

Test Result Unit Reference Range

AST/SGOT 29 U/L 0-40

ALT/SGPT 42 U/L 0-41

Ureum 27 mg/dL < 50.00

Kreatinin 1.06 mg/dL 0.5 – 1.3

eGFR 73.8 mL/mnt/1.73 m2 >60

GDS 139 mg/dL < 200.0

Sodium (Na) 134 L mmol/l 137 – 145

Potasium (K) 3.9 mmol/L 3.6 – 5.0

Klorida (Cl) 97 mmol/L 98 – 107

5
Analisa Gas Darah (dengan O2 3 lpm)
Blood Gas Analysis Result Unit Reference Range
pH 7.44 7.350 – 7.450
pO2 103 mmHg 83 – 108
pCO2 28.0 L mmHg 35.0 – 48.0
HCO3 (-) 18.4 L mmol/L 21.0 – 28.0
Total CO2 19.2 L mmol/L 24.0 – 30.0
Base Excess (BE) -3.9 L mmol/L (-) 2.4 – (+) 2.3
O2 Saturation 98.1 H % 95.0 – 98.0
Electrolyte Blood Gas
Sodium 138.0 mmol/L
Potassium 3.06 mmol/L
Calcium 0.38 mmol/L
Hematocrit 39 %

Kesan : Respiratori alkalosis terkompensasi penuh

Kultur Sputum
Specimen : Sputum
Isolate 1 : Insignificant growth of normal oropharyngeal flora Streptococcus alfa
hemolytic – viridans group

6
X-Ray Thorax

Paru : Infiltrat pada lapangan bawah paru bilateral


Mediastinum : Normal
Trakea dan Bronkus : Normal
Hilus : Normal
Pleura : Normal
Diafragma : Normal
Jantung : CTR 55%
Aorta : Elongasi dan Kalsifikasi
Vertebra Thorakal dan Tulang Lainnya : Normal
Jaringan Lunak : Normal
Abdomen yang tervisualisasi : Normal
Leher yang tervisualisasi : Normal

7
KESAN :
Kardiomegali dengan aorta elongasi dan kalsifikasi
Pneumonia

RESUME
Pasien, laki-laki, dengan usia 64 tahun datang dengan keluhan batuk yang memberat
sejak 3 hari SMRS. Pasien telah mengalami batuk selama lebih kurang 2 minggu,
namun memberat sejak 3 hari terkahir. Pada saat batuk, pasien sulit untuk
mengeluarkan dahak. Jika dahak keluar, warnanya adalah putih kehijauan dan kental.
Pasien terkadang mengalami sesak jika sedang batuk hebat namun sesak membaik
jika batuk mereda. Selain batuk, pasien juga merasa lemas dan demam. Demam
dirasakan 2 hari SMRS. Demam meningkat secara perlahan dan suhu tertinggi yang
diukur adalah 39oC. Pasien menyangkal adanya nyeri dada, keringat malam,
penurunan berat badan dan bengkak pada kedua kaki. Pasien memiliki riwayat
merokok 2 bungkus per hari selama 30 tahun.

Pada tanda-tanda vital, ditemukan nadi 130x/menit, laju napas 25x/menit, dan suhu
39,5oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronchi basah kasar pada kedua
basal paru. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis, penurunan natrium.
Pada pemeriksaan analisa gas darah didapatkan respiratorik alkalosis terkompensasi
penuh. Pada kultur sputum ditemukan insignificant growth of normal oropharyngeal
flora Streptococcus alfa hemolytic – viridans groups. Pada pemeriksaan x-ray thorax
didapatkan adanya infiltrat pada lapangan bawah paru bilateral.

DIAGNOSIS
Pneumonia Komunitas

DIAGNOSIS BANDING
TB Paru Kasus Baru
Bronkiektasis
PPOK Eksaserbasi Akut

8
TATALAKSANA
Supplementasi O2 nasal canule, target saturasi 95-100%
NaCl 0,9% 500ml/8jam
Ceftazidime IV 1g TDS
N-Acetylsistein PO 200mg TDS
Paracetamol PO 500mg TDS PRN
Omeprazole IV 40mg BD
Diet biasa

PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : bonam
Quo Ad Functionam : bonam
Quo Ad Sanationam : bonam

FOLLOW-UP
21/02/2019 S : Pasien mengatakan bahwa sudah tidak ada sesak, lemas sudah
berkurang. Napsu makan pasien sudah mulai membaik. Batuk masih
ada namun berkurang.
O:
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80
HR : 88x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,6oC
SpO2 : 98% room air
Thorax :
 Inspeksi: pergerakan dada simetris
 Palpasi : pengembangan dada simetris, tactile vocal fremitus
simetris
 Perkusi : sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler +/+, Rh +/+ ronchi basah kasar, Wh -/-
A : Pneumonia Komunitas

9
P:
NaCl 0,9% 500ml/8jam
Ceftazidime IV 1g TDS
N-Acetylsistein PO 200mg TDS
Paracetamol PO 500mg TDS PRN
Omeprazole IV 40mg BD

22/02/2019 S : Pasien mengatakan sudah tidak lemas, sesak (-). Napsu makan
pasien sudah baik. Batuk masih ada namun jauh lebih berkurang.
O:
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80
HR : 80x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : 36,4oC
SpO2 : 98% room air
Thorax :
 Inspeksi: pergerakan dada simetris
 Palpasi : pengembangan dada simetris, tactile vocal fremitus
simetris
 Perkusi : sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler +/+, Rh +/+ basah kasar berkurang
dibandingkan kemarin, Wh -/-
Lab 21/4/19
Hb : 14,9
Ht : 42,2
RBC : 4,5
WBC : 4,88
Platelet : 228
MCV / MCH / MCHC : 93,8 / 33,1 / 35,3
A : Pneumonia Komunitas
P : Rencana pulang hari ini

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA KOMUNITAS

I. Definisi
Secara klinis, pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan pada paru-paru
yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme baik bakteri, virus, jamur dan
parasit. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
tidak termasuk. Peradangan paru yang disebabkan oleh bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik dan obat-obatan disebut pneumonitis.(1)

Penumonia komunitas merupakan suatu pneumonia yang didapat di masyarakat


atau didapat di luar rumah sakit. Pneumonia komunitas merupakan masalah
kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.(2)

II. Epidemiologi
Pneumonia komunitas adalah salah satu kondisi paling umum yang dihadapi
dalam praktik klinis.(3) Di Amerika Serikat, pneumonia komunitas menyumbang
lebih dari 4,5 juta kunjungan rawat jalan dan ruang gawat darurat setiap tahun.(4)
Pneumonia komunitas adalah penyebab paling umum kedua rawat inap dan
penyebab kematian menular yang paling sering.(5,6) Sekitar 650 orang dewasa
dirawat di rumah sakit dengan pneumonia komunitas setiap tahun per 100.000
penduduk di Amerika Serikat. Hampir 9 persen pasien yang dirawat di rumah
sakit dengan pneumonia komunitas akan dirawat kembali di rumah sakit karena
episode baru pneumonia komunitas pada tahun yang sama.(7)

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, diperoleh data yaitu sekitar 180
pneumonia komunitas dengan angka kematian antara 20 – 35 %. Pneumonia
komunitas menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat per tahun.(1)

11
III. Etiologi
Penyebab CAP yang paling umum diidentifikasi dapat dikelompokkan ke dalam
tiga kategori:(8)
 Bakteri tipikal
 S. pneumoniae (penyebab bakteri paling umum)
 Haemophilus influenzae
 Moraxella catarrhalis
 Staphylococcus aureus
 Streptokokus Grup A
 Bakteri gramegatif aerob
 Bakteri mikroaerofilik dan anaerob (terkait dengan aspirasi)

 Bakteri atipikal
 Legionella spp
 Mycoplasma pneumoniae
 Chlamydia pneumoniae
 Chlamydia psittaci
 Coxiella burnetii

 Virus
 Virus influenza A dan B
 Rhinovirus
 Virus parainfluenza
 Adenovirus
 Respiratory Syncytial Virus (RSV)
 Human Metapneumovirus
 Coronavirus

IV. Patogenesis
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain
itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat

12
secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan: (1)
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau
jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi.
Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal
ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse).(1) Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. (1)

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling


mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun
seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru
kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,
infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.
Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas:
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam pertama)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

13
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan
alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. (9)
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam. (9)
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai direabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.(9)
4. Stadium Akhir (Resolusi)
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara
enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru
kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai
keadaan normal.(9)

14
V. Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis, gambaran klinis pasien biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40oC, batuk dengan dahak
mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.(1)

Tanda dan Gejala P. Atipik P. Tipik

Onset Gradual Akut

Suhu Kurang tinggi Tinggi, menggigil

Batuk Non-produktif Produktif

Dahak Mukoid Purulen

Gejala lain Nyeri kepala, myalgia, Jarang


sakit tenggotokan, suara
parau, nyeri telinga

Gejala di luar paru Sering Lebih jarang

Pewarnaan Gram Flora normal atau Kokus gram (+) atau (-)
spesifik

Radiologis “patchy” atau normal Konsolidasi lobar

Laboratorium Leukosit normal kadang Lebih tinggi


rendah

Gangguan fungsi hati Sering Jarang

Tabel 1. Gejala pneumonia atipik dan tipik

15
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dada, penemuan tergantung dari luas lesi yang terdapat
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, dan pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang disertai ronki basah
kasar.(1)

Pemeriksaan Penunjang
 Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial
serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan
penyebab pneumonia, hanya dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis
etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.(1)

 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium, akan terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul, kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.(1)

Diagnosis pneumonia komunitas diperoleh dari anamnesis, gejala klinis,


pemeriksaan fisik, foto thoraks dan juga laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia
komunitas ditegakkan jika pada foto thoraks didapatkan infiltrat baru atau
infiltrate progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala dibawah ini, yaitu :(1)

16
 Batuk-batuk bertambah
 Perubahan karakteristik dahak / purulent
 Suhu tubuh >= 38oC diukur melalui aksila / terdapat riwayat demam
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda – tanda konsolidasi, suara
napas bronkial dan ronki.
 Leukosit >= 10.000 atau < 4.500

Sistem skor pada pneumonia komunitas berdasarkan Penumonia Patient


Outcome Research Team (PORT).(1)
Karakteristik penderita Jumlah Poin
Faktor demografi
 Usia : laki-laki Umur (tahun)
perempuan Umur (tahun) – 10
 Perawatan di rumah +10
 Penyakit penyerta
Keganasan +30
Penyakit hati +20
Gagal jantung kongestif +10
Penyakit serebrovaskular +10
Penyakit ginjal +10
Pemeriksaan Fisik
 Perubahan status mental +20
 Pernapasan ≥30x/menit +20
 Tekanan darah sistolik ≤ 90mmHg +20

 Suhu tubuh <35oC atau ≥ 40oC +15

 Nadi ≥125x/menit +10

Hasil Laboratorium / Radiologi


 Analisa gas darah arteri : pH <7,35 +30
 BUN > 30mg/dL≤ +20
 Natrium < 130mEq/liter +20

 Glukosa > 250mg/dL +10

 Hematokrit < 30% +10


+10

17
 PO2 ≤ 60 mmHg +10
 Efusi pleura
Tabel 2. Skor PORT

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komuniti adalah :(1)
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu 
dari kriteria dibawah ini.
 Frekuensi napas > 30/menit 

 Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
 Tekanan sistolik < 90 mmHg
 Tekanan diastolik < 60 mmHg 

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA 


Tabel 3. Derajat Skor Resiko PSI (Pneumonia Severity Index)

CURB-65 adalah penilaian terhadap setiap faktor risiko yang diukur. Sistem skor
pada CURB-65 lebih ideal digunakan untuk mengidentifikasikan pasien dengan
tingkat angka kematian tinggi. Setiap nilai faktor risiko dinilai satu. Faktor-faktor
resiko tersebut adalah :
C : Confusion atau tingkat kesadaran yang ditentukan berdasarkan uji mental
U : Urea
R : Respiratory rate atau frekuensi napas
B : Blood pressure atau tekanan darah
65 : Umur ≥ 65 tahun

18
Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan Abbreviation Mental Test (Uji Mental) yang
dapat dilihat pada tabel berikut :
Respons
Umur
Tanggal lahir
Waktu (untuk jam terdekat)
Tahun sekarang
Nama rumah sakit
Dapat mengidentifikasi dua orang (misalnya dokter, perawat)
Alamat rumah
Tanggal kemerdekaan
Nama raja/presiden
Hitung mundur (mulai dari 20 ke belakang)
Tabel 4. Uji mental
Catatan :
 Ada 10 pertanyaan
 Tiap pertanyaan dijawab dengan benar mendapatkan nilai satu
 Jawaban yang benar nilai ≤ 8  confusion  skor 1
 Jawaban yang benar nilai > 8  confusion  skor 0

Setelah didapatkan skor untuk confusion maka kemudian dinilai skor lainnya yaitu
urea, frekuensi pernapasan, tekanan darah dan umur. Mengingat keterbatasan
pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) maka digunakan pemeriksaan ureum
tetapi dengan mengkonversikan nilai ureum dengan membagi 2,14. Bila nilai urea
yang dihitung >19 mg/dL maka diberi skor 1 dan nilai urea ≤ 19 mg/dL siberi skor
0. Total skor yang didapat digunakan untuk menentukan apakah pasien dapat
berobat jalan atau rawat inap, dirawat diruangan biasa atau ruangan perawatan
intensif.(1)

Confusion
 Uji mental ≤ nilai 8  skor 1
 Uji mental > nilai 8  skor 0
Urea

19
 Urea > 19 mg/dL  skor 1
 Urea ≤ 19 mg/dL  skor 0
Respiratory Rate (RR)
 RR > 30x/menit  skor 1
 RR ≤ 30x/menit  skor 0
Blood Pressure (BP)
 BP < 90/60 mmHg  skor 1
 BP ≥ 90/60 mmHg  skor 0
Umur
 Umur ≥ 65 tahun  skor 1
 Umur < 65 tahun  skor 0
Tabel 5. Skor CURB-65

Penilaian berat pneumonia dengan menggunakna sistem skor CURB-65 adalah


sebagai berikut :
 Skor 0 – 1 : resiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan
 Skor 2 : resiko kematian sedang, dapat dipertimbangkan untuk dirawat
 Skor > 3 : resiko kematian tinggi dan dirawat harus ditatalaksana sebagai
pneumonia berat
 Skor 4 atau 5 : harus dipertimbangkan perawatan intensif

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih'
kriteria di bawah ini.(1)
Kriteria minor:
 Frekuensi napas > 30/menit
 Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
 Tekanan sistolik < 90 mmHg
 Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
 Membutuhkan ventilasi mekanik
 Infiltrat bertambah > 50%

20
 Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
 Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau 
gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Kriteria perawatan intensif


Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita
yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan
ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari
3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru
menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor
dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat
Intensif.(1)

VI. Tatalaksana
Pengobatan pada pneumonia terdiri dari antibiotik dan pengobatan secara
suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya didasarkan
pada data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan mikroorganisme tersebut, akan
tetapi dikarenakan beberapa kondisi seperti keadaan yang mengancam jiwa,
bakteri yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia dan
hasil biakan bakteri yang memerlukan waktu, maka penderita pneumonia dapat
diberikan terapi secara empiris.(1,10)

Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya.


Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga
diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik
misalnya S. pneumoniae. yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor
modifikasis adalah :(1)

21
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
 Umur > 65 tahun
 Memakai obat-obat golongan B-laktam selama tiga bulan terakhir
 Pecandu alkohol
 Penyakit gangguan kekebalan
 Penyakit penyerta yang multipel
b. Bakteri enterik Gram negatif
 Penghuni rumah jompo
 Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
 Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
 Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa 

 Bronkiektasis
 Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
 Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
 Gizi kurang

Pada pneumonia komunitas, tatalaksana dibagi menjadi :(1)


 Penderita rawat jalan
Diberikan pengobatan suportif atau simtomatik, yaitu :
 Istirahat yang cukup
 Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
 Beri obat penurun panas jika demam dan lakukan kompres aktif
 Dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran bila perlu
 Pemberian antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam

 Pendertia rawat inap di ruang rawat biasa


 Pengobatan suportif / simptomatik
 Pemberian oksigen
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
 Pemberian obat simptomatik yaitu antipiretik dan mukolitik
 Pemberian antibiotik kurang dari 8 jam

22
 Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
 Pengobatan suportif / simptomatik
 Pemberian oksigen
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
 Pemberian obat simptomatik yaitu antipiretik dan mukolitik
 Pemberian antibiotik kurang dari 8 jam
 Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Rawat jalan  Tanpa faktor modifikasi : Golongan β lactam atau β lactam


+ anti β laktamase
 Dengan faktor modifikasi : Golongan β lactam + anti β
lactamase atau fluoroquinolon (levofloksasin,
moksifloksasin, gatifloksasin)
 Bila dicurigai pneumonia atipik : makrolid baru
(klaritromisin, azitromisin)
Rawat inap  Tanpa faktor modifikasi :
 Golongan β lactam + anti β lactamase IV
 Sefalosporin G2, G3 IV
 Fluoroquinolon IV
 Dengan faktor modifikasi :
 Sefalosporin G2, G3 IV
 Fluoroquinolon IV
 Bila curiga disertai infeksi bakteri atipik ditambah
makrolid baru
Ruang rawat intensif  Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas
 Sefalosporin G3 IV non-pseudomonas + makrolid baru
 Fluoroquinolone IV
 Ada faktor resiko infeksi pseudomonas
 Sefalosporin anti pseudomonas IV
 karbapenem IV + fluoroquinolone anti pseudomonas
(siprofloksasin) IV
 aminoglikosida IV

23
 Bila curiga disertai infeksi bakteri atipikal :
sefalosporin anti pseudomonas IV / carbapenem IV +
aminoglikosida IV + makrolid baru / fluoroquinolon
IV

Lama Pengobatan(1)
Lama pengobatan antibiotic (IV/oral) minimal 5 hari dan tidak demam 48-72
jam. Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan :
 Tidak memerlukan supplemen oksigen
 Tidak lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinis seperti :
 Frekuensi nadi > 100x/menit
 Frekuensi napas > 24x/menit
 Tekanan darah sistolik ≤ 90mmHg

Lama pengobatan pada umumnya 7-10 hari pada pasien yang menunjukkan
respons dalam 72 jam pertama. Lama pemberian antibiotik dapat diperpanjang
hingga 21 hari bila :
 Terapi awal tidak efektif pada kuman penyebab dan
 Terdapat infeksi ekstraparu (meningitis atau endocarditis)
 Kuman penyebab adalah P. aeruginosa, S. aureus, Legionella spp atau
disebabkan kuman yang tidak umum seperti Burkholderia pseudomallei,
jamur.
 Necrotizing pneumonia, empiema atau abses.

VII.Prognosis
Pada umumnya, prognosis dari pneumonia komunitas adalah baik, tergantung
dari faktor penderita, bakteri penyebab dan juga penggunaan antibiotik yang tepat
serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada pendertia yang dirawat. Angka kematian yang dapat ditentukan
dari skor PSI dan CURB-65 penderita pneumonia komunitas kurang dari 5 %
pada penderita rawat jalan, sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit
adalah sekitar 20%.(1)

24
VIII. Pencegahan
Untuk menghindari pneumonia komunitas, terdapat 3 pilar pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu berhenti merokok, vaksinasi influenza dan vaksinasi
pneumococcal.(11,12) Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko
tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner,
PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek
samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang
terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.(1)


Vaksinasi
1. Vaksinasi influenza(1)
 Vaksinasi influenza dilakukan setiap tahun bagi orang dewasa dengan
umur > 50 tahun; penghuni rumah jompo dan penghuni fasilitias-fasilitas
lain dalam waktu lama (misalnya biara, asrama, dsb); penyakit paru
kronik, orang muda dengan penyakit jantung, penyakit metabolisme
(termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau
imunosupresi, HIV, untuk anggota rumah tangga, perawat dan petugas-
petugas kesehatan. Vaksin ini dianjurkan untuk calom jamaah haju
karena risiko paparan tinggi.
 Efektivitas 88-89%
Penelitian menunjukkan bahwa kelompok pekerja yang tidak divaksinasi
mengalami kejadian Influenza Like Illness (ILI) 2,2 kali lebih besar
daripada yang mendapat vaksinasi, walaupun hal ini tidak berbeda
bermakna.
 Cara pemberian : suntikan intramuskular (IM)

2. Vaksinasi pneumokok(1)
Menurut WHO indikasi utama penggunaan vaksin pneumokok polisakarida
adalah :
 Perlindungan terhadap orang tua sehat khususnya yang tinggal di rumah
jompo
 Pasien gagal organ kronik
 Imunodefisiensi
 Pencegahan infeksi berulang pada pasien yang pernah terinfeksi

25
penumokok
 Anak-anak kelompok risiko tinggi misalnya yang dilakukan splenektomi
dan anemia sickle cell
 Cara pemberian : suntikan IM atau subkutan (SC)
 Jenis Vaksin Penumokok :
a. Vaksin Penumokokus PCV13(14)
Disebut juga dengan pneumococcal conjugate vaccing atau PCV.
Vaksin ini memberikan kekebalan terhadap 13 strain bakteri
Streptococcus pneumonia. Vaksin PCV 13 ditujukan untuk bayi dan
anak-anak berusia kurang dari 2 tahun, dewasa usia lebih dari 65
tahun serta usia 2 hingga 64 tahun dengan kondisi khusus seperti
anemia sickle cell, HIV, memiliki penyakit jantung atau paru-paru
yang bersifat kronis. Vaksin PCV13 beredar dengan nama dagang
Prevenar13. Dewasa > 50 tahun diberikan dosis tunggal
0,5mL/dosis via injeksi IM.
b. Vaksin Pneumokokus PPSV23(14)
Disebut juga pneumococcal polyscaccharide vaccine. Vaksin ini
memberikan proteksi terhadap 23 strain bakteri penumokokus.
Vaksin ini lebih ditujukan kepada kelompok umur lebih dewasa,
yaitu usia 65 tahun ke atas atau usia 2 hingga 64 tahun dengan
kondisi khusu seperti yang telah disebutkan. Vaksin ini juga
disarankan untuk diberikan pada dewasa usia 19 hingga 64 tahun
yang memiliki kebiasaan merokok. Vaksin PPSV23 ditujukan untuk
pemberian single dose. Biasanya pemberian vaksin PPSV23 ini
didahului dengan pemberian satu dosis vaksin PCV13. Nama
dagang vaksin ini adalah Pneumovax 23.

UUmur 19-44 tahun 45-49 tahun 50-64 tahun 65+ tahun


VVaksin
Influenza Tahunan, bagi yang berisiko Setiap Tahun
/ menginginkan imunitas
Pneumokok 1 – 2 dosis pada individu berisiko 1-2 dosis

Tabel 6. Rekomendasi jadwal imunisasi dewasa

26
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

DAFTAR MASALAH
1. Pneumonia Komunitas e.c. Streptococcus alfa hemolytic – viridans groups
 Anamnesis :
 Batuk produktif yang memberat sejak 3 hari SMRS
 Dahak yang dikeluarkan berwarna putih kehijauan dan kental
 Sesak napas jika sedang batuk parah dan menghilang saat batuk mereda
 Demam diawali dengan sumeng-sumeng, perlahan meningkat dan suhu
tertinggi yang diukur adalah 39oC. Sifat demam berangsur-angsur semakin
tinggi dan terus-menerus.
 Merasa lemas dan pegal pada seluruh tubuh.
 Pasien mengalami penurunan napsu makan sejak 7 hari terakhir.
 Pemeriksaan Fisik :
 Laju napas : 25x/menit
 Nadi : 130x/menit
 Suhu : 39,5 oC
 SpO2 : 95% room air
 Paru : ronchi basah kasar pada kedua lapang paru
 Pemeriksaan penunjang :
 Leukositosis
 Pada kultur sputum ditemukan insignificant growth of normal
oropharyngeal flora Streptococcus alfa hemolytic – viridans group
 X-ray : terdapat infiltrate pada lapangan bawah paru bilateral

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dipikiran


suatu pneumonia komunitas berdasarkan klinis yaitu batuk bertambah, perubahan
karakteristik dahak/purulent, demam ≥ 38oC serta adanya ronchi, dan
epidemiologis. Hal ini dikarenakan pasien tidak memiliki riwayat dirawat di
rumah sakit sebelumnya. Pada pasien ini dapat dipikirkan suatu pneumonia
komunitas dikarenakan terdapat demam, batuk dan sesak, dimana sesuai dengan
gejala dari pneumonia. Kemudian dipikirkan suatu pneumonia komunitas akibat

27
bakteri karena terdapat gejala demam yang berangsur-angsur meningkat dan
dahak berwarna putih kekuningan dengan konsistensi kental. Pada pemeriksaan
laboratorium juga didapatkan adanya leukositosis yang mendukung ke arah
infeksi bakteri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronchi basah kasar
pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen thorax
terdapat adanya infiltrate pada lapangan bawah paru bilateral yang memberikan
kesan pneumonia.

Sesuai dengan kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap
pneumonia komuniti adalah berdasarkan skoring PORT :
Karakteristik penderita Jumlah Poin
Faktor demografi
 Usia : laki-laki Umur (tahun)
perempuan Umur (tahun) – 10
 Perawatan di rumah +10
 Penyakit penyerta
Keganasan +30
Penyakit hati +20
Gagal jantung kongestif +10
Penyakit serebrovaskular +10
Penyakit ginjal +10
Pemeriksaan Fisik
 Perubahan status mental +20
 Pernapasan ≥30x/menit +20
 Tekanan darah sistolik ≤ 90mmHg +20

 Suhu tubuh <35oC atau ≥ 40oC +15

 Nadi ≥125x/menit +10

Hasil Laboratorium / Radiologi


 Analisa gas darah arteri : pH <7,35 +30
 BUN > 30mg/dL≤ +20
 Natrium < 130mEq/liter +20

 Glukosa > 250mg/dL +10

 Hematokrit < 30% +10

28
 PO2 ≤ 60 mmHg +10
 Efusi pleura +10

3. Skor PORT lebih dari 70


4. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu 
dari kriteria dibawah ini.
 Frekuensi napas > 30/menit 

 Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg 

 Pneumonia pada pengguna NAPZA
Berdasarkan skoring PORT, pasien memiliki skor PORT >70 yaitu usia (+64),
Nadi ≥125x/menit (+10) menjadi 74, dan ditemukan adanya foto thoraks paru
yang menunjukkan kelainan bilateral, maka hal tersebut mengindikasikan pasien
untuk dirawat inap. Menurut score PSI, pasien masuk ke dalam kategori tingkat
kematian rendah.

 Diagnosis banding yang dapat dipikirkan pada pasien ini adalah :


1. TB paru kasus baru
TB paru kasus baru pada pasien ini masih dapat dipikirkan. Hal ini
dikarenakan pasien memiliki keluhan batuk selama lebih kurang 2 minggu,
demam, penurunan napsu makan dan pasien belum pernah mengalami
keluhan atau sakit paru sebelumnya. Pasien juga mengalami sesak napas
dan ada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ronki basah kasar pada kedua
basal paru. Tetapi, diagnosa TB dapat dikesampingkan karena pada
anamnesis, tidak didapatkan adanya batuk darah, keringat malam dan
penurunan berat badan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Pada
rontgen thorax, ditemukan infiltrat pada basal lapang paru bilateral yang
lebih mengarah kepada karakteristik pneumonia dibandingkan TB. Saran
pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis ini adalah sputum
BTA dan Gene-Xpert.

29
2. Bronkiektasis
Diagnosis bronkiektasis dipikirkan pada pasien ini karena pasien memiliki
keluhan yaitu batuk produktif, demam, dan sesak napas. Gejala tersebut
memberikan ciri-ciri pasien dengan bronkiektasis. Akan tetapi, diagnosis
ini dapat disingkirkan pada pasien tidak terdapat peningkatan jumlah
sputum saat pagi hari.(13) Bahkan terkadang sputum sulit untuk dikeluarkan,
disamping itu, pasien juga tidak mengalami demam berulang. Pada
pemeriksaan x-ray thorax juga tidak ditemukan adanya tram track.
Diagnosis pasti untuk bronkiektasis adalah dengan menggunakan gambaran
CT-Scan dimana akan ditemukan adanya gambaran varicose, cylindrical,
atau signet-ring sign.

3. PPOK Eksaserbasi Akut


PPOK eksaserbasi akut pada pasien ini juga masih dapat dipikirkan, hal ini
dikarenakan terdapat batuk yang memberat, sesak dan juga pasien
merupakan seorang perokok berat sebelumnya. Akan tetapi, diagnosis ini
dapat dikesampingkan karena pasien mengaku bahwa sesak hanya timbul
jika pasien sedang batuk parah dan membaik jika batuk menghilang. Pada
pasien juga tidak terdapat peningkatan produksi sputum dimana pasien
mengaku bahwa dahak terkadang sulit untuk dikeluarkan. Pasien juga tidak
memiliki keterbatasan beraktivitas dan tidak pernah mengalami gejala
seperti ini sebelumnya. Pada inspeksi, tidak terlihat adanya penggunaan
otot bantu pernapasan dan juga pursed lip breathing. Pada auskultasi tidak
ditemukan adanya wheezing. Pada X-ray thorax juga tidak ditemukan
adanya pelebaran sela iga, jantung menggantung dan juga diafragma
mendatar. Untuk dapat menyingkirkan diagnosis ini, dapat dilakukan
pemeriksaan spirometri.

 Rencana Terapeutik
Pada pasien ini diberikan golongan sefalosporin generasi III yaitu Ceftazidime
1g IV TDS karena sesuai dengan anjuran dapat menggunakan pilihan
sefalosporin generasi III.

30
2. Hiponatremia
 Anamnesis
 Lemas
 Pemeriksaan Fisik
 Tidak ditemukan adanya kelainan
 Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium : natirum 134mmol/L
 Yang dipikirkan : hiponatremia ringan karena kadar natrium masih dalam
batas 130-135 mmol/L. Hiponatremia pada pasien ini dapat dipicu karena
low intake pada pasien.
 Rencana Terapeutik : IVFD NaCl 0,9% 500ml/8jam. Makan makanan yang
tinggi natrium seperti garam dapur, keju, daging dan ikan.

31
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis


dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014.
2. Musher DM, Thorner AR. Community-acquired pneumonia. N Engl J Med 2014;
371:1619. 

3. File TM. Community­acquired pneumonia. Lancet 2003; 362:1991. 

4. National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS) and National Hospital
Ambulatory Medical Care Su rvey (NHAMCS) 2009 - 2010.
5. Xu J, Murphy SL, Kochanek KD, Bastian BA. Deaths: Final Data for 2013. Natl
Vital Stat Rep 2016; 64:1.
6. Pfuntner A, Wier LM, Stocks C. Most Frequent Conditions in U.S. Hospitals,
2011. HCUP Statistical Brie f #162, Agency for Healthcare Research and
Quality, Rockville, MD, September 2013. 

7. Ramirez JA, Wiemken TL, Peyrani P, et al. Adults Hospitalized With Pneumonia
in the United States: Incidence, Epidemiology, and Mortality. Clin Infect Dis
2017; 65:1806. 

8. Johansson N, Kalin M, Tiveljung-Lindell A, et al. Etiology of
community-acquired pneumonia: increased microbiological yield with new
diagnostic methods. Clin Infect Dis 2010; 50:202. 

9. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
10. Pneumonia C. American Thoracic Society Guidelines for the Management of
Adults with Diagnosis , Assessment of Severity , Antimicrobial Therapy , and
Prevention. 2001.

11. Grohskopf LA, Sokolow LZ, Broder KR, et al. Prevention and Control of
Seasonal Influenza With Vaccines: Recommendations of the Advisory
Committee on Immunization Practices-United States, 2017-18 Influenza Season.
Am J Transplant 2017; 17:2970.

32
12. Tomczyk S, Bennett NM, Stoecker C, et al. Use of 13-valent pneumococcal
conjugate vaccine and 23- valent pneumococcal polysaccharide vaccine among
adults aged ≥65 years: recommendations of the Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP). MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2014; 63:822.

13. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014: 1682-89.
14. PDPI Sumatera Utara, 26 Ags 2017 15:00:38
http://klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8027

33

Anda mungkin juga menyukai