Anda di halaman 1dari 13

Analisis Studi Kasus Pelanggaran Privacy

Studi pada Facebook


Oleh
FITRIYATI
Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi kini sangat cepat dan jauh berbeda dengan masa
awal kehadirannya. Era globalisasi telah menempatkan peranan teknologi informasi ke
dalam suatu posisi yang sangat strategis karena dapat menghadirkan suatu dunia tanpa
batas, jarak, ruang, dan waktu serta dapat meningkatkan produktivitas serta efisiensi. Saat
ini, masyarakat banyak bergantung pada internet. Menurut Lee dan Johnson (2007),
internet merupakan ruang maya atau informasi super cepat (information superhighway) dan
memungkinkan transfer informasi secara elektronik. Segala informasi sekarang dapat
diakses dan didapatkan melalui internet, seiring dengan banyaknya websites yang
menyediakan sumber informasi, baik berupa artikel, berita, informasi perusahaan dan
personal, bahkan informasi seputar pengalaman yang dapat dibagi antarsesama pengguna
internet.

Namun, hal tersebut juga mempunyai dampak yang kurang baik bagi mayrakat.
Menurut Bungin (2006), dampak munculnya teknologi internet yaitu teknologi membuat
pola hidup yang semakin individualistis dan munculnya paham eksistensialisme berupa
menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Artinya bahwa di satu sisi teknologi
mampu mendekatkan orang-orang yang jauh dan tidak mengenal satu sama lain, dan sisi
yang lain menyebabkan para pengguna situs jejaring sosial lebih mampu menjalin kehidupan
sosial melalui dunia maya dan kurang memperhatikan interaksi dengan dunia nyata.

Salah satu media sosial yang marak digunakan oleh masyarakat yaitu Facebook.
Melalui Facebook orang-orang mulai sering mengekspresikan perasaannya atau
memberitahukan tentang apa yang sedang mereka kerjakan. Situs jejaring sosial tampaknya
sudah menjadi bagian hidup. Facebook yang berada dalam area abu – abu (dunia maya)
tidak lepas dari tindak kriminal. Maraknya pengguna Facebook dan jejaring sosial menjadi
sasaran empuk para pelaku kejahatan. Facebook yang di dalamnya berisi beberapa data-
data perorangan penggunanya seperti nama lengkap, alamat rumah/lokasi, alamat e-mail,
nomor telepon, foto, video bahkan gambaran pribadi tentang penggunanya cukup
digunakan sebagai modal oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam melakukan
tindakan kriminal. Hal tersebut dapat melanggaran privasi seseorang apabila data yang
mereka berikan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Menurut Altman (1975), mendefinisikan privasi sebagai proses pengontrolan yang


selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Di Indonesia sendiri
sudah diatur UU mengenai privasi seseorang yaitu pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM. Teori manajemen komunikasi privasi (Communication Privacy Management) tertarik
untuk menjelaskan proses-proses negosiasi orang seputar pembukaan informasi privat
(Petronio, 2002). Sistem manajemen privasi yang ditawarkan dalam Communication Privacy
Management (CPM) inilah yang menjadi acuan dalam mengkoordinasikan batas-batas
privasi tentang apa yang diungkapkan dan apa yang dianggap pribadi.Adapun kasus yang
terjadi saat ini yaitu 87 juta pengguna Facebook terdampak skandal pelanggaran privasi.

Layanan media sosial Facebook menyatakan data pribadi lebih dari 87 penggunanya
telah dibagikan secara tidak semestinya oleh konsultan politik Inggris, Cambridge Analytica.
Angka itu jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yaitu 50 juta yang terlibat skandal
pelanggaran privasi tersebut. Skandal ini telah mengguncang perusahaan Facebook dan
memicu pertanyaan atas keseluruhan perlindungan data untuk sektor internet. Dari 87 juta
pengguna, sebagian besardata yang disalahgunakan berasal dari pengguna Amerika Serikat
(AS) yaitu sebesar 81,6%, kemudian secara beturut-turut antara lain Filipina (1,4%),
Indonesia (1,3%), Inggris (1,2%), Meksiko (0,9%), Kanada (0,7%), dan India (0,6%).
Perusahaan itu memanfaatkan data pribadi pengguna Facebook untuk kemenangan Donald
Trump dalam pemilihan presiden tahun 2016 (sumber: www.cnbcindonesia.com, diakses
pada 24 April 2018)

Teori

Definisi Privasi

Privacy dapat didefiniskan sebagai kemampuan seorang individu untuk menentukan


kapan, bagaimana, dan seberapa luas informasi personal yang dapat disebarkan kepada
orang lain (Westin, 1967). Sedangkan menurut Petronio (2002) menjelaskan bahwa
memutuskan apa yang akan diungkapkan dan apa yang harus dirahasiakan bukanlah
keputusan yang dapat langsung diambil, melainkan merupakan tindakan penyeimbangan
yang berlangsung secara terusmenerus.

Altman (1975) menggabungkan sosial dan psikologi lingkungan untuk memahami


sifat dasar privacy. Konsep privasi sangat erat dengan konsep ruang personal dan
teritorialitas. Ruang personal adalah ruang sekeliling individu, yang selalu dibawa kemana
saja orang pergi, dan orang akan merasa terganggu jika ruang tersebut diinterfensi. Artinya,
ruang personal terjadi ketika orang lain hadir, dan bukan semata-mata ruang personal,
tetapi lebih merupakan ruang interpersonal. Pengambilan jarak yang tepat ketika
berinteraksi dengan orang lain merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan akan
privasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa, privasi adalah tingkatan interaksi atau keterbukaan
yang dikehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu, dimana situasi
yang dirasa sebagai privat atau tidak yang menentukan adalah subjektifitas dan kontrol
(ruang interpersonal dan territorial) dari seseorang tersebut.

Sejarah Perlindungan Privasi

Sejarah perlindungan privasi berawal dari perlindungan atas tempat kediaman


seseorang (rumah) dan lalu berlanjut pada perlindungan atas informasi dan komunikasi
melalui surat menyurat. Pengaturan perlindungan hak atas privasi awalnya memang lebih
dikenal di Eropa dan Amerika. Pada saat itu hukum, meski secara terbatas, telah
memberikan perlindungan terhadap kegiatan “menguping” pembicaraan di dalam rumah
dan juga melindungi rumah seorang laki – laki dari kegiatan lain yang tidak sah (Daniel,
2006).

Di Amerika Serikat sendiri perlindungan hak atas privasi dimulai dengan disahkannya
Bill of Rights dari Konstitusi Amerika Serikat. Amandemen Ketiga Konstitusi Amerika Serikat
mencegah pemerintah untuk memerintahkan tentara menetap di rumah rakyat.
Amandemen Keempat Konstitusi Amerika Serikat mencegah pemerintah untuk melakukan
penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah. Pejabat pemerintah diwajibkan mendapatkan
persetujuan dari Pengadilan untuk melakukan penggeledahan melalui surat penggeledahan
yang didukung oleh bukti permulaan yang cukup. Serta, Amandemen Kelima Konstitusi
Amerika Serikat menjamin setiap orang untuk tidak dapat dipaksa memberikan keterangan
yang memberatkan dirinya sendiri.
Dalam konteks Indonesia, sejarah modern mengenai privasi dimulai dari hadirnya
Belanda di Indonesia. Keputusan Raja Belanda No 36 yang dikeluarkan pada 25 Juli 1893,
bisa dianggap peraturan tertua mengenai perlindungan privasi komunikasi di Indonesia.
Sejak 15 Oktober 1915 melalui Koninklijk Besluit No 33 pengaturan perlindungan privasi
mulai muncul di dalam Undang– Undang Hukum Pidana. Meski pengaturan perlindungan
hak atas privasi sudah cukup lama di Indonesia, namun perlindungan hak atas privasi baru
menjadi perlindungan konstitusional sejak disahkannya Amandemen Kedua UUD 1945
melalui Pasal 28 G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (4). Namun centang perenang peraturan
legislasi mengenai perlindungan hak atas privasi masih terjadi dan yang berakibat lemahnya
perlindungan warga Negara dari peretasan perlindungan hak atas privasi. (Sumber:
www.nasional.news.viva.co.id, diakses pada 05 Mei 2018).

Lemahnya perlindungan privasi warga negara juga diakui oleh pemerintah.


Perlindungan data pribadi belum diatur dalam undang-undang namun pengaturannya mulai
dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik. Pemerintah sendiri berkeinginan untuk juga keinginan
mendorong perlindungan data pribadi ke bentuk undang-undang (Sumber:
www.kompas.com, diakses pada 05 Mei 2018).

Faktor yang Mempengaruhi Privasi

Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional,
dan faktor budaya (Prabowo, 1998).

1. Faktor Personal

Perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi.
Penelitian Walden (dalam Prabowo, 1998) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin
mempengaruhi kebutuahan akan privasi dan cara merespon kondisi padat atau sesak.

2. Faktor Situasional

Kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar
lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyediri. Situasi fisik sekitar juga
mempengaruhi kebutuhan privasi seseorang.
3. Faktor Budaya

Dalam beberapa riset, menunjukan bahwa pada tiap – tiap budaya tidak ditemukan adanya
perbedaan dalam banyaknya privasi yang diingikan, tetapi sangat berbeda dalam cara
bagaimana mereka mendapatkan privasi. Desain lingkungan yang dipengaruhi budaya,
seperti rumah adat juga mempengaruhi privasi. Artinya setiap budaya memiliki standar
privasi masing-masing dan juga cara mereka memperoleh privasi.

4. Kepadatan

Banyaknya orang dalam suatu tempat mempengaruhi jarak sosial.

Fungsi Privasi

Menurut Altman (1975), ada tiga fungsi dari privasi, yaitu sebagai berikut.

1. Pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan
dengan oang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-
sama dengan orang lain dikehendaki.

2. Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang
meliputi keintiman atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain.

3. Memperjelas identitas diri

Manajemen Privasi Komunikasi (Communication Privacy Management)

Petronio (2002), menyatakan bahwa Communication Privacy Management (CPM)


adalah teori praktis yang didesain untuk menjelaskan isu – isu keseharian. Apakah
yangbmengatakan sesuatu yang kita pikirkan kepada orang lain adalah hal yang rumit, tetapi
hal ini sering kali jadi hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kita berusaha untuk menimbang
tuntutan - tuntutan situasi dengan kebutuhan kita dan orang lain yang ada di sekitar kita.
Privasi merupakan hal yang penting bagi kita karena hal ini memungkinkan kita untuk
merasa terpisah dari orang lain. Hal ini memberikan kita perasaan bahwa kita pemilik sah
dari informasi mengenai diri kita. Ada resiko yang dapat muncul dari pembocoran informasi
kepada orang yang salah, membuka data diri pada saat yang tidak tepat, mengatakan terlalu
banyak tentang diri kita sendiri, atau berkompromi dengan orang lain. Di lain pihak
pembocoran data pribadi dapat memberikan keuntungan besar bagi kita, meningkatkan
kontrol sosial, memvalidasi perspektif kita ketika membuka diri.

Keseimbangan antara privasi dan pembocoran memiliki makna karena hal ini sangat
penting terhadap cara kita mengelola hubungan-hubungan kita. Oleh karenanya, terdapat
suatu kebutuhan akan teori seperti CPM yang berusaha melakukan sesuatu yang telah
dilakukan oleh teori-teori lain:menjelaskan proses yang digunakan untuk mengelola
hubungan antara menutupi dan mengungkapkan informasi privat.

Ide-ide dalam CPM sebenarnya telah berusia lebih dari 20 tahun (Petronio 1991),
tetapi pernyataan fomal pertama mengenai versi matang dari teori ini tidak muncul hingga
pada saat Petronio menerbitkan buku yang berjudul “Boundaries of Privacy”

Asumsi Dasar Manajemen Privasi Komunikasi

(Communication Privacy Management)

Teori Manajemen Privasi Komunikasi berakar pada asumsi-asumsi mengenai


bagaimana seseorang individu berpikir dan berkomunikasi sekaligus asumsi – asumsi
mengenai sifat dasar manusia. Teori ini membuat tiga asumsi mengenai sifat dasar manusia:

1. Manusia adalah pembuat keputusan

2. Manusia adalah perubah peraturan dan pengikut peraturan.

3. Pilihan dan peraturan manusia didasarkan pada pertimbangan akan orang lain dan juga
akan konsep diri.

Petronio (2002) melihat bahwa manusia membuat pilihan dan peraturan mengenai
apa yang harus dikatakan dan apa yang harus disimpan dari orang lain berdasarkan
“kalkulus mental yang didasarkan pada kriteria penting, beberapa di antaranya seperti
budaya, gender, konteks. Petronio menggunakan istilah pembukaan (disclosure) dan
pembukaan pribadi (private disclosure) daripada menggunakan istilah pembukaan diri (self-
disclosure) dalam CPM.
Selain itu, teori CPM merupakan teori dialektik. Sebagai teori dialektik, CPM
mendukung asumsi yangmirip dengan asumsi-asumsi yang mendasari Teori Dialektika
Relasional, termasuk:

1. Hidup berhubungan dicirikan oleh perubahan.

2. Kontradiksi adalah fakta mendasar pada hidup berhubungan.

Asumsi-asumsi ini, secara kesuluruhan mewakili sebuah persepsi aktif mengenai


manusia dan merupakan sebuah penggambaran akan manusia yng terlibat di dalam hidup
berhubungan sampai pada batas dimana diri dan orang lain saling terkait. Sebagaimana
diamati oleh Petronia dan Caughlin (2006), privasi hanya dipahami dalamketegangan
dialektis dengan pembukaan. Jika kita membuka semuanya, kita tidak akan memiliki konsep
privasi. Sebaliknya, jika semua informasi bersifat pribadi, ide mengenai pembukaan tidak
akan masuk akal. Hanya dengan memasangkan kedunya maka kedua konsep ini dapat di
definisikan.

CPM tertarik untuk menjelaskan proses-proses negosiasi orang seputar pembukaan


informasi privat. Petronio (2000) menyatakan bahwa orang mendefinisikan informasi privat
sebagai informasi mengenai hal-hal yang sangat berarti bagi mereka. Oleh karena itu ,
proses mengkomunikasikan informasi privat dalam hubungan dengan orang lain menjadi
pembukaan pribadi (private disclosure). Penekanan yang menjauhi pembukaan diri
membuat perbedaan yang jelas antara definisi CPM dengan penelitian tradisional mengenai
keterbukaan (misalnya, Jourard, 1971). CPM memandang definisi ini berbeda dalam tiga
cara.

Pertama, pembukaan pribadi memberikan penekanan lebih pada isi personal dari
pembukaan itu sendiri dibandingkan dengan literatur tradisional mengenai pembukaan diri.

Selain itu, CPM mempelajari bagaimana orang melakukan pembukaan melaui sistem yang
didasarkan pada aturan. Dan yang terakhir, CPM tidak melihat bahwa pembukaan hanyalah
berkaitan dengan diri. Sebagaimana diamatai Petronio (2002), untuk dapat
benar-benar memahami dalam dan luasnya sebuah pembukaan, CPM tidak membatasi
proses ini hanya kepada diri, tetapi memerluasnya hingga mencakup banyak level
pembukaan termasuk diri dan kelompok.

Konsep – konsep dalam Manajemen Privasi Komunikasi

Dalam teori Manajemen Privasi Komunikasi terdapat beberapa konsep yang umum
digunakan, beberapa diantaranya yang banyak digunakan adalah :

1. Pembukaan pribadi (private disclosure)

Proses mengkomunikasikan informasi privat dalam hubungan dengan orang lain.

2. Informasi privat (private information)

Informasi mengenai hal-hal yang sangat berarti bagi mereka.

3. Batasan privat (private boundaries)

Batasan untuk menjelaskan bahwa terdapat garis antara bersikap publik dan bersikap privat.

4. Batasan kolektif (collective boundary)

Ketika informasi privat dibagikan, maka batasan sekelilingnya disebut batasan kolektif

5. Batasan personal (personal boundary)

Ketika informasi privat tetap disimpan oleh seseorang dan tidak dibuka, maka batasannya
disebut batasan personal.

6. Keintiman (intimacy)

Adalah perasaan atau keadaan mengetahui seseorang secara mendalam baik fisik, psikologi,
emosional dan perilaku karena orang ini penting dalam kehidupan seseorang.

Pembahasan

Analisis Pelanggaran Facebook pada Privasi Konsumen

Perlindungan atas data dan informasi sesorang menyangkut soal-soal hak asasi
manusia. Persoalan perlindungan terhadap privasi atau hak privasi muncul karena
keprihatinan akan pelanggaran privasi yang dialami oleh orang dan atau badan hukum.
Perlindungan privasi merupakan hak setiap warga negara, harus dihormati dan diberikan
perlindungan. Termasuk konsepsi Privacy Information (Security) dimana sebuah informasi
harus aman, dalam arti hanya diakses oleh pihak–pihak yang berkepentingan saja sesuai
dengan sifat dan tujuan dari informasi tersebut. Salah satunya yaitu pelanggaran privasi
pada Facebook yang saat ini sedang hangat diperbincangkan. Dimana pelanggaran tersebut
bermula dari 87 juta pengguna Facebook yang datanya diambil oleh konsultan politik Inggris
Cambridge Analytica. Perusahaan itu memanfaatkan data pribadi pengguna Facebook untuk
kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden tahun 2016. Data tersebut tidak
hanya berasal dari Negara Amerika saja, namun juga berasal dari berbagai Negara seperti
(AS) yaitu sebesar 81,6%, kemudian secara beturut-turut antara lain Filipina, Indonesia,
Inggris, Meksiko, Kanada, dan India. Kasus tersebut dapat digolongkan sebagai pelanggaran
privasi.

Pelanggaran pada Facebook terhadap privasi dinilai dapat merugikan penggunanya.


Hal ini dikarenakan data pengguna Facebook disalahgunakan oleh pihak-pihak yang terkait.
Meskipun tidak merugikan secara material, namun tetap dianggap sebagai penyalahgunaan
data dan tidak sesuai dengan konsep dari privasi sendiri. Dari hasil pengamatan, Facebook
dinilai tidak sepenuhnya bersalah, dikarenakan terjadi pencurian data oleh Cambridge
Analytica, sedangkan pihak Facebook sendiri masih belum memberikan keamanan yang
cukup terhadap perlindungan data penggunanya.

Dari kasus tersebut, perusahaan Facebook mengalami krisis kepercayaan dari


penggunanya. Maka dari itu Facebook harus meningkatkan kualitas dari pelayanan serta
perlindungan privasi penggunanya. Sedangkan untuk pihak pemerintah sebaiknya harus

lebih bersifat jujur dan adil dalam melakukan pemilihan umum presiden tanpa adanya
campur tangan dari pihak – pihak yang dapat mempengaruhi hasil pemilu melalui media
sosial. Kasus pada Facebook ini harus disikapi secara tegas oleh pemerintah, terutama pada
negara - negara yang menjadi korban penyalahgunaan data tersebut. Sehingga hal tersebut
tidak akan terjadi lagi dan para pengguna Facebook dapat dengan aman dalam
menggunakan media sosial tersebut.
Hubungan Antara Pelanggaran Facebook dengan Communication Privacy Management
(CPM)

Didalam aplikasi Facebook telah tedapat sebuah pelayanan privasi dan keamanan
data penggunanya yang biasa disebut dengan Term of Privacy. Pada sistem privasi di
Facebook telah memiliki beberapa prinsip diantaranya yaitu sebagai berikut.

1. Memberikan hak untuk mengontrol privasi penggunanya

2. Membantu dalam memahami penggunaan data yang baik

3. Merancang privasi didalam produk Facebook

4. Menjaga serta melindungi privasi tetap aman

5. Memberikan hak pengguna untuk dapat memiliki dan menghapus informasi terkait
penggunanya

6. Melakukan peningkatan pelayanan terhadap privasi pengguna

7. Bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan privasi pada Facebook

Selain prinsip tersebut, terdapat beberapa item yang berkaitan dengan pengelolaan
privasi penggunanya diantaranya sebagai yaitu kiriman, menghapus kiriman, profil, daftar
teman, tanggapan dan komentar, tanggapan dan komentar orang lain, penandaan,
menghapus tanda, foto dan video, linimasa, pencarian, kabar berita, serta lokasi.

Apabila dihubungkan dengan konsep dari Communication Privacy Management


(CPM), dimana terdapat 6 (enam) konsep mengenai privasi. Dari hasil pengamatan,
Facebook telah memberikan pelayanan keamanan privasi penggunanya telah sesuai dengan
6 (enam) konsep tersebut. Kemudian terdapat item penambahan pusat pelanggaran hak
privasi pada Facebook. Jadi, dapat dikatakan bahwa Facebook telah memiliki sistem
keamanan privasi yang mencakup seluruh item-item yang ada di Facebook. Namun masih
kurang diketahui dan biasanya diabaikan oleh pengguna Facebook. Jadi apabila terdapat
tindakan yang melanggar privasi di Facebook, baik itu penyalahgunaan data pribadi maupun
pelanggaran privasi lainnya. Hal itu bukan sepenuhnya kesalaahan dari pihak Facebook itu
sendiri melainkan kelalaian dari penggunanya yang tidak menggunakan sistem perlindungan
privasi yang sudah disediakan oleh Facebook.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Privasi adalah tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki oleh seseorang
pada suatu kondisi atau situasi tertentu, dimana situasi yang dirasa sebagai privat atau tidak
yang menentukan adalah subjektifitas dan kontrol (ruang interpersonal dan territorial) dari
seseorang tersebut. Perlindungan atas data dan informasi sesorang menyangkut soal-soal
hak asasi manusia.Persoalan perlindungan terhadap privasi atau hak privasi muncul karena
keprihatinan akan pelanggaran privasi yang dialami oleh orang dan atau badan hukum.

Dari kasus pelanggaran privasi pada facebook, merupakan kasus yang diakibatkan
kurangnya layanan keamanan data pengguna. Sehingga, terjadi tindakan pencurian data
yang dilakukan oleh konsultan politik Inggris Cambridge Analytica. Perusahaan itu
memanfaatkan data pribadi pengguna Facebook untuk kemenangan Donald Trump dalam
pemilihan presiden tahun 2016. Serta, data tersebut bukan hanya berasal dari negara
Amerika saja namun juga dari berbagai negara salah satunya Indonesia.

Pada hasil pengamatan yang telah dilakukan mengenai sistem keamanan privasi di
facebook sudah sesuai dengan konsep dari Communication Privacy Management (CPM).
Namun, kebanyakan dari pengguna facebook tidak mengetahui serta mengabaikan sistem
tersebut. Sehingga, pelanggaran privasi masih sering terjadi di facebook. Pada kasus
penyalahgunaan data tidaklah berhubungan terhadap privasi yang diterapkan pada
sistemnya namun data yang berasal dari pihak facebook yang tidak memberikan keamanan
yang baik bagi data-data pengguna facebook.

Saran

Perlindungan data pribadi yang dilakukan oleh facebook selaku penyelenggara


sistem elektronik dalam hal tertentu dirasa cukup baik, namun terdapat beberapa saran
yang mungkin dapat menyempurnakan perlindungan tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Facebook harus meningkatkan kepercayaan penggunanya melalui peningkatan
perlindungan data pribadi sehingga tidak mudah disalahgunakan secara ilegal.

2. Pemerintah harus menyikapi kasus tersebut secara tegas sehingga tidak terjadi lagi
masalah penyalahgunaan data pengguna di media sosial. Serta pemerintah perlu
mengadakan perjanjian bilateral mengenai informasi dan transaksi elektronik, dengan
negara asal dari situs yang banyak diakses oleh masyarakat Indonesia, khususnya media
sosial seperti facebook.

3. Masyarakat harus lebih memperhatikan tingkat keamanan pada akun pribadinya dengan
menggunakan secara baik item-item dalam mengatasi tindakan pelanggaran privasi dalam
facebook.

Daftar Pustaka

Altman, I. (1975). Environtment and Social Behaviour: Privacy, Personal Space, Territory, and
Crowding. Belmont, CA: Wadsworth Publishing.

Anonim. (2017, Februari 6). Hak Privasi dan Kontroversi Penyadapan. Retrieved from
Viva.co.id: http://nasional.news.viva.co.id/

Daniel J. Solove. (2006). A Brief History of Information Privacy Law in Proskauer On Privacy.
PLI.

Mahar, M. I. (2018, April 16). Pemerintah Wajib Lindung Privasi Warga Negara. Retrieved
from Kompas Politik & Hukum: www.kompas.com

Lee, M. & Johnson, C. (2007). Prinsip-prinsip periklanan dalam perspektif global. Jakarta,
Indonesia: Kencana.

Sebayang, R. (2018, Maret 28). Pelanggaran Privasi, Pengguna Kembali Tuntut Facebook.
Retrieved from CNBC Indonesia: www.cnbcindonesia.com

Petronio, S. (2002). Boundaries of Privacy: Dialectics of Disclosure. USA: State University of


New York

Prabowo, Hendro. (1998). Pengantar Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gunadarma


Pojok Teori, Jurnal Komunikasi, CPM oleh Antar Venus

Westin, A. (1967). Privacy and freedom. New York: Atheneum

West, Richard. & Turner, Lynn.H. (2008) Pengantar teori komunikasi : Analisi dan Aplikasi.
Jakarta : Salmba Humanika

Anda mungkin juga menyukai