PBL 2 Blok Reproduksi
PBL 2 Blok Reproduksi
Kelompok PBL 6:
Dosen Pembimbing:
dr. Dharmady Agus, Sp.KJ
Kelompok PBL 6
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………..…………...……. ...1
Daftar Isi…………………...…………………….…………....…....……………....……….......2
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ….……………….……………………………………….………....3
1.2 Skenario PBL………………………………………….………………….……........3
II. Isi
2.1 Klarifikasi Istilah……………………………………………………….....……........4
2.2 Identifikasi Masalah …………………...…………………… …………....……...….4
2.3 Brainstorming ………………...………...……………………………...…….….......4
2.4 Skema………………………………………………………………………….…......7
2.5 Learning Objectives ………………...………...………………………………..…....7
2.6 Penyampaian Hasil Belajar Mandiri………………………………………….….…..7
III. Penutup
3.1 Kesimpulan ………………...………...…………...………………………...…..…..18
3.2 Saran ………………...………...……………………………...………………..…...18
Daftar Pustaka………………...………...……………………………...……………………......19
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Skenario
Pasien, Ny. V, 40 tahun, menikah, datang ke poliklinik dengan keluhan keluar darah haid yang
banyak dan durasi haid yang panjang. Pasien mengeluh sudah 10 hari haid dan setiap harinya ia
menggunakan 8-9 pembalut, kadang disertai keluar gumpalan darah. Pasien mengaku hal ini baru
pertama kali ia alami. Biasanya pasien haid 5-7 hari, teratur, interval 28-30 hari, menggunakan 3-
4 pembalut/hari, tanpa rasa nyeri. Dalam 3 bulan terakhir ini pasien mengaku mulai ada
peningkatan darah haid, dan bulan ini adalah yang paling banyak ia rasakan.
3
BAB II
ISI
gelap
ii. Bau normal darah
iii. Bright red / brown, kadang ada gumpalan
2. Fisiologis organ reproduksi wanita pada usia 40 tahun
a. Terjadi penurunan cadangan ovum → terjadi penurunan estrogen dan
progesteron
b. Terjadi peningkatan FSH dan LH sebagai bentuk kompensasi
4
c. Hipergonadotropin hipogonadism
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
a. Usia
b. Stress
c. Obesitas
d. Aktivitas fisik
e. Hormon → FSH, LH, progesteron, estrogen, GnRH
f. Tumor hipofise
g. Kelebihan atau kekurangan berat badan
h. Obat
i. KB
j. Diet
4. Nyeri → kontraksi uterus → pembuluh darah tertekan → oksigenasi uterus berkurang
5
iv. Polymenorrhea
v. Hypermenorrhea
vi. Riwayat Keluarga
vii. Riwayat penyakit dahulu
b. Pemeriksaan Fisik
i. TTV
ii. BMI
iii. Inspeksi kepala wajah
1. Mata → ikterik, konjungtiva anemis
2. Gusi → anemis?
2.4 Skema
6
Nyonya V, 40 tahun,
7
Berdasarkan etiologinya, AUB tipe Leiomioma menunjukkan prevalensi paling tinggi sebesar
40%.
8
Tidak haid selama 3 bulan berturut-turut. Adanya amenorea harus
dipastikan bukan suatu kondisi fisiologis, seperti pada masa sebelum
pubertas, kehamilan, masa laktasi, dan sesudah menopause. Amenorea
patologis dibagi menjadi:
1. Amenorea primer : belum pernah haid hingga usia di atas 18 tahun
2. Amenorea sekunder : sebelumnya pernah haid, tetapi kemudian
tidak haid lagi
3. Gangguan Perdarahan di Luar Siklus Haid
● Menometroragia
Peningkatan perdarahan haid atau durasi perdarahan yang terjadi dengan
interval yang tidak teratur
4. Gangguan Lain yang Berhubungan dengan Haid
● Dismenore → nyeri saat haid yang sampai membutuhkan bantuan
9
Menurut FIGO (International Federation of Gynecology and Obstetrics), etiologi dari
Gangguan Haid dapat diklasifikasikan menjadi PALM COEIN. Perinciannya adalah
sebagai berikut:
a. Polyp
i. Polip dapat menyebabkan AUB karena polip bersifat mudah putus
sehingga dapat menimbulkan lesi yang berakibat perdarahan. Polip
yang termasuk dalam klasifikasi adalah polip endoservikal dan
endometrial.
b. Adenomyosis
i. Adenomyosis dapat juga menyebabkan hiperproliferasi dari
endometrium sehingga dapat meningkatkan kemungkinan untuk
perdarahan berlebih.
c. Leiomyoma
i. Leiomioma merupakan tumor dari jaringan fibromuskular di
myometrium. Leiomyoma akan menyebabkan lesi pada jaringan
submukosa dari endometrium yang sampai saat ini diyakini menjadi
penyebab dari perdarahan uterus abnormal.
d. Malignancy and hyperplasia
i. Keganasan dan hiperplasia akan menyebabkan pembuatan
pembuluh darah baru atau disebut angiogenesis. Angiogenesis pada
jaringan ganas menghasilkan pembuluh darah yang rapuh sehingga
mudah ruptur yang akan menyebabkan peningkatan frekuensi
perdarahan.
e. Coagulopathy
i. Koagulopati adalah penyebab sistemik. Pada koagulopati terjadi
penurunan fungsi koagulasi dari darah sehingga meningkatkan
risiko untuk terjadinya perdarahan spontan. Bila terjadi di uterus,
maka akan terjadi perdarahan uterus abnormal.
f. Ovulatory dysfunction
i. Disfungsi ovulasi dapat menyebabkan kelainan siklus hormonal
yang akan menyebabkan kelainan dari siklus haid yang tidak dapat
10
diprediksi. Hal ini dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya
perdarahan uterus abnormal.
g. Endometrial disorder
i. Kelainan endometrium dapat menyebabkan perdarahan uterus
abnormal. Salah satu contoh kelainan endometrium yang dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal adalah hiperproliferasi
dari endometrium. Hal ini menyebabkan tidak sampainya nutrisi
dari arteri spiralis hingga ke ujung permukaan endometrium
sehingga menyebabkan nekrosis dari bagian permukaan
endometrium yang berakibat semakin banyaknya perdarahan. Hal
ini dapat terlihat dari perdarahan yang intermittent.
h. Iatrogenic
i. Seperti dari namanya, “iatrogenik”, adalah etiologi yang disebabkan
oleh tenaga kesehatan. Hal yang paling sering adalah agen inert
intrauterin dan agen-agen farmakologis.
i. Not yet classified
11
ovulasi. Ovum yang keluar tersebut kemudian akan ditangkap oleh fimbriae tuba
falopi dan dibawa ke uterus.
Folikel yang ruptur akibat proses ovulasi akan terisi darah dan menjadi corpus
hemorrhagicum. Perdarahan minor ini jika keluar ke rongga abdomen dapat
menyebabkan iritasi pada peritoneum dan nyeri abdomen bagian bawah
(mittelschmerz). Sel granulosa dan sel theca interna akan mengalami proliferasi dan
gumpalan darah akan digantikan oleh sel luteal yang berwarna kekuningan dan
kaya akan lipid yang disebut sebagai corpus luteum. Corpus luteum ini
menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Fase ini disebut sebagai fase
luteal. Jika tidak terjadi proses fertilisasi, maka corpus luteum akan mengalami
degenerasi dan digantikan oleh jaringan parut, yang disebut corpus albicans.
Corpus albicans tidak menghasilkan hormon lagi.
II. Siklus uteri
Pada akhir menstruasi, dinding endometrium telah meluruh. Lapisan endometrium
yang baru akan terbentuk kembali dibawah pengaruh estrogen yang dihasilkan oleh
folikel yang sedang berkembang. Proses ini terjadi pada hari ke-5 sampai 14 siklus
menstruasi dan disebut sebagai fase proliferasi.
Setelah terjadi ovulasi, endometrium mengalami peningkatan vaskularisasi dan
menjadi sedikit edema akibat pengaruh estrogen dan progesteron yang dihasilkan
corpus luteum. Kelenjar-kelenjar menjadi berkelok-kelok dan mulai mensekresikan
cairan. Fase ini disebut juga sebagai fase sekretori.
Ketika corpus luteum mengalami regresi, support hormonal endometrium
menghilang. Endometrium mulai mengalami penipisan, sehingga arteri spiralis
menjadi semakin berkelok. Sebagai akibatnya, muncul fokus nekrosis pada
endometrium yang kemudian akan bergabung menjadi satu. Selain itu, terjadi juga
vasospasme akibat adanya pelepasan lokal prostaglandin.
b. Patofisiologi
- Polip : diduga terjadi akibat stimulasi estrogen, over ekspresi aromatase, dan mutasi
gen HMG1C, biasanya jinak.
- Adenomiosis : adanya kelenjar dan stroma pada miometrium. Pendarahan terjadi
akibat gangguan kontraktilitas uterus.
12
- Leiomioma : akibat dari luka miometrium menyebabkan proliferasi sel, penurunan
kemampuan apoptosis dan peningkatan produksi matriks ekstrasel.
- Malignansi : pendarahan akibat angiogenesis yang membentuk pembuluh darah
yang rapuh
- Koagulopati : meningkatkan risiko pendarahan spontan. Pada PUA koagulopati
yang paling sering adalah Von Willebrand disease
- Ovalutary Disfunction : peningkatan produksi estradiol tanpa pembentukan korpus
luteum dan produksi progesteron menyebabkan proliferasi endometrium yang terus
menerus sehingga melebihi kemampuan suplai darah yang menyebabkan nekrosis.
Ketika luruh, proses penyembuhan tidak seimbang. Pada remaja HPO axis belum
matang sehingga estradiol gagal menyebabkan LH surge menyebabkan
anovulatory bleeding. Pada wanita perimenopause HPO axis tidak sinkron
sehingga menyebabkan ovarian decline.
- Endometrial : abnormalitas platelet plug, PGF2 alfa tidak adekuat
- Iatrogenik : terapi eksogen dapat menyebabkan pendarahan endometrial yang tidak
terjadwal. Biasanya dipengaruhi oleh terapi estrogen dan progestin yang terus
menerus (secara sistemik maupun intrauterin) atau intervensi lain seperti agonis
GnRH dan inhibitor aromatase.
- Tidak terklasifikasi
6. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Selalu lakukanlah anamnesis terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan fisik.
Berikut hal-hal yang patut untuk ditanyakan ke pasien saat anamnesis:
● Identitas dan karakteristik haid apakah normal/tidak
● Riwayat penyakit pasien
● Riwayat penyakit keluarga
● Riwayat pengobatan terdahulu/ yang sedang berjalan seperti penggunaan obat-
obatan hormonal
Setelah anamnesis, pemeriksaan fisik secara umumpun bisa dilakukan sebagai berikut:
● Periksa keadaan umum pasien
● Tanda-tanda vital pasien
13
● Periksa tanda kelainan anemia pada pasien
● Rumple leed untuk mengecek adanya kelainan koagulopati
● Pemeriksaan auskultasi jantung
● Pemeriksaan abdomen (mengetahui adanya masa tumor/tidak)
● Pemeriksaan genitalia eksterna (mengetahui adanya kelainan pada vulva/tidak)
● Pemeriksaan serviks (dengan spekulum)
● Pemeriksaan bimanual untuk memeriksa vagina, dan fundus uteri
7. Algoritma Diagnosis
14
8. Tatalaksana dan Pencegahan
Tatalaksana :
● Perdarahan akut dan banyak : dapat ditemui pada remaja dengan koagulopati,
dewasa dengan mioma uteri dan pada pasien dengan pemakaian obat anti koagulan.
Terapi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut
○ Dilatasi dan kuret : dilakukan pada pasien yang dicurigai keganasan
(berumur >35 tahun, obesitas, siklus anovulasi kronis)
○ Kombinasi estrogen progesteron : 2x1 tablet selama 5-7 hari sampai
didapati withdrawal bleeding kemudian dilanjutkan 1x1 tablet selama 3-6
siklus. Regimen juga dapat dilakukan dengan cara tapering off yakni
dengan pemberian 4x1 tablet selama 4 hari, 3x1 tablet 3 hari, 2x1 tablet 2
hari, 1x1 tablet 3 minggu dan dilanjutkan dengan 1x1 tablet selama 3 siklus.
○ Estrogen : dapat diberikan estrogen konjugasi 1,25 mg atau 17 beta estradiol
2 mg setiap 6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan berhenti dilanjutkan
dengan pil kombinasi estrogen-progesteron.
○ Progestin : pil progestin diberikan selama 14 hari kemudian dihentikan
selama 14 hari secara berulang selama 3 bulan
● Perdarahan ireguler
○ Kombinasi estrogen progestin : diberikan 1x1 tablet per hari secara siklik
selama 3 bulan.
○ Progestin : Medroxyprogesteron Asetat (MPA) 10 mg 1x1 tablet perhari,
diberikan selama 14 hari kemudian dihentikan selama 14 hari secara
berulang selama 3 bulan.
Jika terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi perdarahan ireguler
maka pasien di indikasikan untuk melakukan USG transvaginal atau saline
sonohisterografi. Pertimbangkan ablasi endometrium, reseksi histeroskopi
dan histerektomi.
● Menoragia
○ Kombinasi estrogen progesteron
○ Progestin
15
○ NSAID
○ AKDR Levonorgestrel : lebih efektif mengatasi menoragia dibandingkan
histerektomi.
Pencegahan:
Pencegahan yang dapat dilakukan lebih terfokus ke menjalankan pola hidup yang
sehat meliputi aspek olahraga, nutrisi, kualitas tidur dan juga hindari konsumsi alkohol
serta merokok.
9. Komplikasi
● Anemia defisiensi besi : dikarenakan perdarahan terus menerus.
● Syok hemoragik : dikarenakan perdarahan yang masif. Saat pemeriksaan perlu dipantau
tanda-tanda vitalnya yaitu tekanan darah, denyut nadi, kesadaran.
● Infertilitas : penanganan harus dilakukan sebelum terjadinya infertilitas.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Abnormal Uterine Bleeding adalah pendarahan tidak normal pada uterus yang terjadi tanpa
disertai keadaan patologi dan tidak sedang hamil. AUB diklasifikasikan menjadi PALM COEIN
yaitu Polyp, Adenomiosis, Leimyoma, Malignancy dan hyperplasia yang dapat diperiksa dengan
pemeriksaan histopatologi karena terdapat kelianan struktural dan Coagulopathy, Ovulatory
Disorder, Endometrial Disorder, Iatrogenic, Not yet classified yang tidak dapat diperiksa dengan
pemeriksaan histopatologi. AUB dapat dideteksi dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditanyakan bagaimana karakteristik haid yaitu
siklus, durasi, volume, dan apakah terdapat nyeri yang dialami oleh pasien. AUB membutuhkan
tatalaksana segera yang tepat karena dapat mengakibatkan berbagai komplikasi seperti infertilitas,
anemia defisiensi besi, dan syok hemoragik yang dapat berujung kematian. AUB dapat dicegah
dengan mengubah pola hidup yang sehat.
3.2 Saran
Saran bagi penulis:
1. Lebih mengembangkan lagi wawasannya dalam menulis.
2. Memilih sumber-sumber informasi yang sahih dengan lebih bijak.
3. Terus inovatif dan menjunjung kerjasama dalam membuat laporan
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganong W, Barrett K. Ganong's review of medical physiology. 25th ed. New York:
McGraw Hill Education; 2016.
2. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology. 11th edition. Pennsylvania: Elsevier
Saunders.2006.
3. Berek JS. Berek & Novak’s Gynecology. 14th edition. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins. 2007.
4. Katz VL, Lobo RA, Lentz GM, Gershenson DM. Comprehensive Gynecology.
Philadelphia: Mosby Elsevier. 2007.
5. Munro MG. Chritchley HOD, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification system (PALM-
COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in non gravid women of reproductive
age.
6. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. 4th ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2016.
18