PENDAHULUAN
1
kualitas asuhan keperawatan kepada pasien di ruang kritis dan akan berdampak
positif terhadap profesi keperawatan.
Penguasaan terhadap teknologi akan menjadi modal bagi perawat untuk
mengontrol pekerjaannya (Alasad, 2002). Hal tersebut tentu saja akan menghemat
tenaga, dan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah untuk dikerjakan serta diatur.
Misalnya perawat yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai mesin
ventilasi mekanik, hal tersebut akan membantu perawat menghemat tenaganya dalam
mengawasi pernafasan pasien, karena tugasnya mengawasi secara langsung keadaan
pasien sudah dilakukan oleh mesin ventilasi. Bahkan apabila ada keterbatasan tenaga
perawat, maka 1 orang perawat dapat mengawasi dua atau lebih pasien yang juga
sama-sama menggunakan mesin ventilasi mekanik. Jelaslah bahwa penguasaan
teknologi menjadi suatu kebutuhan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama
(Brunner and Suddarth, 2001).
Merawat pasien pada ventilator mekanis telah menjadi bagian integral dari
asuhan keperawatan di unit perawatan kritis, di unit medikal bedah umum, di fasilitas
perawatan yang luas, dan bahkan di rumah. Perawat, dokter, dan ahli terapis
pernapasan harus mengerti masing-masing kebutuhan pernapasan spesifik pasien dan
bekerja bersama untuk membuat tujuan yang realistis. Rumusan penting untuk hasil
pasien yang positf termasuk memahami prinsip-prinsip ventilasi mekanis dan
perawatan yang dibutuhkan dari pasien, juga komunikasi terbuka diantara tim
perawatan kesehatan tentang tujuan terapi, rencana penyapihan (weaning), dan
toleransi pasien terhadap perubahan dalam pengesetan ventilator.
3
neurovaskular seperti poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan
miasteniagravis. Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau
pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilatori sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak
membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan paling sering
untuk pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat penyakit neuromuskular.
Akibatnya, ventilator ini sangat baik untuk digunakan di lingkungan rumah. Terdapat
beberapa jenis ventilator tekanan negatif: iron lung, body wrap, dan chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron Lung adalah bilik tekanan negatif
yang digunakan untuk ventilasi. Alat ini pernah digunakan secara luas selama
epidemik polio pada masa lalu dan sekarang digunakan oleh pasien-pasien yang
selamat dari penyakit polio dan kerusakan neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell). Kedua alat
portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk menciptakan bilik
tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena masalah-masalah dengan
ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis ventilator ini hanya digunakan dengan
hati-hati pada pasien tertentu.
2.2.2 Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di bawah, dan dengan
demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ekspirasi terjadi
secara pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit dan meningkat
penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga
jenis ventilator tekanan positif, yaitu:
1. Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus ventilator
hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan
4
ventilator jenis ini adalah bahwa volume udara atau oksigen dapat beagam sejalan
dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah
suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan
kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa, ventilator
tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka pendek di ruang
pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah mesin IPPB.
2. Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh kepanjangan
inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar ventilator mempunyai frekuensi
kontrol yang menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu-pensiklus murni jarang
digunakn untuk orang dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.
3. Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-positif yang paling
banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume udara yang akan
dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini telah
dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Dari
satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator secara
relatif konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat meski
tekanan jalan nafas beragam.
5
2. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk
mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur
tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan gas
darah arteri.
3. Catat tekanan inspiratori puncak.
4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan frekuwensi
sesuai dengan program medik dokter.
5. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya
sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal
(biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan
PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil pemeriksaan
gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter.
8. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator
karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan
manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.
6
Pernafasan. kendali pernafasan. dan hilangkan
penyebab.
16-20 kali/per menit. Normal.
28-40 kali/menit. Evaluasi pasien
dan lakukan
tindakan yang
tepat.
Pertimbangkan
intubasi/ventilasi
2. <10-20 ml/kg(cadangan terencana.
Kapasitas Vital. pernafasan buruk). Lihat tanda gagal
3. <20 cm H2O atau cenderung nafas.
Tekanan inspirasi. menurun. Siapkan dukungan
4. ventilator.
Gas darah Arteri. <7,25
Ph Evaluasi
dikombinasi
dengan
peningkatan
<50mm/Hg PaCO2.
PaCO2 Evaluasi
dikombinasi
dengan penurunan
<50 mmHg dengan terapi pH.
O2 Evaluasi
PaO2 dikombinasi
dengan pH dan
5. PaCO2.
≥ 300 mmHg
6. ≥ 25-30
Penurunan atau tidak ada Beri O2 100%
7
Gradien pirau A-a bunyi nafas. Siapkan dukungan
7. ventilator.
Auskultasi dada Nadi lebih dari 120, Monitor disritmia.
8. disritmia
Evaluasi hal diatas
Irama dan frekuwensi Kelelahan berat, penurunan dan lakukan
9. jantung tolenransi aktivitas tindakan tepat.
Aktivitas Monitor aktivitas
10. Kacau mental, delirium, kejang hipoksik.
samnolen. Siapkan dukungan
Status mental Penggunaan otot asesori, ventilator.
kelelahan, kerja pernafasan
Observasi fisik berat.
8
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi
intubasi meliputi:
a. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
b. Intubasibatangutama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan
laju mortalita
c. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal Pnemonia Pseudomonas
sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu kemungkinan potensial dari
alat terkontaminasi.
2. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat
tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus
atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan
telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan insiden
stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang
lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi
dapat terjadi.
3. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilator
diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh
kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator terlepas, atau obstruksi
aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi,
bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi
mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi mekanis
menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA menentukan
efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai
GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
9
4. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada, menciptakan
tekanan positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan
dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan
alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan
tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat
tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit. Tekanan ventilator
menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm
tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada.
Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling
menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan jarum,
intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber tekanan positif
dan memberi ventilasi dengan resusitator manual, memberikan pasien pernafasan
cepat.
5. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat
meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat,
lemah, dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan
untuk memperbaiki hipovolemia.
6. Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan
penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan merangsang respons
aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik
tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami
edema luas, meliputi edema sakral dan fasial.
10
2.6 Asuhan Keperawatan
2.6.1 Pengkajian
Perawat mempunyai peran penting dalam mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji pasien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut:
a. Tanda-tanda vital.
b. Bukti adanya Hipoksia (Gelisah, Ansietas, Takikardia, Peningkatan Frekuensi
Pernapasan, Sianosis).
c. Frekuensi dan Pola Pernapasan.
d. Bunyi Napas.
e. Status Neurologis.
f. Volume Tidal, Ventilasi Satu Menit, Kapasitas Vital Kuat.
g. Kebutuhan Penghisapan.
h. Upaya Ventilasi Spontan Pasien.
i. Status Nutrisi.
j. Status Psikologis.
11
Pengkajian peralatan. Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa
ventilator berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah dibuat dengan
tepat. Meski perawat tidak benar-benar bertanggung jawab terhadap penyesuaian
pengesetan pada ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya ini
merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat bertanggung jawab
terhadap pasien dan karenanya harus mengevaluasi bagaimana ventilator
mempengaruhi status pasien secara keseluruhan. Dalam memantau ventilator,
perawat harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Jenis ventilator (volume bersiklus, tekanan bersiklus, tekanan negatif).
2. Cara pengendalian (kontrol, bantu/kontrol, intermitent mandatory,
ventilation).
3. Pengesetan volume tidal dan frekuensi.
4. Pengesetan F1O2 (fraksi oksigen yang diinspirasi).
5. Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan.
6. Pengesetan sigh (biasanya 1,5x dari volume tidal dan berkisar dari 1-3/jam)
jika memungkinkan.
7. Adanya air dalam selang, terlepasnya sambungan, atau terlipatnya selang.
8. Humidifikasi (humidifier dengan air).
9. Alarm (fungsi yang sesuai).
10. PEEP (tekanan akhir ekspiratori positif) atau tingkat dukungan tekanan, jika
memungkinkan
12
5. Kerusakan komunikasi verbal berhungan dengan tekanan selang endotrakea dan
pemasangan pada ventilator.
6. Koping individu tidak efektif dan ketidak berdayaan yang berhungan dengan
ketergantunagn pada ventilator
13
Dua intervensi keperawatan umum yang terutama penting untuk pasien yang
mendapat ventilasi secara mekanis adalah auskultasi paru dan interpretasi gas darah
arteri. Perawat sering menjadi orang pertama yang mengetahui perubahan dalam
temuan pengkajian fisik atau kecendrungan siknifikan dalam gas darah yang
menandakan terjinya masalah siknifikan (pnemotorak, perubahan letak selang,
embolisme pulmonal)
Penatalaksanaan jalan nafas. Ventilasi tekanan positif kontinu meningkatkan
pembentukan sekresi apapun kondisi pasien yang mendasari, perawat harus
mengidentifikasi adanya sekresi dengan auskultasi paru sedikitnya setiap 2/4 jam.
Tindakan untuk membersihkan jalan nafas dari sekresi termasuk pengisapan.
Fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering, dan peningkatan mobilitas secepat
mungkin.
Mekanisme sigh pada ventilator mungkin dapat disesuaikan untuk memberikan
sedikitkan 1/3 sigh/jam pada 1,5 kali volume tidal jika pasien menggunakan
ventilator bantu kontrol. Karena resiko hiperventilitas dan trauma pada jaringan paru
akibat kelebihan tekanan ventilator (baro trauma, pneumothorax). Jika pasien
menggunakan mode ventilasi madatori intermitent (IMV). Ventilasi mandatori
bekerja sebagai sigh karena ventilasi ini mempunyai volume lebih besar dibanding
pernafasan spontan pasien
Sigh priodik mencegah atelektasis dan retensi sekresi lanjut. Humidifikasi
dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi sehingga
sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator, baik intravena atau inhalasi,
diberikan sesuai dengan resep untuk mendilatasi bronkiolus sehingga sekresi dapat
dengan mudah dikeluarkan.
Mencegah trauma dan infeksi. Penatalaksanaan jalan nafas harus mencakup
pemeliharaan selang endotrakeal atau trakeostomi. Selang ventilator diposisikan
sedemikian rupa sehingga hanya sedikit kemungkinan tertarik penyimpangan selang
dalam trakea. Hal ini mengurangi trauma pada trakea. Tekanan manset harus
dipantau setiap 8 jam untuuk mempertahankan dibawah 25 cm H2O. Adanya
kebocoran cuff dievaluasi pada waktu yang sama
14
Perawat trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam dan lebih sering jika
diindikasikan karena peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering dilakukan
karena rongga oral merupakan sumber utama kontaminasi paru-paru pasien yang
diintubasi dan pasien lemah. Adanya selang nasogastrik dan penggunaan antasida
pada pasien dengan ventilasi mekanis juga telah mempredisposisikan pasien pada
pneumonia nosokomial akibat aspirasi subklinis. Pasien juga harus diposisikan
dengan kepala dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin untuk mengurangi
aspirasi isi lambung.
Peningkatan tingkat mobilitas optimal. Mobilitas pasien terbatas karena
dihubungkan dengan ventilator. Pasien yang kondisinya menjadi stabil harus dibantu
untuk turun dari tempat tidur dan kekursi segera saat memungkinkan. Mobilitas dan
aktivitas otot sangat bermanfaat karena menstimulasi pernafasan dengan
memperbaiki semangat mental. Jika pasien tidak mampu untuk turun dari tempat
tidur, maka latihan rentang gerak pasif dan aktif dilakukan setiap 8 jam untuk
mencegah atrofi otot, kontraktur dan stasis vena.
Meningkatkan komunikasi optimal. Metode komunikasi alternatif harus
dikembangkan untuk pasien dengan ventilator. Perawat mengkaji komunikasi pasien
bila keterbatasan pasien diketahui, perawat memberikan beberapa pendekatan
komunikasi; membaca gerak bibir, kertas dan pinsil, papan komunikasi; bahasa gerak
tubuh, penggunaan ‘’berbicara’’ dapat disarankan pada dokter untuk memungkinkan
pasien bicara sementara iya dengan ventilator pasien harus dibantu untuk
menemukanmetoda komunikasi yang paling cocok. Beberapa metoda dapat membuat
frustasi baik bagi pasien maupun bagi perawat. Dan metode ini hal diidentifikasi dan
diminimalkan.
Meningkatkan kemampuan koping. Ketergantungan pada ventilator sangat
menakutkan baik bagi pasien maupun keluarga. Dengan memberika dorongan pada
mereka untuk mengungkapkan perasaan mereka dengan ventilator, kondisi pasien,
lingkungan, akan sangat bermanfaat. Memberikan penjelasan semua prosedur setiap
kali dilakukan untuk membantu mengurangi ansietas, untuk memulihkan rasa kontrol
pasien didorong untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan tentang perawatan,
jadwal, dan tindakan bila memungkinkan. Pasien mungkin menjadi menarik diri
15
selama ventilasi mekanis, trauma jika berkepanjangan akibatnya perawat harus
menginformasikan tentang kemajuannya pada pasien bila memungkinkan. Tekhnik
penurunan stres (pijat punggung, tindakan relaksasi) membantu mlepaskan
ketegangan dan memampukan pasien untuk menghadapi ansietas dan ketakutan
tentang kondisi dan ketergantungan pada ventilator
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama
(Brunner and Suddarth, 2001).
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah
ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.Sampai sekarang kategori yang paling
umum digunakan adalah ventilator tekanan-positif.
Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada ventilator
mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman dan ”dalam
harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik kardiovaskuler dan
paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan dengan tepat, kadar gas darah
arteri pasien akan terpenuhi dan akan ada sedikit atau tidak ada sama sekali
gangguan kardiovaskuler.
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan
kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten (penurunan pH), maka
ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah
toraks atau abdomen, takar lajak obat, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi,
PPOM, trauma multipel, syok, kegagalan multisistem, dan koma semuanya dapat
mengarah pada gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanis
3.2 Saran.
Perawat yang bekerja di ruang kritis hendaknya adalah perawat yang
berpengalaman atau perawat yang mau belajar untuk meningkatkan pengetahuannya
mengenai teknologi di ruang kritis terkait penggunaan mesin-mesin penunjang
kehidupan yang digunakan oleh pasien-pasiennya. Penguasaan teknologi di ruang
kritis merupakan tantangan bagi profesi keperawatan. Perawat pemula ataupun
17
perawat berpengalaman akan memanfaatkan teknologi dengan cara yang berbeda,
namun hal ini tetap mempunyai implikasi yang sama terhadap praktek keperawatan
yaitu mengembangkan cara-cara baru dalam melakukan asuhan keperawatan.
Perawat diharapkan harus mampu untuk menganalisa manfaat transfer dan
transform teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi keperawatan, tidak
hanya di area keperawatan kritis tapi juga di area-area keperawatan lainnya. Hal ini
sebenarnya akan meningkatkan kualitas praktek dan profesi keperawatan. Namun
sayangnya masih ada perawat yang beranggapan bahwa teknologi di suatu area
keperawatan merupakan suatu tambahan pekerjaan bagi perawat.
18
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta:
EGC
Wong, D.L. et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol 2. Jakarta: EGC
19