Anda di halaman 1dari 49

Case Report Session

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh

Riri Mulyanisa
No. BP 1310311004

Preseptor :
dr. H. Masrizal, SpOG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan case

report session ini yang berjudul kehamilan ektopik terganggu.

Case report session ini ditulis dengan tujuan agar dapat menambah wawasan dan

pengetahuan penulis dan pembaca mengenai kehamilan ektopik terganggu, selain itu

juga untuk memebuhi salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian

Obstetri dan Ginekologi RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan case report session ini, terutama kepada preseptor

dr. H. Masrizal, SpOG (K) yang telah meluangkan waktu dalam memberikan

bimbingan, saran dan perbaikan kepada penulis.

Dengan demikian, penulis berharap agar case report session ini dapat bermanfaat

dalam menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Kehamilan Ektopik

Terganggu.

Bukittinggi, Februari 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
Hal.
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
Daftar Tabel iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Metode Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Genitalia Perempuan 3
2.2 Fisiologi Pembuahan dan Nidasi 4
2.3 Kehamilan Ektopik Terganggu
2.6.1 Definisi dan Klasifikasi 15
2.6.2 Epidemiologi 15
2.6.3 Etiologi dan Patogenesis 16
2.6.4 Diagnosis dan Manifestasi Klinis 17
2.6.5 Diagnosis Banding 22
2.6.6 Tatalaksana 23
2.6.7 Komplikasi 26
2.6.8 Prognosis 28
BAB III LAPORAN KASUS 30
BAB IV DISKUSI 36
DAFTAR PUSTAKA 38

ii
3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang

mengancam nyawa ibu dan kelangsungan hidup janin, serta merupakan salah satu

penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Kehamilan ektopik

adalah peristiwa dimana implantasi blastosis terjadi diluar endometrium cavum uteri

seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen.1,2

Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara

kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi

KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan alat

diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga

semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi seperti

AKDR meningkatkan persentase kehamilan ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi

hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik.

Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan kejadian kehamilan ektopik.

Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro,

ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.3,4

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153

kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di

Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241

kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida.2

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40

tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang

dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%.1,3

1
1.2 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami tentang

nodul tiroid dari segi epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan tatalaksana.

1.3 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Genitalia Perempuan

Alat genitalia perempuan terdiri dari genitalia eksterna dan genitalia eksterna,

yang termasuk genitalia eksterna adalah vulva dan vagina, sedangkan genitalia

interna terdiri dari uterus, tuba uterina / tuba falopii dan ovarium.4

Gambar 2.1.1 Organ genitalia wanita

2.1.1 Vulva1,4

Vulva adalah tempat bermuaranya sistem urogenital. Disebelah luar vulva

dilingkari oleh labia mayora (bibir besar) yang ke arah belakang menyatu

membentukk komissura posterior dan perineum. Dibawah ulitnya terdapat

jaringanlemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Medial dari bibir besar

ditemukan bibir kecil (labia minora) yang kearah perineum menjadi satu dan

membentuk frenulum labiorum pudendi. Didepan frenulum ini terletak fossa

navikulare. Kanan dan kiri dekat pada fossa navikulare ini terdapat dua buah

3
lubang kecil tempat kedua muara saluran kelejnar bartolini. Labia mayora ke arah

depan menyatu membentuk preputium klitoridis dan frenulum klitpridis. Dibawah

preputium klitoridis terletak klitoris. Kira-kira 1,5 cm dibawah klitoris terdapat

orifisium uretra eksternum (lubang kemih). Di kanan dan kiri lubang kemih

terdapat dua lubang kecil dari slauran yang buntu (duktus parauretralis atau

duktus Skene).

2.1.2 Vagina1,4

Vagina menghubungkan genitalia eksterna dengan genitalia interna. Introitus

vagina tertutup oleh sebagian himen (selaput dara), suatu lipatan selaput setempat.

Pada koitus pertama, himen umunya akan robek di beberapa tempat dan sisanya

dinamakan karunkula mirtiformes. Vagina berukuran 6,5 cm didepan dan 9,5 cm

dibelakang, sumbunya berjalan kira-kira sejajar dengan arah pinggir bawah

simfisis ke promontorium. Arah ini penting untuk diketahui saat pemeriksaan

vaginal toucher.

Selama masa embrional, 2/3 bagian atas vagina berasal dari duktus Mulleri

(asal dari entoderm), sedangkan 1/3 bagian bawahnya berasal dari lipatan-lipatan

ektoderm. Epitel vagina terdiri atas epitel squamosa. Lapisan ini terdiri dari

beberapa lapis epitel gepeng tidak bertanduk dan tidak mengandung kelenjar,

tetapi dapat mengadakan transudasi.

4
Gambar 2.1.2 Organ genitalia interna wanita

2.1.3 Uterus1,4

Uterus pada wanita dewasa berbentuk seperti buah avokad atau buah pir.

Ukuran panjang uterus adalah 7 - 7,5 cm lebar di tempat yang paling lebar adalah

5,25 cm dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri dari korpus uteri (2/3 bagian atas) dan

serviks uteri (1/3 bagian bawah). Didalam korpus uteri terdapat rongga (kavum

uteri), yang membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletakdi

serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri

(pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars

vaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut

ismus uteri.

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, pada bagian ini tuba Fallopii kanan

dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri atas miometrium dan

endometrium. Miometrium terdiri dari 3 lapis otot yang dapat berkontraksi dan

5
relaksasi. Lapisan otot sebelah luar berjalan longitudinal dan lapisan sebelah

dalam berjalan sirkuler, diantara kedua lapisan ini otot polos berjalan saling

beranyaman.

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar yang

disebut endometrium. Endometrium terdiri atas sel epite; selapis kubik,

kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh darah yang

berlekuk-lekuk. Di korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks

berkelok-kelok, kelenjar-kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae).

Pertumbuhan dan fungsi endometrium sangat dipengaruhi oleh hormon steroid

ovarium.

Umumnya uterus pada perempuan dewasa terletak di sumbu tulang panggul

dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan

vagina, sedang korpus uteri mengarah ke depan dan membentuk sudut 1200-1300

dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio.

Di bagian luar, uterus dilapisi oleh lapisan serosa (Peritoneum viseral).

Dengan demikian, dari luar ke dalam dinding korpus uteri akan dilapisi oleh

serosa atau perimetrium, miometrium, dan endometrium. Uterus mendapat darah

dari arteria uterina (cabang dari arteri iliaka interna) dan dari arteria ovarika.

2.1.4 Tuba falopii1,4

Tuba Fallopii ialah saluran telur yang berasal dari duktus Mulleri. Rata-rata

panjang tuba 11 - 14 cm. Bagian tuba yang berada di dinding uterus dinamakan

pars interstisialis, lateral dari itu ke arah ujung tuba (3-6 cm) terdapat pars ismika

yang masih sempit ( diameter 2 - 3 mm), dan lebih ke arah distal lagi disebut pars

ampularis yang lebih lebar (diameter 4 -10 mm), tuba mempunyai ujung terbuka

6
menyerupai anemon yang disebut infundibulum dan fimbria yang merupakan

tangan-tangannya.

Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral, yang merupakan bagian

dari ligamentum latum, Otot polos dinding tuba terdiri dari atas 2 lapis (dari luar

ke dalam) yaitu lapisan longitudinal dan otot sirkuler. Lebih dalam lagi terdapat

mukosa yang berlipat-lipat ke arah longitudinal dan terutama dapat ditemukan di

bagian ampula. Mukosa tuba terdiri atas epitel selapis kubik sampaik silindrik,

yang pada permukaannya mempunyai bagian-bagian seperti rambut yang bergetar

(silia) dan bagian yang bersekresi. Permukaan mukosa yang bersekresi

mengeluarkan getah, sedangkan yang berambut dengan getaranya menimbulkan

suatu arus ke arah kavum uteri.

2.1.5 Ovarium1,4

Indung telur pada seorang dewasa kira-kira sebesar ibu jari tangan, terletak di

kiri dan kanan uterus, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium

dihubungkan dengan uterus melali ligamentum ovarii propiu. Arteria ovarika

berjalan menuju ovarium melalui ligamentum suspensorium ovarii ( ligamentum

infundibulopelvikum).

Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar

ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum. Sebagian ke

kecil ovarium berada di ligamentum latum, disebut hilus ovarii. Pada bagian hilus

ini masuk pembuluh darah dan saraf ke ovarium. Lipatan yang menghubungkan

lapisan belakang ligamentum laum dengan ovarium dinamakan mesovarium.

Bagian ovarium yang berada di dalam kavum peritonei dilapisi oleh epitel

selapis kubik-silindrik, disebut epitelium germinativum. Di bawah epitel ini

7
terdapat tunika albuginea dan di bawahnya lagi baru ditemukan lapisan tempat

folikel-folikel primordial. Tiap bulan stu folikel, kadang-kadang dua folikel,

berkembang menjadi folikel de Graaf. Folikel-folikel ini merupakan bagian

ovarium terpenting dan dapat ditemukan di korteks ovarii dalam letak yang

beraneka ragam, dan juga dalam tingkat-tingkat perkembangan dari satu sel telur

yang dikelilingi oleh satu lapisan sel saja sampai folikel de Graaf matang. Folikel

yang matang ini terisi dengan likuor follikuli yang mengandung estrogen, dan

siap untuk berevolusi.

Peritoneum viseralis menutupi sebagian besar alat genitalia interna. Bagian

yang tidak ditutupi oleh peritoneum dinamakan retro- atau ekstra-pritoneal. Di

depan dan di belakang uterus peritoneum viseral menutupi suatu cekungan di

depan terdapat ekskavasio vesikouterina, dan peritoneum viseral yang

menutupinya dinamakan plika vesica uterina, sedang dibelakang uterus terdapat

ekskavasio rektouterina atau kavum Douglasi, yang diliputi pula oleh peritoneum.

Sebagian besar ovarium terletak intraperitoneal, dan hanya hilus ovarii yang

letaknya ekstraperitoneal di anatara kedua lipatan ligamentum latum.

Sirkulasi darah organ genitalia berasal dari cabang-cabang arteri iliaka

interna (arteri hipogastrika) dan arteri ovarika. Arteri ovarika sinistra berasal dari

arteria renalis sinistra. Arteri ovarika masuk ke ovarium dan tuba melalui

ligamentum infundibulopelvikum dan mengadakan dua anastomosis, yang

pertama melalui tuba, dan yang kedua melalui ovarium dengan ramus asenden

serta ramus desenden. Yang terakhir ini memberikan darah kepada serviks dan

2/3 bagian atas vagina. Vagina dan genitalia eksterna juga mendapatkan darah

dari ranting-ranting arteria rektalis media dan arteria pudenda interna.

8
Saluran limfe serviks uteri mengalir dari tiga jurusan utama yaitu, dari ismus

melalui parametrium ke kelenjar-kelenjar di sekitar vasa iliaka. Dari bagian dekat

ureter mengukuti pembuluh darah balik ke kelompok glandula iliaka eksterna.

Dari bagian belakang melalui ligamentum sakrouterinum menyebar melalui para

metrium ke kelompok glandula hipogastrika dan glandula obturatoria, ada pula

yang emlalui ligamentum sakrouterinum ke kelompok glandula sakralis lateralis.

Saluran limfe korpus uteri juga mengalir dari tiga jurusan yaitu dari bagian

bawah korpus uteri ke kelompok glandula iliaka dan glandula sakralis lateralis.

Melalui ligamentum rotundum ke glandula inguinalis superfisialis terus ke

glandula is dan kelompok glandula iliaka eksterna. Bersama-sama dengan saluran

limfe dari tuba dan ovarium melalui ligamentum infundibulo-pelvikum ke

kelompok glandula paraaorta.

Saluran limfe vagina bagiaan 2/3 atas vagina menyalrkan limfe ke glandula

obturatoria dan ke kelenjar-kelenjar sekitar vasa iliaka, sebgian melalui

ligamentum sakrouterina ke kelompok glandula-glandula inguinalis superfisialis

dan profunda, dan selanjutnya ke kelompok kelenjar-kelenjar dan iliaka eksterna.

Sistem saraf genital pada umumnya merupakan sistem saraf otonom. Inervasi

uterus terdiri terutama atas sistem saraf simpatis, tetapi untuk sebagian juga atas

sistem parasimpatis dan sistem serebrospinal. Bagian dari sistem parasimpatis

berada di dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf

sakral 2,3, 4 dan selanjutnya memasuki pleksus Frankenhauser. Bagian dari

sistem simpatis masuk ke rongga panggul sebagai pleksus prasakralis (Cotte)

lewat depannya bifurkasio aortadan promontorium, membagi dua kanan dan kiri

dan menuju ke bawah ke pleksus Frankenhauser. Saraf simpatis menimbulkan

9
kontraksi dan vasokonstriksi, sedangkan serabut parasimpatis mencegah

konstriksi dan menimbulkan vasodilatasi.

2.2 Fisiologi Pembuahan dan Nidasi 1,5,7

Saat sel telur bertemu dengan spermatozoa, beberapa spermatozoa dapat

masuk ke dalam korona radiata, tetapi hanya satu yang dapat memasuki sel telur. Saat

sprematozoa masuk ke sel telur, terjadi perubahan pada permukaan sel telur yang

mengakibatkan sel telur tidak bisa dimasuki oleh spermatozoa yang lain. Setelah

penyatuan inti sel sperma dengan inti sel telur, akan didapatkan inti sel telur dengan

46 kromosom.1,5

Ovum yang telah dibuahi akan mengalami segmentasi, sehingga terbentuk

blastomer. Sel telur selanjutnya membelah menjadi dua sel, empat sel, delapan sel,

enam belas sel, tiga puluh dua sel, dan seterusnya sehingga menjadi morula.

Kelompok sel tersebut selanjutnya bergerak menuju ke kavum uteri yang

membutuhkan waktu sekitar tiga hari.1,7

Di dalam morula akan terbentuk rongga yaitu eksoselom yang terletak

eksentris. Terbentuknya rongga tersebut mengakibatkan sel-sel morula terbagi

menjadi dua jenis, yaitu sel trofoblas dan nodus embrional atau bintik benih. Sel

trofoblas terletak di bagian luar dan merupakan dinding dari telur yang berfungsi

mencari makan untuk telur. Sedangkan bintik benih atau nodus embrional terletak

disebelah dalam dan merupakan sel awal dari bayi.1,5

Pada tingkat ini telur disebut blastokista, blastokista akan mengalami proses

nidasi yaitu proses telur menanamkan diri ke dalam endometrium yang terjadi sekitar

hari ke-enam setelah fertilisasi, sebagian terjadi pada dinding depan atau dinding

belakang sekitar fundus uteri. Nidasi dapat terjadi karena trofoblas memiliki daya

10
untuk menghancurkan sel – sel endometrium yang juga digunakan sebagai bahan

makanan bagi telur. 5

Selanjutnya, pada bintik benih akan timbul rongga yaitu ruang amnion yang

merupakan ruang tempat tumbuh embrio. Ruang amnion semakin lama akan semakin

besar hingga meliputi seluruh embrio. Ruang ini dibatasi oleh sel-sel ektoderm. Pada

waktu yang bersamaan juga terbentuk rongga lain di bawah ruang amnion yaitu

ruangan kuning telur dengan sel-sel di sekitarnya yang disebut entoderm. 5,7

Timbul lapisan baru di antara lapisan endoderm dan ektoderm yang meliputi

eksoselom, ruang amnion dan ruang kuning telur, yaitu lapisam mesoderm. Sehingga,

ruang kuning telur dibatasi oleh sel endoderm di bagian dalam dan sel mesoderm di

bagian luar. Ruang amnion dibatasi oleh ektoderm di bagian dalam dan mesoderm di

bagian luar, sedangkan eksoselom dibatasi oleh mesoderm di bagian dalam dan

trofoblas di sebelah luar. 1,7

Terbentuk korion yaitu trofoblas bagian dalam yang diliputi oleh mesoderm.

Tiga lapisan janin yaitu endoderm, mesoderm dan ektoderm akan menjadi diskus

embrional yang menonjol ke ruang amnion dan berkembang menjadi janin. Terdapat

hubungan antara bagian janin dan dinding trofoblas berupa tangkai yang terdiri dari

mesoderm bagian dalam dan dilapisi oleh epitel amnion di bagian luar. Tangkai ini

akan menjadi tali pusat.5,7

Ruangan amnion akan bertambah besar sehingga bagian luar dari amnion

yang merupakan lapisan mesoderm akan merapat dengan korion. Korion awalnya

hanya terdiri dari satu lapis sel, selanjutnya berkembang menjadi dua lapisan yang

terdiri dari lapisan Langhans atau sitotrofoblas dan lapisan sinsitium atau

sinsitiotrofoblas. Lapisan sitotrofoblas merupakan lapisan dalam yang berhubungan

dengan mesoderm dan antar sel terdapat batas yang jelas, sedangkan lapisan

11
sinsitiotrofoblas adalah lapisan luar yang berhubungan dengan desidua dan tidak

memiliki batas yang jelas antar sel-selnya.5,7

Korion menghasilkan enzim untuk mencairkan sel desidua dan pembuluh

darah. Korion juga mengeluarkan cabang-cabang pada seluruh permukaannya untuk

ditanamkan ke dalam desidua. Jika cabang tersebut tumbuh ke dalam desidua

kapsularis, maka cabang tersebut akan mati karena tidak mendapat makanan, sehingga

korion menjadi gundul dan disebut chorion-leave. Sedangkan jika cabang tersebut

tumbuh ke dalam desidua basalis, maka akan tumbuh subur dan menjadi plasenta (uri),

bagian ini disebut dengan chorion frondosum.1,7

2.3 Kehamilan Ektopik Terganggu

2.3.1 Definisi1,2

Kehamilan ektopik berasal dari kata “Ectopos” yang berarti diluar tempat,

jadi kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur

yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.

Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau

rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa

misalnya dalam cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim.

Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba Fallopii).

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat

implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai

aterm.

Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul

gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang

menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.

12
2.3.2 Klasifikasi 1,4

Gambar 2.1.3. Lokasi Kehamilan Ektopik

Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi

dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menjadi:

a. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi.

Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat

berimplantasi pada ampulla (85%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun

pada interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk

berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura) pada

umur kehamilan 35-40 hari.

b. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh

kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.

Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada

daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada

tahap awal dan mengakibatkan oerdarahan intraabdomen. Diagnosis

13
kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni (1)

tuba pada sisi kehamilan harus normal, (2) kantong janin harus berlokasi pada

ovarium, (3) kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari

propium, (4) jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding

kantong janin. Kriteria ini sulit untuk dipenuhi karena adanya kerusakan

jaringa ovarium, pertumbuhan trofoblas yang luas, dan perdarahan

menyebabkan topografi kabur.

c. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali

terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur,

serviks mengembang. Gejala yang timbul berupa perdarahan tanpa nyeri pad

akehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus maka servik akan

membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan

serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil

konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase, namun akan

menyebabkan perdarahan yang banyak idealny adalah dengan histerektomi

total. Kriteria diagnosis oleh Paalman dan McElin berupa ostium uteri

internum tertutup, ostium uteri eksterna terbuka sebagian, seluruh hasil

konsepsi terletak dalam serviks, peradarahan uterus setelah fase amenorea

tanpa disertai rasa nyeri, serviks terasa lunak membesar bahan dapat lebih

besar dari fundus uteri (hour-glass uterus)

d. Kehamilan Abdominal. Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan,

atau kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan Abdominal

ada 2 macam :

a. Primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga

perut.

14
b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya

di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke

dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat asalnya. Hampir

semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik

sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke

dalam rongga abdomen. Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal

mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah

bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6)

karena pengambilan makanan kurang sempurna.

e. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama

dengan kehamilan intrauterin, dan juga ditemukan dua korpora luteal. Jika

telah dilakukan tatalaksana terhadap kehamilan ektopiknya maka kehamilan

intrauterin yang normal dapat dilanjutkan seperti kehamilan pada normalnya.

Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi satu dalam 17.000-30.000

kehamilan ektopik.

Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :

a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan

yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan

intrautrin normal.

b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu

terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehmilan

ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehmilan intrauterin yang

terjadi kemudian berkembang seperti biasa.

f. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis

tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan

15
intrauteri, tetapi implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan

pembuluh darah). Karena lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur

terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan interstisial

merupakan penyebab kematian utama dari kehamilan ektopik yang pecah,

karena berkaitan dengan perdarahan yang sangat banyak.

g. Kehamilan intraligamenter. Kehamilan intraligamenter berasal dari

kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam

ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik

dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang

dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini serupa dengan

kehmilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan ektopik

dalam tuba yang pecah.

h. Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan

implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara

perlahan-lahan ke dalam kavum uteri.

i. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula

mengadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara berangsur

mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal.

j. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada

tuba dan sebagian pada jaringan ovarium.

k. Kehamilan ektopik kronik dipakai karena pada keadaan ini anatomi sudah

kabur, sehingga biasanya tidak dapat ditentukan lokasinya dari abdominal

atau tubo-ovarial atau intraligamenter yang janinnya telah mati dan disertai

adanya gumpalan darah yang semula berasal dari perdarahan ruptur kantong

gestasi yang kemudia perdarahan tersebut berhenti dan menjadi gumpalan

16
dalam bentuk kantong jendalan darah. Penderita tidak merasaka sakit lagi,

tapi pada pemeriksaan fisik dan USG didapatkan massa yang berisi jendalan

darah.

2.3.3 Epidemiologi1,4

Angka kejadian kehamilan ektopik pada ibu hamil mencapai 1,2 - 1,4 %.

Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian janin pada trimester pertama

dengan angka mencapai 75%. Lokasi kehamilan ektopik terbanyak ditemukan di

tuba Fallopii yaitu 90-95 %, selain itu juga ditemukan di ovarium sebanyak 3.2 %

dan intra abdominal sebanyak 1,3 %.

Angka kejadian kehamilan ektopik di Inggris mencapai 11,1/1.000 orang ibu

hamil, di Norwegia 14,9 / 1.000 orang ibu hamil, sedangkan di Australia mencapai

angka 16,2 / 1.000 orang ibu hamil.

Faktor resiko yang diidentifikasi berkaitan dengan kejadian kehamilan ektopik

diantaranya pelvic inflamatory disease, infeksi Chlamydia trachomatis, merokok,

operasi tuba Fallopii, dan endometriosis. Kejadian kehamilan ektopik meningkat

seiring dengan bertambahnya usia ibu, terutama terjadi pada ibu dengan usia lebih

dari 30 tahun.

2.3.4 Etiologi dan Patogenesis 1,5,6

Kehamilan ektopik terjadi bilanidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar

endometrium. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan

ektopik. Faktor-faktor yang berperan mencakup :

17
- Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba

menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan slauran

tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan gangguan fungsi silia tuba.

Demikian juga pada keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat merupakan

predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.

Faktor tuba yang lain adalah adanya kelainan endometriosis tuba atau

divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran

tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan

bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.

- Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka

zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti

dan tumbuh di saluran tuba.

- Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangka oleh tuba yang kontralateral,

dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga

kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

- Faktor hormonal

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat

mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat

menyebabkan kehamilan ektopik.

- Faktor lain

Pemakaian IUD dimana kondisi akan menimbulkan proses peradangan yang

pada endometrium dan endosalping sehingga dapat menyebabkan kehamilan

18
ektopik. Faktor usia penderita yang sudah tua dan faktor perokok juga sering

berhubungan dengan terjadinya kehamilan ektopik.

Patologi

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai

endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan

kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umunya.

Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio

atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam

bentuk berikut ini :

- Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi reabsorbsi total. Dalam keadaan

ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haid terhambat untuk beberapa hari.

- Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh

vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan implantasi

mudigah dari dinding tersebut bersama dengan robeknya psudokapsularis.

Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat

perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh mudigah dengan selaputnya

dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium

tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi

telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan

pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah

19
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini

disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti

lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus

dengan lumen sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,perdarahan

akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjai

mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar

dan kebiruan (hematosalping), dan selanjutnya darah menglir ke rongga perut

melalui ostiu tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglasi dan akan

membentuk hematokel retrouterina.

- Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pad aismus dan biasanya

pada kehamilan muda.Sebaliknya pada ruptur pars interstisialis terjadi pada

kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang meyebabkan ruptur ialah

penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

Ruptur dapat terjadi secra spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan

pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalma rongga perut,

kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan

kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula erdarahan dalam

lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba

abdominal.

Bila pada abortus dalam tuba ostium tub atersumbat, ruptur sekunder dapat

terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas,

20
pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadangkadang ruptur terjadi diarah

ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.

Pada ruptur rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila

robekan tub akecil, perdarahan terjadi tanp ahasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.

Perdarahan dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam

keadaan anemia atau syok karena hemoragia. Darahtertampung pada rongga perut

akan mengalir ke keavum Douglasi yang makin lama makin banyak danakhirnya

dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak dioperasi dan tidka

meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang

diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat direabsorbsi

seluruhnya, bila besar besar kelak dapat diubah menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan maish diselubungi oleh kantong

amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam

rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdiominal sekunder. Untuk

mencukupi kebutuhan mkanan bagi janin, plasenta tuba akan meluaskan

implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum

latum, dasar panggul dan usus.

21
Gambar 2.1.4 Patofisiologi kehamilan ektopik terganggu

22
2.3.5 Patofisiologi1,5,6

Beberapa hal dibawah ini ada hubungannya dengan terjadinya kehamilan

ektopik:

1. Pengaruh Faktor Mekanik

Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara

lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi

non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol,

salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen

tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasespsi dalam rahim

(AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan intra-

maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan zigot

menuju kavum uteri. Faktor mekanik lain adalah pernah menderita

kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada saluran telur seperti

rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang, tumor yang

mengganggu keutuhan saluran telur.

2. Pengaruh Faktor Fungsional

Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan

dengan faktor hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi

lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum

uteri. Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan oleh perobahan

keseimbangan kadar estrogen dan progesteron serum. Dalam hal ini terjadi

perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam utrus

dan otot polos dari saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan ektopik yang

terjadi pada akseptor kontrasepsi oral yang mengandung hanya progestagen

saja, setelah memakai estrogen dosis tinggi pascaovulasi untuk mencegah

23
kehamilan. Merokok pada waktu terjadi konsepsi dilaporkan meningkatkan

insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan

jumlah dan afinitas reseptor adrenergik dalam tuba.

3. Kegagalan Kontrasepsi

Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang

karena kontrasepsi sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi

dikalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik

apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam

rahim selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun

ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan

frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak meningkatkan

risiko kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada wanita yang

menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut adalah

kehamilan ektopik.

4. Peningkatan Afinitas Mukosa Tuba

Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya

meningkatkan implantasi pada tuba.

5. Pengaruh Proses Bayi Tabung

Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses

kehamilan yang terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted

reproduction). Kehamilan tuba dilaporkan terjadi pada GIFT (gamete

intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization), ovum transfer, dan

induksi ovulasi. Induksi ovulasi dengan human pituitary hormone dan hCG

dapat menyebabkan kehamilan ektopik bila pada waktu ovulasi terjadi

peningkatan pengeluaran estrogen urin melebihi 200 mg sehari.

24
2.3.6 Diagnosis dan Gambaran Klinis3,6,8

Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya

penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita

menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran

disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid.

Disamping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah

yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur.

Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar

ditentukan.

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari

perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala

yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda

bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,

tuanya kehmilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita

sebelum hamil.

Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri

dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,

atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut

yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh

darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat

nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada

perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul

nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi

peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.

25
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada

kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin,

sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena

kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda

yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian

janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya

sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.

Tabel 2.1.1 Kriteria diagnosis KET1

Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks

uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari

diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastis.

26
Alur pemeriksaan:

1. Anamnesa

Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai

beberapa bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai

keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri

bahu, tenesmus dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian

bawah.

2. Pemeriksaan umum

Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga

perut dapat ditemukan tanda-tanda syok.

3. Pemeriksaan ginekologi

Tanda-tanda kehamilan muda ditemukan. Pergerakan serviks

menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit

membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas

yang sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba

menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik

sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.

4. Laboratorim : Hb, leukosit, kadar ß- hCG dalam serum. tes kehamilan.

5. Douglas pungsi (kuldosentesis). Jarum besar yang dihubungkan dengan spuit

ditusukkan ke dalam kavum Douglas di tempat kavum Douglas menonjol ke

forniks posterior. Jika terisap darah, ada 2 kemungkinan yang terjadi, yaitu:

a. Adanya darah dalam kavum Douglas, yang mengakibatkan terjadinya

perdarahan dalam rongga perut.

b. Tertusuknya vena dan terisapnya darah vena dari daerah tersebut. Oleh

karena itu, untuk mengatakan bahwa Douglas pungsi positif artinya ada

27
perdarahan dalam rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat

berwarna merah tua, tidak membeku setelah diisap, dan biasanya di dalam

terdapat gumpalan-gumpalan darah yang kecil. Jika darah kurang tua

warnanya dan membeku, darah itu berasal dari vena yang tertusuk.

6. Ultrasonografi

a. Bila dapat dilihat kantong kehamilan intrauterine, kemungkinan kehamilan

ektopik sangat kecil. Kantong kehamilan intrauterine sudah dapat dilihat

dengan ultrasonografi pada kehamilan 5 minggu. Mencari kehamilan

ektopik pada kehamilan 5 minggu lebih sulit dibandingkan dengan

kehamilan intrauterin.

b. Bila terdapat gerakan jantung janin di luar uterus, yang merupakan bukti

pasti kehamilan ektopik.

c. Massa di luar kavum uteri belum tentu suatu massa dari kehamilan

ektopik.

d. Kavum uteri kosong dengan kadar ß- hCG diatas 6.000 mIU/ml

kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Mencari kantong

kehamilan di luar rahim secara ultrasonografi sangat membantu, tetapi

kadang-kadang sulit. Secara empiris, kadar ß- hCG dipakai dengan cara

menduga adanya kehamilan ektopik dalam membantu keadaan seperti ini.

7. Laparoskopi. System optik dan elektronik dapat dipakai untuk melihat

organ-organ di panggul. Keuntungan laparoskopi dibanding ultasonografi

adalah laparoskopi dapat melihat keadaan rongga pelvis secara a vue,

ketepatan diagnosis lebih tinggi dan kerugiannya lebih invasive dibandingkan

dengan ultrasonografi. Laparoskopi maupun ultrasonografi akan sangat

berguna bila dilakukan oleh tenaga yang telah mempunyai pengalaman.

28
2.3.7 Diagnosis Banding1

Diagnosis kehamilan ektopik sering keliru dengan abortu sinsipien atau

abortus inkomplitus yang kemudian dilakukan kuretase.

2.3.8 Tatalaksana1,4,8

Dewasa ini penanganan kehamilan ektopik yang belum terganggu dapat

dilakukan secara medis ataupun bedah. Secara medis dengan melakukan injeksi

lokal methotrexate (MTX), kalium klorida, glukosa hiperosmosis, prostaglandin,

aktimiosin D. Pengobatan menggunakan kemoterapi dapat digunakan untuk

menghindari pembedahan, kriterianya adalah (1) kehamilan pada pars ampularis

tuba yang belum pecah, (2) diameter kantong gestasi kurang sama dengan 4 cm,

(3) perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml, (4) tanda vital baik dan

stabil. Obat yang diguankan adalah metrotreksat 1 mg/kg BB iv dan faktor

sitrovorum 0,1 mg/kg im berselang-seling tiap hari selama 8 hari.

Sedangkan tatalaksana secara bedah dilaksanakan melalui :

1. Pembedahan konservatif

Dimana integritas tuba dipertahankan. Pembedahan konservatif

mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi.

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang

berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii.

Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di

atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi

segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang

terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi

kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per

29
sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun

laparoskopi.

Pada dasarnya prosedur salpingotomi sama dengan salpingostomi,

kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur

menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis,

patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan

salpingotomi.

2. Pembedahan radikal

Dimana salpingektomi dilakukan, Salpingektomi diindikasikan pada

keadaankeadaan berikut ini:

a. Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)

b. Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif

c. Terjadi kegagalan sterilisasi

d. Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya

e. Pasien meminta dilakukan sterilisasi

f. Perdarahan berlanjut pascasalpingotomi

g. Kehamilan tuba berulang

h. Kehamilan heterotopik

i. Massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.

Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi

dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang

sebenarnya sudah sempit.

30
2.3.9 Pencegahan1,2,5

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit

(prepatogenesis), antara lain :

1. Perbaikan dan peningkatan status gizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap penyakit infeksi seperti infeksi akibat gonorea, radang panggul.

Keadan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang rendah menyebabkan

kerentanan terhadap penyakit infeksi pada alat genitalia sehingga berisiko

tinggi untuk menderita kehamilan ektopik.

2. Menghindari setiap perilaku yang memperbesar risiko kehamilan ektopik

seperti tidak merokok terutama pada waktu terjadi konsepsi, menghindari

hubungan seksual multipartner (seks bebas) ataiu tidak berhubungan selain

dengan pasangannya.

3. Memberikan dan menggalakkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat

seperti penyuluhan mengenai kehamilan ektopik, pendidikan tentang seks

yang bertanggungjawab dan nasehat perkawinan melalui berbagai media,

sekolah-sekolah, kelompok pengajian dan kerohanian.

4. Penggunaan kontrasepsi yang efektif. Dewasa ini masih terus dilakukan

kegiatan untuk menemukan suatu cara kontrasepsi hormonal yang mempunyai

efektivitas tinggi dan efek sampingan yang sekecil mungkin. Pil kombinasi

merupakan pil kontrasepsi yang sampai saat ini dianggap paling efektif.

31
2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya menghentikan proses penyakit

lebih lanjut, mencegah terjadinya komplikasi dengan sasaran bagi mereka yang

menderita atau terancam menderita kehamilan ektopik, meliputi :

1. Program penyaringan

Usaha pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui program

penyaringan (screening) bagi wanita yang beresiko terhadap kejadian PMS

sehingga diagnosis dapat ditegakkan sedini mungkin dan dapat segera

memperoleh pengobatan secara radikal pada penderita untuk mencegah

terjadinya radang panggul yang beresiko menimbulkan kehamilan ektopik.

2. Diagnosa dini

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang obstetrik

memberikan kemungkinan kehamilan ektopik dapat ditegakkan diagnosisnya

secara dini yaitu sebelum gejala-gejala klinik muncul, artinya sebelum

kehamilan ektopik pecah. Dalam hal ini pemeriksaan prenatal dini dalam

trimester pertama sangat penting bagi pasien-pasien yang beresiko tinggi

terhadap kejadian kehamilan ektopik. Mereka yang dianggap beresiko tinggi

terhadap kehamilan ektopik antara lain adalah wanita yang pernah menjalani

bedah mikro saluran telur, pernah menderita peradangan dalam rongga

panggul, menderita penyakit pada tuba, pernah menderita kehamilan ektopik

sebelumnya, akseptor AKDR atau pil bila terjadi kehamilan tidak sengaja, dan

pada kehamilan yang terjadi dengan teknik-teknik reproduksi.

32
3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier meliputi program rehabilitasi (pemulihan kesehatan)

yang ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari Kehamilan Ektopik

meliputi rehabilitasi mental dan social yakni dengan memberikan dukungan

moral bagi penderita terutama penderita yang infertile akibat Kehamilan Ektopik

agar tidak berkecil hati, mempunyai semangat untuk terus bertahan hidup dan

tidak putus asa sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna.

2.3.8 Prognosis

Prognosis baik bila kita dapat menemukan kehamilan ektopik secara dini.

Keterlambatan diagnosis akan menyebabkan prognosis buruk karena bila

perdarahan arterial yang terjadi di intraabdomen tidak segera ditangani, akan

menyebabkan kematian karena syok hipovolemik.

Kehamilan ektopik merupakan penyebab kematian yang terpenting maka

didiagnosis harus dapat ditentukan dengan cepat dan persediaan darah untuk

tranfusi harus cukup, begitu pula antibiotik.

33
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
MR : 45 20 47
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur/tanggal lahir : 34 tahun /07-01-1984
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Minang
Alamat : Koto Tangah, Agam

Seorang pasien perempuan umur 34 tahun datang ke IGD RSUD Achmad


Mochtar Bukittinggi pada tanggal 18 Februari 2018 dengan :

Keluhan Utama
Nyeri seluruh lapangan perut sejak 15 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri perut sejak 15 hari yang lalu, nyeri dirasakan diseluruh lapangan perut, nyeri
tidak menjalar, nyeri dirasakan terus menerus, meningkat dengan pergerakan, tidak
dipengaruhi oleh makanan, VAS 8.
Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari tidak ada
Keluar air-air dari kemaluan tidak ada
Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada
Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada
Pasien tidak haid sejak 12 - 11- 2017, Taksiran Persalinan = 19 - 8 - 2018
Menstruasi pertama kali usia 13 tahun, haid teratur setiap 28 hari, lama haid 5 - 6 hari,
ganti duk 3 - 4 kali sehari, nyeri haid tidak ada.
Riwayat hamil muda : mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
Riwayat kontrasepsi : pasien mengkonsumsi pil KB setiap hari, terakhir
mengkonsumsi setalah mengetahui hamil yaitu pada usia kehamilan 4-5 minggu.
Riwayat infeksi kelamin dan keputihan disangkal

34
Riwayat Kehamilan/ Persalinan/ Abortus : (4 /3 /0)
Anak 1 : 2005/ aterm/ spontan pervaginam/ laki-laki / 3300 gr
Anak 2 : 2012/ aterm/ SC a.i KPD/ laki-laki/ 2700 gr
Anak 3 : 2016/ aterm/ SC a.i KPD/ laki-laki/ 3400 gr
Anak 4 : hamil sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, paru, hepar,
ginjal dan alergi pada pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit menular dan
kejiwaan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas sehari-hari sedang.

PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan Darah : 90 / 50 mmHg
Frekuensi Nadi : 102 kali per menit
Frekuensi Nafas : 23 kali per menit
Suhu : 36,7 oC
Status Gizi : sedang
VAS :4
Status Generalis
 Kepala :
Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut, tidak ditemukan kelainan.
 Mata :
 Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
 Pupil isokor dengan diameter 3 mm/ 3mm, RC +/+
 Eksoftalmus (-)

35
 Telinga :
Nyeri tekan tragus tidak ada, nyeri tarik tidak ada, nyeri keto os. mastoid tidak
ada, keluar cairan atau darah tidak ada.
 Hidung :
Simetris, deviasi septum tidak ada, keluar cairan atau darah tidak ada.
 Mulut :
Bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, caries dentis tidak ada.
 Leher :
JVP 5-2 cmH2O,
Kelenjar getah bening tidak membesar, .
Kelenjar tiroid tidak membesar.
Deviasi trakea tidak ada

 Torak :
Paru
Inspeksi : normochest, simetris, pergerakan kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronchi + /+, wheezing -/-.
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS - RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada.
Ekstremitas :
Akral hangat, CRT < 2 detik, oedem tidak ada.
Tremor (-)
Kekuatan motorik 555 555
555 555

Refleks fisiologis

++ ++
++ ++

36
Refleks patologis

- -
- -

Status Obstetri :
 Abdomen :
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Striae gravidarum (+), hiperpigmentasi linea mediana (+)
Sikatrik bekas operasi (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+), Nyeri lepas (-), Defans muscular (-)
TFU tidak teraba
Ballotemen uterus (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Pelvis :
Tidak ada kelainan.

 Genitalia :
Vulva dan uretra tenang
Perdarahan Pervaginam tidak ada

Vaginal Toucher :

Vagina : tumor (-), discharge (-), massa (-)

Portio : Ø (-), multipara sebesar jempol kaki, tumor (-), nyeri goyang (+)

CUT : Sulit dinilai

A/P : Sulit dinilai

CD : menonjol

Plano Test : +
Diagnosa Kerja :
G4P3A0H3 gravid 12-13 minggu + susp. Kehamilan Ektopik Terganggu

37
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Haemoglobin 7.4 12 – 16 g/dL
Hematokrit 22.3 37 – 47 %
Eritrosit 2.39 4.2 - 5.4 106/µL
Leukosit 18.23 4.8 - 10.8 103/µL
Trombosit 488 150 – 450 10s/µL
Kalium 3.61 3.5 - 5.5 mEq/dL
Natrium 134.3 135-147 mEq/dL
Khlorida 107.2 100-106 mEq/dL
Tes Kehamilan +

Pemeriksaan penunjang :
 USG

Kesan:
Uterus dengan ukuan 7,4 x 4,3 cm
Tidak tampak gestational sac intrauterin
Tampak cairan bebas di kavum Douglass
Tmapak massa hiperechoic di adneksa kanan, diameter 6 x 7 cm
Kesimpulan :
Hematochele ec suspek KET / abortus tuba kanan

38
Diagnosis :
G4P3A0H3 gravid 12-13 minggu dengan Kehamilan Ektopik Tergangu. + anemia

Penatalaksanaan :
1. Rawat bangsal obgyn
2. Cek darah lengkap dan FT3, FT4, TSH
3. Cek B-hcG kuantitatif
4. Transfusi PRC, sampai HB 10 g/dL
5. Laparotomy + Salphingooverektomi dextra
6. Cefixim 2 x 200 mg
7. Injeksi Traneksamat 1 gr (3 hari) 3 x 1
8. Vitamin K ( 3 x 100 mg (3 hari)

LAPORAN PEMBEDAHAN
Tanggal Operasi : 19 Februari 2018
Diagnosa pra bedah : G4P3A0H3 gravida12-13 minggu + KET+anemia sedang
Diagnosa Pasca Bedah : P4A0H3 post salpingoovarectomy dextra a.i KET
dengan anemia sedang
Tindakan : Laparatomy dan Salpingoovarectomy dextra

Uraian Pembedahan
1. Pasien tidur terlentang dan dilakukan general anestesi
2. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik di daerah abdomen dan sekitarnya
3. Dipasang duk steril
4. Dilakukan insisi pada linea mediana
5. Dilakukan eksplorasi, tampak janin usia 12 - 13 minggu dan dilakukan
salphingoovarectomi dextra
6. Perdarahan dihentikan dan dirawat
7. Dipasang draine
8. Setelah dipastikan tidak ada perdarahan, dinding abdomen di jahit lapis demi
lapis
9. Kulit dijahit matras
10. Perdarahan selama tindakan lebih kurang 1000 cc

39
Keadaan Pasca Bedah
1. Masuk pukul : 15.20 WIB
2. Keadaan umum : Sadar
3. Nadi : 85 kali permenit
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Suhu tubuh : 36,5 OC
4. Pernapasan : 20 kali per menit

40
Follow up Ruangan
Tanggal/ Catatan Instruksi
Jam
24/02/2018 S/ Demam (-), mual (-), muntah (-) -Kontrol KU, VS, PPV
Ku: S.Sedang, kes :cmc -Mobilisasi bertahap
T : 110/70 mmHg
R : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt
S : Afebris
Konjungtiva : Tidak anemis
Abdomen : Datar, Lembut
DM (-), PS/PP (-/-)
NT (+)
Luka operasi tertutup
verban
Genitalia : V/U tenang, PPV (-)
A/ P4A0H3 post salvingoovarectomy
dextra a.i KET

41
BAB IV
DISKUSI

Dasar diagnosis kasus kehamilan ektopik terganggu didapatkan dari


autoanamnesis yang mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Dimana pasien wanita usia 34 tahun datang ke IGD RSUD Achmad
Mochtrar dengan keluhan nyeri diseluruh perut sejak 15 hari sebelum masuk
rumah sakit.. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien telah mengeluhkan nyeri
perut sejak 15 hari SMRS, nyeri semakin lama semakin hebat, dan perut terasa
semakin membesar.
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.
Pasien juga mengaku tidak menstruasi dalam waktu 2-3 bulan terakhir yang
menindikasikan amenorea. Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang
penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan
janin, sehingga dapat bervariasi.

Analisa Kasus Terhadap Tinjauan Pustaka


Dasar diagnosis kehamilan ektopik terganggu :
No. Dasar Diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu Kasus
1. Amenorea +
2. Kehamilan positif +
3. Usia kehamilan 6-8 minggu +
4. Keluhan nyeri perut +
5. Spotting +
6. Tanda syok hipovolemik :

42
- Hipotensi +
- Takikardi +
- Pucat dan anemis +
- Akral dingin -
7. Nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen +
8. Uterus membesar -
9. Nyeri goyang serviks dan porsio +
10. Kanan/kiri uterus : nyeri pada perabaan + (kanan)
11. Cavum doughlass menonjol dan terdapat nyeri tekan +
12. Hemoglobin menurun dari kadar normal + (7 mg/dL)

Tanda-tanda kehamilan muda ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa


nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit membesar dan
kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematocele
retrouterina. Hasil labor terkait Hb pasien yang rendah menunjukkan adanya
kehilangan darah atau perdarahan sehingga menyebabkan anemia sedang pada
pasien ini.
Pada pemeriksaan USG tidak ditemukan GS, namun terdapat cairan bebas.
Bila dapat dilihat kantong kehamilan intrauterine, kemungkinan kehamilan ektopik
sangat kecil. Kantong kehamilan intrauterine sudah dapat dilihat dengan
ultrasonografi pada kehamilan 5 minggu. Mencari kehamilan ektopik pada
kehamilan 5 minggu lebih sulit dibandingkan dengan kehamilan intrauterin.
Kavum uteri kosong dengan kadar ß- hCG diatas 6.000 mIU/ml kemungkinan
adanya kehamilan ektopik sangat besar. Mencari kantong kehamilan di luar rahim
secara ultrasonografi sangat membantu, tetapi kadang-kadang sulit. Secara empiris,
kadar ß- hCG dipakai dengan cara menduga adanya kehamilan ektopik dalam
membantu keadaan seperti ini.
Rencana terapi untuk pasien ini sudah tepat dengan tindakan/pemberian Infus,
cross-match, sedia darah. Kemudian dilakukan observasi keadaan umum dan
tanda-tanda vital. Setelah KU pasien membaik, dilakuka konsul anestesi untuk
rencana laparatomi a.i kehamilan ektopik terganggu dan tidak lupa diberikan
konseling kepada pasien untuk kontrasepsi mantap sehingga dapat dilakukan

43
tindakan tubektomi saat operasi. Setelah operasi berakhir, pasien pindah rawat dan
dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin berulang, KU, TTV, dan nilai
nyeri luka post op, dan jika dari labor hematologi belum stabil dengan dapat
dilakukan transfuse untuk menangani anemia pada pasien.

Prognosis pada pasien ini Quo ad vitam ad bonam tidak ada gejala atau tanda
yang mengarah pada ancaman kematian. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda
vital pasien masih dalam batas normal. Quo ad functionam ad bonam Kehamilan
ektopik terganggu bila diobati dan ditangani dengan benar akan sembuh, namun
akan menyebabkan akut abdomen apabila tidak diobati.

44
BAB V
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN KASUS
Berdasarkan analisa kasus, maka dapat ditegakkan diagnosis kehamilan
ektopik terganggu atas dasar manifestasi klinis :
1. Wanita 34 tahun
2. G4P3A0H3, gravid 12-13 minggu
3. Keluhan nyeri perut
4. Pada status generalis ditemukan konjungtiva anemis
5. Pada status obstetri ditemukan nyeri tekan abdomen, nyeri goyang porsio, nyeri
tekan uterus kanan, cavum doughlass menonjol dan nyeri bila ditekan
6. Tes kehamilan positif
7. Interpretasi USG menujukkan kehamilan ekstrauterin, GS sulit dinilai, dengan
free fluid positif
8. Kesan kehamilan ektopik terganggu

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H., Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat Cetakan Ketiga. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.
2. Dorland . Kamus kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2010.
3. Martaadisoebrata D. Obstetri patologi ilmu kesehatan reproduksi. Edisi3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013.
4. Eeden, S. Ectopic Pregnancy Rate and Treatment Utilization in a Large
Managed Care Organization. California 1997-2000. Jurnal Obstetrics and
Gynecology, vol 105, 2005.
5. Cunningham FG, Kenneth JL, Steven LB, John CH, Dwight JR, Catherine YS.
Obstetri Williams volume 1. Edisi 23. Alih Bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC,2013.
6. Gant NF, Cunningham FG. Dasar – dasar ginekologi & obstetri. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2011.
7. Rachimhadhi, Trijatmo. Pembuahan, nidasi dan plasetasi. Dalam:
Prawirohardjo, S. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2010; pp: 139-147.
8. Wiknjosastro, H. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, 2011.

46

Anda mungkin juga menyukai