Anda di halaman 1dari 7

2.

1 Anatomi dan Fisiologi Kulit


2.1.1 Anatomi Kulit

Gambar 1. Anatomi Kulit

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama,
yaitu: (Djuanda, 2007)
1. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas :
a) Stratum korneum.
Lapisan tanduk merupakan lapisan terluar yang terdiri dari beberapa
lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, danprotoplasma telah
berubah menjadi keratin. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati
terus menerus mengelupas tanpa terlihat.
b) Stratum lusidum
Lapisan lusidum terletak tepat di bawah lapisan korneum. Terdiri
dari sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah
menjadi protein yang disebut eleidin.
c) Stratum granulosum (Lapisan Keratohialin)
Lapisan granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-
butir (granul) keratohialin yang basofilik. Stratum granulosum juga
tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
d) Stratum spinosum
Lapisan Malpighi atau disebut juga prickle cell layer (lapisan akanta)
merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal. Terdiri dari
beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-
beda akibat adanya mitosis serta sel ini makin dekat ke permukaan
makin gepeng bentuknya. Pada lapisan ini banyak mengandung
glikogen.
e) Stratum germinativum
Lapisan basal merupakan lapisan epidermis paling bawah dan
berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit.
Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin. Melanin
berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari.
2. Dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih
tebal daripada epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar
dibagi menjadi dua bagian yakni:
a) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b) Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah
subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti
serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan ini mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebasea.
3. Lapisan Subkutan
Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang
memisahkan dermis dan subkutan. Terdiri dari jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat,
besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe,
kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar
keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan
terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi.

2.1.2 Fisiologi Kulit


Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga
homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi
proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007).
1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara
sebagai berikut:
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan
zat kimia.
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit
dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari
lingkungan luar tubuh melalui kulit.
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan
rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang
berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya.
Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke
sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik
dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan
baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka
dapat timbul keganasan.
e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif.
Yaitu sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis
mikroba yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans (Martini,
2006).
2. Fungsi absorpsi.
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-
lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan
karbon dioksida (Djuanda, 2007). Permeabilitas kulit terhadap oksigen,
karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian
pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap
seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk
larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan
melepaskan antihistamin di tempat peradangan. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih
banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara
kelenjar (Martini, 2006).
3. Fungsi ekskresi.
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua
kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel
rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju
lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi
menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel
rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan
campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum
berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan
memproteksi keratin. (Martini, 2006)
b. Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 ml air
dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari
(Djuanda, 2007). Seorang yang bekerja dalam ruangan
mengekskresikan 200 ml keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif
jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas,
keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam,
karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu
amoniak dan urea (Martini, 2006). Terdapat dua jenis kelenjar keringat,
yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan
pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan secret yang
kental dan bau yang khas (Djuanda, 2007). Kelenjar keringat apokrin
bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel
mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan
kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin
melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.
(Djuanda dan Hamzah, 1999) Kelenjar keringat merokrin (ekrin)
terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air,
elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolism. Kadar pH-nya
berkisar 4,0-6,8 dan fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah
mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit
serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan
agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan
sifat antibiotic (Djuanda, 2007).
4. Fungsi persepsi.
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutan. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan
Ruffini di dermis dan subkutan. Terhadap dingin diperankan oleh
badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner
terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan
Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik
tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik. (Djuanda,
2007).
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (Termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah
di pembuluh kapiler (Djuanda, 2007). Pada saat suhu tinggi, tubuh akan
mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar
pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari
tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan
lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah
(vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.
6. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7
dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet (Djuanda, 2007).
Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan
kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang
berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus
gastrointestinal ke dalam pembuluh darah (Djuanda dan Hamzah,
1999). Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri,
namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga
pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. Pada manusia
kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh
darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Djuanda, 2007).
Djuanda A, Hamzah M, A. 1999. Ilmu Penyakit Kulit DanKelamin. Edisi ke tiga.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Djuanda, A 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
Martini, F. 2006. Fundamentals of Anatomy & Physiology. Seventh Edition.
Benjamin Cummings. USA.

Anda mungkin juga menyukai