Asuhan Keperawatan Pada Delerium
Asuhan Keperawatan Pada Delerium
MAKALAH
Oleh:
Kelompok D1 dan D2
Kelas D angkatan 2016
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu:Ns. Siswoyo, M.Kep
Oleh:
Kelompok D1 dan D2
Kelas D angkatan 2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan
rahmat, karunia dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul ”Asuhan Keperawaatan Pada DELIRIUM” ini
tepat pada waktunya.
Dalam penulisan makalah ini tentunya banyak pihak yang turut membantu
penulis dalam proses penyusunannya, untuk itu penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
1. Dosen penanggung jawab mata kuliah Ns. Muhammad Zulfatul A’la, M.Kep
yang telah memberikan tugas makalah Keperawatan Kritis,
2. Dosen pembimbing Ns. Siswoyo, M.Kep yang telah membimbing penulis
dalam proses pembuatan makalah ini,
3. Keluarga besar kelas D angkatan 2016 Fakultas Keperawatan Universitas
Jember yang selalu kompak dan saling berbagi ilmu, dan
4. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah berbagi
pengetahuan ilmu serta pengalaman.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak dan
rekan-rekan pembaca. Dan mudah-mudahan karya tulis yang sederhana ini dapat
memberikan manfaat dan dapat menjadi sumber referensi bagi para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 1
1.1 Definisi.............................................................................................................. 1
1.2 Epidemologi ..................................................................................................... 2
1.3 Etiologi ............................................................................................................. 3
1.4 Klasifikasi ........................................................................................................ 5
1.5 Patofisiologi...................................................................................................... 6
1.6 Manifestasi Klinis ............................................................................................ 7
1.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 8
1.8 Penatalaksanaan Medis ................................................................................ 10
1.9 Pathway .......................................................................................................... 12
1.10 Zat Psikoaktif ............................................................................................... 13
1.11 Delirium yang Diinduksi Zat Psikoaktif ................................................... 14
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN................................................................ 16
2.1 Pengkajian ..................................................................................................... 16
2.2 Diognosa ......................................................................................................... 23
2.3 Intervensi ....................................................................................................... 26
2.4 Evaluasi .......................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30
iv
1
1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
Beban delirium yang dilaporkan dalam ICU sangat bervariasi. Dalam satu
studi cross-sectional dari 590 pasien ICU, tingkat delirium adalah 20% dan
memiliki angka kematian ICU yang lebih tinggi (27% berbanding 3%; P
<0,001). Sebuah studi prospektif baru-baru ini dari 726 pasien ICU Eropa
melaporkan bahwa 15% dari pasien ini didiagnosis mengalami delirium selama
tinggal di rumah sakit, tingkat yang 50% pada pasien di atas usia 85 tahun.
Penelitian prospektif lain dari 309 pasien yang dirawat di rumah sakit ICU,
menemukan prevalensi delirium 19%, dengan tingkat kejadian 2 bulan 9% di
antara mereka yang bebas dari delirium pada awal. Demikian pula, dalam studi
prospektif terbesar hingga saat ini oleh Naksuk et al, tingkat kejadian delirium
di antara 11.079 pasien di ICU adalah 8% (Ibrahim, dkk., 2018)
Di Indonesia, prevalensi delirium bervariasi yaitu 14-56%, dengan angka
kematian dirumah sakit sekitar 25-30%. Kejadian delirium di rumah sakit dr.
Cipto Mangunkusumo (RSCM) berkisar 17- 47,3%. Sedangkan angka kejadian
delirium di ICU RSHS Bandung cukup tinggi sebesar 37%. (Adiwinata, dkk.,
2016).
1.3 Etiologi Delirium
Delirium biasanya memiliki etiologi multifaktorial. Telah dilaporkan bahwa
90% pasien dengan delirium memiliki tiga hingga empat faktor etiologi yang
dapat diidentifikasi, 27% memiliki dua faktor, dan hanya 16% memiliki satu
faktor etiologi yang dapat diidentifikasi. Etiologi delirium kompleks dan
multifaktorial, dengan interaksi faktor pencetus pada pasien yang rentan dengan
kondisi predisposisi.
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang membuat pasien rentan
mengalami delirium. Faktor predisposisi yang menyebabkan delirium pada
seseorang adalah :
a. Usia
Salah satu faktor predisposisi yang paling penting adalah usia. Baik
populasi geriatri dan pediatrik beresiko terkena delirium. Orang tualebih
rentan terhadap delirium karena hilangnya cadangan kolinergik terkait
3
b. Obat-obatan
Delirium ditandai oleh disfungsi serebral global yang menghasilkan
pengurangan umum dalam metabolisme oksidatif serebral dan
ketidakseimbangan beberapa neurotransmiter di otak. Setiap obat yang
mengganggu sistem neurotransmitter ini atau dengan pasokan atau
penggunaan substrat untuk metabolisme sistem saraf pusat dapat
menyebabkan delirium.
1.4 Klasifikasi
Bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit dikenali oleh para
klinisi. Pasien tampak bingung, lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit
dibedakan dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan
dengan mudah dibangunkan dan dalam berada dalam tingkat kesadaran
yang normal. Rangsang yang kuat diperlukan untuk membangunkan,
biasanya bangun tidak komplet dan transient. Penyakit yang mendasari
adalah metabolit dan ensepalopati.Pasien yang hiperaktif paling mudah
dikenali di ruang rawat karena sangat menyita perhatian. Pasien bisa
berteriak-teriak, jalan mondar-mandir, atau mengomel sepanjang hari.
Dibandingkan dengan tipe lain, pasien yang hiperaktif mempunyai
prognosis lebih baik
6
1.5 Patofisiologi
Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan
mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Hipotesis terbaru
menunjukkan defisiensi jalur kolinergik dapat merupakan salah satu faktor
penyebab delirium. Delirium yang diakibatkan oleh penghentian substansi
seperti alkohol, benzodiazepin, atau nikotin dapat dibedakan dengan delirium
karena penyebab lain. Pada delirium akibat penghentian alkohol terjadi
ketidakseimbangan mekanisme inhibisi dan eksitasi pada system
neurotransmiter. Konsumsi alkohol secara reguler dapat menyebabkan inhibisi
reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) dan aktivasi reseptor GABA-A
(gammaaminobutyric acid-A). Disinhibisi serebral berhubungan dengan
perubahan neurotransmitter yang memperkuat transmisi dopaminergik dan
noradrenergik, adapun perubahan ini memberikan manifestasi karakteristik
delirium, termasuk aktivasi simpatis dan kecenderungan kejang epileptik. Pada
kondisi lain, penghentian benzodiazepine menyebabkan delirium melalui jalur
penurunan transmisi GABA-ergik dan dapat timbul kejang epileptik. Delirium
yang tidak diakibatkan karena penghentian substansi timbul melalui berbagai
mekanisme, jalur akhir biasanya melibatkan defisit kolinergik dikombinasikan
dengan hiperaktivitas dopaminergik.Perubahan transmisi neuronal yang
dijumpaipada delirium melibatkan berbagai mekanisme, yang melibatkan tiga
hipotesis utama, yaitu:
a. Efek Langsung
Beberapa substansi memiliki efek langsung pada sistem neurotransmiter,
khususnya agen antikolinergik dan dopaminergik. Lebih lanjut, gangguan
metabolik seperti hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung
mengganggu fungsi neuronal dan mengurangi pembentukan atau pelepasan
neurotransmiter. Kondisi hiperkalsemia pada wanita dengan kanker
payudara merupakan penyebab utama delirium.
b. Inflamasi
Delirium dapat terjadi akibat gangguan primer dari luar otak, seperti
penyakit inflamasi, trauma, atau prosedur bedah. Padabeberapa kasus,
respons infl amasi sistemik menyebabkan peningkatan produksi sitokin,
7
Pengkajian Penilaian
Tingkat perubahan kesadaran Ketika MAAS dari VAMAAS
adalah 0 (tidak ada respons)
atau 1 (respons
hanya stimulus berbahaya),
catat "U / A" (tidak mampu
memenuhi kriteria) dan tidak
masuk dalam screening.
Skor "0" jika skor MAAS
adalah 3 (tenang, kooperatif,
berinteraksi dengan
lingkungan tanpa disuruh)
Skor “1” jika skor MAAS 2, 4,
5 atau 6 (skor MAAS 2 adalah
pasien yang hanya berinteraksi
atau merespons ketika
distimulasi dengan sentuhan
ringan atau
10
Total Skor : Skor >4 menunjukkan delirium. Skor >4 bukan merupakan
indikasi tingkat keparahan delirium.
Baca huruf dari daftar huruf berikut dengan 2: tidak peduli parah
nada normal dalam jeda 3 detik: (pasien benar 0-3)
SAVEAHAART
(Kesalahan dihitung ketika pasien gagal
meremas pada saat huruf “A” dibacakan, dan
ketika pasien meremas pada saaat huruf apa
pun selain “A” dibacakan)
3. Tingkat Kesadaran yang Berubah 0: tidak ada
(skor RASS: 0)
“Ada” jika skor RASS Aktual adalah apa pun
selain “waspada” dan “tenang” (nol). 1: tingkat berubah
(skor RASS: 1, -1)
2: tingkat berubah
parah
(skor RASS: >1, <-1)
4. Pikiran Tidak Teratur 0: tidak ada
(pasien benar 4)
Pertanyaan ya/tidak
a. Akankah batu mengapung di atas air? 1: pikiran tidak teratur
b. Apakah ada ikan di laut? (pasien benar 2-3)
c. Apakah satu pound beratnya lebih dari dua
pound? 2: pikiran tidak teratur
d. Bisakah Anda menggunakan palu untuk parah
memukul paku? (pasien benar 0-1)
Kesalahan dihitung ketika pasien salah
menjawab pertanyaan.
Perintah:
Katakan kepada pasien “Angkatlah jari
sebanyak ini” (angkat dua jari di depan
pasien). “Sekarang lakukan hal yang sama
14
1. Tingkat kesadaran
2. Kemampuanberbahasa
3. Memori
4. Apraksia
5. Agnosia dan gangguan citra tubuh
f. Pemeriksaan penunjang berupa :
1. Uji darah
Tujuannya untuk memeriksa adanya gangguan organik, memeriksa
komplikasi fisik akibat gangguan psikiatri untuk menemukan gangguan
metabolik. Uji darah serologis, biokimia, endokrin dan hematologis yang
harus dilakukan termasuk :
a. Pemeriksaan darah lengkap
b. Urea danelektrolit
c. Uji fungsi tiroid
d. Uji fungsi hati
e. Kadar vitamin B12 dan asam folat
f. Serologisifilis
15
2. Uji urin
Skrining obat terlarang dalam urine perlu dilaksanakan untuk
memeriksa penyalahgunaan zat psikoaktif yang samar.
3. Elektroensefalogram (EEG)
Pemeriksaan EEG secara karakteristik menunjukkan perlambatan
aktivitas secara umum dan berguna untuk mebedakan delirium dengan
deprisi ataupun psikosis. EEG pada delirium kadang-kadang menunjukkan
area hiperaktivitas fokal. Pada delirium akibat putus alkohol ataupun zat
sedatif EEG menunjukkan aktivitas voltase rendah yang cepat.
4. X-ray dada
5. CT scan kepala
6. MRI scan Kepala
7. Analisis cairan serebrospinal (CSF)
8. Kadar obat, alkohol (toksikologi)
9. Uji genetic
Penggolongan kariotipe merupakan pemeriksaan penunjang klinik
kedua yang bisa memastikan adanya gangguan akibat kelainan kromosom.
Uji ini terutama berguna untuk menyelidiki orang dengan disabilitas
belajar (retardasi mental).
1.8 Penatalaksanaan Medis
a. Manajemen nyeri pada Delirium
Penanganan nyeri pada pasien delirium harus memperhatikan resiko
kesehatan yang mungkin akan mengikuti seperti :
1. Sensitivitas terhadap beberapa mediasi atau pengobatan (contohnya
benzodiazepin dan opioid).
2. Kemungkinan interaksi dengan obat lain.
3. Perubahan fisiologis seperti pengurangan massa otot, peningkatan
distribusi lemak, dan pengurangan fungsi ginjal yang mungkin akan
mempengaruhi metabolisme dalam memproses obat.
(Hartjes dkk, 2016)
Pada penatalaksanaan operatif pemberian obat nyeri efektif diberikan
sebelum operasi dan menggunakan neuraxsial blokade dan intervensi
16
farmakologi seperti nonopioid, adjuvant atau opioid baik melalui oral maupun
IV tergantung sekala nyeri pasien.
memindahkan satu atau lebih anggota badan pada satu sisi tubuh,
ketidakmampuan untuk memahami atau merumuskan suatu masalah, dan
ketidakmampuan untuk melihat satu sisi dari bidang visual. Dari ketiga tanda-
tanda tersebut merupakan ciri-ciri pasien terkena sindrom delirium( Sunarti,
dkk. 2015)
menyebabkan gangguan pada saraf tepi meliputi gangguan pada saraf
motorik, sensorik dan otonom. mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah
yaitu adanya perfusi ke jaringan saraf yang menurun dan terjadi perlambatan
konduksi saraf. mengalami penurunan fungsi persepsi sensori (sistem
penglihatan) (Purwanti L, 2016)
e. Penatalaksanaan Penyakit Kronis yang Mendukung
Program Kementerian Kesehatan dalam upaya meningkatkan status
kesehatan para lansia khususnya dengan penyakit kronis adalah peningkatan
dan pemantapan upaya kesehatan para Lansia di pelayanan kesehatan primer,
khususnya Puskesmas dan kelompok Lanjut Usia (Posyandu lansia atau Pos
Binaan Terpadu) melalui konsep Puskesmas Santun Lansia. Tujuan dari
program ini adalah melakukan perencanaan lebih terarah dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan pada lansia sesuai kebutuhan. Pelayanan yang proaktif
dan komprehensif serta berkualitas pada lansia. Memberikan kemudahan lansia
mendapatkan pelayanan kesehatan, menurunkan jumlah kesakitan dan
kematian akibat berbagai penyakit, terutama akibat penyakit kronis degeneratif
dan meningkatkan kualitas hidup lansia sehingga selalu produktif dan bahagia
(Zulfitri, 2016).
20
1.9 Pathway
21
2.1 Pengkajian
2.1.1 Pengkajian
a. Identitas diri
(Menyesuaikan Kasus)
b. Keluhan Utama
Keluhan yang umumnya timbul berdasarkan kriteria diagnosis yakni
(Kepmenkes, 2015):
1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap
lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan
memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian.
2. Perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan
demensia).
3. Gangguan Psikomotor berupa hipoaktivitas atau hiperaktivitas,
pengalihan aktivitas yang tidak terduga, waktu bereaksi yang lebih
panjang, arus pembicaran yang bertambah atau berkurang, reaksi
terperanjat yang meningkat.
4. Gangguan siklus tidur berupa insomnia, atau pada kasus yang berat tidak
dapat tidur sama sekali atau siklus tidurnya terbalik yaitu mengantuk
siang hari. Gejala memburuk pada malam hari dan mimpi yang
mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi
setelah bangun tidur.
5. Gangguan emosional berupa depresi, ansietas, takut, lekas marah,
euforia, apatis dan rasa kehilangan akal.
c. Riwayat
1. Faktor Predisposisi
a) Delirium terjadi apabila ada gangguan structural (anatomis) atau
neurokimiawi pada pusat saraf yang bertanggung jawab pada
kesadaran dan perhatian, pusat kesadaran yaitu ascending reticular
25
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran : E3V4M5
2. Tekanan darah/nadi : 140/90 mmHg
3. Nadi : 68 x/menit
4. Laju respirasi : 20 x/menit
5. Suhu Axilla : 36,00C
6. Antropometri
Berat badan : 29 kg
Tinggi badan : 150 cm
BMI : 13 kg/m2
Tinggi lutut : - cm
Lingkar lengan atas : 15 cm (kanan dan kiri)
Kesimpulan : Gizi Buruk
7. Kulit
Kekeringan : Tidak Ada
Bercak kemerahan : Tidak ada
Lesi kulit lain : Tidak ada
Curiga keganasan : Tidak ada
Dekubitus : Tidak ada
27
8. Pendengaran
Dengar suara normal : Ya
Pakai alat bantu dengar : Tidak ada
9. Penglihatan
Membaca huruf koran dengan kacamata : Tidak
Jarak penglihatan : Memendek
Jarak baca : Memendek
Katarak : Tidak ada
Temuan funduskopi : Tidak dievaluasi
Anemis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Refleks pupil : +/+ Isokor
Edema palpebra : Tidak ada
10. Mulut
Hygiene mulut : Kurang
Gigi palsu : Tidak ada
Gigi palsu terpasang baik : Tidak ada
Lesi di bawah gigi palsu : Tidak ada
Kelainan yang lain : Tidak ada
11. Leher
Derajat gerak : Normal
Kelenjar tiroid : Normal
Bekas luka pada tiroid : Tidak ada
Massa lain : Tidak ada
Kelenjar limfa membesar : Tidak ada
JVP : PR + 0 cmH2O
12. Thorax
Massa teraba : Tidak ada
Kelainan lain : Tidak ada
13. Paru
Inspeksi : Simetris
Palpasi : N/N
28
Tajam (Nyeri) kanan (+) kiri (+) kanan (+) kiri (+)
Raba kanan (+) kiri (+) kanan (+) kiri (+)
Getar kanan (+) kiri (+) kanan (+) kiri (+)
Suhu kanan (+) kiri (+) kanan (+) kiri (+)
23. Koordinasi
Jari ke hidung : Normal
Tumit ke lutut : Normal
E. Psikososial
Karena gangguan yang umumnya muncul pada pasien delirium
seperti gangguan kognisi dan kesadaran membuat perubahan
presepsi seseorang seperti klien menganggap bahwa keluarga yang
paling penting dan orang lain tidak penting.
F. Status Mental
a. Klien mengalami keglisahan dan agitasi
b. Berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan
yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian.
c. Klien mengalami defisit memori
d. Klien mengalami perubahan presepsi
e. Klien berbicara keras, cepat dan inkoheren
f. Klien mengalami halusinasi penglihatan pendengaran
G. Kebutuhan Klien Sehari-hari
1. Klien mengalami penurunan nafsu makan
2. Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan tidur seperti
terbangung di tengah malam dan sulit untuk tidur lagi. Tidurnya
terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar dipagi
hari yang ditandai adanya klien tampak mengantuk, mata merah.
3. Klien terganggu dalam hal eliminasi sehingga harus dibantu dan
kadang-kadang ngompol dan maupun konstipasi karena tidak
mau BAB
31
b. Diagnosa
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS : Delirium Konfusi
1. Keluarga mengatakan bahwa klien Akut
kadang melihat bayangan yang Gangguanneurologis
mendekati dirinya di setiap ruangan
yang bercahaya minimal. Gangguanpersepsi
2. Keluarga kadang memegangi klien
dikala sedang gelisah dan tidak enak Halusinasi
duduk dan tidur serta berkeinginan
untuk melepaskan jarum infus yang Disorganisasi dan
terpasang tidak masuk akal
Meyakini bahwa
DO :
perubahan persepsi
1. Usia klien 68 tahun sensorinya nyata
2. Klien ketika didekati perawat
mengatakan bahwa ditempat
terpasangnya infuse ada kecoa yang
hinggap.
3. Klien Nampak gelisah, berontak,
ngomel-ngomel, tidak enak duduk dan
tidak enak tidur, mata merah
4. Kontak mata klien saat bertatap muka
kurang dan kadang salah
mengucapkan namanya bila diajak
berkenalan dan sering tidak fokus saat
diajak bicara
32
2. DS : Delirium Hambatan
1. Keluarga mengatakan klien kadang- Interaksi
kadang berbicara sendiri dengan nada Gangguankognitif sosial
yang agak keras
2. Keluarga mengatakan klien sudah Gangguan proses
tidak berhubungan dengan orang- piker dangangguan
orang disekitarnya lagi akhir-akhir ini komunikasi
DO :
1. Saat perawat mencoba berinteraksi Kegagalan
dengan klien, klien kurang rasa mempertahankan
percayapada orang lain, sukar komunikasi dengan
berinteraksi dengan orang lain, orang lain
komunikasi yang tidak realistik,
kontak mata yang kurang. Harga diri rendah
4. DS : Delirium Defisit
1. Keluarga mengatakan klien sudah dua perawatan
hari belum mandi Gangguan fungsi diri
2. Klien kadang-kadang masih ngompol kognitif
dan kadang bilang kalau ingin kencing
dengan menggunakan pispot Keterbatasan aktivitas
DO :
1. Penampilan kurang rapi dan muka Kemauan perawatan
agak kusut kebersihan diri
2. Celana Nampak basah menurun
3. Bau badan klien kurang sedap
Penampilan tidak rapi
1. Konfusi akut b.d gangguan kognitif, gangguan presepsi d.d klien sering
berhalusinasi, klien terlihat gelisah, kontak mata klien saat bertatap muka kurang
dan sering tidak fokus saat diajak berbicara
2. Hambatan interaksi sosial b.d gangguan proses pikir dan kendala komunikasi d.d
keluargamengatakanklienkadang-kadang berbicara sendiri dengan nada yang agak
keras, keluarga mengatakan klien sudah tidak berhubungan dengan orang-orang
disekitarnya lagi akhir-akhir ini, klien kurang rasa percayapada orang lain, kontak
mata yang kurang saat diajak berbicara
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet kurang d.d
keluarga mengatakan sudah dua hari ini klien tidak mau makan dan kalau mau
hanya bisa menghabiskan makan dua atau tiga suap nasi yang disajikan, mukosa
bibir kering, BB klien menurun
4. Defisit perawatan diri b.d kelemahan d.d keluarga mengatakan klien sudah dua hari
belum mandi, klien kadang-kadangmasihngompol, penampilan kurang rapi, bau
badan yang kurang sedap
34
2.4 Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Adiwinata, R., dkk. 2016. Angka Kejadian Delirium dan Faktor Risiko di Intensive
Care Unit Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi
Perioperatif . Vol 4 (1). Hal 36-41. Universitas Padjajaran : Fakultas
Kedokteran
Hartjes Tonja M,. Meece L., Horgas Ann L. 2016. Asseing and Managing Pain,
Agitation, and Delirium in Hospitalized Older Adults. American Journal of
Nursing. 116(10):38-46
Ibrahim, K., dkk. 2018. Delirium in the Cardiac Intensive Care Unit. Journal of the
American Heart Association. America : Wiley
Purwanti, L, Maghfirirah S.. 2016. Faktor resiko kompilkasi kronis (kaki diabetes )
dalam diabetes meliitus tipe 2. The indonesian jurnal of health science.
Sunarti, Sti., Rahayu, Masturoh., Desetyaputra, D.R. 2015. Profil pasien geriatri
dengan delirium di rumah sakit umum saiful anwar malang periode januari
2005 sampai juni 2010. Mnj. vol 1 No 2: 61-67
Wahyu, S., Wijanarko, W., Galih,W., Azhari., Maharani, P., Vitriana,V., Tria, A.,
Agung, D., Umayah, S., Stiyani, L., Fatchin. 2016. Asuhan Keperawatan
Pada Lansia dengan Gangguan
Delirium.https://www.academia.edu/36355630/Asuhan_Keperawatan_Pad
a_Lansia_Dengan_Gangguan_Delirium. (diakses tanggal 20 Mei 2019)