Anda di halaman 1dari 15

Trauma Lahir pada Neonatus

Felicia / 102012112
A4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Duri Kepa, Jakarta Barat 11510
Telp : (021) 5694-2061 email :
feliciasiswanto@yahoo.com

Pendahuluan
Kelahiran bayi merupakan saat yang membahagiakan bagi para orang tua,
terutama apabila bayi yang dilahirkannya tersebut berstatus sehat. Harapan orang tua
adalah bayi tersebut akan tumbuh besar dan menjadi dewasa dan akan menjadi sebuah
pribadi yang siap untuk memiliki keturunan pula. Tetapi, tidak semua bayi lahir dalam
keadaan sehat. Beberapa bayi terlahir dengan gangguan pada masa prenatal, natal,
maupun pascanatal. Keadaan ini tentu akan memberikan efek bagi perkembangan bayi
tersebut ke depannya.1

Proses kelahiran sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Dalam kehamilan yang


tidak ada gangguan, diharapkan kelahiran bayi yang normal melalui proses persalinan
yang normal, dimana bayi dilahirkan cukup bulan, pengeluaran dengan tenaga
mengejan ibu dan kontraksi kandung rahim tanpa mengalami asfiksia yang berat
ataupun trauma lahir.1

Bayi baru lahir yaitu kondisi dimana bayi baru lahir (neonatus), lahir melalui
jalan lahir dengan presentasi kepala secara spontan tanpa gangguan, menangis kuat,
nafas secara spontan dan teratur,berat badan antara 2500-4000 gram. Neonatus (BBL)
adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari. Kelainan
pada neonatus yang terbanyak salah satunya adalah akibat trauma pada jalan lahir.
Trauma lahir adalah trauma mekanis yang disebabkan karena persalinan atau
kelahiran. Istilah trauma digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik dan anoksik,
baik yang dapat dihindarkan maupun tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada
masa persalinan dan kelahiran.2

1
Insiden trauma pada kelahiran diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran
hidup. Walaupun angka ini sudah mengalami penurunan pada tahun-tahun belakangan
akibat kemajuan di bidang teknik dan penilaian obstetrik, trauma lahir masih
merupakan permasalahan penting karena trauma lahir merupakan salah satu penyebab
utama kematian perinatal. Di Indonesia sendiri, angka kematian perinatal 44 per 1000
kelahiran hidup dan 9,7% diantaranya adalah akibat trauma lahir.

Cephal hematoma biasanya disebabkan oleh cedera pada periosteum tengkorak


selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga timbul tanpa trauma lahir.
Sefalhematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan
eritema pada kulit kepala. Cephal hematoma mungkin timbul beberapa jam setelah
lahir, sering tumbuh semakin besar dan lenyap hanya setelah beberapa minggu atau
beberapa bulan.3

PEMBAHASAN SKENARIO
Kali ini penulis dihadapkan dengan sebuah skenario tentang seorang bayi
berusia 40 minggu lahir via vacuum dari seorang ibu yang menderita DM gestasional
dengan berat 4000gr. Setelah lahir, bayi menangis spontan dan aktif dengan bentuk
kepala tidak simetris dan ditemukan benjolan lunak dengan diameter 10 cm yang tidak
melewati sutura kranialis. Keluarga khawatir dengan kondisi tersebut dan meminta
penjelasan dokter.

Anamnesis3
 Identitas pasien (ibu dan anak)
 Keluhan utama : berkaitan dengan trauma lahir anak (trauma kepala)
 Keluhan tambahan
 Riwayat menstruasi
 Kapan hari pertama haid terakhir?
 Menarche umur berapa?
 Apakah haid teratur?
 Siklus haid
 Berapa lama (hari)
 Nyeri haid

2
 Perdarahan antara haid
 Riwayat perkawinan
 Berapa kali menikah
 Pernikahan sekarang sudah berapa lama?
 Tentang kehamilan
 Berapa kali hamil
 Adakah komplikasi pada kehamilan terdahulu
 Apakah pernah keguguran, berapa kali, umur kehamilan
 Tentang persalinan
 Berapa kali bersalin
 Bagaimana persalinan terdahulu, adakah komplikasi?
 Berapa berat badan bayi waktu lahir?
 Persalinan normal atau sectio caesarea atau menggunakan ekstraksi
forceps atau vakum?
 Riwayat penyakit pasien
 Adakah penyakit berat yg pernah diderita pasien?
 Operasi di daerah perut dan alat kandungan
 Riwayat penyakit keluarga
 Adakah keturunan kembar?
 Adakah riwayat penyakit yang diturunkan? (diabetes mellitus, kelainan
genetik)
 Riwayat sosial
 Apakah saat ini sedang menggunakan obat-obatan?
 Apakah merokok atau minum alkohol?

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada BBL dilakukan kurang lebih 3 kali, yaitu pada saat
lahir, 24 jam setelah lahir, dan pada waktu akan dibawa pulang. Segera setelah bayi
dilahirkan, harus dilakukan evaluasi neonatus berupa:3,4
1. menilai tahap pertumbuhan dan perkembangan janin, kesesuaian usia
kehamilan
2. menilai adaptasi neonatal (skor Apgar, refleks)
3. menilai fisik neonatal secara sistematik (ada/tidak kelainan morfologi/fisiologi)
4. memberi identifikasi : jenis kelamin, berat badan, panjang badan

3
5. menentukan penanganan yang diperlukan (perlu dirawat intensif atau dapat
dirawat bersama ibu)

Pemeriksaan kedua dilakukan 24 jam kemudian di ruang perawatan bayi,


supaya bila ada hal yang luput dari pemeriksaan pertama dapat ditemukan pada
pemeriksaan kedua ini. Bayi tidak boleh dipulangkan sebelum dilakukan pemeriksaan
ketiga, yaitu bila ada kelainan pada BBL yang belum hilang, seperti ikterus, cephal
hematoma, ataupun bila BBL tersebut terkena penyakit yang didapat dari rumah sakit
tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan lingkar kepala, berat badan, panjang
badan, kelainan fisik yang ditemukan, frekuensi nafas, nadi, dan keadaan tali pusat.4

Pemeriksaan di ruang bersalin


 Untuk menilai kesesuaian antara berat lahir dan usia kehamilan, digunakan
grafik Lubchenko sebagai penilaian.4

1. Grafik LubChenko5
Berdasarkan grafik tersebut, bayi pada skenario termasuk dalam neonatus
cukup bulan sesuai masa kehamilan (NCB-SMK).

4
 Untuk menilai kemampuan laju jantung, kemampuan bernafas, kekuatan tonus
otot, kemampuan refleks dan warna kulit (adaptasi neonatus), digunakan
penilaian APGAR skor yang dilakukan pada 1 menit pertama kelahiran
(memberi kesempatan bayi untuk memulai perubahan), 5 menit, dan 10 menit
(memberikan indikasi morbiditas di masa mendatang dan kelainan neurologis).
Penilaian dapat dilakukan lebih sering bila ada nilai yang rendah dan
membutuhkan resusitasi.4

Tabel 1. Penilaian skor APGAR


TANDA 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada < 100 kali/menit >100 kali/menit
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat,
pernapasan baik
Tonus otot Lemah / tidak ada Ekstremitas fleksi Gerakan aktif,
sedikit menangis

Refleks Tidak bereaksi Meringis / Meringis / bersin /


menangis lemah batuk saat stimulasi
saat stimulasi
Warna kulit Seluruh tubuh Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh dan
biru/pucat ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah biru kemerahan

Hasil penilaian :4
 Adaptasi baik : skor 7-10
 Asfiksia ringan-sedang : skor 4-6
 Asfiksia berat : skor 0-3

 Kriteria fisik neonatus normal (antropometri) adalah :2


 Cukup bulan : usia kehamilan 37-42 minggu
 Berat badan lahir : 2500-4000 gram (sesuai masa kehamilan)
 Panjang badan : 44-53 cm
 Lingkar kepala (melalui diameter biparietal) : 31-36 cm

5
 Skor APGAR 7-10
 Tanpa kelainan kongenital atau trauma persalinan

Pemeriksaan di ruang perawatan


 Setelah 24 jam, dilakukan kembali pemeriksaan fisik pada setiap organ bayi.
Untuk penilaian fisik neonatus, dilakukan pemeriksaan kepala, mata, wajah,
hidung, mulut, telinga, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ekstremitas atas
dan bawah, spinal, genitalia, anus dan rektum, kulit, dan refleks.4

Dalam skenario ini organ-organ lain dianggap normal saat pemeriksaan pertama,
sehingga yang terpenting adalah penilaian refleks pada bayi dan pemeriksaan kepala
karena adanya trauma lahir.

Kriteria neurologis neonatus normal adalah :3,4


1. Frog position (fleksi ekstremitas atas dan bawah)
2. Refleks rooting (+)
Bayi akan melakukan gerakan menghisap ketika ibu menyentuhkan puting susu
ke ujung mulut bayi. Refleks menghisap terjadi ketika bayi yang baru lahir secara
otomatis menghisap benda yang ditempatkan di mulut mereka. Refleks menghisap
memudahkan bayi yang baru lahir untuk memperoleh makanan sebelum mereka
mengasosiasikan puting susu dengan makanan. Refleks ini merupakan rute bayi
menuju pengenalan akan makanan. Refleks ini dapat menghilang setelah 3-4 bulan,
tetapi dapat menetap sampai usia 1 tahun.

3. Refleks menggenggam (+)


Grasping reflex adalah refleks gerakan jari-jari tangan mencengkeram benda-
benda yang disentuhkan ke bayi, indikasi saraf berkembang normal. Hilang setelah 3-4
bulan.

4. Refleks leher / tonic neck reflex (+)


Disebut juga posisi menengadah, muncul pada bayi baru lahir dan akan
menghilang pada sekitar usia 5 bln. Saat kepala bayi digerakkan kesamping, lengan
pada sisi tersebut akan lurus dan lengan yang berlawanan akan menekuk ( kadang –
kadang pergerakan akan sangat halus atau lemah ). Jika bayi baru lahir tidak mampu

6
untuk melakukan posisi ini atau jika reflek ini terus menetap hingga lewat usia 6 bulan,
bayi dimungkinkan mengalami gangguan pada neuron motorik atas.

5. Refleks moro (+), harus simetris


Refleks Moro adalah suatu respon tiba tiba pada bayi yang baru lahir yang
terjadi akibat suara atau gerakan yang mengejutkan. Ketika dikagetkan, bayi yang baru
lahir itu melengkungkan punggungnya, melemparkan kepalanya kebelakang, dan
merentangkan tangan dan kakinya. Refleks ini berbeda dengan refleks lainnya yang
termasuk dalam ketegori gerakan motor. Refleks moro adalah peninggalan nenek
moyang primata kita dan refleks ini merupakan upaya untuk mempertahankan hidup.
Refleks ini cenderung menghilang pada usia 3 hingga 4 bulan.

Pada pemeriksaan kepala ditemukan benjolan lunak dengan diameter 10cm yang
tidak melewati sutura cranialis dan membuat kepala bayi terlihat tidak simetris.

Pemeriksaan saat bayi akan dibawa pulang


Pemeriksaan dilakukan untuk kembali memastikan tidak ada kelainan
kongenital ataupun trauma lahir yang luput dari pemeriksaan sebelumnya, serta
menilai kemampuan bayi untuk menyusu pada ibunya.4

Pemeriksaaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan bila ditemukan adanya kelainan pada
bayi, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium berupa pengambilan sampel darah dan
pemeriksaan radiologi berupa CT-scan bila dicurigai adanya kelainan neurologis atau
jika terdapat fraktur tulang tengkorak.3

Nilai laboratorium darah neonatus normal :2


 Hb : 14-22 g/dl (kadar HbF tinggi, menurun dengan pertambahan usia)
 Ht : 43-63 %
 Eritrosit : 4,2-6 juta / mm3
 Retikulosit : 3-7 %
 Leukosit : 5000-30000 / mm3
 Trombosit : 150000-350000 / mm3

7
 Volume darah : 85 cc/ kgBB

Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada makalah ini adalah neonatus cukup bulan sesuai masa
kehamilan (NCB-SMK) dengan cephal hematoma. Untuk menegakkan diagnosis ini,
akan dibahas mengenai neonatus itu sendiri dan kelainan pada neonatus akibat proses
persalinan.

Neonatologi

Pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi dan
berakhir pada saat permulaan persalinan. Lama kehamilan berlangsung sampai
persalinan aterm adalah 259-293 hari dengan perhitungan sebagai berikut:3

a. Bayi kurang bulan jika dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu

b. Bayi cukup bulan jika dilahirkan dengan masa gestasi 37- 42 minggu

c. Bayi lebih bulan jika bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu

Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan terbagi atas 3 trimester yaitu:3

a. Kehamilan trimester I antara 0-12 minggu

b. Kehamilan trimester II antara 12-28 minggu

c. Kehamilan trimester III antara 28-40 minggu

Dalam trimester pertama organ-organ mulai dibentuk. Trimester kedua organ


telah dibentuk, tetapi belum sempurna dan viabilitas janin masih diragukan. Sementara
janin yang dilahirkan pada trimester terakhir telah viable (dapat hidup). Bila hasil
konsepsi dikeluarkan dari kavum uteri pada kehamilan dibawah 20 minggu disebut
abortus (keguguran). Bila hal tersebut terjadi dibawah 36 minggu disebut partus
prematur. Kelahiran dari 38 minggu sampai 40 minggu disebut partus aterm.3

Berat badan adalah suatu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rata-rata berat
bayi normal (gestasi 37-41 minggu) adalah 3000-3600 gram. Berat badan ini
tergantung juga dari ras, status ekonomi orang tua, ukuran orang tua, dan paritas ibu.
Secara umum berat bayi lahir rendah dan berat bayi lahir berlebih lebih besar

8
resikonya untuk mengalami masalah. Masa gestasi juga merupakan indikasi
kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup masa gestasi semakin baik
kesejahteraan bayi. Konsep berat bayi lahir rendah tidak sama dengan prematuritas
karena tidak semua berat bayi lahir rendah lahir dengan kurang bulan.4

Hubungan antara umur kehamilan dengan berat bayi lahir mencerminkan


kecukupan pertumbuhan intrauterine. Penentuan hubungan ini akan mempermudah
morbiditas dan mortalitas bayi. Menurut hubungan berat lahir dan umur kehamilan
maka berat bayi lahir dikelompokkan menjadi Sesuai Masa Kehamilan (SMK), Kecil
Masa Kehamilan (KMK) dan Besar Masa Kehamilan (BMK). Klasifikasi bayi menurut
masa gestasi dan umur kehamilan adalah Neonatus Kurang Bulan (NKB), Neonatus
Cukup Bulan (NCB) dan Neonatus Lebih Bulan (NLB).4

Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam jangka waktu 1 jam
pertama setelah lahir. Klasifikasi menurut berat lahir adalah Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) yaitu berat lahir < 2500 gram, Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC) yaitu 2500-
4000 gram dan bayi berat lahir lebih dengan berat badan > 4000 gram.4

Trauma lahir

Trauma lahir adalah cedera fisik yang terjadi selama persalinan, secara teoritis
sebagian besar cedera dapat dihindari dengan pengkajian dan perencanaan yang
cermat. Namun demikian beberapa cedera tidak dapat dihindarkan meskipun dengan
pengkajian dan perencanaan yang cermat tersebut karena beberapa cedera tidak dapat
diantisipasi sampai terjadi peristiwa tertentu selama persalinan.6

Trauma lahir merupakan trauma pada bayi sebagai akibat tekanan mekanik
(seperti kompresi dan traksi) selama proses persalinan. Trauma lahir dapat
diklasifikasikan berdasarkan organ yang mengalami trauma, yaitu :3

 Jaringan lunak : abrasi, ptekie atau eritema, ekimosis, laserasi, nekrosis lemak
subkutan
 Tulang tengkorak : caput succedaneum, cephal hematoma, fraktur linier
 Wajah : perdarahan subkonjungtiva, perdarahan retina
 Trauma musculoskeletal : fraktur klavikula, fraktur tulang panjang, trauma
sternocleidomastoid

9
 Trauma intraabdomen : hematoma hati, hematoma limpa, perdarahan adrenal,
perdarahan ginjal
 Saraf tepi : paralisis nervus VII, paralisis pita suara unilateral, paralisis nervus
radialis, trauma pleksus lumbosacral

Klasifikasi khusus yang berkaitan dengan trauma kepala, yaitu :2

 Ekstrakranial : caput succedaneum, cephal hematoma, perdarahan subgaleal


 Intrakranial : perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, perdarahan
epidural, perdarahan intraventrikular
 Jaringan lunak : ptekie dan ekimosis
 Tulang : fraktur tengkorak

Berdasarkan skenario, maka trauma yang akan dibahas lebih mendalam adalah trauma
kepala ekstrakranial, yaitu cephal hematoma yang menjadi diagnosis kerja pada
skenario ini.

Diagnosis Banding
 Caput Succedaneum

Caput succedaneum merupakan penumpukan cairan serosanguineous,


subkutan, dan ekstraperiosteal dengan batas yang tidak jelas. Kelainan ini biasanya
pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Tekanan dari
uterus atau jalan lahir dapat mencetuskan penumpukan serum atau darah di atas
periosteum. Caput juga dapat disebabkan oleh adanya ekstrasi vacuum pada saat proses
pengeluaran kepala bayi. Kepala bayi baru lahir memiliki proporsi besar dibandingkan
dengan bagian tubuh lainnya, kepala juga lunak dengan tulang tengkorak, akibatnya
dapat terjadi berbagai jenis trauma dikepala. Caput succedaneum biasanya tidak
menimbulkan komplikasi dan akan hilang 12 jam sampai 2 hari setelah kelahiran.
Terapi hanya berupa observasi.3,6

 Perdarahan Subgaleal
Perdarahan subgaleal merupakan perdarahan pada ruang antara periosteum
tulang tengkorak dan aponeurosis galea kulit kepala. 90% kasus terjadi akibat alat
vacuum yang dipasang pada kepala bayi saat proses kelahiran. Perdarahan subgaleal

10
memiliki kekerapan yang tinggi terhadap terjadinya trauma kepala (40%), seperti
perdarahan intracranial atau fraktur tulang tengkorak.3
Diagnosis umumnya berdasarkan klinik, yaitu massa berfluktuasi pada kulit
kepala (terutama daerah oksipital). Pembengkakan timbul bertahap dalam 12-72 jam
setelah kelahiran. Perdarahan tersebar melampaui seluruh kalvaria. Pasien dapat
mengalami syok hemoragik. Pembengkakan dapat mengaburkan fontanel dan melewati
garis sutura (berbeda dengan cephal hematoma). Pemeriksaan laboratorium meliputi
pemeriksaan hematokrit, dengan penanganan berupa observasi ketat untuk mendeteksi
perburukan klinik dan terapi terhadap terjadinya syok dan anemia. Transfusi dan
fototerapi mungkin diperlukan. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gangguan
pembekuan darah mungkin diperlukan.3

Etiologi

Cephal hematoma dapat terjadi karena :3

 Persalinan lama
Persalinan yang lama dan sukar dapat menyebabkan adanya tekanan tulang
pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh
darah bayi.
 Tarikan vakum atau cunam
Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat
menyebabkan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi
tulang kepala ke jaringan periosteum.
 Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.

Faktor Resiko
Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain primigravida, disproporsi
sefalopelvik (ibu pendek, kelainan rongga panggul), persalinan yang berlangsung
terlalu lama atau cepat, oligohidramnion, presentasi abnormal (sungsang), ekstrasksi
forceps atau vakum (midcavity), versi dan ekstraksi, bayi berat lahir sangat rendah atau
sangat premature, makrosomia, ukuran kepala janin besar, dan anomali janin.

11
Epidemiologi

Cephal hematoma terjadi sekitar 1-2 % dari jumlah kelahiran hidup. Insidens
bayi dengan cephal hematoma dapat terjadi pada persalinan normal, namun akan
meningkat pada partus lama, primipara, dan partus yang menggunakan ekstraksi
vacuum atau forceps.3

Patofisiologi

Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi


tulang kepala ke jaringan periosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada
persalinan lama ataupun akibat ekstraksi vacuum atau forceps. Akibat robeknya
pembuluh darah ini, terbentuklah timbunan darah di daerah subperiosteal yang dari
luar terlihat benjolan. Bagian kepala yang mengalami hematoma bisanya berwarna
merah akibat adanya penumpukan darah pada daerah yang mengalami perdarahan sub
periosteum. Terkadang cephal hematoma disertai dengan fraktur tulang tengkorak di
bawahnya atau perdarahan intrakranial.3,7

Gejala klinis

Berikut ini adalah tanda-tanda dan gejala cephal hematoma:1,3

 Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam bayi lahir, dan
semakin jelas kurang lebih dalam 6-8 jam setelah bayi lahir
 Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang
tengkorak ( tidak melewati sutura cranialis)
 Adanya fluktuasi, pada perabaan mula-mula keras dan akan menjadi lunak
 Benjolan timbul di daerah tulang parietal yang berisi timbunan kalsium dan sisa
jaringan fibrosa yang masih teraba (kalsifikasi). Sebagian benjolan keras
sampai umur 1-2 tahun dan lokasinya tetap
 Kepala tampak bengkak dan berwarna merah, karena perdarahan
subperiosteum
 Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga dengan pembengkakan
terbatas, dan menghilang dalam beberapa minggu

12
Penatalaksanaan
Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya
akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar
kecilnya benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, dimana kelainan ini agak
lama menghilang (1-3 bulan), dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain :3
 Cegah infeksi. Bila ada permukaan yang mengalami luka, maka jaga agar tetap
kering dan bersih.
 Tidak perlu dilakukan aspirasi pada cephal hematoma meskipun teraba
berfluktuasi
 Pemberian vitamin K
 Pemeriksaan radiologi bila ada indikasi gangguan nafas dan benjolan terlalu
besar, observasi ketat untuk mendeteksi perkembangan
 Pantau hematokrit
 Transfusi darah bila terjadi anemia atau hipovolemia akibat akumulasi darah
yang banyak
 Fototerapi bila terjadi hiperbilirubinemia
 Bila tidak ada komplikasi, tanpa pengobatan khusus akan sembuh / mengalami
resolusi dalam 2 - 8 minggu

Bayi dengan cephal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena
adanya pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih.3

Untuk melakukan penanganan pada kasus cephal hematoma sebagai berikut:3


1. Lebih hati-hati jangan sering diangkat dari tempat tidur.
2. Cairan tersebut akan hilang terabsorbsi dengan sendirinya dalam satu minggu.
Terabsosbsinya menjadi lama apalagi terjadi jaringan fibroblast.
3. Tidak di aspirasi karena dikhawatirkan akan terjadi infeksi bila kulit ditusuk
jarum sehingga terjadi trauma akibat peradangan benda asing.
4. Setelah hematoma lenyap, terjadi hemolisis sel darah merah.
5. Stilumus secara pelan untuk merangsang pembuluh limfe dibawah kulit.
6. Hari pertama kompres dingin.
7. Hari kedua sampai keempat kompres hangat.
8. Hiperbilirubinemia dapat timbul setelah bayi dirumah.

13
9. Observasi terhadap bilirubinemia dan trombositopenia
10. Pada neonatus dengan cephal hematoma tidak diperlukan pengobatan, namun
perlu dilakukan fototerapi untuk mengatasi hiperbilirubinemia
11. Dapat diberi vitamin K untuk mengurangi perdarahan
12. Pemeriksaan x-ray tengkorak, bila dicurigai adanya fraktur tengkorak
13. Pemantauan bilirubin, hematokrit, dan hemoglobin
14. Aspirasi darah dengan jarum suntik tidak diperlukan
15. Konseling orang tua untuk awasi timbulnya kemungkinan ikterik
16. Diminta kembali cek ke rumah sakit, pada minggu keempat

Komplikasi
 Ikterus
 Anemia
 Infeksi
 Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun

Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia.


Hiperbilirubinemia terjadi karena penghancuran berlebihan sel darah merah pada
hematoma. Hiperbilirubinemia pada cephal hematoma lebih lambat daripada
hiperbilirubinemia fisiologis. Jarang menimbulkan perdarahan yang memerlukan
transfusi, kecuali bayi yang mempunyai gangguan pembekuan darah. Kadang-kadang
disertai dengan fraktur tulang tengkorak di bawahnya atau perdarahan intra kranial.3

Edukasi
Pada penderita cephal hematoma, dokter bisa menjelaskan kepada ibu dan
keluarga bayi bahwa tidak diperlukan tindakan atau penanganan khusus bila tanpa
komplikasi. Salah satu penyebab cephal hematoma adalah trauma lahir, karena itu
untuk mencegah terjadinya cephal hematoma bisa dilakukan dengan memimpin
persalinan yang aman dan tepat.3

Prognosis

Prognosis baik, bayi dengan cephal hematoma dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan, selama kurang lebih 2-8 minggu. Hanya 5 % insiden bayi dengan cephal

14
hematoma yang mengalami fraktur tulang tengkorak atau perdarahan intrakranial,
namun tetap dapat dideteksi dini.3

Penutup

Cephal hematoma merupakan perdarahan subperiosteum, dimana gejala


muncul sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit
kepala. Cephal hematoma dapat sembuh dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan,
tergantung pada ukuran perdarahannya. Pada neonatus dengan cephal hematoma tidak
diperlukan pengobatan, namun perlu dilakukan fototerapi untuk mengatasi
hiperbilirubinemia. Tindakan insisi dan drainase merupakan kontraindikasi karena
dimungkinkan adanya resiko infeksi. Kejadian cephal hematoma dapat disertai fraktur
tengkorak, koagulopati dan perdarahan intrakranial. Oleh karena itu, untuk mencegah
terjadinya trauma lahir diperlukan pemimpin persalinan yang kompeten untuk
memimpin persalinan yang baik sehingga meminimalisir terjadinya trauma.

Daftar Pustaka

1. Dewi, Nanny, Vivian. Asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta: Salemba
Medika, 2010.
2. Charlton. Valerie E, Phibbs. Roderic H. Pemeriksaan bayi baru lahir. Dalam: Buku
ajar pediatric Rudolph volume 1. Edisi ke-20. Jakarta:EGC, 2006. Hal 242-51.
3. Prawirohardjo S., Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2014.
4. Damanik, Sylviati M. Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi. In:
Sholeh Kosim, dkk. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,
2008.h.11-30.
5. Longo DL., The rise of fetal and neonatal physiology: basic science to clinical care.
1st edition. USA: Springer, 2013.p.192.
6. Reeder, Martin dan Koniak-Griffin. Keperawatan maternitas kesehatan wanita,
bayi dan keluarga volume 2. Edisi 18. Jakarta: ECG, 2011.h.683.
7. FK UNPAD. Obstetri patologi ilmu kesehatan reproduksi. Jakarta : EGC, 2008.

15

Anda mungkin juga menyukai