BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi yang berbeda mengenai konstipasi telah dijelaskan oleh berbagai literatur.
2 minggu atau lebih, dan cukup untuk menyebabkan masalah yang signifikan pada
pasien. Konstipasi dikatakan idiopatik (disebut juga fungsional) ketika tidak bisa
dijelaskan adanya abnormalitas anatomi, fisiologi, radiologi atau histopatologi. Hal ini
parameter ini berubah seiring perubahan usia dan pola diet, hal ini biasanya
kebiasaan defekasi anaknya. Bayi normal cenderung buang air besar setelah setiap
kali pemberian makanan, tetapi pola ini bervariasi. Bayi yang diberi ASI memiliki
frekuensi defekasi yang lebih sedikit dibanding bayi yang diberi susu formula
konvensional. Anak diatas 6 tahun cenderung buang air besar 1 kali sehari.
Frekuensi buang air besar yang berkurang harus diperhatikan jika konsistensi tinja
keras, kering, besar yang tidak seperti biasanya, atau sulit untuk dikeluarkan.9
2.2. Etiologi
Penyebab konstipasi pada anak dibagi menjadi organik atau fungsional. Penyebab
panggul. Tipe pertama merupakan tipe tersering, dimana tinja melewati usus besar
penurunan urgensi, atau usaha untuk buang air besar (sering terjadi pada
panggul atau sfingter anus. Pasien tipe ini sering mengeluhkan usaha yang
penggunaan tekanan perineal atau vagina saat defekasi untuk mengeluarkan tinja.13
hipotiroid, penyakit Hirschsprun, atau perubahan kadar kalsium, merupakan hal yang
jarang terjadi dan hanya sekitar kurang dari 10% kasus. Selain itu, alergi protein
susu sapi, khususnya yang tidak dimediasi IgE, berkaitan dengan dismotilitas usus
konstipasi fungsional pada anak merupakan proses yang dipicu oleh interaksi
banyak faktor yang ada, yang berakhir pada retensi tinja yang dikehendaki, dan
apabila perilaku dibiarkan akan menjadi konstipasi kronik.15 Orang tua dari anak
dengan konstipasi sering mengalami konstipasi ketika masa kanak-kanak. Hal ini
peran dalam volume dan konsistensi material tinja. Beberapa makanan, seperti serat
sayuran, cenderung membuat tinja lunak, sebaliknya makanan dan minuman lain,
seperti garam kalsium dari susu sapi, cenderung menyebabkan tinja keras. Diet
elemental dan kimia tertentu yang mengurangi residu makanan dan dengan
demikian mengurangi frekuensi buang air besar.9 Ketika peningkatan aktivitas dan
diet tinggi serat dapat bersifat protektif, faktor predisposisi yang meningkatkan risiko
terjadinya konstipasi adalah usia, depresi, inaktivitas, asupan kalori yang rendah,
dikonsumsi, kekerasan fisik dan seksual, mulainya toilet training, perubahan pola
makan, perubahan dari ASI menjadi susu sapi, atau perubahan dari makanan lunak
menjadi padat, kelahiran saudara baru, pertama kali berada ditempat penitipan
anak, bepergian, tidak tersedianya toilet.11,16 Anak yang mengalami kesulitan saat
toilet training cenderung mengalami konstipasi. Anak seperti ini biasanya kurang
bisa beradaptasi dan memiliki mood negatif. Selain itu, konstipasi dapat juga terjadi
akibat efek sekunder dari pergi ke sekolah yang terburu-buru di pagi hari, waktu
penggunaan toilet sekolah yang cepat, penundaan buang air besar karena anak
lebih tertarik mengerjakan hal lain. Terkadang tinja pada anak juga keras karena
2.3. Epidemiologi
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak di dunia, baik di
pelayanan primer maupun sekunder, serta melibatkan 40% bayi dan 30% anak usia
diantara tiap etnis tentang konstipasi yang dialami. Prevalensi konstipasi pada anak
di dunia saat ini berkisar antara 0,7% sampai 29,6%.6 Prevalensi konstipasi
fungsional pada anak berkisar dari 4% sampai 36%. Di rumah sakit, 3% konstipasi
gastroenterologi.11,14
dibandingkan dengan penduduk Afrika berkulit putih. Hal ini menunjukkan bahwa
selain diet, faktor lingkungan lain juga memainkan peranan penting.13 Adanya
riwayat keluarga dijumpai pada 28-50% anak konstipasi dan insiden yang lebih tinggi
berbanding 1.13,16 Meskipun demikian, konstipasi cenderung sama pada kedua jenis
kelamin dibawah usia 5 tahun, lebih sering terjadi pada perempuan diatas usia 13
tahun, dan puncak insiden pada saat toilet training sekitar usia 2-3 tahun hingga usia
sebelum sekolah.5,14
Proses defekasi yang normal memerlukan keadaan anatomi dan persafaran yang
normal dari rektum, otot puborektal dan sfingter ani. Rektum adalah organ sensitif
yang mengawali proses defekasi. Tekanan pada dinding rektum oleh feses akan
merangsang sistem saraf intrinsik rektum dan menyebabkan relaksasi sfingter ani
interna, yang dirasakan sebagai keinginan untuk defekasi. Sfingter ani eksterna
kemudian menjadi relaksasi dan feses dikeluarkan mengikuti peristaltik kolon melalui
anus. Apabila relaksasi sfingter ani interna tidak cukup kuat, maka sfingter ani
eksterna akan berkontraksi secara refleks dan untuk selanjutnya akan diatur secara
volunter. Otot puborektalis akan membantu sfingter ani eksterna sehingga anus
mengalami konstriksi. Apabila konstriksi berlangsung cukup lama, refleks sfingter ani
dkk. melaporkan bahwa defekasi yang menyakitkan adalah pencetus dari konstipasi.
Nyeri saat defekasi akan membuat anak cenderung menahan defekasinya. Selama
proses tersebut, mukosa rektum akan mengabsorbsi air dari feses, sehingga feses
menjadi keras dan besar. Hal ini akan mengakibatkan defekasi menjadi semakin
sulit. Karena sulitnya defekasi, terkadang dapat terjadi fisura anal yang akan
memperburuk nyeri yang dialami anak. Hal ini akan membuat anak semakin
berusaha untuk menahan defekasinya. Siklus retensi feses ini terjadi berulang-ulang
Gejala yang paling umum didapati adalah riwayat berkurangnya frekuensi defekasi.
seperti nyeri dan distensi abdomen yang menghilang setelah defekasi. Terkadang
dijumpai riwayat feses yang keras atau feses yang sangat besar sehingga
menyumbat saluran toilet. Enkopresis diantara feses yang keras sering salah
kurangnya kenaikan berat badan. Hal ini akan berkurang jika konstipasi teratasi.
Anak sering melakukan manuver menahan feses seperti menyilangkan kedua kaki
serta menarik kaki kanan dan kiri bergantian ke depan dan ke belakang sehingga
kadang terkesan seperti kejang. Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih sering
berkaitan dengan konstipasi pada anak. Semakin lama feses berada di rektum,
meningkat atau berkurang. Dapat dijumpai massa yang teraba di regio abdomen kiri
dan kanan bawah serta suprapubis. Pada kasus yang berat, massa tinja kadang
dapat teraba di daerah epigastrium. Tanda penting lain dari konstipasi adalah fisura
psikososial, gangguan dalam bergaul dan tekanan pada keluarga. Anak dengan
konstipasi terlihat lebih pendiam, cenderung menarik diri, malu, kurang percaya diri
dan marah saat dilakukan pemeriksaan dibandingkan dengan anak yang tidak
2.6. Diagnosis
konstipasi menurut ROME III. Diagnosis ditegakkan bila dijumpai setidaknya dua
gejala selama sebulan pada anak usia kurang dari 4 tahun. Untuk anak usia lebih
dari 4 tahun, harus dijumpai 2 gejala atau lebih yang tidak termasuk IBS dan
bulan.8,15,17,19,21 Dikatakan konstipasi akut bila keluhan berlangsung kurang dari 1-4
minggu dan konstipasi dikatakan kronis apabila keluhan berlangsung lebih dari 1
bulan. Pendapat lain yang diajukan oleh Croffie menyatakan bahwa konstipasi
≤ 2 x defekasi/ minggu
Riwayat retensi feses yang berlebihan atau riwayat sangat nyeri atau sembelit.
Keadaan tersebut dapat disertai dengan irritabel, Penurunan nafsu makan atau tidak
nafsu makan.
Hal ini juga dapat disertai oleh feses yang berukuran besar.
≤ 2 x defekasi/ minggu.
≥ 1 x episode inkontinensia/minggu.
Riwayat nyeri saat buang air besar atau tinja yang keras.
hormon tiroksin dan thyroid stimulating hormone (TSH), tes serologi, foto polos
konstipasi.8,17,21
Pesudokonstipasi adalah salah satu diagnosis banding yang sering dijumpai. Pada
dan tampak mengejan kesakitan saat buang air besar. Perlu ditanyakan mengenai
konsistensi tinja dan frekuensi defekasi, dilakukan pemeriksaan abdomen dan colok
dubur. Apabila tinja lunak dan tidak dijumpai kelainan dalam pemeriksaan fisik, hal
banding penyakit Hirschsprung. Jika anak demam, anoreksia, mual, muntah dan
beberapa diagnosis banding lain dari konstipasi yang terkait gangguan psikis,
2.8. Penatalaksanaan
feses dan menjaga pola defekasi menjadi teratur dengan terapi rumatan oral,
edukasi kepada orang tua dan evaluasi hasil terapi. Perlu dijelaskan kepada orang
tua bahwa penatalaksanaan konstipasi memakan waktu yang lama dan tidak ada
langkah awal dari penatalaksanaan konstipasi. Edukasi kepada orang tua penting
dilakukan agar mereka dapat mengatur pola makan yang tepat dan menghilangkan
mitos-mitos yang tidak benar seputar konstipasi. Selain itu, edukasi kepada orang
Evakuasi feses dapat dilakukan dengan terapi lewat rektum atau oral.
Program evakuasi feses biasanya dilakukan selama 2-5 hari sampai terjadi evakuasi
tinja secara lengkap dan sempurna. Terapi oral yang diberikan adalah mineral oil
(paraffin liquid) dengan dosis 15-30 ml/tahun, maksimal 240 mL/hari kecuali pada
bayi. Larutan polietilen glikol (PEG) juga dapat diberikan dengan dosis 20
maksimal 6 kali enema), enema garam fisiologis (dengan dosis 600-1000 mL) atau
mineral oil 120 mL. Pada bayi digunakan supositoria atau enema gliserin 2-5
ml.8,17,18,21
Tabel 2.2. Pilihan Terapi Farmakologis untuk Konstipasi dan Efek Sampingnya.18
sarbitol 1-3 ml/kg/hr dosis terbagi sama seperti laktulose lebih mahal dari
tersedia sebagai larutan 70% laktulose
extrak gandu 2-10 ml/240 ml dari susu atau jus cocok untuk minum
bayi dari botol
Suntikan osmotik
Suntikan fospa < 2thn tidak boleh diberikan resiko trauma pada dinding beberapa anion akan
≥ 2 thn 6 ml/kg hingga 135 ml anus, distensi perut, muntah diserab, tapi bila ginjal
Normal keracunan tdk
Terjadi.
LAVAGE
Polyetylene
Glycol-cairan 25 ml/kg/hr (hingga 1000 ml/hr) mual, perdarahan, kram sebagian informasi
Elektrolit (hingga 1000 ml/hr) melalui selang perut, muntah, iritasi anus diperoleh dari total
Nasogastrik sampai bersih atau 20 ml irigasi colon, mungkin
/kgbb/hr. Utk maintenance : utk anak membutuhkan selang
Yang lebih tua 5-10 ml/kgbb/hr nasogastrik
Lubricant
Mineral oil < 1 thn tidak direkomendasikan aspirasi lipoid pneumoni, BAB yang lunak, dan me
15-30 ml/thn umur, hingga 210 ml/hr. Secara tiori dapat dapat nurunkan penyerapan air.
Maintenance 1-3 ml/kg/hr. Diserab dan larut dalam
Lemak. Nyer perut, catartic
Colon.
Stimulant
Senna 2-6 tahun : 2,5-7,5 ml/hr: idiosintatik hepatitis, melanosis melanosis coli membaik
6-12 tahun ; 15 ml/hr. Coli, hipertrofik osteoartropati, setelah 4-12 minggu obat
Persediaan : syr 8,8 mg analgetik nefropati. Dihentikan.
Tersedia juga tablet kecil
Terapi rumatan dilakukan dalam jangka waktu lebih lama yaitu beberapa
bulan bahkan tahun untuk mencegah berulangnya konstipasi. Aspek penting dari
terapi rumatan jangka panjang adalah membentuk kebiasaan defekasi yang teratur.
Beberapa cara untuk metode ini antara lain modifikasi perilaku, pemberian diet serat,
dianjurkan untuk dikonsumsi anak adalah 19-25 gram/hari dan pada kasus
buah-buahan. Modifikasi perilaku dilakukan dengan melatih anak buang air besar
saat motilitas kolon paling tinggi (setelah bangun tidur dan setelah makan pagi atau
malam). Diberikan waktu 10-15 menit bagi anak untuk buang air besar agar anak
tidak tertekan. Toilet training juga dianjurkan untuk anak berusia 18 bulan sampai 3
tahun. Latihan dan aktivitas fisik bermanfaat dalam membantu melatih otot-otot yang
prebiotik oligosakarida dan whey protein yang terhidrolisa dapat melunakkan feses.
Konstipasi
Menentukan Penyebab
karena penyakit organik
maintenance
abnormal abnormal
pemberhentian
obat bertahap
Operasi biofeedback
-Prosedur ACE
-Reseksi sigmoid
5 tahun memiliki prognosis yang baik, dengan konstipasi dapat diatasi pada 88%
walaupun kegagalan dilaporkan pada 20% anak.5,11 Anak yang tidak mengalami
perbaikan datang dari keluarga dengan masalah psikososial, dimana diduga akibat
dilaporkan sebanyak 45% pada follow up 5 tahun.11 Pada 50% anak umumnya
dengan konstipasi kronik akan sembuh setelah 1 tahun dan 65% sampai 70%
setelah 2 tahun, dengan angka keberhasilan lebih tinggi pada keluarga yang
termotivasi dan patuh. Dua penelitian menunjukkan 34% sampai 47% kasus
yang lebih buruk.4 Selain itu,Onset gejala yang lebih awal pada tahun pertama,
riwayat konstipasi pada keluarga, percaya diri yang rendah dan kekerasan seksual
Jika konstipasi terus berlanjut maka beberapa komplikasi yang dapat terjadi
adalah inkontinensia fekal dan urin, hemoroid, fisura anus, impaksi fekal, perdarahan
rektum, infeksi saluran kemih, obstruksi atau perforasi usus, prolaps rektum, dan
intratoraks akibat usaha mengedan saat defekasi dapat mereduksi aliran arteri
nyawa, anak dengan konstipasi akan mengalami gangguan kualitas hidup yang
signifikan dibandingkan dengan populasi anak normal. Kualitas hidup berkaitan erat
dengan kesejahteraan emosional dan fisik anak. Sebagai tambahan, bukan hanya
kualitas hidup anak yang terganggu, melainkan kualitas hidup keluarga secara
keseluruhan. Orang tua dan keluarga yang memiliki anak dengan konstipasi
anak yang memiliki kelainan berupa Inflammatory Bowel Disease (IBD) dan
rata kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan anak dengan IBD, GERD dan
anak normal. Kualitas hidup anak yang rendah berkaitan dengan nyeri perut dan
defekasi yang menyakitkan. Kualitas hidup orang tua anak dengan konstipasi
menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan anak mereka sendiri. Orang tua
anak dengan kelainan saluran cerna menunjukkan nilai kualitas hidup yang lebih
rendah dibandingkan orang tua anak normal. Diantara kelainan yang diteliti, orang
tua anak dengan konstipasi memiliki nilai kualitas hidup yang paling rendah.
Lamanya gejala kontipasi pada anak dan adanya riwayat konstipasi pada keluarga
berhubungan dengan rendahnya nilai kualitas hidup orang tuanya. Penelitian ini
Gambar 2.2. Nilai Total Kualitas Hidup Anak Berdasarkan PedsQL. HC= kelompok
anak normal, IBD= kelompok anak dengan IBD, GERD= kelompok anak dengan
menunjukkan bahwa nilai kualitas hidup anak dan orang tua dengan konstipasi lebih
rendah secara signifikan dibandingkan dengan anak yang normal. Hal-hal yang
mempengaruhi hasil tersebut antara lain usia anak, hubungan anak dengan
perut yang tidak spesifik, tingkat pendidikan pengasuh, HRQOL dari pengasuh dan
status ekonomi keluarga. Kelemahan penelitian ini sama dengan kelemahan pada
penelitian yang dilakukan oleh Youssef, dkk. yaitu terkait instrumen penilaian
13-18 tahun pada 4 sekolah. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas hidup terkait
kelompok kontrol pada keempat domain penilaian. Hal-hal yang berkaitan dengan
kualitas hidup pada penelitian itu antara lain nyeri abdomen dan keparahan gejala
saluran cerna. Selain itu, gejala somatik juga dijumpai lebih sering pada anak
yang lebih rendah pada anak dengan konstipasi dibandingkan dengan anak normal
pada umumnya.10,20
dilaporkan bahwa kualitas hidup terkait kesehatan pada orang dewasa muda yang
muda yang sehat. Perbedaan kualitas hidup terlihat pada kelompok dewasa muda
yang gagal menjalani pengobatan dan tetap mengalami konstipasi sampai usia
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengobatan konstipasi yang tepat dan
masing-masing dalam menilai kualitas hidup pasien terkait usia dan penyakit yang
diderita. Pemilihan kuesioner yang tepat sangatlah penting dalam mendeteksi aspek
spesifik dari kesejahteraan pasien. Kuesioner yang spesifik terhadap suatu penyakit
akan cenderung menilai akibat dari penyakit itu sendiri tanpa mendeteksi perubahan
umum dari fungsi keseharian pasien. Oleh karena itu, kuesioner yang optimal adalah
kuesioner yang menggabungkan aspek spesifik dan umum dari kualitas hidup.
Namun hal ini akan menambah kerumitan dari penelitian dan memperpanjang waktu
Kuesioner yang bersifat umum untuk pasien anak antara lain PedsQL dan
CHQ-PF50. PedsQL dikembangkan oleh Varni, dkk. yang terdiri dari pertanyaan
untuk penilaian terhadap anak dan orang tua yang telah divalidasi untuk anak usia 2-
8 tahun. Orang tua dan anak menjawab pertanyaan tersebut secara terpisah dan
pertanyaan yang menilai fungsi fisik, emosi, sosial dan sekolah. Setiap pertanyaan
masalah” dan 4 berarti “selalu menjadi masalah”. Skala penilaian dikonversi menjadi
nilai bulat dimana semakin tinggi nilai bulat, semakin baik kualitas hidup.4,10,19 CHQ-
PF50 terdiri dari 50 pertanyaan untuk menilai kesejahteraan psikososial dan fisik
anak usia 5-18 tahun. Terdapat 15 domain kesehatan yang dinilai dari 50
pertanyaan di dalam kuesioner tersebut. Setiap domain akan diberi nilai 0-100
dimana semakin tinggi nilainya, maka semakin baik kualitas hidup pasien.Instrumen
penilaian kualitas hidup yang spesifik untuk konstipasi adalah Defecation Disorder
List (DDL). Kuesioner ini ditujukan kepada anak usia 7-15 tahun. Kuesioner ini terdiri
dari 37 pertanyaan yang mencakup 4 domain yaitu konstipasi, fungsi emosi, fungsi
Obat yang
Asupan serat
diminum
Penderita konstipasi
: Kualitas hidup