Anda di halaman 1dari 12

Inflammatory Bowel Disease : Kolitis Ulseratif

Beradona (102009011), Tari Erasti (102013279), Cornelia Tabita S (102014004),


Rendy Cendranata (102014017), Fanny Mariska S (102014045), Minati Puspawardani
(102014149), Julio Ludji P (102014183), Ayuni Syahira (102014238)

Kelompok F4

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara Jakarta Barat

Fanny.96mariska@gmail.com

Abstract

Inflammatory Bowel Disease is a group of inflammatory diseases of the colon and small
intestine, as a result of the immune response that attacks the tissues of his own intestines. The
cause of inflammatory bowel disease remains unknown. Possible causes are hereditary
factors and infectious agents that trigger activation of the immune system. This occurs when
an unknown factor triggers the immune system to produce an uncontrolled inflammatory
reaction and settled in the intestine. This causes damage to the gut wall. There are two types
of inflammatory bowel disease that is a major: Crohn's Disease and Ulcerative Colitis.
Crohn's disease is a medical condition characterized by inflammation of any part of the
digestive tract that starts from the mouth to the anus. Ulcerative colitis is a medical condition
characterized by the formation of ulcers-ulcers in the large intestine.

Keywords : Gastrointestinal, Ulcerative Colitis, Chron Disease

Abstrak

Inflammatory Bowel Disease adalah sekumpulan penyakit peradangan pada usus besar dan
usus halus, sebagai akibat dari reaksi kekebalan tubuh yang menyerang jaringan ususnya
sendiri. Penyebab dari inflammatory bowel disease masih belum diketahui. Kemungkinan
penyebabnya adalah faktor keturunan dan agen-agen infeksi yang memicu aktifasi sistem
kekebalan tubuh. Hal ini terjadi ketika faktor yang tidak diketahui memicu sistem kekebalan
tubuh untuk menghasilkan reaksi peradangan yang tidak terkendali dan menetap pada usus.
Hal ini menyebabkan kerusakan dinding usus. Ada 2 tipe inflammatory bowel disease yang

Page 1
utama: Penyakit Crohn dan Kolitis Ulseratif. Penyakit Crohn adalah suatu kondisi medis
yang ditandai dengan peradangan pada bagian manapun dari saluran pencernaan yang
dimulai dari mulut sampai dengan anus. Kolitis Ulseratif adalah suatu kondisi medis yang
ditandai dengan terbentuknya ulkus-ulkus pada usus besar.

Kata Kunci : Gastrointestinal, Kolitis Ulseratif, Penyakit Kron

Pendahuluan

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan


saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis
besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis ulseratif, penyakit Crohn, dan bila sulit
membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis.
Colitis ulseratif merupakan salah satu dari dua tipe Inflammatory Bowel Disease
(IBD), selain Crohn disease. Tidak seperti Crohn disease, yang dapat mengenai semua bagian
dari traktus gastrointestinal, colitis ulseratif seringnya mengenai usus besar, dan dapat
terlihat dengan colonoscopy. Colitis ulseratif merupakan penyakit seumur hidup yang
memiliki dampak emosional dan sosial yang amat sangat pada pasien yang terkena, dan
ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan remisinya gejala klinik.1

Anamnesis
Anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien guna untuk mendiagnosa
penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam yaitu alo anamnesis dan auto anamnesis.
Auto anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien sendiri guna mendapatkan
informasi tentang penyakit pasien. Alo anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dengan
keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena pasien tidak bisa ditanyai seputar penyakitnya
karena berbagai alasan. Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah berupa auto
ananamnesis karena pasien sendiri dapat menjawab seputar penyakit yang ia derita.1,2
Perlu ditanyakan pertama kali yaitu identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, dokter yang
merujuk). Lalu ditanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang seperti lokasi anatomi
sakit, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat
penyakitnya membaik/memburuk/tetap, apakah keluhan konstan/intermitten. Catat riwayat
yang berkaitan termasuk pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang
negatif. Riwayat keluarga, dan riwayat ekonomi-sosial yang berkaitan dengan keluhan
utama.1,2

Page 2
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis, harus dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
terdiri dari pemeriksaan tanda- tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pertama
adalah pemeriksaan tanda- tanda vital seperti suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan
nadi. Lalu dilakukan inspeksi. Inspeksi merupakan proses dari melihat saja tanpa melakukan
apa- apa. Lihat apakah adanya pucat, ikterus atau limfadenopati, apakah pasien kurus atau
obesitas. Ketiga adalah melakukan palpasi abdomen. Tanyakan jika ada nyeri atau nyeri
tekan, sangat berhati- hatilah terutama jika ada. Lihat wajah pasien saat memeriksa adanya
nyeri atau nyeri tekan. Lakukan palpasi semua area abdomen. Setiap massa atau kelainan
harus dicatat degan teliti mengenai ukuran, posisi, bentuk, konsistensi, lokasi, tepi, monilitas
saat respirasi, dan pulsatilitas. Lakukan auskultasi utnuk mendengarkan bising usus
(terdengar atau tidak, normal/ tidak, hiperaktif, bernada tinggi, berdenting (menunjukkan
obstruksi)). Lalu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ada asites. Distensi
abdomen, pekak pada pemeriksaan pekak berpindah.2,3

Pada pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum pasien. Apakah
pasien tampak sakit ringan atau sakit berat. Kemudian perhatikan bentuk tubuh pasien,
apakah pasien tampak kurus atau bergizi buruk.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding periksa apakah pasien memiliki tanda-tanda seperti :
iritis, anemia, distensi abdomen atau nyeri tekan abdomen atau fistula. Pada auskultasi
periksa bunyi usus.2,3

Pemeriksaan Penunjang
 Gambaran Laboratorium
Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat dan
beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan penyakit
kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan pergeseran
ke kiri dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada pasien demam yang sakit
berat. Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia, mencerminkan derajat diare.
Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif dan biasanya mewakili
hilangnya protein lumen melalui mukosa yang berulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase
dapat menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang berhubungan. Pemeriksaan kultur feses
patogen usus dan bila diperlukan, Escherichia coli , parasit dan toksin Clostridium difficile

Page 3
negatif. Pemeriksaan antibodi p-ANCA dan ASCA (antibodi Saccharomyces cerevisae
mannan) berguna untuk membedakan penyakit kolitis ulseratif dengan penyakit Crohn. 3,4
 Gambaran Radiologi
a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen seringkali dapat membantu dalam penegakan diagnosis
colitis ulseratif. Foto polos abdomen dapat menunjukkan dilatasi kolon yang masif
yang disertai dengan kontur mukosa yang abnormal. Dilatasi yang terjadi
seringkali terdapat pada kolon transversal. Perforasi kolon merupakan salah satu
komplikasi dari kolitis ulseratif. Perforasi dapat terjadi dengan atau tanpa
megakolon toksik. Pneumoperitoneum masif biasanya menyertai perforasi kolon.
Residu feses biasanya tidak terlihat pada usus yang mengalami inflamasi.
Gambaran edema pada dinding usus biasa tampak pada fase akut dari kolitis
ulseratif, yang disebut juga gambaran thumbprinting. Terdapat juga gambaran
pseudopolip yang menunjukkan mukosa yang udem diantara mukosa yang
mengalami ulserasi. Pada fase kronik, terjadi pemendekan usus akibat spasme
muskulus longitudinal atau fibrosis yang ireversibel. Selain itu, haustra pada kolon
desendes menghilang.3,4
b. Barium enema
Gambaran radiologi kolitis ulseratif pada pemeriksaan barium enema sangat
bervariasi tergantung dari stadiumnya. Kolon bisa saja terlihat lebih sempit, dan hal
ini bisa saja berhubungan dengan pengisian usus yang tidak sempurna akibat
spasme dan iritabilitas pada kolon. Pemeriksaan barium enema dapat menunjukkan
hilangnya haustra pada lumen kolon. Adanya granula dapat disebabkan oleh
hiperemia dan udem pada mukosa yang dapat menyebabkan ulserasi. Ulser
superfisial dapat menyebar dan menutupi semua lapisan mukosa. Terdapat
gambaran bintik-bintik pada mukosa akibat perlengketan barium pada ulser
superfisial. Collar button ulcers merupakan ulserasi yang lebih dalam pada mukosa
yang udem dengan kripte abses pada submukosa. Striktur dapat terjadi pada 1-11%
pasien yang menderita kolitis ulseratif dalam jangka waktu yang lama. Striktur
terutama ditemukan pada kolon asendens.3,4
c. Computed tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat membantu ahli radiologi dalam membedakan
kolitis ulseratif dan penyakit Crohn, jika pemeriksaan barium enema menunjukkan
kemiripan di antara keduanya. CT dapat mendeteksi bagaimana karakteristik dari

Page 4
kolitis ulseratif. CT-Scan abdomen dan pelvis menunjukkan dilatasi, penebalan
pada bagian mural, dan permukaan mukosa yang ireguler, serta terdapat target
sign. Dapat juga terlihat pseudopolip pada dinding kolon, dan pembuluh darah
yang berdilatasi akibat adanya inflamasi dan hiperemia.3,4

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Giovagnoni dkk menggunakan MRI dengan resolusi yang tinggi untuk
meneliti 16 spesimen rektosigmoid yang telah direseksi akibat kolitis ulseratif, dan
mengungkapkan bahwa MRI dapat menjadi modalitas pencitraan yang baru untuk
mendeteksi perubahan dinding kolon pada kolitis ulseratif. Hasil in vitro
menunjukkan bahwa MRI dapat melihat lapisan dinding kolon secara keseluruhan.
Secara khusus pada kolitis ulseratif, T1-weighted spin-echo MRI menunjukkan
penebalan dan hiperintensitas dari lapisan mukosa dan submukosa.3,4

 Gambaran endoskopi dan biopsi


Sekali kita mencurigai kolitis ulseratif, pemeriksaan endoskopi berupa
kolonoskopi, harus dilakukan. Selain itu, harus dilakukan biopsi pada mukosa yang
meradang dan pada mukosa yang normal. Hasil yang didapatkan pada pemeriksaan
kolonoskopi dan biopsi dapat mengonfirmasi diagnosis kolitis ulseratif, dan juga
berguna untuk melihat atau memantau sejauh mana perjalanan penyakit tersebut.
Namun, tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena kemungkinan dapat
mengakibatkan perforasi atau komplikasi lainnya. Kasus kolitis ulseratif yang berat
ditandai dengan adanya ulser dan perdarahan spontan.3,4

Diagnosis Banding
 Penyakit Chorn
Penyakit chorn (PC), ditandai transmural yang patchy yang dapat mengenai semua
bagian saluran cerna. PC dapat berupa inflamasi, fistula dan striktur. Simptom PC
lebih bervariasi, namun tetap ada rasa nyeri abdomen yang tidak menentu (bahkan
bisa disemua bagian abdomen), diare (terkadang tanpa diare), berat badan menurun.
Gejala sistemik seperti malaise, anoreksia dan demam. Pasien PC lebih banyak
menimbulkan kecacatan dibandingkan KU. Hanya 75% pasien PC dapat kembali
bekerja setelah didiagnosis, dan 15% pasien PC tidak bekerja lagi sesudah 5 – 10
tahun perjalanan penyakitnya. Kolonoskopi pada PC, lesinya terputus – putus, bisa

Page 5
terkena pada saluran cerna yang mana saja (hingga SCBA). Pemeriksaan yang kedua
yaitu radiologi kontras ganda. Karena PC dapat muncul dimana saja, dan endoskopi
tidak dapat dilakukan pada seluruh saluran cerna, oleh karena itu memakai kontras
ganda.4,5

 Penyakit Divertikular
Penyakit divertikular merupakan suatu kelainan dimana terjadi herniasi
mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi dinding kolon
yang lemah yaitu tempat dimana vasa rekta menembus dinding kolon. Herniasi dari
mukosa/submukosa dan ditutupi oleh lapisan serosa yang tipis disebut
pseudodivertikular atau false divertikular, biasanya bersifat acuired (di dapat setelah
lahir ). Apabila semua dinding kolon mengalami herniasi di sebut true divertikular
dan biasanya bersifat kongenital (dibawa dari lahir). Penyakit divertikular pada
umunya tidak memberikan gejala klinik pada 70-75% pasien. Apabila timbul
divertikulitis 15-25% denagan komplikasinya akan menimbulkan nyeri perut pada
kuadran kiri bawah, demam dan leukositosis yang merupakan gejala penting
walaupun tidak spesifik.Pada pemeriksaan fisik penyakit divertikular biasanya tidak
memberi tanda fisik, namun kemungkinan ditemukan nyeri palpasi pada perut kiri.
Bila di temukan rebound yang jelas pada palpasi ini merupakan tanda adanya iritasi
inflamasi peritoneal akibat terjadinya mikroperforasi atau makroperforasi dengan
peritonitis generalisata. Kemungkinan teraba adanya massa bila proses inflamasi
menjadi plegmon atau asbes. 4,5

 Karsinoma kolon
Kolon (termasuk rectum) merupakan tempat keganasan saluran cerna yang paling
sering. Kanker colon merupakan penyebab ke tiga dari semua kematian akibat kanker
di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita. Kanker usus besar biasanya
merupakan penyakit yang terjadi pada orang tua, dengan insidensi puncak pada usia
60 dan 70 tahun. Kanker kolon jarang di temukan pada usia 40 tahun, kecuali pada
orang yang memiliki riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial.Kedua jenis
kelamin terserang dalam jumlah yang sama, sekitar 60%dari semua kanker usus
terjadi pada bagian rektosigmid, sehingga dapat teraba pada pemeriksaan rektum atau
terlihat pada pemeriksaan sigmoiskopi. Gejala kanker usus besar yang paling sering

Page 6
adalah perubahan kebiasan defekasi, anoreksia, anemia, nyeri, dan penurunan berat
badan. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker dan sering
di bagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus besar. Karsinoma
kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi akibat iritasi dan
respon reflex. Sering terjadi diare, nyeri mirip kejang dan kembung. Lesi pada kolon
kiri cenderung melingkar, sehingga sring timbul obstruksi. Feses dapat kecil
berbentuk seperti pita, baik mucus maupun darah segar terlihat pada feses. Dapat
terjadi anemia akibat kehilangan darah kronis. Pertumbuhan pada sigmoidatau rectum
dapat mengenai radiks saraf, Pembuluh limfe, atau vena, menimbulkan gejala pada
tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinganan defekasi
atau sering berkemih dapat timbul akibat tekanan pada sruktur tersebut.4,5

Working Diagnosis
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen, seringkali
dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa
terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah dan
tanpa manifestasi sistemik.
Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan
frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap
dara. Perjalanan penyakit kolitis ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat
ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya
serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus
dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas
penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa
dan luasnya bagian usus yang terlibat. Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi radang yang
secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon tampak berulserasi,
hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari radang adalah bahwa sifatnya
seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa mukosa yang normal. 4,5

Etiologi
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran tertentu penyakit ini
telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor familial atau
genetik, infeksi, lingkungan.6
 Faktor familial/ genetik

Page 7
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan orang
kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang
Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini menunjukan bahwa dapat ada
predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.6
 Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus
untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha untuk menemukan agen
bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat
varian dinding sel Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat
menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi.6

 Faktor lingkungan
Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif
berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan
pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian
sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok
dibandingkan dengan yang bukan perokok.6

Epidemiologi
Kolitis ulseratif dapat mengenai 150 orang dari 100.000 populasi pada negara bagian
barat. Kolitis ulseratif memiliki prevalensi tiga kali lebih sering dibandingkan dengan
penyakit Crohn. Kolitis ulseratif lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.
Di Amerika Serikat, kolitis ulseratif terjadi lebih sering pada populasi dengan ras kulit putih.
Berdasarkan statistik internasional, kolitis ulseratif sering terdapat di negara-negara bagian
barat dan utara, insidensnya rendah di negara-negara Asia dan Timur Tengah.
Onset usia mengikuti pola bimodal, puncaknya berada di usia 15-25 tahun dan onsetnya
menurun pada usia 55-65 tahun, meskipun penyakit ini dapat mengenai segala jenis usia.
Kolitis ulseratif jarang mengenai populasi yang berusia lebih muda dari 10 tahun. Dua dari
100.000 anak terkena penyakit ini, namun 20-25% dari semua kasus kolitis ulseratif terjadi
pada usia 20 tahun ke bawah.6,7

Page 8
Patofisiologi
Pada dasarnya colitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon
secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan menyebar/ progresif ke proksimal.
Perjalanan penyakit kolitis ulseratif bisa dimulai dengan gejala pertama yang berat ataupun
dimulai dari gejala ringan kemudian akan semakin berat bertahap setiap minggu. Hal ini
didasarkan pada panjang kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan hanya
melibatkan lapisan mukosa. Lesi patologis awal terbatas pada lapisan mukosa berupa
pembentukan abses dalam kriptus, yang berbeda dengan lesi pada penyakit Crhon yang
menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti
mukosa.Edema dapat mengakibatkan kerapuhan hebat sehingga dapat terjadi pendarahan
akibat trauma ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan. Pada stadium penyakit yang
lebih lanjut, abses kripte pecah menembus dinding kripte dan menyebar dalam lapisan
submokusa, menimbulkan terowongan dalam mokusa. Mokusa kemudian terkelupas
menyisakan daerah tidak bermokusa (tukak). Tukak mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi
pada stadium lebih lanjut, permukaan mokusa yang hilang menjadi luas sekali sehingga
mengakibatkan hilangnya jaringan, protein, dan darah dalam jumlah banyak.6,7

Gambaran Klinis
Gejala klinis yang paling dominan pada penderita kolitis ulseratif adalah sakit pada
perut dan diarrhea yang disertai pendarahan. Di samping itu dapat juga dijumpai anemia,
kelelahan (mudah lelah), kehilangan berat badan, pendarahan pada rektum, kehilangan nafsu
makan, kehilangan cairan tubuh dan gizi, lesi pada kulit dan radang sendi, pertumbuhan yang
terganggu, terutama anak-anak. Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis
ulseratf yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam, diarrhea
dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis ulseratf juga dapat
menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing
cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari
kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan
yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat
diobati.7
Penatalaksaan
Karena kolitis ulserativa tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan, tujuan
pengobatan dengan obat adalah untuk, menginduksi remisi, mempertahankan remisi,

Page 9
meminimalkan efek samping pengobatan, meningkatkan kualitas hidup, dan meminimalkan
risiko kanker.7,8
a. Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa pada pasien kolitis ulseratif, antara lain:
 Asam aminosalisilat
Obat ini memiliki efek anti-inflamasi lokal, secara khusus pada kolon, dan dapat
diberikan secara rektal atau oral. Formulasi obat yang slow-release (pentasa atau
asacol) dipecah di kolon.
 Kortikosteroid
Pengobatan kolitis ulseratif dengan menggunakan steroid biasanya efektif dalam
menimbulkan remisi dan digunakan secara khusus untuk mengobati kolitis
ulseratif eksaserbasi akut. Kortikosteroid ini dapat diberikan secara intravena,
oral, atau rektal.
 Antibiotik
Antibiotik digunakan dalam mengobati kolitis ulseratif namun tidak
memberikan hasil yang baik..
 Probiotik
Probiotik digunakan untuk mengembalikan flora normal pada usus, dan telah
dilaporkan berhasil pada beberapa kasus.
b. Pembedahan
Pembedahan, berupa panproktokolektomi (memotong kolon dan rektum),
merupakan terapi definitif pada kolitis ulseratif. Indikasi operasi pada kolitis
ulseratif bervariasi. Terapi medikamentosa yang gagal merupakan indikasi yang
paling sering untuk dilakukan pembedahan. Indikasi tindakan pembedahan segera
pada pasien kolitis ulseratif adalah adanya toksik megakolon yang refrakter dengan
terapi medikamentosa, adanya serangan fulminan yang refrakter dengan terapi
medikamentosa, dan perdarahan pada kolon yang tidak terkontrol. Sedangkan,
indikasi elektif adalah ketergantungan jangka panjang pada steroid, ditemukannya
displasia dan adenokarsinoma pada biopsi skrining, dan durasi penyakit yang sudah
mencapai 7-10 tahun.7,8
Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi:8
 Pendarahan

Page
10
 Toxic megacolon
 Perforasi
 Striktura

Prognosis
Bergantung kepada tingkat keparahan penyakit dan respon pasien terhadap
pengobatan.8

Kesimpulan
Pasien dengan keluhan BAB bercampur darah merah segar disertai BAB encer dan
nyeri perut bagian kuadran kiri bawah yang hilang timbul disertai tanda-tanda anemia dan
pada pemeriksaan feses lengkap tidak ditemukan adanya bakteri telah menderita kolitis
ulseratif.
Daftar Pustaka
1. Arief [et.al]. Kapita selekta. Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: media Aesculapius; 2001.
h.495-7.
2. Djojoningrat D. Ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Internal publishing,
2009. h.560 – 66, 591-7.
3. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getiing started in clinical radiology from image to
diagnosis. Germany: Thieme; 2006. p. 197-8.
4. Roggeveen MJ, Tismenetsky M, Shapiro R. Best cases from the AFIP: ulcerative
colitis. RadioGraphics 2006; 26, 3: 947-51.
5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2005.
h.461-4.
6. Keshav S. Ulcerative colitis and crohn’s disease. In: Keshav S, editor. The
gastrointestinal system at a glance. USA: A Blackwell Publishing company; 2004.
p 78-9
7. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi gastrointestinal.Buku Ajar Fisiologi Kedokterran Edisi
11. Jakarta:EGC;2007.hal 829, 48, 58.
8. Kurnia Y, Arif Azalia, Rumawas M dkk. Buku ajar farmakoterapi gangguan saluran
cerna, hati pancreas dan empedu. h.2

Page
11
Page
12

Anda mungkin juga menyukai