Anda di halaman 1dari 3

Flashback.

Hari minggu ini,aku dan bang Rae melakukan ibadah di sebuah gereja yang tidak jauh dari rumah.Saat
berada digereja,aku melihat ada dua anak kecil yang dapat ku lihat bahwa mereka berdua adalah kembar
identik tengah mengantri untuk mendapatkan berkat dari Imam digereja ini.Salah satu anak kecil itu
mengenakan dress bermotif bunga lotus dan bandana bewarna peach sedangkan kembarannya
mengenakan dress bermotif bunga lili dan jepit rambut bewarna pink.aku merasa terhenyuk melihat
kedua anak itu.benar-benar mengingatkanku dengan Gina,kembaranku.Kami berdua memang terlahir
kembar,tetapi kami memiliki jarak lahir cukup jauh.Karena penyakit TTTS (Twins to Twins Transfuse
Syndrom) yang dialami ibuku saat usia kandungannya memasuki 18 minggu membuatku terpaksa lahir
secara prematur saat usiaku baru menginjak enam setengah bulan.

Mengingat semua itu membuatku sedih,terlebih lagi saat aku juga didiagnosa dengan kelainan katub di
jantungku serta penyakit yang disebabkan olehnya yaitu aritmia.Tetapi bukan hanya itu saja yang
membuatku bersedih.Gina,tidak pernah menganggapku sebagai saudara kembarnya.Aku tak tahu apa
alasannya.Aku dan Gina semakin bertambah jauh saat ibu kami meninggal dunia.Seorang anak delapan
tahun dengan kasarnya menuduh kembarannya sendiri sebagai penyebab meninggalnya ibu
mereka.Ya,Gina menyalahkan hal itu padaku.Aku ingat sekali,setelah pulang dari pemakaman ibu,Gina
berteriak keras di wajahku lalu mendorong tubuhku hingga menyenggol sebuah guci hingga pecah.Aku
tak tahu apa yang terjadi setelah itu karena saat aku kembali membuka mata,aku telah berada di ranjang
rumah sakit dengan selang pernafasan yang masuk ke lubang hidungku.

Setelah ibadah berakhir,Bang Rae hendak mengajakku untuk ke pusat perbelanjaan namun aku tolak.Aku
ingin segera menyelesaikan novel bacaanku,kilahku.Sejujurnya,aku ingin sekali meluapkan tangisku yang
sedari tadi sudah ku tahan.Akhirnya Bang Rae menyerah dengan pasrah.Kami berdua pulang kerumah
dengan dengan diiringi keheningan.Beberapa kali aku lihat,Bang Rae melirik kearahku.Aku juga dapat
merasakan jika Bang Rae menyimpan banyak pertanyaan atas sikapku yang berubah ketika pulang dari
gereja.

Setibanya dirumah,aku langsung memasuki kamarku,menutup pintunya kemudian menguncinya.Aku


jatuhkan tubuhku ke ranjang.Tanganku meraih bantal kura kura kesayanganku kemudian membalikan
tubuhku keatas,sambil memeluk bantal itu,aku menangis dengan hebat.Sesekali aku menggigit bantal itu
agar aku tak mengeluarkan suara.Dapat kurasakan ICD yang terpasang di kulit dadaku mengalirkan kejut
listrik untuk menetralkan detak jantungku.Sakit itu semakin terasa saat aku kesulitan untuk
bernafas,nafasku terasa sangat berat.Mataku terpejam sangat erat saat ICD itu mengalirkan arus kejut
listrik yang cukup besar.

Jen,aku mohon jangan.kendalikan dirimu.aku mencoba mengandalikan rasa sakit ini.tangan kananku
berusaha meraih sebuah kotak obat yang berada di nakas.Saat berhasil mendapatkannya,aku langsung
membukanya dengan asal hingga membuat isi kotak itu berjatuhan di ranjang.Aku mengambil satu buah
obat dan langsung memasukannya dalam mulutku lalu menelannya.Aku mencoba untuk bernafas
senormal mungkin agar detakan jantungku kembali normal.Beberapa sengatan kecil masih dapat
kurasakan saat itu.Hingga pada akhirnya sengatan itu berhenti bersamaan dengan normalnya
kembali.Aku hanya bisa menatap langit langit kamarku,beberapa detik kemudian.Gina,Gina,dan
Gina,pikiranku melayang pada sosok anak remaja dengan mata sipit berwarna coklat pekat,berambut
ikal panjang bewarna merah kecoklatan,dengan senyum yang sangat indah.Setidaknya itu yang ia ketahui
dari foto foto yang selalu dikirimkan oleh Johan,Abangnya yang lain.

Tak ingin berlarut larut dalam kesedihan dan membuatku kambuh lagi.Aku memutuskan untuk bangkit
bediri hendak minum air.Setelah membereskan sisa sisa tangisku,aku melangkah keluar kamar untuk
menuju dapur.Membuka lemari pendingin dan mengeluarkan sebotol air dingin.Aku mendudukan diriku
di kursi meja makan.Saat meminumnya,mataku tertuju pada benda persegi panjang yang tergeletak di
atas meja makan.Dapat kupastikan,itu adalah ponsel milik Bang Rae.Setelag selesai minum,aku langsung
mengambil ponsel itu.Sebuah ide yang cukup gila terlintas di benakku.Tanpa banyak ba bi bu lagi,aku
segera mencari nama seseorang di daftar kontak ponsel Bang Rae.Setelah menemukannya,aku langsung
memencet tombol telepon Internasional.

Tak butuu waktu lama saat dapat kudengar sambungan telepon itu terhubung dengan nomor tujuan.

"Hal.."

"Ya Tuhan!!!Rae oppaaaaa..Ini benar Rae Oppa kan?Ya Tuhan!!Oppa,Aku seneng banget akhirnya Oppa
mau telepon aku." Suara itu,suara yang benar benar aku rindukan selama hampir delapan belas tahun
aku hidup.Suara bahagia dari seorang gadis yang semasa kecil pernah tinggal dalam satu rahim yang
sama.Aku kembali meneteskan air mataku,bukan karena sedih tetapi karena aku sangat bahagia bisa
mendengar suaranya lagi.

"Oppa kok diam saja?Aku mau cerita banyak hal,Oppa.Oh iya,Oppa sehat kan disana?Oppa menapa
nggak ikut aku aja ke jepang sih" Suaranya sangat bahagia saat mengatakan hal itu hingga perkataan
selanjutnya membuatku tertohok, "Seharusnya Oppa nggak usah nemenin anak pembawa sial
itu.Biarkan saja dia,bentar lagi juga pasti mati!!"

Hatiku sungguh merasakan sakit yang luar biasa ketika mendengar perkataan itu keluar dari mulut adikku
sendiri.Ya Tuhan!apa salahku?

"Soo Jin-a" sapaku dengan suara lembut.Dapat kudengar dengan jelas,nafasnya tercekat saar mendengar
sapaanku.

"Ka...Kau!mau apa kau hah?Sekarang kau sudah berani mencuri ponsel Rae Oppa?"

"Soo Jin-a,Aku hanya ingin tahu,sebenarnya apa salahku terhadapmu?"

"Salahmu itu karena kau lahir.Anak pembawa sial tidak pantas untuk lahir!!" Ia kembali berteriak.

"Kamu sudah membunuh Ibu dan nenek.Tak puaskah kamu,hah?mati saja sana,kamu sudah nerepotkan
banyak orang dengan segala penyakit anehmu itu" katanya lalu memutuskan hubungan panggilan.

Kini aku sudah tak kuat lagi mendengar kata-katanya.Air mataku telah membanjiri pipiku.Aku benar
benar tak menyangka,Adikku sendiri mengatakan hal yang sangat menyakitkan bagiku.
Benarkah aku harus mati untuk melihatnya benar benar bahagia?

Anda mungkin juga menyukai