Anda di halaman 1dari 13

Diagnosis dan Penatalaksanaan Low Back Pain Diperberat Pekerjaan

Novella Ruana Fista Hamady


102014197
Email: vella.hamady28@gmail.com
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jl. Arjuna Utara No 6 Jakarta 11510. Telephone: (021) 5694-2061, fax: (021) 563-1731

Pendahuluan

Low back pain (LBP) merupakan permasalah yang sering muncul dalam suatu asuhan
fisioterapy dengan gejala umum yang terasa pada bagian lumbo-sacral, otot gluteal, paha dan
sering kali pada ekstremitas bawah. Ketika karakteristik gejala low back pain muncul maka
diperlukan pengangkatan suatu diagnosa dan bagaimana penanganannya yang tepat. Hampir dari
90 % penduduk pernah mengalami LBP dalam siklus kehidupannya dan LBP merupakan keluhan
nomor dua yang sering muncul setelah keluhan pada gangguan system pernafasan.

Terdapat hasil penelitian yang menyebutkan bahwa hampir 48% klien dengan LBP tidak
diketemukan penyebabnya yang jelas. Croft juga menyebutkan bahwa 90 % klien dengan LBP
menghentikan pengobatannya setelah 3 bulan pengobatan walaupun nyerinya masih terasa.

Low back pain dikatagorikan sebagai akut (kurang dari 12 minggu), sub akut (6-12
minggu) dan kronik (lebih dari 12 minggu). Umumnya LBP berhubungan dengan peregangan
ligament dan otot yang diakibatkan dari mekanik tubuh yang salah saat mengangkat sesuatu.
Faktor resiko untuk mengalami LBP adalah berat badan berlebih, memiliki postur dan memiliki
kekuatan otot perut yang buruk.

Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui diagnosis kerja kasus tersebut melalui 7
langkah diagnosis okupasi, menentukan penatalaksanaan yang tepat serta pencegahan.

Kasus

Seorang perempuan, usia 50 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan paha kanan sampai kaki
kanan terasa nyeri, sejak 3 tahun terakhir. Sudah 5 kali berobat ke dokter dan minum obat-obatan
secara teratur, tetapi keluhan tetap ada.
Tinjauan Pustaka

1. Diagnosis Klinis
Sebelum menentukan penyakit pasien akibat kerja kita harus menentukan diagnosis klinis pasien.
Diagnosis klinis pada kasus ini adalah low back pain. Low back pain adalah nyeri yang dirasakan
pada punggung bawah, nyeri ini terasa di dareah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai
penjalaran nyeri ke arah tungkai serta kaki. Low back pain merupakan gangguan muskuloskeletal,
dan akibat mobilisasi yang salah.

a. Anamnesis
 Identitas pasien yaitu nama, usia, pekerjaan, dan alamat.
Berdasarkan kasus pasien seorang perempuan usia 50 tahun dan bekerja sebagai perawat di rumah
sakit .
 Keluhan utama
Kita tanyakan keluhan utama pasien yaitu pada paha kanan sampai kaki kanan terasa nyeri sejak
3 tahun terakhir.
 Riwayat penyakit sekarang
Keluhan pasien adalah nyeri kita harus tanyakan karakter nyeri, letak dan letak serta penyebaran
nyerinya. Apakah terdapat parestesi atau gangguan sensorik lain dan gangguan motorik seperti
kelemahan dan atrofi otot. Apakah ada gangguan miksi dan defekasi. Hubungan nyeri dengan
posisi tubuh dan kegiatan fisik juga perlu ditanyakan; misalnya nyeri ruptur diskus intervertebralis
lebih bertambah bila penderita membungkuk, bersin atau batuk, atau lebih nyeri pada posisi duduk
bila dibandingkan dengan berdiri; sedangkan nyeri tumor “spinal cord” lebih nyeri pada saat
berbaring daripada duduk.1
 Riwayat pekerjaan
Kita tanyakan sudah berapa lama bekerja sebagai perawat, berdasarkan kasus pasien merupakan
perawat senior yang bekerja 25 tahun di Rumah Sakit. Tanyakan proses bekerja sehari-hari apakah
sesuai prosedur dalam bekerja, berapa jam bekerja dalam sehari, apakah pernah mengalami trauma
selama bekerja. Apa saja alat pelindung diri yang dipakai. Selain bekerja sebagai perawat apakah
ada kerja tambahan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dengan nyeri punggung meliputi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
serta evaluasi sistem neurologi serta muskuloskeletal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi
sensasi tubuh bawah, kekuatan dan reflek-reflek.1
a. Inspeksi
Pemeriksaan dimulai dengan melihat gerakan mana yang membuat pasien nyeri. Apakah terdapat
keterbatasan dan nyeri pada satu sisi atau arah misalnya ekstensi ke belakang atau fleksi ke depan.
Apabila terdapat nyeri pada ekstensi ke belakang pada pasien terdapat stenosis foramen
interveterbralis dinumbal sedangkan nyeri bila fleksi ke depan pada pasien terdapat HNP
dikarenakan adanya ketegangan pada saraf.
b. Palpasi
Dengan palpasi kita dapat menentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan
ruangan intervetebralis. Kemudian lakukan refleks babinski terutama bila terdapat hiperrefleksi
menunjukan adanya gangguan upper motor neuron (UMN).
c. Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan kedua sisi yaitu pemeriksaan berjalan
menggunakan tumit, berjalan menggunaka jari kaki, dan jongkok.
d. Refleks
Refleks yang harus diperiksa adalah refleks di dareah achiles dan pattela respon dari pasien dapat
digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.2
- Tes laseque
Tes ini menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis
tanda laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu
dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan
nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut
dalam keadaan fleksi. Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri
makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda
laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP,
yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada
hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui bahwa
tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua
dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque
sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan
menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan
adanya suatu HNP.
- Tes patrick
Kaki di fleksi abduksi kemudian eksternal rotasi sendi panggul. Hasil positif jika gerakan diluar
kemauan terbatas sering disertai nyeri.
- Tes kernig
Pasien dalam posisi terlentang paha difleksikan kemudian meluruskan tungkai bawah sejauh
mungkin. Hasil positif bila pasien terdapat spasme involunter otot semimembraneus, biceps
femoris yang membatasi ekstensi lutut.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan yaitu darah rutin dan urin rutin. Berdasarkan kasus
hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Pemeriksaan radiologis yang dilakukan yaitu
foto rontgen, CT scan, dan MRI. Pada pemeriksaan rontgen akan terlihat penyempitan pada ruang
intervetebra. Penyempitan interveterbra biasanya terlihat bersamaan dengan posisi skoliosis akibat
spasme otot paravetebral. CT scan meruapakan sarana diagnostik yang efektif apabila vetebra dan
level neurologis suspek kelainan tulang. MRI meruapakan pemeriksaan yang akurasi berkisar
80%. Pemeriksaan sangat sensitif pada kasus HNP. MRI befrungsi untuk melihat level neurologis
yang belum jelas, kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk
melihat suspek infeksi dan neoplasma.

2. Pajanan yang dialami


Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah dengan
menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaanya. Pada kasus pekerjaan pasien adalah seorang
perawat Rumah Sakit. Timbulanya keluhan nyeri pada paha hingga kaki berhubungan dengan
pekerjaan dengan tuntutan fisik tinggi, pekerjaan dengan sikap badan statis dalam waktu lama,
pekerjaan yang terutama membutuhkan posisi sikap badan bungkuk, dan pekerjaan mendadak tak
terduga menerima beban kerja fisik berat. Mengangkat dan memutar adalah gerakan spesifik yang
paling berhubungan dengan nyeri punggung.3
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tinggi
badan dengan LBP. Tinggi badan sebagai faktor risiko LBP memang masih diperdebatkan.
Penelitian Palmer KT dan kawan-kawan (2002) memperlihatkan lebih besarnya prevalensi LBP
pada orang yang lebih tinggi.

Berat badan yang berlebih menyebabkan tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat
gravitasi seseorang akan terdorong ke depan dan menyebabkan lordosis lumbalis akan bertambah
yang kemudian menimbulkan kelelahan pada otot paravertebra, hal ini merupakan risiko terjadinya
LBP.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh fakta bahwa 12,1% perawat memiliki masa kerja >5
tahun pada pekerja perusahaan kayu dan furniture, menunjukkan bahwa LBP berhubungan dengan
umur dan masa kerja yang lebih lama. Sikap tubuh dengan mengukur sudut lengkung punggung
perawat pada waktu membuka kunci kursi roda dalam proses mengangkat dan memindahkan
pasien dari kursi roda ke tempat tidur, ternyata berhubungan bermakna dengan LBP. Hal ini berarti
perawat yang melakukan pekerjaan dengan membungkuk dengan sudut lengkung punggung >45°
mempunyai risiko 4,5 kali untuk terjadinya NPB dibandingkan dengan perawat yang membungkuk
dengan sudut lengkung punggung <45°.4

4. Pajanan cukup besar


Patofisiologi
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh
berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme
nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses
penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya
dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada
sistem saraf.2
Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyebabkan otot tidak mampu
mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat facet joint lepas
dan diertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet joint menyebabkan
ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang
belakang. Faktor obesitas, masalah postur, masalah struktur, dan peregangan yang berlebihan
pendukung tulang dapat berakibat nyeri punggung.
Epidemiologi
Frekuensi LBP tertinggi terjadi pada usia 35-55 tahun, dan akan semakin meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Sebuah penelitian epidemiologi di Kanada melaporkan masalah
punggung berada pada urutan tertinggi ke-tiga yang menjadi penyebab kronis masalah kesehatan
pada umur ≥65 tahun untuk wanita dan berada pada urutan ke-empat tertinggi pada laki-laki untuk
kategori yang sama.
Di Inggris dilaporkan prevalensi LBP pada populasi lebih kurang 16.500.000 per tahun,
yang melakukan konsultasi ke dokter umum lebih kurang antara 3–7 juta orang. Penderita LBP
yang berobat jalan berkisar 1.600.000 orang dan yang dirawat di Rumah Sakit lebih kurang
100.000 orang. Dari keseluruhan LBP, yang mendapat tindakan operasi berjumlah 24.000 orang
per tahunnya. Di Amerika Serikat dilaporkan 60-80% orang dewasa pernah mengalami LBP,
keadaan ini akan menimbulkan kerugian yang cukup banyak untuk biaya pengobatan dan
kehilangan jam kerja. Sekitar 5% dari populasi di Amerika Serikat mengalami serangan LBP akut,
dan menduduki urutan ke empat untuk diagnosis rawat inap.
Di rawat jalan unit penyakit saraf RSUP Dr. Sardjito, penderita LBP meliputi 5,5% dari
jumlah pengunjung, sementara itu proporsi penderita LBP yang dirawat inap antara 8%-9%.
Persentase tersebut memang kecil, tetapi di praktek dokter sehari-hari keluhan LBP ini sering
dijumpai. Mereka yang meminta pertolongan ke rumah sakit pada umumnya sudah menahun, tidak
kunjung sembuh, atau rasa nyerinya tidak tertahan lagi.3

5. Faktor Individu
A. Usia
Terdapat kenaikan angka kejadian dan prevalensi nyeri punggung dengan bertambahnya
usia yang tidak dipengnaruhi kondisi kerja. Namun, masalah punggung mungkin secara tidak
langsung berhubungan dengan proses menua vertebra lumbal. Dalam suatu penelitian yang
dilakukan di satu pabrik industri yang besar di Amerika Serikat, menemukan resiko cedera
punggung yang lebih tinggi secara bermakna pada pegawai yang berusia kurang dari 25 tahun.
Hal ini mencerminkan waktu dan pengalaman yang diperlukan untuk mempelajari metode
penggunaan punggung yang aman dan efisien. Walaupun angka cedera lebih tinggi pada
kelompok usia muda, biaya klaim cenderung lebih rendah yang mungkin mencerminkan
potensi pegawai usia muda untuk mengalami pemulihan gejala yang lebih cepat. Data mereka
juga menunjukkan bahwa kelompok yang rentan terhadap cedera punggung dengan biaya
tinggi cenderung pada kelompok usia 31-40, penemuan yang sama pada penelitian nyeri
punggung bawah lain.4
B. Jenis Kelamin
Masalah punggung dilaporkan mengenai baik pria maupun wanita dalam perbandingan
yang sama banyak. Berdasarkan data kompensasi pekerja, pria dilaporkan melakukan 76%
dan 80% semua klaim kompensasi punggung. Secara keseluruhan, wanita lebih sedikit
mengalami cedera dibandingkan pria. Tapi wanita cenderung mempunyai peluang yang
bertambah untuk mengajukan klaim dan menjadi penagih kompensasi yang mahal.4
C. Faktor indeks massa tubuh
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri pinggang lebih
besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh sebagai lengan beban anterior
maupun lengan posterior untuk mengangkat beban tubuh.3
D. Abnormalitas Struktur
Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada skoliosis, lorodosis, maupun
kifosis, merupakan faktor risiko untuk terjadinya NPB. Kondisi menjadikan beban yang
ditumpu oleh tulang belakang jatuh tidak pada tempatnya, sehingga memudahkan timbulnya
berbagai gangguan pada struktur tulang belakang.3
E. Aktivitas
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak disadari
oleh penderita. Kebiasaan seseorang dalam sikap berdiri, duduk, tidur, mengangkat beban
dalam posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang.
F. Faktor Psikososial
Berbagai penelitian menunjukkan pentingnya tingkat pendidikan sebagai faktor prognostik
nyeri punggung dan penyakit muskuloskeletal lain. Korelasi ini kuat hanya untuk kaum pria.
Penjelasan yang diberikan mengenai hal ioni adalah pria yang memiliki tingkat pendidikan
yang terbatas dan pekerjaan dengan bayaran yang rendah lebih memungkinkan melakukan
pekerjaan berat atau pekerjaan yang melibatkan getaran atau beban lain terhadap tulang
belakang. Faktor psikologi lain yang ditemukan pada pasien dengan nyeri punggung meliputi
depresi, kecanduan alkohol, perceraian, ketidakpuasan melakukan pekerjaan,
ketidakmampuan membangun kontak emosi, masalah keluarga, dan riwayat operasi
punggung.4

6. Faktor lain diluar pekerjaan


Kebiasaan merokok diketahui menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan.
Hubungannya dengan kejadian NPB, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk
mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang.3

7. Diagnosis okupasi
Berdasarkan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja diagnosis klinis kasus ini adalah low back
pain. Diagnosis okupasi pada pasien ini adalah low back pain akibat kerja. 5 langkah penegakan
diagnosis akibat kerja :
1. Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan, riwayat pekerjaan harus harus
ditanyakan dengan teliti dari permulaan bekerja sampai waktu terakhir bekerja.jangan
hanya sekali-sekali mencurahkan perhatian hanya pada pekerjaannya yang sekarang,
namun harus di kumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya.
misalnya dimana? Sebagai apa? Bagaimana pekerjaannya? Lingkungan pekerjaan? Sudah
berapa lama bekerja? Berapa jam perhari? Sebelum bekerja di tempat sekarang, apakah
sebelumnya pernah bekerja di tempat lain? Apakah ada kerjaan selingan selain bekerja di
tempat tersebut?
2. Pemeriksaan klinis dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk
suatu syndrome, yang khas untuk suatu penyakit akibat kerja.
3. Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk benar tidak suatu penyakit akibat kerja ada
dalam tubuh tenaga kerja yang bersangkutan.
4. Pemeriksaan rontgen, hasil pemeriksaan sinar tembus baru akan bermakna jika dinilai
dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data
lingkungan kerja
5. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja
Penatalaksanaan
a. Medika mentosa
Penanggulangan LBP berprinsip pada kondisi akut atau kronik dan didasari kelainan patologik
sebagai penyebab dari nyeri itu sendiri. Penanggulangan dalam keadaan akut dengan berbagai
intervensi misalnya dengan bedrest, ortoses, pemberian NSAID, otot relaksan, serta terapi manual
tidak terlalu berperan, namun penanganan disertai dengan biopsikososial akan memberikan
dampak yang jauh lebih efesien.
Karena LBP bisa menyangkut nyeri neuropatik atau nosiseptif, maka obat-obatan kelompok
anti nyeri yang dapat digunakan adalah anti konvulasan (gabapentin, etodolak, diklofenak, dll)
atau analgesik parfasetamol, asam mefenamat, dll. Nyeri neuropatik bisa berkombinasi dengan
nyeri inflamasi yang dalam penanggulangannya juaga dengan menggunakan analgesik. Efektivitas
dari obat-obat ini dibuktikan melalui hasil penelitian dalam penanganan nyeri akut maupun kronis.
Seperti disebut di atas, permasalahan LBP juga menyangkut masalah biopsikososial, maka bagian
dari penanggulangannnya juga harus diarahkan pada dasar pemasalahan termasuk pengagunaan
anti depresan.5
b. Non medika mentosa
Dalam keadaan kronik maka penanganannya mengarah pada penyesuaian perangkat kerja
sepihak (ergonomik) maupun terhadap penderita sendiri. Tujuan utama adalah supaya secepat
mungkin penderita bisa kembali bekerja. Pekerjaan mengangkat dan mengangkut jika tidak
dilakukan dengan benar dan hati-hati dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja maupun
penyakit akibat kerja. Oleh sebab itu maka teknik mengangkat dan mengangkut yang benar serta
alat mengangkat dan mengangkut yang ergonomis sangat diperlukan untuk mewujudkan
efektivitas dan efisiensi kerja. Kegiatan mengangkat dan mengangkut dipengaruhi oleh beberapa
hal yaitu :
1. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
2. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun, dll.
3. Ketrampilan bekerja.
4. Peralatan kerja.
5. Ukuran beban yang akan diangkut.
6. Metode mengangkut yang benar.

Disamping itu, jenis kelamin seseorang juga dapat mempengaruhi kegiatan mengangkat dan
mengangkut. Cara mengangkat dan mengangkut yang baik harus memenuhi 2 prinsip kinetis,
yaitu :

1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot tulang
yang lemah dibebaskan dari pembebanan.
2. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkat dan mengangkut harus
dilakukan sebagai berikut :

1. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan
hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut
harus dihindarkan.
2. Lengan harus sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi pada lengan
untuk mengangkut dan mengangkat menyebabkan ketegangan otot statis yang melelahkan.
3. Punggung harus diluruskan.
4. Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan.
Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang diluruskan.
5. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum yang
terjadi dalam posisi mengangkat. Satu kaki ditempatkan ke arah jurusan gerakan yang
dituju, kaki kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu mendorong tubuh
pada gerakan pertama.
6. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
7. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
Selain hal diatas dalam kegiatan mengangkat dan mengangkut juga harus diperhatikan
ketentuan berikut ini :

1. Semua barang/benda yang menghalangi pandangan mata sebaiknya disingkirkan terlebih


dahulu, sebelum pekerjaan mengangkat dan mengangkut dilakukan.
2. Tinggi maksimum tempat pemegang dari lantai tidak lebih dari 35 cm.
3. Jika suatu beban harus diangkut dari permukaan lantai dianjurkan agar menggunakan agar
menggunakan alat mekanis (katrol).
4. Beban yang akan diangkut harus berada sedekat mungkin dengan tubuh.
5. Punggung harus lurus agar bahaya kerusakan terhadap diskus dapat dihindarkan.
6. Mula-mula lutut harus bengkok dan tubuh harus berada pada sikap dengan punggung lurus.
c. Tindakan operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi pada saraf sehingga nyeri
dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat
yaitu berupa:
 Defisit neurologik memburuk.
 Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
 Paresis otot tungkai bawah.

Pencegahan
Upaya pencegahan nyeri punggung bawah belum berhasil sepenuhnya. Strategi
pencegahan yang umumnya digunakan dalam kelainan punggung akibat kerja meliputi seleksi
pegawai baru yang tepat, pelatihan teknik penanganan secara manual dan modifikasi ergonomi
pada tempat kerja dan melakukan tugas.4 Pelamar pekerjaan disaring dengan harapan untuk dapat
mengidentifikasi dan menghindari pekerja yang mungkin mempunyai resiko mangalami nyeri
punggung bawah. Prosedur yang biasanya dipakai ialah riwayat sebeluam bekerja dan
pemeriksaan fisik.4
Tes kekuatan sebelum diterima kerja digunakan dengan harapan mengurangi resiko cedera
punggung dengan mencocokan kekuatan pekerja terhadap tuntutan pekerjaan.4 Pendidikan dan
latihan metode pengangkatan telah dipakai untuk mengurangi kejadian nyeri punggung dan cedera.
Pengetahuan ergonomi penting untuk mengurangi kadar ketegangan tulang belakang sehingga
suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan aman tanpa memicu atau menyebabkan gejala punggung.
Hal ini juga memungkinkan pekerjaan diteruskan atau langsung kembali bekerja bagi mereka yang
mengalami gejala punggung.4
Bila mungkin, tempat kerja harus diubah untuk menyesuaikan kemampuan para pekerja.
Merubah tinggi bangku kerja, mengurangi berat dan ukuran benda, serta merubah posisi dan
mekanisme mesin atau alat adalah beberapa tindakan untuk menghasilkan tempat kerja yang lebih
“ramah punggung”. Pendekatan lain yang mungkin dilakukan meliputi eliminasi tugas penanganan
secara manual., pemakaian alat pembantu mekanis, dan reorganisasi jadwal kerja untuk menjamin
pembagian kegiatan berbahaya yang lebih merata di antara para pegawai.4

Kesimpulan

Low back pain adalah nyeri yang dirasakan pada punggung bawah, nyeri ini terasa di
dareah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai penjalaran nyeri ke arah tungkai serta kaki.
Low back pain merupakan gangguan muskuloskeletal, dan akibat mobilisasi yang salah. Diagnosis
suatu penyakit dengan hubungan pekerjaan adalah dengan 7 langkah diagnosis okupasi yaitu:
diagnosis klinis, pajanan yang dialami, hubungan pajanan dengan penyakit, jumlah pajanan, faktor
individu, faktor lain diluar pekerjaan, diagnosis okupasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jonathan Gleadle. At a Galance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.


2009; hal: 76-7
2. Shidarta P. Neurologis klinis dasar.Edisi3.Jakarta. 2011; hal: 203-205
3. Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Sagung Seto. Jakarta.
2010; hal:84-8
4. Jeyaratnam, J. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta: EGC.2010; hal: 206-215
5. Barry S, Levy, dkk. Occupational and Enviromental Health. Edisi5. USA: 2010; hal: 505-
9

Anda mungkin juga menyukai