Anda di halaman 1dari 73

BUKU AJAR

MEKANIKA FLUIDA
dan HIDROLIKA II

DOSEN PENGAMPU :
YULIMAN ZILIWU, ST., MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TUNAS PEMBANGUNAN SURAKARTA
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan rahmat dan
anugrahnya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ajar Mekanika
Fluida dan Hidrolika II. penyusunan buku ini merupakan bagian dari kelengkapan pembelajaran
di Program studi Teknik Sipil Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penulisan buku ajar ini, baik dalam kampus UTP khususnya Program Studi
Teknik Sipil maupun di luar kampus sehingga tersusunnya buku ajar ini dengan baik. Semoga
buku ini dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa maupun dosen pengampu

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pihak manapun demi kesempurnaan buku ini
untuk penertiban yang akan dating, penulis tidak lupa mohon maaf bila terjadi kekurang
sempurnaan dalam penyusunan buku ini

Surakarta, Juni 2012

Penyusun
BAB I

1. Aliran Zat cair Riil

1.1.Aliran Laminer dan Turbulen

Aliran viskos dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu aliran laminar dan turbulen. Dalam aliran
laminar partikel- partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran
ini terjadi apabila kecepatan kecil dan/ atau kekentalan besar.

Pada aliran turbulen gerak partikel- partikel zat cair tidak teratur. Aliran ini terjadi apabila
kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil. Dalam beberapa sub bab berikut ini akan
dijelaskan secara lebih mendalam kedua type aliran tersebut.

1.2.Percobaan Osborn Reynolds

Pada tahun 1884 Osborn Reynolds melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat
aliran laminar dan turbulen. Alat yang digunakan terdiri dari pipa kaca yang dapat melewatkan
air dengan berbagai kecepatan ( gambar 1.2 ). Aliran tersebut diatur oleh katub A. pipa kecil B
yang berasal dari tabung berisi zat warna C ujungnya yang lain berada pada lobang masuk pipa
kaca. Reynolds menunjukkan bahwa untuk kecepatan aliran yang kecil

Gambar 1.2. Alat Osborn Reynolds

Di dalam pipa kaca, zat warna mengalir dalam satu garis lurus seperti benang yang sejajar
dengan sumbu pipa. Apabila katub di buka sedikit demi sedikit, kecepatan akan bertambah besar
dan benang warna mulai bergelombang yang akhirnya pecah dan menyebar pada seluruh aliran
di dalam pipa (gambar 1.3).
Gambar 1.3. Aliran laminar (a), kritik (b) dan turbulen (c)

Kecepatan rerata pada mana benang warna mulai pecah disebut kecepatan kritik. Penyebaran
dari benang warna disebabkan oleh percampuran dari partikel-partikel zat cair selama pengaliran.
Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kecepatan kecil, percampuran tidak
terjadi dan partikel-partikel zat cair bergerak dalam lapisan-lapisan yang sejajar, dan
menggelincir terhadap lapisan disampingnya. Keadaan ini disebut aliran laminar. Pada kecepatan
yang lebih besar, benang warna menyebar pada seluruh penampang pipa, dan terlihat bahwa
pencampuran dari partikel-partikel zat cair terjadi, keadaan ini disebut aliran turbulen.

Menurut Reynolds, ada tiga factor yang mempengaruhi keadaan aliran yaitu kekentalan zat cair
µ (mu), rapat massa zat cair ρ (rho), dan diameter pipa D. hubungan antara µ,ρ, dan D yang
mempunyai dimensi sama dengan kecepatan adalah µ /ρD.

Reynolds menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka tertentu.
Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran didalam pipa dengan nilai µ /ρD,
yang disebut dengan angka Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini :

V ρDV
Re = µ = µ
𝜌𝐷

Atau

VD
Re = v

dengan v (nu) adalah kekentalan kinematik. Dari percobaan yang dilakukan untuk aliran air
melalui pipa dapat disimpulkan bahwa pada angka Reynolds rendah gaya kental dominan
sehingga aliran adalah laminar. Dengan bertambahnya angka Reynolds baik karena
bertambahnya kecepatan atau berkurangnnya kekentalan zat cair atau bertambah besarnya
dimensi medan aliran (pipa), akan biasa menyebabkan kondisi aliran laminar menjadi tidak
stabil. Sampai pada suatu angka Reynolds di atas nilai tertentu aliran berubah dari laminar
menjadi turbulen.

Berdasarkan pada percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk
angka Reynolds di bawah 2.000, gangguan aliraan dapat diredam oleh kekentalan zat cair, dan
aliran pada kondisi tersebut adalah laminar. Aliran akan turbulen apabila angka Reynolds lebih
besar 4.000. apabila angka Reynolds berada diantara kedua nilai tersebut (2000<Re<4000) aliran
adalah transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re=2000 dan Re=4000) disebut
dengan batas kritik bawah dan atas.
2.1 Aliran melalui pipa

2.1.1 Pendahuluan

Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran, dan digunakan untuk
mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh. Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa
berubah zat cair atau gas, dan tekanan lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfir. Apabila
zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran saluran terbuka. Karena
mempunyai permukaan bebas, maka fluida yang dialirkan adalah zat cair. Tekanan di permukaan
zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah tekanan atmosfir.

2.1.2. Kehilangan Tenaga Aliran Melalui Pipa

Pada zat cair yang mengalir di dalam bidang batas (pipa, saluran terbuka atau bidang
datar) akan terjadi tegangan geser dan gradient kecepatan pada seluruh medan aliran karena
adanya kekentalan. Tegangan geser tersebut akan menyebabakan tejadinya kehilangan tenaga
selama pengaliran.

Di pandang suatu aliran turbulen dan mantap melalui pipa seperti yang ditunjukknan
dalam gambar (2.1). diameter pipa adalah D dan pipa miring dengan sudut kemiringan a

dianggap hanya terjadi kehilangan tenaga karena gesekan. Gaya-gaya yang bekerja adalah gaya
tekanan, berat zat cair dan gaya geser. Persamaan Bernoulli untuk aliran antara titik 1 dan 2 :

Gambar 2.1. Penurunan Rumus Darcy-Weisbach


𝑝1 V21 𝑝2 V22
z1 + + = z2 + + + hf
ϒ 2𝑔 ϒ 2𝑔

apabila pipa mempunyai penampang konstan, maka V1 = V2 dan persamaan di atas dapat
ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kehilangan tenaga akibat gesekan.

𝑝1 𝑝2
hf = (z1 + ϒ ) – (z2 + ϒ ) (2.1)

kehilangan tenaga sama dengan jumlah dari perubahan tekanan dan tinggi tempat.

Seperti terlihat dalam gambar (2.1) tampang lintang aliran melalui pipa adalah konstan A,
sehingga percepatan a = 0. Tekanan pada tampang 1 dan 2 adalah p1 dan p2. Jarak antara tampag
1 dan 2 adalah ∆L. gaya-gaya yang bekerja pada zat cair adalah gaya tekanan pada kedua
tampang , gaya berat dan gaya gesekan.

Dengan menggunakan hukum Newton II untuk gaya-gaya tersebut akan didapat :

F=Ma

P1 A - P2 A + y A ∆L sin a – TO P ∆L = M x 0

Dengan P adalah keliling basah pipa . oleh karena selisih tekanan adalah ∆p,maka :

∆p A + y A ∆L sin a – TO P ∆L = 0

Kedua ruas dibagi dengan A y,sehingga :

∆p 𝑇𝑂 P ∆L
+ ∆L sin a – =0
𝑦 𝑦A

∆p 𝑇𝑂 ∆L
+ ∆z =
𝑦 𝑦R

Atau

𝑇𝑂 P ∆L
hf = (2.2.a)
𝑦A

TO = y RI = ρgRI (2.2.b)
Dengan ∆z = ∆L sin a, R = A/P adalah jari-jari hidraulis dan I = hf /∆L adalah kemiringan garis
energy. Untuk pipa lingkaran :

𝐴 𝜋 𝐷2 /4 𝐷
R= 𝑃 = =4
𝜋𝐷

Sehingga persamaan (2.2.a) menjadi :

4 𝑇𝑂 P ∆L
hf = (2.2.c)
𝑦D

percobaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa kehilangan tenaga
sebanding dengan V n
dimana n ≈ 2.untuk aliran melalui pipa dengan dimensi dan zat cair
tertentu, persamaan (2.2.a) menunjukkan bahwa hf sebanding dengan To . Dengan demikian
apabila hf = f (V2) berarti juga To = f (V2) . Dengan anggapan bahwa :

To = CV2 (2.3)

dengan C adalah konstanta,maka persamaan (2.2.c) menjadi :

4 𝐶 𝑉2 ∆𝐿
hf = yD

Dengan mendefinisikan f =8C/I ρ maka persamaan diatas menjadi:

∆𝑳 𝑽𝟐
hf =𝒇 (2.4)
𝐃 𝟐𝒈

apabila panjang pipa adalah L, maka persamaan (2.4) menjadi :

𝑳 𝑽𝟐
hf =𝒇 (2.5)
𝐃 𝟐𝒈

Persamaan (2.5) disebut dengan persamaan Darcy-Weisbach untuk aliran melalui pipa
lingkaran. Dalam persaman tersebut f adalah koefisien gesekan Darcy-Weisbach yang tidak
berdimensi. Koefisien f merupakan fungsi dari angka Reinolds dan kekasaran pipa,yang akan
dipelajari lebih mendalan dalam sub bab berikutnya.

Dengan membandingkan persamaan (2.2.c) dan (2.4) diperoleh :


𝑓
To = 8 ρV2 (2.6)

yang memberikan hubungan tegangan geser di dinding To sebagai fungsi koefisien gesekan f .

Contoh 1

Air mengalir melalui pipa berdiameter 20 cm dengan debit aliran 50 l/d. apabila panjang
pipa 2 km , hitung kehilangan tenaga di sepanjang pipa jika koefisien gesekan Darcy-Weisbach f
= 0,015.

Penyelesaian

𝑄 0,05
Kecepatan aliran : V = 𝐴 = 𝜋 (0,2)2/4 = 1,59 m /d

Kehilangan tenaga karena gesekan :

𝑳 𝑽𝟐 2.000 (1,59)2
hf =𝒇 = 0,015 x x2 𝑥 9,81 = 19,33 m
𝐃 𝟐𝒈 0,2

2.2.Aliran mantap melalui sistem pipa

2.2.1. Pendahuluan

Di dalam bab sebelumnya telah dipelajari perilaku zat cair riil pada aliran melalui pipa ,
terutama distribusi kecepatan dan kehilangan tenaga karena adanya gesekan dan perubahan
tampang pipa . di dalam bab ini akan diberikan beberapa metode hitungan aliran melalui sestem
pemipaan. Tinjauan dilakukan untuk aliran mantap dan tak kompresibel. Beberapa teori yang
telah dipelajari dalam bab terdahulu akan digunakan dalam bab ini.

System pemipaan ini berfungsi untuk mengalirkan zat cair dari satu tempat ke tempat
yang lain, aliran terjadi karena adanya perbedaan tinggi tekanan di kedua tempat , yang biasa
terjadi karena adanya perbedaan elevasi muka air atau karena digunakannya pompa . beberapa
contoh system pemipaan adalah pengaliran minyak antar kota/daerah (misalnya angkutan
minyak pertamina dari cilacap ke yogyakarta ), pipa pembawa dan pipa pesat dari waduk ke
turbin pembangkit listrik tenaga air, jaringan air minum di perkotaan, dan sebagainya.
Dalam bab ini akan dipelajari garis tenaga dan garis tekanan, pipa dengan turbin dan
pompa, pipa dalam hubungan seri dan pararel, pipa yang menghubungkan lebih dari dua kolam ,
dan system jaringan pipa.

2.2.2. Garis Tenaga Dan Garis Tekanan

Sesuai dengan prinsip Bernoulli, tinggi tenaga total di setiap titik pada saluran pipa
adalah jumlah dari tinggi elevasi, tinggi tekanan, dan tinggi kecepatan. garis yang
menghubungkan titik-titik tersebut dinamakan garis tenaga , yang digambarkan di atas tampang
memanjang pipa seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1, perubahan diameter pipa dan
tempat-tempat tertentu dimana kehilangan tenaga sekunder terjadi di tandai dengan penurunan
garis tenaga. Apabila kehilangan tenaga sekunder diabaikan , maka kehilangan tenaga hanya
disebabkan oleh gesekan pipa .

Gambar 2.1. garis tenaga dan tekanan

2.2.3. Pipa dengan turbin

Di dalam pembangkit tenaga listrik, tenaga air digunakan untuk memutar turbin . untuk
mendapatkan kecepatan yang besar guna memutar turbin, pada ujung pipa diberi curat. Seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.2., dengan menggangap kehilangan tenaga sekunder kecil maka
di sepanjang pipa garis tenaga berimpit dengan garis tekanan. Garis tenaga turun secara teratur
(perlahan-lahan), karena adanya kehilangan tenaga akibat gesekan. di bagian curat, garis tenaga
dan tekanan memisah. garis tenaga menurun sedikit, sedang garis tekanan turun dengan tajam
menuju ujung hilir curat di mana tekanan adalah atmosfer.

Gambar 2.2. pipa dengan curat

Dengan menggangap kehilangan tenaga sekunder diabaikan, tinggi tekanan efektif H


adalah sama dengan tinggi statis Hs dikurangi kehilangan tenaga akibat gesekan hf.

H = Hs – hf

Kehilangan tenaga hf diberikan oleh persamaan Darcy-Wersbach :

𝐿 𝑉2 8fLQ2
hf = 𝑓 = 𝑔𝜋2𝐷5
D 2𝑔

𝑄 𝑄
mengingat V =𝐴=𝜋𝐷2/4

Dengan demikian tinggi tekanan efektif adalah :

8fLQ2
H= Hs - 𝑔𝜋2𝐷5 (2.1.a)

Daya yang tersedia pada curat :

D = Q H y (kgf m/d) (2.1.b)


Dengan :

Q= debit aliran (m3/d)

H = tinggi tekanan efektif (m)

y = berat jenis zat cair (kgf / m3)

apabila dikehendaki satuan dalan Hp (horse power, daya kuda) maka :

𝑄𝐻 𝑦
D= (hp) (2.1.c)
75

Apabila efisiensi turbin adalah η, maka daya yang diberikan oleh turbin adalah :

𝑄𝐻 𝑦 η
D= (hp) (2.1.d)
75

Subtitusi dari persamaan (2.1.a) ke dalam persamaan (2.1.d), maka :

𝑄𝐻 𝑦 η 8fLQ2
D= ( Hs - 𝑔𝜋2𝐷5 ) (2.1.e)
75

Soal - Latihan

1. Pipa horizontal AB dengan panjang 2000 𝑚 dan diameternya 50 𝑐𝑚 meng – hubungkan


waduk di ujung A dan mesin hidraulis ( turbin ) di ujung B. Muka air waduk adalah pada
60 𝑚 diatas ujung pipa A. Debit aliran adalah 500 𝑙/𝑑. Hitung daya turbin apabila
efesiensinya 90%dan koefisien gesekan 𝑓 = 0,020.
2. Air dari waduk dialirkan melalui pipa sepanjang 1500 m untuk memutar turbin. Elevasi
muka air di waduk adalah 100 m diatas elevasi ujung pipa yang dihubungkan dengan
turbin. Debit aliran adalah0,1 𝑚3 /𝑑 dan koefisien gesekan 𝑓 = 0,015. Jika diharapkan
daya yang dihasilkan turbin minimal adalah 100 ℎ𝑝, berapakah diameter pipa ? efisiensi
turbin 90%.
2.2.4. Pipa dengan pompa

jika pompa menaikkan zat cair dari kolam satu ke kolam lain dengan selisih elevasi muka
air Hs, seperti yang ditunjukkan pada gambar2.3., maka daya yang digunakan oleh pompa untuk
menaikkan zat cair setinggi Hs adalah sama dengan tinggi Hs ditambah dengan kehilangan
tenaga selama pengaliran dalam pipa tersebut. Kehilangan tenaga adalah ekivalen dengan
penambahan tinggi elevasi H=Hs +∑ hf . dalam gambar tersebut tinggi kecepatan diabaikan
sehingga garis tenaga berimpit dengan garis tekanan.

Gambar 2.3 pipa dengan pompa

Kehilangan tenaga terjadi pada pengaliran pipa 1 dan 2 yaitu sebesar hf1 dan hf2 . pada
pipa 1 yang merupakan pipa isap, garis tenaga (dan tekanan) menurun sampai di bawah pipa .
bagian pipa di mana garis tekanan di bawah sumbu pipa mempunyai tekanan negative. Sedang
pipa 2 merupakan pipa tekan.

Daya yang diperlukan pompa untuk menaikkan zat cair :

𝑄𝐻 𝑦
D= (kgf m /d ) (2.2.a)
𝜂

Atau

𝑸𝑯 𝒚
D= (hp) horse power atau daya kuda (2.2.b)
𝟕𝟓𝜼

Dengan η adalah efisien pompa. Pada pemakaian pompa, efisiensi pompa digunakan sebagai
pembagi dalam rumus daya pompa.
2.3. Sistem pemipaan

2.3.1. pipa hubungan seri

Apabila sesuatu saluran pipa terdiri dari pipa-pipa dengan ukuran yang berbeda, pipa
tersebut adalah dalam hubungan seri . gambar 2.4. menunjukkan suatu system tiga pipa dengan
karakterristik yang berbeda yang dihubungkan secara seri. Panjang, diameter dan koefisien
gesekan masing-masing pipa adalah L1, L2, L3; D1, D2, D3 dan f1, f2, f3.

Gambar 2.4. Pipa dalam hubungan seri

Jika dalam tinggi muka air kedua kolam diketahui, akan dicari besar debit aliran Q
dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan energi (Bernoulli). Langkah pertama yang
harus dilakukan adalah menggambarkan garis tenaga. Seperti terlihat dalam gambar 2.4. garis
tenaga akan menurun kearah aliran. Kehilangan tenaga pada masing-masing pipa adalah hf1, hf2
dan hf3. Dianggap bahwa kehilangan tenaga sekunder kecil sehingga diabaikan.

Persamaan kontinuitas:

Q = Q1 = Q2 = Q3 (2.3.a)

Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2 (pada garis aliran) :

𝑝1 V21 𝑝2 V22
z1 + + = z2 + + + hf1 + hf2 + hf3
ϒ 2𝑔 ϒ 2𝑔

Pada kedua titik, tinggi tekanan adalah H1 dan H2 dan kecepatan V1 = V2 = 0 (tampang
aliran sangat besar), sehingga persamaan di atas menjadi :
z1 + H1 = z2 + H2 + hf1 + hf2 + hf3

(z1 + H1) –( z2 + H2 )= hf1 + hf2 + hf3

Atau

H = hf1 + hf2 + hf3 (2.3.b)

Dengan menggunakan persamaan Darcy-Weisbach, persamaan (3.3.b) menjadi :

𝐿1 𝑉12 𝐿2 𝑉22 𝐿3 𝑉32


H =𝑓1 + 𝑓2 + 𝑓3 (2.4.a)
D1 2𝑔 D2 2𝑔 D3 2𝑔

Untuk masing-masing pipa, kecepatan aliran adalah :

𝑄 𝑄 𝑄
𝑉1 = 𝑉2 = 𝑉3 =
𝜋𝐷12 /4 𝜋𝐷22 /4 𝜋𝐷32 /4

subtitusi nilai V1, V2, dan V3 ke dalam persamaan (3.4.a) didapat :

8 𝑄2 𝑓1𝐿1 𝑓2𝐿2 𝑓3𝐿3


H = 𝑔𝜋2 ( + + ) (2.4.b)
D51 D52 D53

Debit aliran adalah :

𝜋√2𝑔𝐻
Q =4 (𝑓 (2.4.c)
1 𝐿1⁄D51+𝑓12𝐿2⁄D52+𝑓
3 𝐿3⁄D53)

Kadang-Kadang penyelesaian pipa seri dilakukan dengan suatu pipa ekivalen yang
mempunyai penampang seragam. Pipa disebut ekivalen apabila kehilangan tekanan pada
pengaliran di dalam pipa ekivalen sama dengan pipa-pipa yang diganti. Sejumlah pipa
dengan bermacam-macam nilai f, L dan D akan dijadikan menjadi satu pipa ekivalen. Untuk itu
diambil diameter De dan koefisien gesekan fe dari pipa yang terpanjang (atau yang telah
ditentukan), dan kemudian ditentukan panjang pipa ekivalen. Kehilangan tenaga dalam pipa
ekivalen.

8 𝑄2 𝑓𝑒𝐿𝑒
H = 𝑔𝜋2 ( ) (2.5)
D5e
Subtitusi dari persamaan tersebut ke persamaan (3.4.b) didapat :

𝐃𝟓𝐞 𝒇𝟏𝑳𝟏 𝒇𝟐𝑳𝟐 𝒇𝟑𝑳𝟑


Le = ( + + ) (2.6)
𝒇𝒆 𝐃𝟓𝟏 𝐃𝟓𝟐 𝐃𝟓𝟑

Contoh 1

Kolam A dan B dengan beda tinggi muka air 25 m (kolam A lebih tinggi dari kolam B) di
hubungkan oleh serangkaian pipa 1, 2 dan 3 yang dihubungkan secara seri. Pipa 1 (D1= 30”,L1=
600 m, f1= 0,016); pipa 2 (D2=20”, L2=400 m, f2= 0,014); pipa 3 (D3= 24”,L3= 450 m, f3= 0,018).
Kehilangan tinggi tenaga sekunder diabaikan.

1. Tentukan debit pipa


2. Tentukan tekanan pada titik-titik sambung pipa jika jarak antara muka air pada kedua
kolam dan sumbu pipa 10 m (rangkaian pipa dianggap lurus)
3. Tentukan panjang pipa ekivalen (terhadap pipa terpanjang)

Penyelesaian Gambar 2.5. Pipa seri

Karakteristik pipa :

L1 = 600 m D1 = 30” = 0,762 m f1 = 0,016

L2 = 400 m D2 = 20” = 0,508 m f2 = 0,014

L3 = 450 m D3 = 24” = 0,6096 m f3 = 0,018

1. Mencari debit aliran

Persamaan tenaga,

8𝑓1𝐿1𝑄12 8𝑓2𝐿2𝑄22 8𝑓3𝐿3𝑄32


H = hf1 + hf2 + hf3 = + +
gπ2 D51 gπ2 D52 gπ2 D53
8 0,016 𝑥 600 8x0,014x400 8x0,018x450
25 = 𝑄1 2 + 𝑄2 2 + 𝑄3 2
9,81xπ2 X0,6096 9,81xπ2 X0,5085 9,81xπ2 X0,60965

Dengan persamaan kontinuitas Q = Q1 = Q2 = Q3, maka persamaan di atas menjadi:

25 = 3,088 Q2 + 13,677 Q2 + 7,95 Q2 =24,715 Q2

Atau

Q = 1,006 m3/d

2.Tekanan pada titik sambung

Tekanan titi C dan E dapat dihitung berdasarkan tinggi tekanan di titik C dengan E
( jarak vertical dari kedua titik tersebut terhadap garis tekanan ). Sebagai contoh tinggi tekanan di
C adalah :
𝑃𝑐
= 10 + 𝑥 - ℎ𝑓1
𝑦

Dengan 𝑥 adalah jarak vertical dari titik C ke sambungan kolam dan ujung hulu pipa 1.
Jarak vertical dari titik C dan E sampai garis horizontal melalui ujung hulu sumbu pipa 1,
𝐿1 600
𝑥 = (𝐿 H = 1450 x 25 = 10, 345m
1 +𝐿2 + 𝐿3 )

𝐿1 +𝐿2 1000
𝑦 = (𝐿 H = 1450 x 25 = 17, 241m
1 +𝐿2 + 𝐿3 )

8𝑓1𝐿
ℎ𝑓1 = 𝑔𝜋2 𝐷115 𝑄12 = 3,008 𝑋( 1,006 )2 = 3,125 𝑚
8𝑓2𝐿
ℎ𝑓2 = 𝑔𝜋2 𝐷225 𝑄22 = 13,667 𝑋( 1,006 )2 = 13,842 𝑚

Tinggi tekanan di C :

𝑃𝐶
= 10 + 𝑥 − ℎ𝑓1 = 10 + 10,345 − 3,125 = 17,22 𝑚
ϒ

1000
𝑃𝐶 = 17,22 ϒ =17,22𝑡/𝑚2 = 17,22 x 10.000

= 1,722 kb𝑓 / cm2 (MKS)


Atau

Pc = 17,22 ρg = 17,22 X 1000 X 9,81

= 168,928 N/ m2 = 168,928 kN/m2 (SI)

Tekanan di titik E

𝑃𝐸
= 10 + y – ( ℎ𝑓1 + ℎ2 = 10 + 17,241 – 16,967 = 10,274 m
𝑦

PE = 10, 274x1 = 10,274 t/m2 = 1,0274 kg𝑓/ cm2 ( MKS )

Atau

PE = 10, 274 X 1000 X 9,81 = 100,788 N/m 2b = 100,788 kN / m2 ( SI )

3.Panjang pipa ekivalen

Panjang pipa ekivalen dihitung dengan persamaan ( 3, 6 )

𝑫 𝟓 𝑳𝟏 𝒇𝟐 𝑳𝟐 𝒇𝟑 𝑳𝟑
Le = 𝒇𝒆 ( + + )
𝒆 𝑫𝟏 𝟓 𝑫𝟐 𝟓 𝑫𝟑 𝟓

Nilai 𝐷𝑒 dan 𝑓𝑒 di samakan dengan nilai tersebut dari pipa 1, sehingga :

( 0,762 )5 𝑓1 𝐿1 𝑓2 𝐿2 𝑓3 𝐿3
Le = 0,016
(𝐷 5 + 𝐷2 5 + 𝐷3 5
)
1

= 4802, 76 m

1.5.2. Pipa hubungan parallel


Pada keadaan dimana aliran melalui dua atau lebih pipa dihubungkan secara parallel
seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.6., maka persamaan kontinuitas adalah :
Q = Q1 + Q2 + Q3 ( 3.7.a )
Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk :
𝜋
Q = 4 ( 𝐷1 2 𝑉1 + 𝐷2 2 𝑉2 + 𝐷2 2 𝑉3 )

Persamaan energi :
𝐻 = ℎ𝑓1 = ℎ𝑓2 = ℎ𝑓3
Persamaan tersebut dapat ditulis dengan bentuk :

𝐿 𝐿 𝑉1 2 𝐿 𝑉3 2
𝐻 = 𝑓1 𝐷 1 = 𝑓2 𝐷2 = 𝑓3 𝐷3 ( 3.8b )
1 2 2𝑔 3 2𝑔

Gambar 3.6. pipa hubungan paralel

Panjang pipa ekuivalen ditentukan dengan cara yang sama seperti pada hubungan seri.
Dari persamaan (3.5) di dapat :

𝜋 𝐷 5
𝑄 = 4 √2𝑔 (𝑓 𝑒𝐿 )𝑣2 𝐻 𝑣2
𝑒 𝑒

Dengan cara seperti diatas :

𝜋 𝐷 5
𝑄1 = 4 √2𝑔 (𝑓 1𝐿 )𝑣2 𝐻 𝑣2
1 1

𝜋 𝐷 5
𝑄2 = 4 √2𝑔 (𝑓 2𝐿 )𝑣2 𝐻 𝑣2
2 2

𝜋 𝐷3 5 𝑣2 𝑣2
𝑄3 = √2𝑔 ( ) 𝐻
4 𝑓3 𝐿3

Substitusi persamaan tersebut kedalam persamaan ( 3.7.a) didapat :

𝐷 5 𝐷 5 𝐷 5 𝐷 5
[𝑓 𝑒𝐿 ]1/2 = [𝑓 1𝐿 ]1/2 + [𝑓 2𝐿 ]1/2 + [𝑓 3𝐿 ]1/2 ( 3.9.)
𝑒 𝑒 1 1 2 2 3 3

Contoh 2
Air dipompa dari kolam A ke kolam B melalui pipa 1 (D1 = 24’’ L1= 450m) yang kemudian
bercabang menjadi pipa 2 (D2 = 12” , L2 = 600m). dan pipa 3 (D3 = 18”, L3 = 600m ). Pompa
terletak pada kolam A. koefisien ( f ) untuk semua pipa 0,02 Debit aliran 300 l / d

1. Tentukan panjang pipa ekivalen terhadap pipa 1


2. Daya pompa dalam tenaga kuda (efisiensi pompa 75% )
3. Debit masing-masing pipa bercabang
Penyelesaian

Gambar 3.7. pipa parallel

Karakteristik pipa :

L1 = 450 m D1 = 24” = 0,6096 m f1 = 0,02

L2 = 600 m D2 = 12” = 0,3048 m f2 = 0,02

L3 = 600 m D3= 18” = 0,4572 m f3 = 0,02

Rumus kehilangan tenaga karena gesekan :

8𝑓𝐿
ℎ𝑓 = 𝑄2
𝑔𝜋 2 𝐷5

Atau

8𝑓𝑔 𝜋 2 𝐷2
𝑄=√ 8𝑓𝐿

1. Panjang ekivalen untuk pipa paralel


Bagian pipa yang mempunyai hubungan parallel ( pipa 2 dan pipa 3 ) diganti oleh pipa
ekivalen terhadap pipa 1. Pipa ekivalen dihitung dengan menggunakan persamaan ( 3.9 ).

𝐷 5 𝐷 5 𝐷 5
[𝑓 𝑒𝐿 ]1/2 = [𝑓 𝑒𝐿 ]1/2 = [𝑓 𝑒𝐿 ] 1/2
𝑒 𝑒 2 2 3 3

Dengan mengambil 𝑓𝑒 = 𝑓1 dan 𝐷𝑒 = 𝐷1 makaa :

(0,6096) ½ (0,3048)5 ½ (0,4572)5 ½


[ ] =[ ] +[ ]
0,02 ×𝐿𝑒 0,02 ×600 0,02 ×600
2,0516
= 0,0148 + 0,0408
√𝐿𝑒

𝐿𝑒 = 1361,2m

𝐿𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐿1 + 𝐿𝑒 = 1811,2 m

2. Menghitung Daya Pompa

Hitungan didasarkan pada panjang pipa ekivalen.

8 𝑥 0,02 𝑥1811,2
ℎ𝑓 = 9,81 𝑥 𝜋2 𝑥 ( 0,6096 )5 ( 0,3 )2 = 3,2 𝑚

Tinggi tekanan efektif :

𝐻 = 𝐻𝑆 + ℎ𝑓 = 60 + 3,2 𝑚

Daya Pompa :

𝑄𝐻ϒ 0,3 𝑥 63,2 𝑥 1000


𝐷= = = 337,1 ℎ𝑝 (Horse Power / Daya Kuda)
75𝜂 75 𝑥 0,75

3. Menghitung Debit Pipa 2 dan 3


Dalam pertanyaan 1 telah dihitung panjang pipa ekuivalen yang menggantikan pipa
parallel 2 dan 3. Debit aliran yang melalui pipa ekuivalen tersebut adalah 𝑄 = 300 𝑙/𝑑.
Kehilangan tenaga pada masing – masing pipa yang mempunyai hubungan parallel adalah sama.

ℎ𝑓𝑒 =ℎ𝑓2 = ℎ𝑓3

8f L 8 x 0,02 x 136,12
ℎ𝑓𝑒 = gπ2eDe5 Q2 = π2 x 9,81x( 0,6096)5 (0,3)2 =2,4049 m
2

Untuk menghitung debit pipa 2, di gunakan hubungan ℎ𝑓2=ℎ𝑓𝑒 =2,4049 m

8f L 8𝑥0,02𝑥600
2,4049 =gπ22D25 𝑄22 =9,81𝑥𝜋2 (0,3048) 2 𝑄22
2

Atau

Q2=0,07988 m3/d = 79,88 I/d

Menghitung debit pipa 3, ℎ𝑓3 = ℎ𝑓𝑒 = 2,4049 m

8f L 8𝑋0,02𝑋600
2,4049= gπ23D35 𝑄32 = 9,81𝑋𝜋2 𝑋(0,4572)5 𝑄32
3

Didapat :

Q3 = 0,22012 m3/d= 220,12 I/d

Dalam pertanyaan 3 di atas hitungan dilakukan berdasarkan pipa ekivalen. Untuk


menghitung debit aliran bias juga menggunakan system pipa yang ada. Berikut ini diberikan cara
hitungan tersebut.

Kehilangan tenaga sepanjang aliran :

∑ ℎ𝑓 =hf1+ hf2

Atau

∑ ℎ𝑓 =hf1+ hf3
Dengan menyamakan kedua sepanjang persamaan tersebut, didapat:

hf2 = hf3

8𝑓2 𝐿2 8𝑓 𝐿
𝑄22 = 𝑔𝜋32 𝐷35 𝑄32
𝑔𝜋 2 𝐷25 3

8𝑥0,02𝑥600 8𝑥0,02𝑥600
𝑄22 = 9,81𝑥𝜋2𝑥0,45725 𝑄32
9,81𝑥𝜋 2 𝑥0,30485

Atau

Q2 = 0,363 Q3

Persamaan kontinuitas :

Q1 = Q2 + Q3

0,3 = 0,363 Q3 +Q3

Q3 = 0,2201 m3/d = 220,1 I/d

Debit pipa 2 :

Q2 = Q1 - Q3 = 300 -220,1 = 79,9 I/d

Daya pompa :

8𝑓2 𝐿2 8𝑥0,02𝑥600
ℎ𝑓1 ℎ𝑓2 = 𝑄22 = (0,07988)2 = 2,4049 m
𝑔𝜋 2 𝐷25 9,81𝑥𝜋 2 𝑥0,30485

8𝑓 𝐿 8𝑥0,02𝑥600
hf1= 𝑔𝜋12 𝐷15 𝑄12 = (0,3)2 = 0,795 m
1 9,81𝑥𝜋 2 𝑥0,60965

∑ ℎ𝑓 = hf1+ hf2 = 2,4049 + 0,795 = 3,20 m

H = Hs + ∑ ℎ𝑓 = 60 + 3,2 = 63,2 m

𝑄𝐻ϒ 0,3𝑥63,2𝑥1000
D= = = 337,1 hp
75𝜂 75𝑥0,75

3.5.3. Pipa bercabang


Sering suatu system pipa menghubungkan tiga atau lebih kolam. Gambar 3.8. menunjukkan
suatu system pipa bercabang yang menghubungkan tiga buah kolom. Akan dicari debit aliran
melalui tiap-tiap pipa yang menghubungkan ketiga kolom tersebut apabila panjang, diameter,
macam pipa (kekasaran k ) diberikan dan rapat massa serta kekentalan zat cair diketahui. Garis
tekanan akan berada pada muka air ditiap-tiap kolam, dan akan bertemu pada satu titik di atas
titik cabang T. debit aliran adalah sama dengan arah kemiringan (penurunan) garis tenaga.

Gambar 3.8. pipa menghubungkan tiga kolam

Persamaan kontinyuitas pada titik cabang, yaitu aliran menuju titik cabang T harus sama
dengan yang meninggalkan T. Pada gambar tersebut terlihat bahwa aliran akan keluar dari kolam
A dan masuk ke kolam C. Aliran keluar atau masuk ke dalam kolam B tergantung pada sifat pipa
1 dan 2serta elevasi muka air kolam A, B, dan C. persamaan kontinyuitas adalah salah satu dari
kedua bentuk berikut :

Q1 = Q2 + Q3

Atau

Q1 + Q2 = Q3

Yang tergantung apakah elevasi garis tekanan dititik cabang lebih besar atau lebih kecil dari pada
elevasi muka air kolam B. persamaan (3.10.a) berlaku apabila elevasi garis tekanan di T lebih
tinggi dari elevasi muka air kolam B, dan apabila sebaliknya berlaku persamaan (3.10.b).
prosedur hitungan adalah sebagai berikut ini.
1. Anggap garis tekanan di titik T mempunyai elevasi hT.
2. Hitung Q1, Q2, dan Q3 untuk keadaan tersebut.
3. Jika persamaan kontinyuitas dipenuhi, maka Q1, Q2, dan Q3 adalah benar.
4. Jika aliran menuju T tidak sama dengan aliran meninggalkan T ,dibuat anggapan baru
elevasi garis tekanan di T, yaitu dengan menaikkan garis tekanan di T apabila aliran
masuk lebih besar dari pada aliran keluar dan menurunkannya apabila aliran masuk lebih
kecil dari aliran keluar.
5. Ulangi prosedur tersebut sampai dipenuhinya persamaan kontinyuitas.
Pada keadaan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.8., dengan menanggap bahwa elevasi
muka air kolam C sebagai bidang referensi dan dianggap bahwa elevasi garis tekanan di T di
bawah elevasi muka air kolam B(hT < ZB), maka persamaan aliran mempunyai hubungan sebagai
berikut ini.
Persamaan energy :
𝐿1 𝑉12
ZA – hT = hf1 = f1𝐷1 (3.11.a)
2𝑔

𝐿1 𝑉12
ZA – hT = hf2 = f2𝐷1 (3.11.b)
2𝑔
𝐿3 𝑉32
hT = hf3 = f3𝐷3 (3.11.d)
2𝑔

Persamaan kontinuitas :

Q1 + Q2 = Q3 (3.11.d)

Dari persamaan diatas, jika ZA,ZB dan sifat-sifat pipa diketahui maka hT, Q1, Q2, dan Q3
dapat dihitung.

Contoh 3

Diketahui pipa bercabang seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah. Ujung pipa
D terbuka ke udara luar (tekanan atmosfer). Data pipa adalah L1 = 2440 m, D1 = 610 mm; L2 =
1200 mm, D2 = 406 mm; L3 = 1220 m, D3 = 350 mm nilai f semua pipa adalah sama yaitu 0,029.
Berapakah debit masing-masing pipa.

Penyelesaian
ZA = elevasi A – elevasi D = 196,7 -162,6 = 34,1 m

ZB = elevasi B – elevasi D = 190,0 – 162,6 = 27,4 m

Gambar 3.9. pipa bercabang

Karena elevasi garis tekanan di C tidak di ketahui (semua aliran tidak di ketahui), maka
penyelesaian dilakukan dengan cara coba-banding.

Pemisahan I

Dianggap elevasi garis tekanan di C sama dengan elevasi muka air di B. jadi aliran kea tau dari
kolam B adalah nol .

ℎ𝑓2 = 0

hC = elevasi garis tekanan di C – elevasi D = ZB

= 190,0 - 162,6 = 27,4 m

Kehilangan tenaga di pipa 1,

ℎ𝑓1 = ZA – hC = 34,1 – 27,4 = 6,7 m


8𝑓 𝐿 8𝑥0,029𝑥2440
6,7 = 𝑔𝜋12 𝐷15 𝑄12 = 9,81𝑥𝜋2 𝑥0,615 𝑄12
1

Didapat :

Q1 = 0,311 m3 / d

Kehilangan tenaga di pipa 2 :

ℎ𝑓2 = 0

Atau

Q2 = 0

Kehilangan tenaga di pipa 3 :

ℎ𝑓3 = hC = 27,4 m

8𝑓 𝐿 8𝑥0,029𝑥1220
27,4 = 𝑔𝜋32 𝐷35 𝑄32 = 9,81𝑥𝜋2 𝑥(0,305)5 𝑄32
1

Didapat :

Q3 = 0,157 m3 / d

Diselidiki persamaan kontinuitas,

Q1 – (Q2 + Q3 ) = 0,311 – ( 0 + 0,157 ) = 0,154 > 0

Jadi persamaan kontinuitas belum dipenuhi.

Hasil hitungan dengan pemisalan tersebut menunjukkan bahwa garis tekanan di C harus
di naikkan, sehingga akan mengurangi aliran dari A dan menaikkan aliran ke D dan dengan
penambahan aliran ke B.

Pemisalan II

Elevasi garis tekanan di C adalah 193,0 m ( pemisalan sembarang )

hC = 193,0 – 162,6 = 30,4 m


ℎ𝑓1 = 34,1 -30,4 = 3,7 m

ℎ 3,7𝑥9,81𝑥𝜋 2 𝑥(0,61)5
𝑓1 𝑔𝜋2 𝐷5
Q1 = [ 1
]1⁄2 = [ ]1⁄2 = 0,231
8𝑓1 𝐿1 8𝑥0,029𝑥2440

h𝑓2 = hC – zB = 30,4 – 27,4 = 3,0 m

ℎ 3,0𝑥9,81𝑥𝜋 2 𝑥(0,406)5
𝑓2 𝑔𝜋2 𝐷5
Q2 =[ 2
]1⁄2 = [ ]
8𝑓2 𝐿2 8𝑥0,029𝑥1200

= 0,107 m3 / d

h𝑓3 = hC = 30,4 m

ℎ 30,4𝑥9,81𝑥𝜋 2 𝑥(0,305)5
𝑓3 𝑔𝜋2 𝐷5
Q3 =[ 3
]1⁄2 = [ ]
8𝑓3 𝐿3 8𝑥0,029𝑥1200

= 0,166 m3 / d

Diselidiki persamaan kontinuitas :

Q1 – (Q2 + Q3 ) = 0,231 – ( 0,107 + 0,166 ) = - 0,042 < 0

Jadi persamaan kontinuitas belum dipenuhi.

Pemisahan III

Pemisalan berikutnya dilakukan dengan cara interpolasi berdasarkan hasil hitungan pada
pemisalan I dan II dengan menggunakan gambar 3.10., yang merupakan hubungan antara Q1(
ordinat ) dan Q1 – (Q2 + Q2 ) ( absis).

Gambar 3.10. interpolasi untuk menentukan pemisalan debit


Berdasarkan hokum segitiga sebangun,

0,042 𝑥
= (0,311−0,231−𝑥)
0,154

Didapat :

x = 0,017

Pemisalan berikutnya adalah : Q1 = 0,231 + x = 0,248

Dengan diketahui Q1 maka dapat dihitung h𝑓1 ,

8𝑓1 𝐿1 8𝑥0,029𝑥2440
h𝑓1 = 𝑄12 = (0,248)2 = 4,26 m
𝑔𝜋 2 𝐷15 9,81𝑥𝜋 2 𝑥(0,61)5

Elevasi garis tekanan di C = 196,7 – 4,26 = 192,44 m

hC = 192,44 – 162,6 = 29,84 m

h𝑓2 = 29,84 – 27,4 = 2,44 m

debit pipa 2 :

ℎ 2,44𝑥9,81𝑥𝜋 2 𝑥(0,406)5
𝑓2 𝑔𝜋2 𝐷5
Q2 =[ 3
]1⁄2 = [ ]
8𝑓2 𝐿2 8𝑥0,029𝑥1200

= 0,097 m3 / d

h𝑓3 = hC = 29,84 m

ℎ 29,84𝑥9,81𝑥𝜋 2 𝑥(0,305)5
𝑓3 𝑔𝜋2 𝐷5
Q3 =[ 3
]1⁄2 = [ ]
8𝑓3 𝐿3 8𝑥0,029𝑥1200

= 0,097 m3 / d

Diselidiki persamaan kontinuitas,

Q1 – (Q2 + Q3 ) = 0,248 – ( 0,097 + 0,164 ) = - 0,013 < 0

Jadi persamaan kontinuitas belum dipenuhi.

Pemisahan IV
Pemisahan berikutnya dilakukan dengan interpolasi seperti pada pemisalan ketiga, yaitu
berdasarkan hasil hitungan pada pemisalan II dan III.

0,042−0,013 0,248−0,231
=
0,042 𝑥

X = 0,025

Q1 = 0,231 + x = 0,256 m3 / d

Gambar 3.11. Interpolasi untuk menentukan pemisalan debit

Dengan cara seperti pada langkah sebelumnya, didapat :

h𝑓1 = 4,537 m

elevasi garis tekanan di C = 196,7 – 4,537 = 192,163m

ℎ𝑐 = 192,163 – 162,6 = 29,563 m

ℎ𝑓2 = hC – zB = 2,163 m

Q2 = 0,091m3/d

Kehilangan tenaga pada pipa 3,

ℎ𝑓3 = ℎ𝑐 = 29,563 m
Didapat :

Q3 = 0,163 m3/d

Persamaan kontinuitas :

Q1 – (Q2 + Q3 ) = 0,001 = 0 ( sesudah dipenuhi )

Jadi

Q1 = 0,256m3/d; Q2 = 0,091m3/d
BAB III

3.1 Jaringan Pipa

Pemakaian jaringan pipa dalam bidang teknik sipil terdapat pada sistem jaringan distribusi
air minum. System jaringan ini merupakan bagian yang paling mahal dari suatu perusahaan air
minum. Oleh karena itu harus dibuat perencanaan yang teliti untuk mendapatkan system
distribusi yang efisien. Jumlah atau debit air yang disediakan tergantung pada jumlah penduduk
dan macam industri yang dilayani.

Analisis jaringan pipa ini cukup rumit dan memerlukan perhitungan yang besar, oleh karena
itu pemakaian komputer untuk analisis ini akan mengurangi kesulitan. Untuk jaringan kecil,
pemakaian kakulator untuk hitungan masih biasa dilakukan. Ada beberapa metode untuk
menyelesaikan perhitungan sistim jaringan pipa, diantaranya adalah metoda Hardy Cross dan
metoda matriks. Dalam buku ini hanya akan dibahas metode Hardy Cross. Gambar 3.1. adalah
contoh suatu system jaringan pipa.

Gambar 3.1. contoh suatu system jaringan pipa

Aliran keluar dari sistem biasanya dianggap terjadi pada titik-titik simpul. Metode Hardy
Cross ini di lakukan secara iteratif. Pada awal hitungan ditetapkan debit aliran melalui masing-
masing pipa secara sembarang. Kemudian dihitung debit aliran disemua pipa berdasarkan nilai
awal tersebut. Prosedur hitungan diulangi lagi sampai persamaan kontinuitas di setiap titik
simpul di penuhi.

Pada jaringan pipa harus dipenuhi persamaan kontinyuitas dan tenaga yaitu:
1. Aliran didalam pipa harus memenuhi hukum-hukum gesekan pipa untuk aliran dalam
pipa tunggal :
8𝑓𝐿
ℎ𝑓 = 𝑔𝜋2 𝐷5 𝑄 2

2. Aliran masuk ke dalam tiap-tiap titik simpul harus sama dengan aliran yang keluar.

∑𝑄𝑖 = 0

3. Jumlah aljabar dari kehilangan tenaga dalam satu jaringan tertutup harus sama dengan
nol.

∑ ℎ𝑓 = 0

3.2. Rumus Kehilangan tenaga akibat gesekan

Setiap pipa dari system jaringan terdapat hubungan antara kehilangan tenaga dan debit. Secara
umum hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk :
ℎ𝑓 =𝑘 Qm
dengan m tergantung pada rumus gesekan pipa yang digunakan dan koefisien k tergantung pada
rumus gesekan pipa dan karakteristik pipa. Sebenarnya nilai pangkat m tidak selalu konstan,
kecuali bila pengaliran berada pada keadaan hidraulis kasar, yang terdapat mungkin dihindari
akan tetapi karena perbedaan kecepatan pada masing-masing pipa tidak besar, maka biasanya
nilai m dianggap kosntan untuk semua pipa, sebagai contoh untuk rumus Darcy- Weisbach,
ℎ𝑓 =𝑘 Q2
Dengan
8 𝑓𝐿
K = 𝑔𝜋2𝐷5

3.3. Metode Hardy Cross

Dianggap bahwa karakteristik pipa dan aliran yang masuk dan meninggalkan jaringan
pipa diketahui dan akan dihitung debit pada setiap elemen dari jaringan tersebut. Jika tekanan
pada seluruh jaringan juga dihitung maka tinggi tekanan pada satu titik harus diketahui.
Prosedur perhitungan dengan metode Hardy Cross adalah sebagai berikut ini.
1. Pilih pembagian debit melalui tiap-tiap pipa Q0 hingga terpenuhi syarat kontinyuitas.
2. Hitung kehilangan tenaga pada tiap pipa dengan rumus ℎ𝑓 =𝑘 Q2
3. Jaringan pipa dibagi menjadi sejumlah jaring tertutup sedemikian sehingga tiap pipa
termasuk dalam paling sedikit satu jaring.
4. Hitung jumlah kerugian tinggi tenaga sekeliling tiap-tiap jarring, yaitu ∑ ℎ𝑓. Jika
pengaliran seimbang maka ∑ ℎ𝑓 = 0.
5. Hitung nilai ∑ │2 kQ │ untuk tiap jaring.
6. Pada tiap jarring diadakan koreksi debit ∆Q, supaya kehilangan tinggi tenaga dalam
jarring seimbang. Adapun koreksinya adalah sebagai berikut :
∑𝑘𝑄02
∆Q = (3.1)
∑ │2 𝑘𝑄0 │

7. Dengan debit yang telah dikoreksi sebesar Q = Q0 + ∆Q, prosedur dari 1 sampai 6 diulang
hingga akhirnya ∆Q ≈ 0, dengan Q adalah debit sebenarnya, Q0 adalah debit dimisalkan
dan ∆Q adalah debit koreksi.
Penurunan rumus (3.15) adalah sebagai berikut ini.
ℎ𝑓 =𝑘 Q2 = k (Q0 + ∆Q)2

= kQ02 + 2 kQ0 ∆Q + k ∆Q2

Untuk ∆Q < < Q0, maka ∆Q2 ≈ 0 sehingga :

ℎ𝑓 = kQ02 + 2 kQ0 ∆Q

Jumlah kehilangan tenaga dalam tiap jaringan adalah nol,

∑ ℎ𝑓 = 0

∑ ℎ𝑓 = ∑ k Q02 + ΔQ ∑ 2kQ0 = 0

∑ 𝑘Q2
ΔQ =∑
│2kQ0 │

Untuk jaringan pipa yang cukup besar hitungan dilakukan dengan computer, tetapi untuk
jaringan kecil/ sederhana dapat menggunakan kalkulator.
Hitungan jaringan pipa sederhana dilakukan dengan membuat tabel untuk setiap jarring.
Dalam setiap jarring tersebut jumlah aljabar kehilangan tenaga adalah nol, dengan catatan aliran
searah jarum jam (ditinjau dari pusat jaringan) diberi tanda positif, sedang yang berlawanan
bertanda negative. Untuk memudahkan hitungan , dalam tiap jaringan selalu dimulai dengan
aliran yang searah jarum jam . koreksi debit 𝛥𝑄 dihitung dengan rumus (3.2). arah koreksi harus
disesuaikan dengan arah aliran. apabila dalam satu jarring kehilangan tenaga karena aliran searah
jarum jam lebih besar dari yang berlawanan (∑ k Q2 > 0) maka arah koreksi debit adalah
berlawanan jarum jam (negatif). Jika suatru pipa menyusun dua jarring, maka koreksi debit
𝛥𝑄 untuk pipa tersebut terdiri dari dua buah 𝛥𝑄 yang diperoleh dari dua jarring tersebut. Hadil
hitungan yang benar dicapai apabila 𝛥𝑄 ≈ 0.

Contoh 3.1

Sebuah jaringan pipa


Seperti tergambar. Hitung
Besar debit dan arahnya pada
Tiap-tiap pipa bila m = 2.
Penyelesaian
Langkah pertama yang
Harus dilakukan untuk me-
nyelesaikan soal tersebut
adalah menentukan secara Gambar 3.1. Jaringan Pipa
sebarang debit aliran melalui
setiap pipa berdasarkan persamaan kontinuitas . pada setiap titik simpul , debit aliran menuju
dan meninggalkan titik tersebut adalah sama . sebagai contoh, pada titik simpul A , debit menuju
titik A adalah 100. Berdasarkan hukum kontinyuitas debit meninggalkan titik A (melalui pipa
AB dan AC) harus sama dengan 100 ,yang dalam hal ini dipilih (sembarang) 70 dan 30. Dengan
cara yang sama ditentukkan debit aliran melalui pipa-pipa lainnya, seperti yang diberikan dalam
gambar 3.1
Debit aliran yang ditetepkan dalam langkah pertama ini merupakan debit pendekatan
yang biasanya belum benar, sehingga diperlukan koreksi guna memperbaiki debit tersebut yang
akhirnya sampai pada debit yang benar. Untuk itu jaringan pipa dibagi menjadi sejumlah jaring
tertutup sedemikian sehingga tiap pipa termasuk dalam paling sedikit satu jaring. Dalam soal ini
jaringan pipa dibagi menjadi dua yaitu jaring I (ABC) dan
II (BCD) .koreksi debit dihitung dengan
Rumus (3.1). hitungan dilakukan dengan
Menggunakan tabel untuk jarring I dan II,
Dan berdasarkan pada suatu titik yang
Berada di dalam suatu jarngan. Aliran yang
Searah perputaran jarum jam (terhadap
Titik di dalam jaringan ) diberi tanda positif
Dan yang berlawanan diberi tanda negatif Gambar 3.2.jaringan pipa
Hitungan dalam tabel dilakukan secara berurutan mulai dari aliran yang searah jarum jam.
Sebagai contoh dalam jarring I , aliran melalui pipa AB dan BC adalah searah perputaran jarum
jam, sedang aliran melalui pipa AC berlawanan. Oleh karena itu hitungan dalam jarring I
diurutkan dari pipa I AB,BC dan AC. kemudian dihitung nilai KQ 2 dan │2kQ│untuk masing-
masing pipa , dan selanjutnya dihitung jumlah aljabar dari kedua nilai tersebut, sehingga
akhirnya dapat dihitung koreksi debit ΔQ. Dengan cara yang sama dihitung koreksi debit untuk
jarring II .
Dalam soal tersebut didapat ΔQ1 = 13 dan ΔQ1I = -5. kedua nilai tersebut kemudian
Dikoreksikan pada debit pemisalan pertama.

Pendekatan 1 Jaring 1

Pipa KQ2 2kQ


AB 2 x 702 = 9800 2 x 2 x 70 = 280
BC 1 x 352 = 1225 2 x 1x 35 = 70
CA 4 x 302 = -3600 2 x4 x 30 = 240
∑ 𝑘Q2 = 7425 ∑ │2kQ │= 590

Jaring II

Pipa KQ2 2kQ


BD 5 x 152 = 1125 2 x 5 x 15 = 150
DC 1 x 352 = -1225 2 x 1x 35 = 70
CB 1 x 352 =-1225 2 x 1 x 35 = 70
∑ 𝑘Q2 = -1125 ∑ │2kQ │= 290

Koreksi debit :

7425
ΔQ1 = = 13
590

−1125
ΔQ1I = = -5
290

gambar 3.3 debit terkoreksi

Nilai Δ𝑄1adalah positif. Agar supaya debit aliran yang searah dan berlawanan
perputaran jarum jam seimbang maka aliran positif ( AB dan BC ) harus dikurangi sedang aliran
negative ditambah dengan nilai Δ𝑄 . Dengan demikian nilai Δ𝑄1 mempunyai arah berlawanan
dengan perputaran jarum jam ( gambar 3.3 ). Koreksi debit juga dilakukan dengan cara yang
sama untuk jarring II. Untuk pipa BC yang merupakan anggota dari jarring I dan II, aliran harus
dikoreksi dengan koreksi debit Δ𝑄1 dan Δ𝑄𝐼𝐼 . Gambar 3.3. memberikan debit yang telah
dikoreksi.

Prosedur hitungan seperti di atas di ulangi lagi untuk mendapatkan debit aliran yang lebih
baik. Setelah dilakukan tiga kali pendekatan, akhirnya diperoleh nilai Δ𝑄 kecil ( < 5 % debit
terkecil ), sehingga hitungan dapat dihentikan. Hasil akhir adalah aliran yang telah dikoreksi
dengan nilai Δ𝑄1 dan Δ𝑄𝐼𝐼 yang terakhir, dan diberikan dalam gambar 3.4
Pendekatan II Jaring 1

Pipa KQ2 2kQ


AB 2 x 572 = 6498 2 x 2 x 57 = 228
BC 1 x 172 = 289 2 x 1x 17 = 34
CA 4 x 432 = - 7396 2 x4 x 43 = 334
∑ 𝑘Q2 = - 609 ∑ │2kQo │= 606

Jaring II

Pipa KQ2 2kQ


BD 5 x 202 = 2000 2 x 5 x 20 = 200
DC 1 x 302 = - 900 2 x 1x 30 = 60
CB 1 x 172 = - 289 2 x 1 x 17 = 34
∑ 𝑘Q2 = 811 ∑ │2kQ │= 294

Koreksi debit :

− 609
ΔQ1 = = -1
606

811
ΔQ1I = 294 =3

Pendekatan 3

Jaring 1

Pipa KQ2 2kQ


AB 2 x 582 = 6728 2 x 2 x 58= 232
BC 1 x 212 = 441 2 x 1x 21 = 42
CA 4 x 422 = - 7056 2 x4 x 42 = 336
∑ 𝑘Q2 = 113 ∑ │2kQ0 │= 610
Jaring II

Pipa KQ2 2kQ


BD 5 x 172 = 1445 2 x 5 x 17 = 170
DC 1 x 332 = - 1089 2 x 1x 33= 16
CB 1 x 212 = - 441 2 x 1 x 21 = 42
∑ 𝑘Q2 = 85 ∑ │2kQ │= 278

Koreksi debit :

113
ΔQ1 = 606 = 0

85
ΔQ1I = 278 =0

gambar 3.16 debit hasil hitungan

jadi debit dan arah aliran adalah seperti terlihat dalam gambar 3.16.
BAB IV

4.1 Aliran mantap melalui saluran terbuka

Dalam bab ini akan dipelajari aliran melalui terbuka. Saluran terbuka adalah saluran
dimana air mengalir dengan air muka bebas. Disemua titik disepanjang saluran, tekanan
dipermukaan air adalah sama, yang biasanya adalah tekanan atmosfir, pemgaliran melalui suatu
pipa ( saluran tertutup ) yang tidak penuh ( masih ada muka air bebas ) masih termasuk aliran
melalui saluran terbuka. Oleh karena aliran ini biasanya berhubungan dengan zat cair dan
umumnya adalah air.

4.1.1. Rumus-rumus empiris


Beberapa ahli telah mengusulkan beberapa bentuk koefisien Chezy C dari rumus umum
V = C √𝑅𝐼 . Koefisen tersebut tergantung pada bentuk tampang lintang, bahan dinding saluran,
dan kecepatan aliran. Dalam buku ini akan ditinjau beberapa rumus yang banyak digunakan.
1. Rumus Bazin
Bazin mengusulkan rumus berikut ini.
87
𝐶= 𝛾𝐵 ( 4.1. )
1+
√𝑅

Dengan 𝛾𝐵 adalah koefisien yang tergantung pada kekasaran dinding. Nilai 𝛾𝐵 untuk beberapa
jenis dinding saluran diberikan pada table 4.1.

Table 4.1. koefisien kekasaran bazin

Jenis Dinding 𝛾𝐵
Dinding sangat halus ( semen ) 0,06
Dinding halus ( papan, batu, bata ) 0,16
Dinding batu pecah 0,46
Dinding tanah sangat teratur 0,85
Saluran tanah dengan kondisi biasa 1,30
Saluran tanah dengan dasar batu pecah dan tebing rumput 1,75
2. Rumus Ganguillet – kutter
Ganguillet dan kutter mengusulkan rumus untuk menghitung koefisien chezy berikut ini.
0,00155 1
23+ +
𝐼 𝑛
𝐶= 0,00155 𝑛 ( 4.2)
1+(23+ )
𝐼 √𝑅

3. Rumus Manning

Seorang ahli dari islandia, Robert manning mengusulkan rumus berikut ini

1
𝑉 = 𝑛 𝑅1/6 ( 4.3)

Dengan koefisien tersebut maka rumus kecepatan aliran menjadi :


1
𝑉 = 𝑛 𝑅 2/3 𝐼1/2 ( 4.4)

4. Rumus Strickler
Strickler mencari hubungan antara nilai koefisien 𝑛 dari rumus Manning dan Ganguillet –
Kutter, sebagai fungsi dari dimensi material yang membentuk dinding saluran. Untuk dinding
( dasar dan tebing )dari material yang tidak koheren, koefisien Strickler k s diberikan oleh
rumus berikut :
𝟏 𝑹
𝑲𝑺 = 𝒏 = 𝟐𝟔(𝒅 )𝟏/𝟔 ( 4.5.)
𝟑𝟓

Dengan 𝑅 adalah jari – jari hidraulis, dan 𝑑35 adalah diameter ( dalam meter ) yang
berhubungan dengan 35% berat dari material dengan diameter yang lebih besar. Dengan
menggunakan koefisien tersebut maka rumus kecepatan aliran menjadi :

V = 𝒌𝒔 𝑹𝟐/𝟑 𝑰𝟏/𝟐

Tabel 4.2. Harga koefisien Manning

Bahan Koefisien Manning (n)

Besi tuang dilapis 0,014


Kaca 0,010
Saluran beton 0,013
Bata dilapis Mortal 0,015
Pasangan batu disemen 0.025
Saluran tanah bersih 0,022
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040
Saluran pada galian batu padas pada galian batu padas 0,040

Contoh 1

Saluran segi empat dengan lebar B = 6 m dan kedalaman air y = 2 m kemiringan dasar
saluran 0,001 dan koefisien Chezy C = 50. Hitung debit aliran

Penyelesaian

Luas tampang basah (tampang aliran) :


A = B y = 6 × 2 = 12 m2

Keliling basah:
P = B + 2y = 6 + 2 × 2 = 10 m

Jari-jari hidraulis :
𝐴 12
R = 𝑃 = 10 = 1,2𝑚

Debit aliran :
Q = AV
Q=A.C √𝑅𝐼 = 12 . 50√1,2 × 0,001 = 20,7846𝑚3 /𝑑

Contoh 2

Saluran segi empat dengan lebar 5 m dan kedalaman 2m mempunyai kemiringan dasar
saluran 0,001. Dengan menggunakan rumus. Bazin, hitung debit aliran. Koefisien yB = 0,46.

Penyelesaian
Luas tampang basah : A = By = 5 x 2 = 10 m2
Keliling basah : P = B + 2y = 5 + 2 × 2 = 9 m

𝐴 10
Jari-jari hidraulis : R= 𝑃 = = 1,1111
9

Koefisien Chezy dihitung dengan rumus Bazin :

87 87
C= 𝑦𝐵 = 0,46 = 60,57
1+ 1+
√𝑅 √1,1111

Debit aliran :

Q = AV = AC √𝑅𝐼 = 10 × 60,57 × √1,1111 × 0,001

= 20,19 m3 / d

Contoh 3

Saluran terbuka berbentuk segi empat dengan lebar 10 m.dan kedalaman air 4
m . Kemiringan dasar saluran 0,001. Apabila koefisien dari rumus Kutter adalah n =
0,025 ; hitung debit aliran.

penyelesaian

luas tampang basah : A = 10 × 4 = 40 𝑚2


keliling Basah : P= 10 + 2 × 4 = 18 m
𝐴 40
jari-jari hidraulis : R = 𝑃 = 18 = 2,2222

Koefisien Chezy dihitung dengan rumus Kutter :

0,00155 1 0,00155 1
23+ + 23+ +
𝐼 𝑛 0,001 0,025
C= 0,00155 𝑛 = 0,00155 0,025 = 45,72
1+(23+ ) 1+(23+ )
𝐼 √𝑅 0,001 √2,2222

Debit aliran
Q = A C √𝑅𝐼 = 40 × 45,72 × √2,2222 × 0,001 = 86,21 𝑚3 /𝑑
Contoh 4

Saluran terbuka berbentuk trapesium terbuat dari tanah (n= 0,022)


Mempunyai lebar 10 m dan kemiringan tebing 1:m (vertical : horizontal)
Dengan m=2. Apabila kemiringan dasar saluran adalah 0,0001 dan kedalaman aliran adalah 2m,
hitung debit aliran.

penyelesaian

Luas tampang basah :


1
A = [ B+(B+2m y)] 2 𝑦
1
= [10 + (10 + 2 × 2 × 2)] 2 × 2 =28m2]

Keliling basah :
P = B + 2 (y √1 + 𝑚2 ) = 10 + 2 × 2 √1 + 22 = 18,94 m

Jari-jari hidraulis:
𝐴 28
R = 𝑃 = 18,94 = 1,478 m

Debit aliran dihitung dengan rumus Manning :

1
Q = A V = A𝑛 𝑅 2/3 𝐼1/2

1
= 28 × 0,022 ×(1,478)2/3 × (0,0001)1/2 = 16,516 m 3 /d

Contoh 5

Saluran segi empat dengan lebar 5 m, kemiringan dasar saluran I=0,005. Koefisien
Manning n = 0,022. Apabila debit aliran Q = 20 m3 / d hitung kedalaman aliran.
Penyelesaian

luas tampang basah : A = B y = 5y

keliling basah : P = B + 2y = 5 + 2yI

𝐴 5𝑦
jari-jari hidraulis : R = 𝑃 = 5+2𝑦

Rumus debit aliran :

1
Q = A V = A 𝑛 𝑅 2/3 𝑖 1/.

1 5𝑦
20 = 5 y 0,022 (5+2𝑦)2/3 (0,005)1/2

5𝑦
1,2445 = y (5+2𝑦)2/3

Penyelesaian dari persamaan tersebut menghasilkan y = 1,36 m

Contoh 6

Saluran berbentuk trapezium dengan lebar dasar 5 m dan kemiringan tebing 1:1, tersebut
dari pasangan batu (n=0,025). Kemiringan dasar saluran adalah 0,0005. Debt aliran Q m3 /d.
hitung kedalaman aliran.

Penyelesaian

luas tampang basah:


𝑦
A =I [B + (B + 2 m y)]
2
𝑦 10+2𝑦
= (5+ (5 + 2 × 1 + y ) 2 = y = (5 + y)y
2

Keliling basah :
P = B + 2 (y√1 + 𝑚2 ) = 5 + 2 (y√1 + 12 ) = ( 5+y ) y

Jari–jari hidraulis :
𝐴 (5+𝑦)𝑦
R = 𝑝 = 5+2√2𝑦

Debit aliran dihitung dengan rumus Manning ;


1
Q = A V = A 𝑛 𝑅 2/3 𝐼1/2
1 (5+𝑦)𝑦
10 = (5 + y) y 0,025 [5+2√2𝑦]2/3 (0,0005)1/2

(5+𝑦)𝑦
11,1803 + (5+y) y [5+2√2𝑦]2/3
11,1803
y= (5+𝑦)𝑦 2/3
(5+𝑦)[ ]
5+2√2𝑦

persama di atas diselesaikan dengan metode iterasi dan hasilnya adalah :

y = 1,59 m

jadi kedalaman aliran adalah y = 1,59 m

Contoh 7

Hitunglah dimensi saluran ekonomis berbentuk trapezium dengan kemiringan tebing 1


(horizontal) : 2 (vertical) Untuk melewatkan debit 50 m3 / d. Berapakah kemiringan dasar salur
apabila koefisien Chezy C = 50m1/2/d.

penyelesaian
Luas tampang aliran:
A = ( B+ my ) y = (B + 0,5y) y (1)

Luas tampang aliran dihitung berdasarkan persamaan kontinuitas :


𝑄 50
A=𝑉= = 50 𝑚2 (2)
1

Dari persamaan (1) dan (2)

(B + 0.5y) y = 50

Persyaratan saluran ekonomi berbentuk trapesium (persamaan 4.12.c) :

B + 2my = 2y √𝑚2 + 1 B + y = 2y √0, 52 + 1

B = 1,24y

Subtitusi persamaan (4) ke dalam persamaan (3) didapat :

Y = 5,36 m

B = 6,65 m

Menghitungkan kemiringan dasar saluran.

Untuk tampang ekonomis :

𝑦 5,36
R= = = 2,68 𝑚
2 2

Kemiringan dasar saluran dihitung dengan menggunakan rumus Chezy :

V = C √𝑅𝐼

1 = 50 √2,68 × 𝐼

I = 0,00015
Contoh 4.1.

Saluran trapesium dengan kemiringan tebing 1:1 melewatkan debit maksimum


pada keadalaman y = 24 m dan kemiringan dasar saluran 1:2640. Hitung debit aliran
dan dimensi saluran. Koefisien Manning n = 0,02.

Penyelesaian

Untuk saluran ekonomi berbentuk trapesium :

B + 2my = 2y √𝑚2 + 1

B + 2× 1 × 2,4 = 2 × 2,4√12 + 1

B = 1,988 m

𝑦 2,4
R=2= = 1,2 𝑚
2

[ 1,988+(1,988+2×2,4)]
A= ×2,4 = 10,53 m2
2

Dengan menggunakan rumus Manning :

1 1 1
V = 𝑛 R2/3I I1/2 = 0,02 (1,2)2/3 (2640)1/2 = 1,1 𝑚/𝑑

Debit aliran:

Q = A V = 10,53 × 1,1 = 11,58 m3/d

Debit aliran

Q = A V = 10,53 × 1,1 = 11,58 m3/d

Contoh 4.2

Saluran berbentuk lingkaran dengan kemiringan dasar saluran 0,0001 dan debit
aliran 3m3 / d. apabila aliran di dalam pipa adalah 0,9 penuh, berapakah diameter pipa
yang digunakan. Koefisien Manning 0,014.

Penyelesaian , Dari gambar di samping ;


𝑂𝐵 0,4
cosΘ= 𝑂𝐶 = 0,5 = 0,8

= cos-1 0,8 = 360 52’

𝐴 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝐴𝐵𝐶𝐷
R = 𝑃 =𝑏𝑢𝑠𝑢𝑟 𝐴𝐷𝐶

Luas ABCD = luas AOCD + luas AOC

𝜋𝐷 2 2860 16′ 1
= × + 2 × 2 × 0,5 𝐷 sin Θ × 0,5 𝐷 cos Θ
4 3600

= 0,744 D2

2860 16
Busur ADC = πD × = 2,498 D
360

Jari-jari hidraulis :
𝐴 0,744 𝐷 2
R=𝑃= = 0,298 D
2,498 𝐷

Dengan menggunakan rumus Manning :


1
Q = A𝑛 = 𝑅 2/3 𝐼1/2
1
3 = 0,744 D2 × 0,014 ×(0,298 D)2/3 ×(0,0001)1/2

Didapat :

D = 2,59 m
BAB V

5.1. Loncat air

Apabila tipe aliran di saluran berubah dari aliran superkritis menjadi subkritis maka akan
terjadi loncatan air. Loncat air merupakan salah satu contoh bentuk aliran berubah cepat (rapidly
varied flow). Gambar 5.1 menunjukkan tampang memanjang saluran dengan kemiringan
berubah dari kemiringan curam menjadi landai. Keadaan ini terjadi misalnya pada kaki bangunan
pelimpah. Aliran di bagian hulu adalah superkritis sedang di bagian hilir adalah subkritis. Di
antara kedua tipe aliran tersebut terdapat daerah transisi di mana loncat air terjadi.

Gambar 5.1. Loncat air

Pada loncat air, kecepatan aliran berkurang secara mendadak dari V1 menjadi V2. Sejalan
dengan itu kedalaman aliran juga bertambah dengan cepat dari 𝑦1 menjadi 𝑦2 ( gambar 5.2 ).

Gambar 5.2.Loncat air

Contoh soal 1.
Diketahui : Saluran segi empat dengan lebar 3m mengalirkan debit 15 m3/d, kemiringan dasar
saluran 0,004 dan Koefisien Manning 0,01. Pada suatu titik di saluran di mana aliran mencapai
kedalaman normal terjadi loncatan air.
Ditanya : a. Tentukan tipe aliran
b. Kedalaman air setelah loncat air
c. Panjang Loncat air
d. Kehilangan tenaga pada loncat air
Penyelesaian

A.TIPE ALIRAN

Kedalaman air kritis

3 15
3 𝑞 2 ( )2
yc = √ 𝑔 = √ 9,81
3
= 1,366 m

Kedalaman air setelah loncatan air dihitung berdasar rumus Manning :

1
Q = A V = A 𝑛 𝑅 2/3 𝐼1/2

Dengan

A1 = By1 = 3 y1

𝐴 𝐵𝑦1 3𝑦1
R= = =
𝑃 𝐵+2𝑦1 3+2𝑦1

Sehingga :

1 3𝑦1
15= 3 y1 0,01 (3+2𝑦1)2/3 (0,004)1/2

Penyelesaian dari persamaan diatas menghasilkan :

Y1 = 1,08 m

Kecepatran aliran :

𝑄 15
V1 = 𝐴1 = 3𝑥1,08 = 4,63 m/d

Angka Froude :

𝑉1 4,63
Fr = = = 1,422
√𝑔𝑦1 √9,81 𝑥 1,08

Oleh karena Fr1 > 1, berarti aliran adalah superkritis


B. KEDALAMAN AIR AKHIR Y2

𝑦1
Y2 = (√1 + 8𝐹𝑟 2 − 1)
2

1,08
= (√1 + 8(1,42)2 − 1)
2

= 1,70 m

C. PANJANG LONCAT AIR

L = 7 (y2 – y1 ) = 7 ( 1,70 -1,08 ) = 4,34 m

D. KEHILANGAN TENAGA PADA LONCAT AIR

(𝑦2−𝑦1)3
ΔE = 4𝑦2𝑦1

(0,62)3
= = 0,032 m
4 𝑥 1,70 𝑥 1,08

5.2.Energi Spesifik

Prinsip energy yang diturunkan untuk aliran melalui pipa dapat juga digunakan untuk
aliran melalui saluran terbuka. Energi yang terkandung di dalam satu satuan berat air yang
mengalir di dalam saluran terbuka terdiri dari tiga bentuk yaitu energi kinetik, energi tekanan ,
dan energi elevasi di atas garis referensi.
Energi kinetik pada suatu tampang di saluran terbuka di berikan oleh bentuk V2/2g dengan
V adalah kecepatan rerata aliran di tampang tersebut apabila koefisien koreksi energi
diperhitungkan maka energi kinetik mempunyai bentuk di α V2/2g. nilai α adalah antara 1,05 dan
1,2 yang tergantung pada bentuk distribusi kecepatan.

Contoh 2

Saluran berbentuk segiempat dengan lebar dasar 5 m mengalir air dengan debit 7,5m3/d.
hitung energy spesifik apabila kedalaman aliran adalah 2 m.

Penyelesaian

Luas tampang aliran :

A = B y = 5× 2 = 10 m2

Kecepatan aliran :

𝑄 7,5
V=𝐴= = 0,75 m/d
10

Energi spesifik :

𝑉2 0,752
Es = y + 2𝑔 = 2 + 2×9,81 = 2,0287 m

Contoh 3

Saluran dengan lebar 10 m mengalirkan air dengan debit 25m3 /d. tentukan kedalaman air
apabila energy spesifik adalah minimum (Kedalaman kritis ) dan kecepatan kritis.

Penyelesaian

Debit tiap satuan lebar :

𝑄 25
q = 𝐵 = 10 = 2,5 m3 / d

kedalaman air kritis :


3 𝑞2 3 2,52
yc =√ 𝑔 = √9,81 = 0,8605 m

kecepatan kritis :

𝑞 2,5
Vc = 𝑦 = 0,8605 = 2,9053 m/d
𝑐

Soal 4

Saluran berbentuk trapezium dengan lebar dasar 10 m dan kemiringan tebing 1:1 mengalirkan
air dengan debit 15 m3/d. Hitung kedalaman kritis dan kecepatan kritis.

Penyelesaian

Kedalaman kritis untuk saluran trapezium dihitung dengan persamaan berikut:

3 𝑄 2 (𝐵+2 𝑚 𝑦𝑐 ) 152 (𝐵+2 𝑦


𝑦𝑐 = √ 𝑔 (𝐵+𝑚 𝑦 = √9,81 (10+ 𝑦 𝑐)3
𝑐 )3 𝑐

3 (10 + 2 𝑦𝑐 )
= 2,8412176 √ (10 + 𝑦 3
𝑐)

Penyelesaian dari persamaan di atas dilakukan dengan cara coba banding seperti berikut ini.

3 (10+2×1)
Untuk 𝑦𝑐 = 1 𝑦𝑐 = 2,8412176 √ (10 +1)3 = 0,5913

3 (10+2×0,5913)
𝑦𝑐 = 0,5913 𝑦𝑐 = 2,8412176 √ (10 +0,5913)3 = 0,6

3 (10+2×0,6)
𝑦𝑐 = 0,6 𝑦𝑐 = 2,8412176 √ (10 +0,6)3 = 0,6

Jadi kedalaman kritis. Adalah yc = 0,6


Menghitung kecepatan kritis.

Luas tampang basah :

Ac = (B + m yc ) 𝑦𝑐 = (10 + 0,6) 0,6 = 6,36 m2

Kecepatan kritis :

𝑄 1,5
Vc = = = 2,358 m/d
𝐴𝑐 6,36
BAB VI

6.1 Model dan Analisis Dimensi

Beberapa masalah teknik yang berhubungan dengan aliran fluida kadang-kadang sulit
atau tidak bisa diselesaikan secara analitis. Untuk itu diperlukan suatu percobaan atau
pengamatan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pengamatan langsung di lapangan untuk
masalah atau pekerjaan yang besar; seperti sungai, pelabuhan atau bangunan pelimpah
bendungan; akan memakan biaya besar dan waktu yang lama. Untuk menghindari kendala
tersebut pengamatan bisa dilakukan dengan membuat bentuk miniature dari permasalahan
yang ada di laboratorium; yang dikenal dengan studi model. Model ini mempunyai bentuk
serupa dengan permasalahan yang dipelajari tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Sesuai
dengan perkembangan alat ukur yang semakin baik, penggunaan model dan kepercayaan pada
studi model semakin meningkat. Inisyur aeronautic melakukan tes model pesawat terbang
didalam terowongan angin, insinyur mesin melakukan percobaan model turbin dan pompa,
insiyur sipil membuat model bangunan air, sungai, pelabuhan, pantai dan sebagainya untuk
memper oleh penyelesaian – penyelesaian yang lebih dapat dipercaya dalam perencanaan.

Keputusan pembuatan model di dasarkan pada pertimbangan ekonomi, suatu model yang
kecil, biayanya kecil di banding dengan prototip yang akan dibuat, dan hasilnya akan dapat
memberikan hasil percayaan yang lebih baik dan teliti. Akan tetapi biasanya modal tersebut lebih
mahal dibanding dengan studi analitis atau model matematik. Oleh karena itu pembuatan model
tidak ekonomis apabila masalah yang ada dapat diselesaikan dengan baik oleh model
matematika.

Bentuk sesungguhnya dari bangunan yang diselidiki disebut prototip, dan model bisa lebih
besar, sama besar atau yang biasa dilakukan adalah lebih kecil dari prototip.
6.2. Sifat Sebangun

Hubungan antara model dan prototip dipengaruhi oleh hukum-hukum sifat yang sebangun
hidrolis. Sifat sebangun ini memperhatikan beberapa aspek yaitu sebangun geometrik, sebangun
kinematik dan sebangun dinamik. Perbandingan antara prototip dan model disebut skala model.

Penjelasan mengenai sebangun geometrik, kinematik dan dinamik diuraikan dalam bab
berikut dengan memperhatikan gambar 6.1, yaitu hubungan model dan prototip pada pengaliran
melalui bangunan pelimpah.

Gambar 6.1. hubungan model dan prototip pada pengaliran melalui bangunan pelimpah

6.2.1 Sebangun Geometrik

Sebangun geometrik dipenuhi apabila model dan prototip mempunyai bentuk yang sama
tetapi berbeda ukuran. Hal ini berarati bahwa perbandingan antra semua ukuran panjang yang
bersangkutan termasuk kekasaran antara model dan prototip adalah sama. Perbandingan ini
disebut dengan skala geometrik model nL :

𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑜𝑡𝑖𝑝 𝐿𝑝
nL = = (6.1)
𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 𝐿𝑚

semua ukuran yang ada di sebarang titik pada model dan prototip harus mempunyai skala
yang sama.
Skala panjang :
(𝐿1 )𝑃 (𝐿1 )𝑝
= = 𝑛𝐿
(𝐿2 )𝑚 (𝐿2 )𝑚

Skala luas :

(𝐴1 )𝑃 (𝐿12 )𝑝
= = 𝑛𝐿 2
(𝐴1 )𝑚 (𝐿12 )𝑚
Skala volume :

(𝑉1 )𝑃 (𝐿12 )𝑝
= = 𝑛𝐿 3
(𝑉1 )𝑚 (𝐿12 )𝑚

Sebangun geometrik sempurna tidak selalu mudah dicapai. Sebagai contoh kekasaran
permukaan dari model yang kecil mungkin tidak merupakan hasil dari skala model, tetapi hanya
dibuat permukaan yang lebih lincin dari pada prototip.

6.2.2 Sebangun Kinematik

Sebangun kinematik terjadi antara prototip dan model jika prototip dan model sebangun
geometrik dan perbandingan kecepatan dan percepatan di dua titik yang bersangkutan pada
prototip dan model untuk seluruh pengaliran adalah sama.

(𝑉1 )𝑃 (𝑉2 )𝑝
= (𝑉 ) = 𝑛𝑉 (6.2.a)
(𝑉1 )𝑚 2 𝑚

dan

(𝑎1 )𝑃 (𝑎2 )𝑝
= (𝑎 = 𝑛𝑎 (6.2.b)
(𝑎1 )𝑚 2 )𝑚

Besaran kinematik seperti kecepatan, percepatan, debit aliran dan sebagianya dapat
diberikan dalam bentuk skala panjang dan skala waktu.

Skala kecepatan :
𝑉𝑝 𝐿𝑝 / 𝑇𝑝 𝑛𝐿
𝑛𝑣 = = =
𝑉𝑚 𝐿𝑚 /𝑇𝑚 𝑛𝑇

Skala percepatan:

a𝑝 𝐿𝑝 /Tp 2 𝑛𝐿
𝑛𝑣 = = 2 = 2
𝑎𝑚 𝐿𝑚 /Tm 𝑛𝑇

Skala debit:

Q𝑝 Lp 3 / 𝑇𝑝 nL 3
𝑛𝑄 = = =
𝑄𝑚 Lm 3 /𝑇𝑚 𝑛𝑇

6.2.3 Sebangun Dinamik

Jika prototip dan model sebangun geometrik dan kinematik, dan gaya-gaya yang
bersangkutan pada model dan prototip untuk seluruh pengaliran mempunyai perbandingan yang
sama bekerja pada arah yang sama, maka dikatakan sebagai sebangun dinamik.

(F1)𝑝 (F2)𝑝
𝑛𝑓 = (F1)m = (F2)m (6.3)

6.2.4 Angka Euler

Akar dari perbandingan antara gaya inersia dan gaya tekanan disebut angka euler, yang
ditunjukkan dalam bentuk:

F ρ 2
E 2 = F I = ∆pVL2
p

V
E=( ) (6.4)
√∆p/ρ)

Dalam studi model, angka Euler pada prototip dan model harus sama.sehingga :

V V
( )m = ( )p
√∆p/ρ) √∆p/ρ)
Angka Euler digunakan apabila hanya perbedaan tekanan yang menyebabkan pengaliran zat cair.

6.2.5. Angka Froude

Akar dari perbandingan antara gaya inersia dan gaya berat disebut angka Froude.

F ρV 2 L2 V2
Fr 2 = F I = = gL
G ρ L3 g

V
Fr 2 = (6.5)
√gL

Dalam studi model,angka Froude pada prototip dan model harus sama,

V V
m= p
√gL √gL

Angka Froude digunakan apabila gaya berat mempunyai pengaruh dominan dibandingkan
gaya lain, seperti gerakan gelombang yang disebabkan oleh kapal, pengaliran air dalam saluran
terbuka, peluapan pada bangunan pelimpah (spillway), aliran dari lobang,dan sebagainya.
Apabila suatu model dipelajari berdasarkan angka Froude,maka pengaruh gaya lain
seperti gaya kental dan tegangan permukaan harus dihilangkan dengan membuat model yang
besar dan permukaannya halus.

Contoh 1

Suatu model kapal dengan skala n = 100 mengalami tahanan 0,01 kg(0,0981 N) apabila
kecepatan kapal pada prototip 6 m/d. Berapakah tahanan pada prototip.

Penyelesaian

Oleh karena akan dicari tahanan yang dapat dipresentasikan dalam bentuk gaya Euler pada
model dan prototip harus sama.
V V
( )m = ( )p
√∆p/ρ) √∆p/ρ)

Zat cair yang digunakan pada model sama dengan yang ada pada prototip, sehingga 𝜌𝑚 = 𝜌 𝑝

Angka Euler menjadi :

Vp 2 V2 m
=
∆pp ∆pp

∆pp V2 p
= V2 m
∆pm

Oleh karena ∆𝑝𝑋𝐴 adalah gaya ( f ),maka:

Fp ∆pp
=
Fm 2a

Selain itu untuk model kapal yang bergerak pada muka air bebas, maka gaya gravitasi adalah
dominan, sehingga analisis model menggunakan angka Froude. Angka Froude pada model dan
prototip harus sama.

V V
( )𝑝 = ( )m
√gL √gL

Skala gravitasi ng = 1, sehingga :

Vp V m
=
√Lp √Lm

𝐿𝑝
atau =𝐿
𝑚

Apabila bentuk persamaan (2) disubsitusikan ke dalam persamaan (1),maka akan didapat :

Fp 𝐿3
=𝐿3𝑝
Fm 𝑚

𝐹𝑝 =𝑛𝐿3 𝐹𝑚
𝐹𝑝 =( 100)3 x0,01 = 100.000 𝑘𝑔𝑓 (mks)

Atau

𝐹𝑝 =( 100)3 𝑥0,0981 =98.100 N =98,1 kN (SI)

6.2.6. Angka Reynolds

Perbandingan antara gaya inersia dan gaya kekentalan disebut angka Reynolds.

F ρV2 L2 VL
Re =F1 = µVL
= v
v

VL
Re = v

Dalam studi model,angka Reynolds pada prototip dan model harus sama sehingga:

VL VL
( v )m = ( v )p

Angka Reynold digunakan apabila gaya kekentalan mempunyai pengaruh dominan dibanding
gaya lain, seperti aliran melalui pipa.

Panjang karakteristik L sering diambil sebagai diameter pipa (aliran melalui pipa) atau
kedalaman rata-rata hidolis (aliran melalui saluran terbuka).

Contoh 2

Perilaku kapal diprediksi dengan membuat model di dalam terowong angin. Panjang
prototip kapal 350 m sedang panjang model adalah 10 m. viskositas kinematik udara adalah 1.25
kali air. Kecepatan udara di sekitar model di dalam terowong angin adalah 35 m/d. Berat jenis
udara dan air laut masing-masing adalah 1,235kg/m . Penyelidikan menunjukkan bahwa tahanan
pada model adalah 50 kg. Hitung kecepatan dan tahanan kapal pada prototip di air.

Penyelesaian
Skala model,

Lp 350
n=L = = 35
m 10

𝑉𝑚 = 1,25 𝑉𝑚

Dalam hal ini pengaruh kekentalan adalah dominan,sehingga digunakan angka Reynolds pada
model dan prototip harus sama :

Vp Lm 1 10
𝑉𝑝 = x x Vm = x x35 = 0,8 m/d
vm Lp 1,25 350

Untuk menghitung tahanan yang terjadi pada prototip, maka digunakan angka Euler:

V V
( )𝑝 = ( )m
√∆p/p √∆p/p

V2p ∆pp ρm
= ∆p x
V2m m ρp

Kedua ruas dikalikan dengan A = L2, sehingga :

𝑉𝑝 2 ×𝐿𝑝2 ∆𝑝𝑝 ×𝐿2𝑝 ρm


2 ×𝐿 2 = ∆𝑝 2 𝑥
𝑉𝑚 𝑚 𝑚 ×𝐿𝑚 ρp

Oleh karena F = ∆𝑝 x A = ∆𝑝 x L2 , maka:

Vp 2 yp 0,82 1030
Fp =Vm2 n𝐿2 y 𝐹𝑚 = x (35)2 x 1,235 x 50 = 26.688 kgf`
m 352

Contoh 5

Suatu model bangunan pelimpah dibuat dengan skala n=Lp/Lm=30. Prototip mempunyai
tinggi 15 m dan tinggi peluapan 1,5 m.

a. Berapa tinggi model dan tinggi peluapan pada model.


b. Jika debit aliran pada model adalah 12 l/detik, berapakah debit aliran pada prototip.
c. Jika kecepatan aliran pada model adalah 0,66 m/d; berapakah kecepatan aliran pada
prototip.

Penyelesaian
Skal model :

𝐿𝑝
n = 𝐿 = 30
𝑚

a. Mencari tinggi bangunan dan tinggi peluapan pada model.


𝐿𝑝 15 15
= 30 = 30 Lm = 30 = 0,5 m = 50 cm
𝐿𝑚 𝐿𝑚

ℎ𝑝 1,5 1,5
= 30 = 30 hm = 0,05 m = 5 cm
ℎ𝑚 ℎ𝑚 30

b. Debit aliran pada prototip apabila Qm = 12 l/d.


Rumus debit :
Q=AV

Dalam bentuk skala :

nQ = n A n v = n L1/2= n L5/2

𝑄𝑝
= (30)5/2 = 4929,5
𝑄𝑚

Qp = 4929,5 × 12 = 59154,03 l/d = 59,154 m3/d

c. Mencari kecepatan pada prototip, jika kecepatan pada model 0,66 m/d.
Untuk memenuhi kesamaan dinamis, angka Froude pada model dan prototip harus
sama, sehingga didapat hubungan berikut (lihat contoh 4) :

nV = nL1/2 = (30)1/2 = 5,4772

𝑉𝑝
= 5,4772
𝑉𝑚

Vp = 5,4772 × 0,66 = 3,615 m/d

Contoh 6

Sungai sepanjang 5 km dengan kecepatan aliran rerata 1 m/d dan kedalaman rerata 2 m
akan dipelajari dengan menggunakan model tak distrosi. Mengingat panjang sungai yang
diselidiki dan luas ruangan laboratorium yang ada maka skala geometric dibual nL = 250,
selidiki kondisi aliran di prototip dan model . model dan prototip menggunakan zat cair yang
sama dengan kekentalan kinematik v = 1 × 10-6 m2/d.

Penyelesaian

Dengan model tak distrosi, maka :

nL = nh = 250

𝐿𝑝
nL = 𝐿 = 250
𝑚

𝐿𝑝 5.000
Lm = 𝐿 = = 20 m
𝑚 250

Panjang model sungai adalah 20 m.

Untuk skala kedalaman,

ℎ𝑝
nh = ℎ = 250
𝑚

2
hm = = 0,008 m = 0,8 cm
250

jadi kedalaman air di model adalah 0,8 cm.

kecepatan aliran di model dapat dihitung berdasarkan angka Froude :

Frp = Frm

𝑉 𝑉
[√𝑔ℎ]𝑝 = [√𝑔ℎ]𝑚

Dengan skala gravitasi ng = 1, maka

1/2
𝑉𝑝 ℎ𝑝
= 1/2
𝑉𝑚 ℎ𝑚

1/2
nV = 𝑛ℎ = 2501/2 = 15,81

dengan kecepatan di prototip Vp = 1 m/d, maka kecepatan di model adalah:


𝑉𝑝
nV = 𝑉 = 15,81
𝑚

𝑉𝑝 1
Vm = 𝑛 = 15,81 = 0,063 m/d
𝑉

Tinjauan tipe aliran didasarkan pada angka Reynolds.

Pada prototip :

Vm hm 1.0 × 2,0
Rep = = 1 × 10−6 = 2 × 106
v

Yang berarti tipoe aliran pada prototip adalah turbulen.

Pada model :

Vm hm 0,063 × 0,008
Rem = = = 504
v 1 × 10−6

Yang berarti bahwa tipe aliran di model adalah laminar.

6.3. analisa Dimensi

Permasalahan yang ada dalam mekanika fluida dan hidraulika dapat didekati dengan
analisa dimensi, yaitu teknik matematik yang berhubungan dengan dimensi dari suatu besaran
fisik yang berpengaruh pada permasalahan yang dihadapi. Apabila factor-faktor yang
berpengaruh pada kondisi fisik dapat diidentifikasi, maka dengan analisa dimensi ini akan
ditentukan bentuk hubungan diantaranya. Pertama kali diperkirakan parameter-parameter fisik
yang mempengaruhi aliran, dan kemudian parameter-parameter tersebut dikelompokkan dalam
suatu bentuk tak berdimensi sehingga akhirnya dapat ditetapkan fenomena aliran yang lebih
baik. Analisa dimensi ini banyak membantu dalam pekerjaan eksperimen dan akan mengarahkan
pada sesuatu yang secara nyata mempengaruhi fenomena yang ada.

Semnua besaran fisik dapat dinyatakan dalam suatu system gaya (F) – panjang (L) –
waktu (T) (force – length – time, FLT) atau massa (M) – panjang (L) – waktu (T) (mass – length
– time, MLT). Kedua system tersebut dapat dikaitkan dengan menggunakan Hukum Newton II, F
= Ma. Ketiga besaran tersebut , yaitu gaya, panjang, waktu atau massa, panjang, waktu
merupakan besaran bebas dan disebut dengan besaran dasar. Besaran-besaran lainnya seperti
percepatan, kecepatan, debit, dan sebagainya dapat diturunkanb dari ketiga dimensi dasar
tersebut. Table 5.1. memberikan dimensi berbagai besaran fisik yang banyak digunakan.
Tabel 6,1 Dimensi dari berbagai besaran fisik

Besaran Simbol Dimensi


M-L-T F-L-T
Besaran Dasar
Panjang L L L
Massa M M 𝐹𝐿−1 𝑇 −2
Waktu T T T
Gaya F 𝑀𝐿𝑇 −2 𝐹
Besaran Geometri
Luas A 𝐿2 𝐿2
Volume V 𝐿3 𝐿3
Besaran Kinematik
Kecepatan V 𝐿𝑇 −1 𝐿𝑇 −1
Percepatan α 𝐿𝑇 −2 𝐿𝑇 −2
Debit Q 𝐿3 𝑇 −1 𝐿3 𝑇 −1
Kecepatan Sudut ω 𝑇 −1 𝑇 −1
Frekwensi f 𝑇 −1 𝑇 −1
Sirkulasi Г 𝐿2 𝑇 −2 𝐿2 𝑇 −2
Gravitasi g 𝐿𝑇 −2 𝐿𝑇 −2
KekentalanKinematik ν 𝐿2 𝑇 −1 𝐿2 𝑇 −1
Besaran Dinamis
Rapat Massa ρ 𝑀𝐿−2 𝐹𝐿−4 𝑇 2
Berat Jenis γ 𝑀𝐿−2 𝑇 −2 𝐹𝐿−3
Kekentalan Dinamis μ 𝑀𝐿−2 𝑇 −2 𝐹𝐿−2 𝑇
Tekanan p
𝑀𝑇 −2 𝐹𝑇 −1
Tegangan Permukaan σ
𝑀𝐿−1 𝑇 −2 𝐹𝐿−2
Modulus Elastisitas E
𝑀𝐿−2 𝑇 −3 𝐹𝐿𝑇 −1
Daya P
𝑀𝐿−2 𝑇 −2 𝐹𝐿
Kerja, Energi w

Tabel tersebut memberikan dimensi untuk system MLT dan FLT. Beberapa ahli banyak
menggunakan gaya sebagai domensi dasar karena pemakaiannya lebih mudah, namun saat ini
pemakaian massa sebagai dimensi dasar juga sudah banyak dilakukan, terutama dengan
digunakannya system ukuran SI secara menyeluruh.
Contoh

Tentukan dimensi dari besaran gaya,tekanan,daya,berat jenis dan tegangan permukaan


dengan menggunakan system MLT dan FLT.

Penyelesaian

Sistem MLT

a. Gaya = massa x percepatan


F=Mxa
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐿
= massa x (𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢)2=M 𝑇 2=𝑀𝐿𝑇 2

𝐺𝑎𝑦𝑎
b.Tekanan =𝐿𝑖𝑎𝑠𝑎=

𝐹 𝑀𝐿𝑇 −2
p =𝐴 = = M𝐿−1 𝑇 −2
𝐿2

𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑥 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘


c.Tenaga = =
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘) 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

𝑀𝐿𝑇 −2 𝐿
p= = M𝐿2 𝑇 −2
𝑇

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐹
d. Berat Jenis = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝑉
𝑀𝐿𝑇 −2
γ= = M𝐿−2 𝑇 −2
𝐿3
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐹
e. Tegangan permukaan = 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 𝐿
𝑀𝐿𝑇 −2
σ= = M𝑇 −2
𝐿

Sistem FLT
Dalam sistem FLT, dimensi gaya adalah F . Akan dicari dimensi massa dalam sistem
FLT.

a. Gaya = massa x percepatan


F=Ma
b. Tekanan :
𝐹 𝐹
P = 𝐴 = 𝐿2 = F𝐿−2

c. Tenaga :
𝐹𝐿
P= = FL𝑇 −1
𝑇

d. Berat jenis :
𝐹 𝐹
γ = 𝑉 = 𝐿3 = F𝐿−3

e. Tegangan prmukaan :
𝐹
= 𝐿 = F𝐿−1

5.7 . Kesamaan Dimensi :


Suatu persamaan disebut mempunyai kesamaan dimensi apabila besaran dasar dari
kedua ruas persamaan tersebut mempunyai pangkat yang sama. Sebagai contoh
dipandang aliran berikut ini.

Q=AV
𝐿3 𝑇 −1 = 𝐿2 𝐿𝑇 −1
= 𝐿3 𝑇 −1

Terlihat bahwa ruas kiri dan kanan daro persamaan tersebut mempunyai dimensi yang
sam, jadi persamaan tersebut secara dimensi adalah sama.
Persamaan-persamaan yang diturunkan secara empiris, seperti persamaan Chezy V=C
2 1
√𝑅𝐼 atau Manning V = 1/n 𝑅 3 𝑅 2 , tidak selalu mempunyai kesamaan dimensi, persamaan
semacam ini tidak bias digunakan pada system ukuran nyang berbeda tanpa mengubah
konstantanya.
TUGAS BESAR MATA KULIAH MEKFLU DAN HIDROLIKA
JUDUL : PERENCANAAN JARINGAN PDAM DENGAN METODE
HARDYCROSS di................ DESA
........KECAMATAN...........KAB..............PROPINSI.............................
 CONTOH GAMBAR SEPERTI INI

 DATA DATA YANG DI PERLUKAN


JARINGAN PDAM, KONTUR TANAH, SUMBER AIR, DEBIT AIR YANG
MASUK KE JARINGAN, DEBIT AIR YANG KELUAR, KOEFISIEN KE
KASARAN DINDING SALURAN
 METODE PERENCANAAN
- BUAT DENAH JARINGAN PIPA SESUAI DENGAN DATA YANG
AKURAT
- HITUNG BESAR DEBIT DAN ARAHNYA PADA TIAP TIAP PIPA
- HITUNG DIAMETER PIPA

LANGKAH LANGKAH UNTUK MENGERJAKAN TUGAS (SILAHKAN BUAT):

JUDUL , LEMBAR PENGESAHAN, KATA PENGANTAR, DAFTAR ISI.

BAB I : PENDAHULUAN, LATAR BELAKANG,MAKSUD DAN TUJUAN


BAB II : LANDASAN TEORI SEPERTI JARINGAN PIPA, RUMUS RUMUS
KEHILANGAN TENAGA AKIBAT GESEKAN, METODE HARDY CROSS atau CARI DI
INTERNET YANG BERHUBUNGAN DENGAN JARINGAN PIPA

BAB III : METODE PERENCANAAN, BUAT BAGAN ALIR

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN PUSTAKA

CATATAN :
 TUGAS INI DIKERJAKAN SELAMA SATU SEMESTER HASILNYA NANTI DI SERAHKAN PADA SAAT
UJIAN AKHIR SEMESTER
 KONSULTASI MINIMAL 7 KALI (JGN LUPA BAWA LEMBAR ASISTENSI) dan KONSULTASI TERAKHIR
2 MINGGU SEBELUM UAS
 TIDAK BOLEH SAMA ANTARA SATU DENGAN YANG LAIN

SELAMAT BEKERJA

Anda mungkin juga menyukai