Anda di halaman 1dari 61

BAB IV

PENDEKATAN DAN KONSEP PERANCANGAN

4.1 Tapak Perancangan


4.1.1 Tinjauan Site
Kemuning merupakan salah satu dari beberapa perkebunan komoditi teh
di Indonesia, letaknya yang strategis (melewati jalur selatan perbatasan antara
Jawa Tengah dan Jawa Timur membuat kawasan ini menjadi salah satu tujuan
wisata yang cukup terkenal di Jawa Tengah. Kemuning sendiri berada di lereng
Gunung Lawu tepatnya berada di Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten
Karanganyar. Kawasan ini memiliki luas lahan sekitar 438 hektar dengan luasan
aktif atau menjadi lahan tanam sebesar 392 hektar. Sisa lahan digunakan untuk
pabrik pengolahan teh, pembibitan, emplasemen dan rumah dinas. Ketinggiannya
antara 900-1500 m dpl sehingga tidak heran bila suhu rata – rata daerah ini 21.5o
celcius tiap harinya.

Gambar 4.1 : Lansekap Kebun Teh Kemuning


Selain pesona alam berbukit teh, objek – objek seharah seperti Candi
Sukuh dan Candi Cetho, serta udara sejuk khas dataran tinggi yang ditawarkan.
Keberadaan museum teh pada kawasan Kemuning merupakan strategi yang
tepat bukan hanya untuk memajukan viral tentang teh itu sendiri namun juga untuk
menaikkan citra kawasan Kemuning. Kemuning memiliki beberapa masalah
kawasan seperti:
1. Belum adanya landmark kawasan yang menjadi suatu tujuan
agrowisata teh di Kemuning itu sendiri

51
2. Belum tertatanya kawasan menjadi suatu kawasan terpadu untuk
wisatawan yang menyangkut tentang 4 komponen wisata, atraksi
(attraction), aksesibilitas (accesibility), amenitas (amenity), aktivitas
(activity).
3. Kurangnya peran pengunjung dalam menjaga kelestarian alam dan
perkebunan teh disana.
4. Ketidak menonjolnya teh yang menjadi daya tarik utama wisatawan
selain hanya sebagai pesona panoramannya, sebagai contoh tidak
ada produk industri teh asli kemuning yang dipasarkan disana.
Kemuning memiliki banyak potensi sebagai media pengeksplorasian
hasil industri teh pada wisatawan, hal inilah yang dapat dimaksimalkan dalam
museum Teh Kemuning. Sebagai timbal baliknya masyarakat yang telah
mempelajari segala suatu kebudayaan tentang teh pada museum dapat
mendapatkan kesadaran akan peran komoditi teh di Indonesia, sehingga secara
tidak langsung akan memberikan pandangan yang berbeda dan lebih baik
terhadap perkembangan perkebunan teh Kemuning.
4.1.2 Pemilihan Site
Pada tahapan ini terdapat beberapa pertimbangan pemilihan site dilihat
dari paparan analisisnya, site yang dipilih memiliki kelebihan pada salah satu
aspek dari view, aksesibilitas, kondisi lansekap, dukungan fungsi infrastruktur dan
sarana prasarana yang ada.
1. Site pertama, Bukit Kemuning

Gambar 4.2 : Site 1 Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar


Sumber : google earth
Site pertama berada di kawasan utama Kemuning yang merupakan salah
satu poin yang menjadi daya tarik pengunjung paling banyak di Kemuning,

52
kawasan ini berada di ketinggian 1090 mdpl. Keadaan tanahnya sangat berkontur
karena kebutuhan untuk penanaman teh. Akses menuju site tergolong ekstrim dan
berliku, jalan hanya memiliki lebar 5 – 6 meter, berbatasan dengan tebing dan
jurang yang ditanami oleh teh.
Berikut analisis kelebihan dan kekurangan dari site pertama,
(+) site memiliki pesona alam paling mencolok dibanding site yang
lainnya.
(+) site memiliki potensi pengunjung yang cukup banyak karena
merupakan salah satu node of activity kawasan tiap harinya.
(+) kondisi lansekap yang berkontur menjadi sebuah daya tarik visual
yang bisa dimanfaatkan untuk elemen bangunan
(+) lokasi yang cukup strategis karena berdekatan dengan objek wisata
lain seperti Candi Cetho
(-) akses yang ekstrim terletak di dataran tinggi, sehingga cukup sulit
untuk dicapai
(-) kontur yang ekstrim juga memberikan tantangan desain karena
dukungan infrastruktur yang terbatas
(-) keberadaan lahan teh yang masih produktif dan masih bisa ditanami
membutuhkan strategi desain yang tepat agar lahan penanaman tidak
berkurang
Berikut beberapa gambar kenampakan site pertama,

Gambar 4.3 : akses masuk ke arah site pertama merupakan area yang cukup ramai

53
Gambar 4.4 : site merupakan bukit – bukit kecil yang berada disisi utara jalan

Gambar 4.5 : keadaan site dilihat dari atas bukit

Gambar 4.6 : keadaan site dari sisi lain bukit

Secara keseluruhan site ini memiliki potensi yang bagus untuk didirikan
sebuah museum, banyak tantangan desain yang bisa digunakan untuk
memecahkan masalah seperti kontur dan penggunaan lahan teh sebagai elemen

54
desain, aksesnya yang ekstrim namun strategis juga merupakan suatu
keuntungan museum untuk mencari animo pengunjung, selain itu site ini
mempunyai keunggulan lebih pada view nya.
2. Site kedua, Pusat Aktivitas Kemuning

Gambar 4.7 : Site 2 Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar


Sumber : google earth
Site kedua berada di kawasan dengan ketinggian lebih rendah sekitar
895 mdpl. Site ini berada di jantung aktivitas Kemuning. Eksisting sekitar
merupakan landmark – landmark lama seperti pasar Kemuning yang berada tepat
di bagian barat site. Lokasinya juga sangat strategis karena berdekatan dengan
jalan raya kemuning dan terminal Kemuning. Aksesnya yang mudah menjadi
salah satu pertimbangan site ini.
Berikut analisis kelebihan dan kekurangan dari site kedua:
(+) akses yang mudah dijangkau
(+) lokasinya strategis dekat dengan berbagai landmark Kemuning
(+) dukungan infrastruktur yang memadai dan berbagai sarana prasarana
yang ada
(+) tidak memakan banyak lahan produktif untuk penanaman teh
(+) konturnya tidak terlalu ekstrim sehingga mudah diolah
(-) tidak ada view menarik yang ditawarkan pada site
(-) bukan daerah tujuan wisatawan sehingga tidak ada node of activity
tertentu
(-) sitenya yang kecil dan berdekatan dengan pemukiman sehingga dapat
membuat desain menjadi terbatas
Berikut beberapa gambar kenampakan site kedua:

55
Gambar 4.8 : site dilihat dari arah jalan raya Kemuning

Gambar 4.9 : site dilihat dari arah pemukiman warga

Gambar 4.10 : keadaan site terhadap eksisting


Secara keseluruhan site ini unggul karena tempatnya yang strategis dan
aksesibel, namun keadaan eksisting sekitar yang kurang menarik secara visual
menjadi poin minus yang dapat mempengaruhi daya tarik wisatawan. Site ini tidak
di dukung dengan kontur yang ekstrim sehingga olah desainnya dimungkinkan
56
lebih mudah, disisi lain adanya museum dapat mengganggu stabilitas pemukiman
disekitarnya.
3. Site Ketiga, Gerbang Masuk Kemuning

Gambar 4.11 : Site 3 Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar


Site ketiga berada di jalan raya utama Kemuning yang merupakan pintu
gerbang masuk menuju kawasan Kemuning. Kawasan ini merupakan kawasan
terendah dengan ketinggian 850 mdpl. Belum banyak eksisting yang ada pada
site hanya beberapa bangunan komersil dan sedikit pemukiman, sisanya masih
lahan produktif penanaman teh. Site yang tidak terlalu berkontur dan luas menjadi
pertimbangan yang tepat, selain itu letaknya yang sangat strategis menjadi site ini
selalu di lewati oleh wisatawan yang hendak menuju ke Kemuning.
Berikut analisis kelebihan dan kekurangan dari site ketiga:
(+) akses dan lokasi yang sangat strategis
(+) potensi pengunjung yang banyak karena merupakan gerbang utama
menuju ke agrowisata Kemuning
(-) masih banyak lahan produktif yang bisa ditanami
(-) daya tarik visualnya tidak terlalu menarik, karena eksisting hanya
berupa lahan teh datar tanpa kontur terlalu curam dan terkesan monoton
Berikut beberapa gambar kenampakan site ketiga:

57
Gambar 4.12 : site dilihat dari arah jalan raya

Gambar 4.13 : keadaan eksisting dilihat dari site

Gambar 4.14 : lahan kosong pada site yang digunakan sebagai lahan parkir

Secara kesuluruhan site hampir memeiliki keunggulan yang sama


dengan site kedua namun site ini lebih strategis, sedangkan tidak ada perbedaan
mencolok tentang view yang ditawarkan, kenampakan kontur yang mendekati
landai juga tidak banyak membantu untuk menciptakan daya tarik visual.
Kekurangan lainnya adalah lahan produktif yang cukup banyak dibanding site
kedua.
58
4.1.3 Analisis Site
Bedasarkan penjabaran alteratif site serta berbagai pertimbangan yang
diberikan maka dipilihlah lokasi site yang pertama. Bedasarkan 4 aspek
komponen wisata yaitu atraksi (attraction) dan aktivitas (activity), site ini memiliki
potensi untuk menawarkan hal tersebut, terlebih lagi site ini merupakan salah satu
tempat teramai yang dikunjungi wisatawan Kemuning, tujuan wisata pun juga
masih berhubungan dengan agrowisata teh sehingga site ini bisa
mempresentasikan keadaan kebun teh itu sendiri. Secara aksesibilitas
(accesibility) walaupun kurang aksesibel namun site ini merupakan salah satu
lokasi strategis kerena merupakan jalur utama menuju objek –objek wisata yang
cukup terkenal sepeti Candi Cetho dan Sukuh, aspek amenitas (amenity) yang
masih belum tergali pada site adalah memaksimalkan potensi teh dan perkebunan
Teh Kemuning menjadi poin utama dalam tujuan wisata. Selain itu poin tambahan
lain seperti keadaan site yang berkontur, daya tarik visual, dan pemanfaatan tata
guna lahan untuk penanaman teh dapat menjadi suatu permasalah menarik yang
diangkat dalam suatu strategi desain.

Gambar 4.15 : site museum


Sumber : google earth

1. Profil
Luas : ± 1,7 ha
Range Ketinggian: 1077 – 1105 mdpl
Suhu Udara: 21.5o celcius
Kelembapan area: 60 – 80 persen dengan penyinaran matahari hanya 40 – 55
persen.

59
Wilayah : Kelurahan Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah

2. Akses dan pencapaian

Gambar 4.16 :akses dan arah datang wisatawan


Site berada di jalur utama kemuning, jalur ini memiliki lebar 5 – 6 meter
menghubungkan berbagai tujuan objek wisata yang ada di kawasan tersebut.
Site dihubungkan oleh jalan berukuran sama, jalur ini cukup dilewati oleh
kendaraan beroda 4 namun karena ukuran jalan yang terbatas, kendaraan
sulit untuk melakukan manuver.

Gambar 4.17 : tipe jalan pada eksisting


Terdapat 2 tipe jalan pada eksisting, jalur pertama merupakan jalur
yang biasa dilewati oleh kendaraan bermotor (ditunjukan oleh warna putih)
sebaagai akses utama jalur ini merupakan jalur wisatawan yang biasa
berkunjung ke area ini. Jalur lainnya berupa jalur pematang (ditunjukan oleh
warna kuning) yang hanya bisa diakses dengan sepeda atau berjalan kaki, jalur

60
ini biasa digunakan oleh petani teh saat mengurus perkebunannya. Kedua jalur
ini bermaterial aspal hotmix (jalur 1) dan tanah padat (jalur 2)
3. Orientasi dan view

Gambar 4.18 : arah orientasi


Site berada ditengah bukit – bukit perkebunan teh yang hijau, sebagian
besar site memiliki orientasi view kearah perkebunan, hal ini dimaksudkan agar
site dapat berintegrasi secra maksimal dengan kenapakan alam yang ada.
arah barat site memiliki view panorama kota Karanganyar dari jauh, bagian
selatan berbatasan dengan bukit – bukit teh yang lebih rendah, sedangkan
bagian timur dan tenggara memiliki view yang baik kearah perbukitan teh yang
lebih tinggi serta view langsung ke arah gunung lawu.

Gambar 4.19 : perbatasan site


Bila tinjau secara umum, site memiliki kesan visual alami yang sangat
besar karena belum banyak intervensi berbagai sarana dan prasarana
infrastruktur yang terlihat dari arah orientasi site. Pemukiman terdekat berjarak
sekitar ±300 meter dan sekeliling site masih banyak dikelilingi oleh daerah hijau
yang belum diolah selain pada lahan perkebunan.
61
4. Karakter geografis

Gambar 4.20 : topografi site


Sumber : https://www.google.com/maps/place/
Kemuning,+Ngargoyoso,+Karanganyar,+Jawa+Tengah,+Indonesia/
diakses tanggal 24 des 2014

Site memiliki karakter topografi yang cukup ekstrim, dengan range


ketinggian antara 1077 – 1105 mdpl membuat tanahnya menjadi sngat
berkontur. Tanahnya merupakan jenis andosol coklat yang subur untuk
tanaman didataran tinggi seperti teh dan kopi, sehingga selain teh banyak jenis
pertanian lain yang ada di wilayah Kemuning.

Gambar 4.21 : visualisasi site

62
5. Point of interest
Site memiliki banyak daya tarik dalam segi pariwisata. Kebanyakan
wisatawan berkunjung ke perkebunan ini yaitu untuk menikmati pesona alam
Kemuning yang masih asri dan kesejukan udara dataran tingginya.
Kebanyakan dari mereka kadang memilih melakukan aktivitas tracking ke
perkebunan teh. Tanah yang berkontur ini juga sering dimaanfaatkan
pengunjung untuk melakukan downhill menggunakan sepeda atau mountain
trail. Ada beberapa juga yang sekedar menikmati makan minum dibeberapa
warung tenda sambil menikmati keindahan alam yang ada. Site juga
merupakan salah satu titik di Kemuning yang memiliki pesona terindah karena
dapat memiliki spot observasi gunung lawu dan kota karanganyar secara
bersamaan.

4.2 Konsep Perencanaan dan Perancangan


4.2.1 Konsep Desain
1. Konsep Makro
Kemuning merupakan salah satu dari perkebunan teh tua yang ada di
Indonesia. Keberadaannya menjadi suatu bentuk kontribusi nyata
perkembangan industri teh pada jaman dahulu. Sebelum perkembangan teh di
Indonesia menuju ke arah sekarang, dimana masyarakat sudah menganggap
teh sebuah minuman yang umum. Teh pernah menjadi suatu minuman sarat
makna dimana terdapat filosofi dalam setiap prosesi pembuatannya. Dengan
perkembangan industri teh semakin pesat tentunya ada harga yang harus
dibayarkan yaitu mulai lunturnya semangat asli teh Indonesia, nilai – nilai dalam
tiap tegukannya sebagai contoh minuman teh yang dianggap mewah pada saat
penajahan kolonial atau filosofi membuat teh dalam lingkungan keraton.
Sehingga konsep Pengangkatan kembali nilai – nilai lama kebudayaan teh
melalui sebuah media museum Teh Kemuning Inilah yang ingin dimunculkan.

63
Tabel 4.1 : Diagram Konsep Makro

Konsep akulturasi disini diterapkan pada usaha mencampurkan dua


materi berbeda yaitu kebudayaan teh Indonesia dan Potensi Alam Kemuning
dalam media suatu museum yang masih memunculkan keunggulan utama dari
sifat sebelumnya. Sehingga, Museum Teh Kemuning dapat menjadi suatu
tempat terpadu yang mampu mengemban fungsi –fungsi primer sebagai
museum kebudayaan teh Indonesia dimana museum yang tidak hanya
berfungsi sebagai media edukasi untuk wisatawan tapi juga penyimpan intisari
dan studi kultur teh di Indonesia. Fungsi - fungsi sekunder lain seperti
pengintegrasian fungsi pariwisata dengan fungsi asli kawasan sebagai
perkebunan teh merupakan suatu bentuk timbal balik museum terhadap
kawasan. Dengan demikian Museum teh tidak juga berkontribusi untuk sekedar
memajukan pariwisata kawasan namun juga berperan dalam memajukan
perkembangan teh di Indonesia.

2. Konsep Mezzo
A. Pola Kegiatan dan Aktivitas Ruang Luar
Museum Teh Kemuning sebenarnya memiliki karakter kegiatan dan
aktivitas yang sama pada museum pada umumnya, aktivitas ruang luar dapat
dibedakan menjadi:
a. Kegiatan Publik

64
Kegiatan publik museum teh diruang luar tidak banyak
menyangkut hal tentang museum itu sendiri melainkan banyak
mengedepankan fungsi – fungsi integrasi yang berasal dari site
kemuning itu sendiri. Kegiatan pameran di ruang luar hanya menjadi
suatu aspek tambahan untuk menekankan kesan terbuka dan menyatu
dengan sekitar, sehingga area pameran dalam bangunan terkesan lebih
dinamis.
Jenis aktivitas publik di ruang luar:
• Kegiatan Pameran
Kegiatan pameran merupakan salah satu konsep ruang luar
dalam mengimplikasikan fungsi pokok museum. Pameran
outdoor dapat menekankan konsep integrasi museum
dengan alam sekitarnya.

Gambar 4.22 : ilustrasi konsep outdoor exhibition

• Kegiatan Atraksi
Kegiatan atraksi merupakan salah satu konsep ruang luar
dalam mengimplikasikaan fungsi sekunder museum
terhadap potensi site. Site memiliki berbagai aktivitas yang
berpotensi menjadi daya tarik seperti tea walking, motor
trail, & downhill ride. Dengan memasukkan potensi –
potensi tersebut pada konsep ruang luar museum hal itu
dapat menekankan konsep integrasi museum dengan
potensi sitenya.

65
Gambar 4.23 : tea walk dan bersepeda
Sumber : http://www.kemlu.go.id/ dan angscript.files.wordpress.com
diakses tanggal 25 des 2014

• Kegiatan Budidaya
Kegiatan budidaya merupakan salah satu konsep ruaang
luar dalam mengimplikasikan fungsi sekunder museum
terhadap kemuning. Site merupakan lahan produktif yang
masih dapat ditanami dengan teh, aktivitas budidaya teh
yang di integrasikan dalam bangunan merupakan salah
satu aktivitas gebrakan yang dapat melibatkan wisatawan
dalam merasakan bagaimana budidaya teh sesungguhnya.
Aktivitas ini diharapkan mampu menjadi suatu cara
meningkatkan ketertarikan dan mengedukasi masyarakat
awam tentang proses budidaya teh yang dilakukan di
Kemuning.

Gambar 4.24 : tea gardening


Sumber : http://uniqpost.com/ diakses 25 des 2014
Secara umum hubungan aktivitas publik di ruang luar seperti
berikut:
Tabel 4.2 : diagram hubungan aktivitas ruang luar (publik)

66
Wisatawan melakukan aktivitas parkir dan drop off setelah itu
mereka dapat masuk ke arah museum atau langsung menuju aktivitas
lainnya di publik area, sekeluarnya dari museum wisatawan dapat
memilih melakukan kegiatan selanjutnya yaitu budidaya, komersil, atau
tea walk. Fungsi area publik adalah sebagai ruang transisi percabangan
kegiatan, seperti untuk pengunjung yang ingin beraktivvitas trial &
downhill tidak perlu harus memasuki area museum. Hubungan kegiatan
ditunjukan oleh garis hitam di tabel 4.2.

b. Kegiatan Servis
Kegiatan servis di ruang luar lebih banyak menekankan pada
kegiatan pelayanan dan maintenance. Karena hanya sedikit kegiatan
pameran yang ada diluar ruang dan hanya menyangkut pameran
outdoor maka kegiatan konservasi tidak sepenuhnya perlu berada di
ruang luar. Sebagai pengganti terdapat kegiatan budidaya yang
mengacu pada kegiatan budidaya publik.
Jenis aktivitas servis di ruang luar:
• Kegiatan pelayanan
Kegiatan pelayanan museum teh seperti halnya dengan
kegiatan pelayanan teknis museum pada umumnya.
Namun dengan konsep asimilasi kultur teh dan integrasinya
terhadap site, fungsinya bertambah menjadi pelayanan
aktivitas outdoor seperti tea walk atau tea gallery.
• Kegiatan pemeliharaan

67
Kegiatan pemeliharaan museum teh diluar ruang banyak
berkaitan dengan pemeliharaan bangunan, kegiatan
penunjang seperti parkir, servis, mekanikal, dan elektrikal
juga terletak di luar bangunan utama. pemeliharaan
lainnnya berupa maintenance fungsi pendukung bangunan
di luar ruang seperti motor trail dan downhill spot.
• Kegiatan budidaya
Kegiatan budidaya merupakan kegiatan servis penunjang
aktivitas budidaya teh, aktivitas ini terdiri dari pemeliharan
outdoor plantation, kegiatan gardening, kegiatan panen,
kegiatan pengolahan, hingga penanaman.
Secara umum hubungan aktivitas publik di ruang luar seperti
berikut:
Tabel 4.3 : diagram hubungan aktivitas ruang luar (Non Publik)

Pada hubungan aktiviitas servis ruang luar, servis dibedakan


dalam 3 jenis yaitu pemeliharaan, pelayanan, dan budidaya. Alur servis
lebih linier karena memiliki pusat di service building. Di zona ini aktivitas
terpecah dalam berbagai bagian ada yang menangani museum dan
sisanya merupakan aktivitas servise diluar ruang. Aktivitas budidaya
berhubungan langsung dengan plantation area, aktivitas pelayanan
berhubungan langsung dengan parkir pengunjung, pelayanan aktivitas
sekunder seperti tea walk, trial & downhill, dan tea gallery. Hubungan
kegiatan ditunjukan oleh garis hitam di tabel 4.3
68
B. Elemen Ruang Luar
Bedasarkan paparan analisis macam kegiatan dan aktivitas ruang luar
dapat ditemukan rumusan program ruang yang juga dibedakan bedasarkan
usernya.
a. Kebutuhan Ruang Luar Publik
Tabel 4.4 : tabel kebutuhan ruang luar publik
NO AKTIVITAS KEBUTUHAN KAPASITAS JUMLAH STANDAR SIRKULASI TOTAL
RUANG RUANG LUASAN (%) LUAS
(m2/ruang (m2)
/orang)
A. KEGIATAN
PAMERAN
1. Entry & Exit Parkir Motor 150 motor 1 2,2 30 429
Parkir Mobil 100 mobil 1 12,1 30 1573
Parkir Bus 10 bus 1 26 30 338
Drop Off 6 mobil 1 12,1 60 116,16
area
Sirkulasi 60% total - - - 1404
keluar dan luas parkir
masuk
2. Outdoor Garden 15% luas 1 - - 352,8
Museum Museum area
pameran
Total Luas 3860,16
B. KEGIATAN
ATRAKSI
1. Tea Walk Tea walking - 5 9 - 45
spot
2. Tea Tea gallery 100 1 1,6 20 192
Gallery &
Retail
Retail shop - 10 16 20 192
3. Public Public 200 orang 1 0,65 60 208
area space
4. Downhill & Motor trail 15 motor 1 2,2 20 55,2
Motor Trail station
station
20 orang 1 0,65 20
Bicycle 20 sepeda 1 2 20 67,8
station
25 orang 1 0,65 20
Total Luas 760
C. KEGIATAN
BUDIDAYA
1. Plantation Plantation 15% luas - - - 4250
& area site
Gardening

69
2. Harvesting Area 20 1 3,2 20 76,8
pengeringa
n dan
penjemuran
teh
3. Processing Tempat 20 orang 1 3,2 20 76,8
produksi
&
pengolaha
n
Total Luas 4403,6

b. Kebutuhan Ruang Luar Non publik


Tabel 4.5 : tabel kebutuhan ruang luar servis
NO AKTIVITAS KEBUTUHAN KAPASITAS JUMLAH STANDAR SIRKULASI TOTAL
RUANG RUANG LUASAN (%) LUAS
(m2/ruang (m2)
/orang)
A. KEGIATAN
PELAYANA
N
1. Entry & Exit Pos Parkir 2 orang 2 3,2 20 15,36
2. Tea Walk, Pos 4 3 3,2 20 46,08
Motor Trail, Pelayanan
Downhill kegiatan
penunjang
3. Tea Galley Ruang servis 50 1 3,2 40 224
& Retail & Back of
the house
Total Luas 285,44
B. KEGIATAN
MAINTENA
NCE
1. Mekanikal Ruang MEE - 1 9 - 9
&
elektrikal
Ruang Trafo - 1 15 - 15
& Genset
Ruang - 1 9 - 9
kontrol
2. Loading & Drop off 10 orang 1 1,6 40 56
unloading service
Muatan 1 24 40
3. Servis Gedung - 1 80 - 80
Servis
4. Parkir Parkir 2 truk 1 24 60 657,6
karyawan
15 mobil 1 13,2 60
75 motor 1 2,2 60
5. Keamana Pos 4 orang 1 3,2 20 15,36
n Keamanan
Total Luas 841,96
70
C. KEGIATAN
BUDIDAYA
1. Plantation Gudang - 1 16 - 16
& alat
Gardening
2. Harvesting Storage - 1 24 - 24
hasil panen
3. Processing Ruang 4 orang 1 3,2 20 15,36
managerial
Workshop
pengolaha
n dan
produksi
Total Luas 55,36

Berikut total besaran ruang bedasarkan data perhitungan kebutuhan ruang luar pada
zona publik dan servis:
Zona Parkir dan Pameran luar : 3860,16 m2
Zona kegiatan Atraksi : 760 m2
Zona Budidaya : 4458,96 m2
Zona Pelayanan : 285,44 m2
Zona Maintenance : 841,96 m2
Luas kebutuhan ruang luar 10206,52 m2

C. Zonasi Ruang Luar


Ruang luar merupakan ruang pembatas atau transisi antara elemen
bangunan dengan eksisting yang ada. dengan demikian perlu sebuah strategi
desain untuk dapat membuat fungsi- fungsi ruang luar menjadi lebih
terintegrasi dengan site.
a. Studi Zonasi Ruang Luar

Gambar 4.25 : Zonasi ruang luar publik

71
Bedasarkan aktivitas pameran oleh publik, entrance diletakkan
mendekati akses utama ke arah site dan letak parkir lebih baik
mendekati entrance, sedangkan keberadaan exit menjauhi pintu utama
dimaksudkan agar pengunjung dapat menikmati lansekap serta melihat
fitur bangunan sebagai efek perpisahan kunjungan. Garden museum
merupakan fungsi pameran yang diletakkan pada area luar. Dengan
mendekatkan fungsinya pada area parkir, pengunjung dapat mendapat
sedikit cuplikan isi museum secara sekilas dari luar tanpa mengurangi
kontekstualitas bangunan.

Gambar 4.26 : Zonasi ruang luar publik

Bedasarkan aktivitas atraksi oleh publik, zona plaza atau publik


space lebih optimal diintegrasikan dengan fungsi lahan parkir. Sehingga
fungsi ruang berkumpul outdoor dapat tercapai. Plaza dapat
menjembatani berbagai fungsi ruang museum. Retail diletakkan
mendekati parkir dan drop off sebagai pertimbangan efektivitas, tea
gallery di letakkan mendekati batas site dengan pertimbangan view
yang paling optimal. Downhill & trail dan tea walking diletakkan
mendekati spot asli mereka pada eksisting.

Gambar 4.27 : Zonasi ruang luar publik

72
Bedasarkan aktivitas budidaya yang menjadi konsep utama
ruang luar museum. Diperkirakan akan memakan area cukup luas
karena pada dasarnya lahan merupakan ladang teh produktif yang
cukup luas sehingga untuk mengalokasikannya memerlukan area yang
cukup luas pula. Zona budidaya memiliki spot –spot kecil yang tersebar
di sekitar site. Penataan secara tersebar ini dimaksudkan agar tidak
menghilangkan kesan perkebunan teh sebenarnya yang
persebarannya masih secara organik tidak teratur.

Gambar 4.28 : Zonasi ruang luar servis

Bedasarkan aktivitas pelayanan servis. Zona pelayanan


mengikuti zona akttivitas yag ditawarkan. alurnya dibuat linier mengikuti
letak bangunan servis dan akses servis nantinya. Dengan akses linier
maka maintenance antar zona dapat mudah terkontrol dan sirkulasi
servis dapat mudah diminimalisir.

Gambar 4.29 : Zonasi ruang luar servis

Bedasarkan aktivitas pemeliharaan. Gedung servis berfungsi


sebagai poros kegiatan maintenance. Zona ini menghubungan ke

73
berbagaiaktivitas pemeliharan seperti Mekanikal dan elektrikal, parkir
karyawan, drop off service, keamanan dan zona penunjang lainnya.
Peletakkannya mendekati fungsi utama bangunan museum dinilai
efisien karena dapat diakses dengan mudah. Walaupun demikian akses
servis akan tetap dibedakan dengan akses pengunjung.

Gambar 4.30 : Zonasi ruang luar servis

Bedasarkan aktivitas servis budidaya. Segala zona yang


berfungsi sebagai ruang penunjang budidaya terletak disekitar area
plantation. Pemilihan zona ini dinilai cukup optimal karena letaknya
berdekatan dengan plaza publik dan alur sirkulasi luar sehingga cukup
strategis untuk pengunjung. Disisi lain peletakkan zona budidaya teh
harus tetap terlihat dari luar area site karena zona inilah yang dapat
memberikan karakter bangunan tanpa menghilangkan citra perkebunan
Kemuning.
b. Konsep Zonasi Ruang Luar
Teh memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan keraton
Surakarta. Bila dihubungan dengan konsep filosofis jawa, teh
mempunya sifat berwibawa karena dahulu teh merupakan minuman
para bangsawan. Harganya yang mahal membuat minuman ini
menjadi minuman yang sangat mewah jaman dahulu. Masyarakat jawa
pun mengajarkan cara menikmati teh dengan gula batu tanpa diaduk,
sehingga saat diteguk rasa teh yang mulanya pahit terlebur menjadi
manis saat ditelan. Nilainya manusia harus bisa merasakan bagaimana
kesan pahitnya dahulu sebelum mendapatkan kesan manis. Melihat
perkebunan Kemuning merupakan bekas tanah keraton Kasunanan
Solo tidak ada salahnya konsep filosofi ini diangkat menjadi konsep
museum teh Kemuning.
74
Konsep filosofi teh
Tabel 4.6 : diagram konsep filosofi teh

Konsep pahit menuju manis ini yang menjadi dasar gubahan zona
pada ruang luar museum teh Kemuning. Pahit memiliki citra yang kaku
dan gelap, spektrum ini bisa di implikasikan pada karakter statis menuju
dinamis, sifat ini menjadi konsep desain tata pola massa pada site,
dimana pengunjung awalnya akan dihadapkan dengan bangunan –
bangunan bermassa statis dan kaku namun seiring dengan berjalannya
alur pengunjung akan menikmati kebebasan diantara bangunan –
bangunan bermassa dinamis.
Pola aktivitas pada daerah ruang luar juga bedasarkan dari filosofi
teh jawa. Dimana pengunjung akan dihadapi dengan kegiatan yang
membutuhkan energi dan keseriusan lebih di bagian awal – awal
museum, seperti pengetahuan yang didapat didalam museum setelah
keluar dari museum pengunjung kemudian dihadapi dengan aktivitas –
aktivitas informal yang terkesan santai dan menyenangkan, aktivitas
inilah yang nantinya didapatkan pada ruang luar bangunan museum
teh.

D. Konsep Sirkulasi Ruang Luar


Teh memiliki sifat menentramkan, sifat inilah yang akan
diimplementasikan pada alur luar bangunan museum ini. analoginya tetap pada
budaya teh jawa namun implikasinya dibalik menurut fungsi yang dianggap
kurang menarik untuk diolah menjadi fungsi yang paling dinamis pada site.

75
Tabel 4.7 : konsep penentraman pada zonasi ruang luar

Konsepnya adalah membalikan ekspetasi publik terhadap kejutan


ruang yang di hadirkan. Publik biasanya menganggap sisi entrance akan dibuat
semenarik mungkin dan sisi exit menjadi yang paling biasa, namun hal tersebut
bertolak belakang dengan prinsip teh dimana semuanya harus mengalami
proses panjang terlebih dulu sebelum mencapai sifat manis / menentramkan.
Kejutan ruang pun dihadirkan dengan tensi yang meningkat ditiap zonanya dan
ditutup pada bagian exit.
Pada aplikasinya museum Teh Kemuning memiliki 2 tipe tata sirkulasi
luar, yaitu Sirkulasi Publik dan sirkulasi servis, masing –masing tipe memiliki
pembagian sirkulasi lagi menurut tipe aktivitas dan kegiatan yang dilakukan,
Serta konsep penentraman tadi.

Gambar 4.31: konsep sirkulasi ruang luar


a. Zona 1
Zona 1 merupakan area gate yang digunakan untuk parkir dan
lain –lain. Disini Sirkulasi publik dan servis masih menjadi 1 alur, alur
publik memiliki aktivitas pada bagian parkir sedangkan untuk servis
tidak ada aktivitas apa – apa disini. Pada sirkulasi awal ini, alur hanya

76
memiliki view parkiran publik dan bangunan museum solid dari jarak
jauh hal ini menekankan suasana kaku dan statis pada area.

Gambar 4.32: ilustrasi konsep sirkulasi ruang luar


b. Zona 2
Memasuki zona 2 sirkulasi publik sudah mulai dipadati oleh
berbagai macam aktivitas seperti pada public space, tea gallery, tea
walk, dan kawasan retail. Sirkulasi servis masih berjalan secara linear
kearah zona 4. Pada zona ini sirkulasi sudah mulai dinamis, terdapat
ruang – ruang hijau tanpa bangunan yang terlalu rigid di sekitarnya.

Gambar 4.33 : ilustrasi konsep sirkulasi ruang luar


c. Zona 3
Pada zona 3 sirkulasi publik memasuki area museum dan tea
gallery disini kesan ruang luar bangunan sudah cukup dinamis karena
masuknya unsur budaya teh didalam desain. Alur servis masih berjalan
secara linear kearah zona 4.

77
Gambar 4.34: ilustrasi konsep sirkulasi ruang luar
d. Zona 4
Pada zona 4 terdapat aktivitas pada sirkulasi servis karena area
servis terdapat di area ini. kesan dinamis di tekankan pada area
budidaya teh yang menjadi elemen visual area.

Gambar 4.35: ilustrasi konsep sirkulasi ruang luar


e. Zona 5
Zona 5 merupakan gate keluar dimana kesan dinamis ditekankan
pada view alami eksisting perkebunan teh.

Gambar 4.36: ilustrasi konsep sirkulasi ruang luar

78
3. Konsep Mikro
A. Pola Kegiatan dan Aktivitas Ruang Dalam
Museum Teh Kemuning sebenarnya memiliki karakter kegiatan dan
aktivitas yang sama pada museum pada umumnya, aktivitas ruang dalam dapat
dibedakan menjadi:
a. Kegiatan Publik
Seperti museum pada umumnya kegiatan pengunjung didalam
museum di dominasi oleh kegiatan pameran. Walaupun masih ada
kegiatan lain untuk tujuan edukasi dan atraksi, Elemen pameran suatu
museum merupakan aspek paling penting dalam museum teh
Kemuning, karena dari pameran inilah museum teh dapat bercerita
kepada pengunjung.
Jenis aktivitas publik di ruang dalam:
• Kegiatan Pameran
Kegiatan pameran merupakan salah satu konsep ruang
dalam untuk mengimplikasikan fungsi pokok museum.
kegiatan pameran menjadi salah satu kegiatan paling
dominan diruang dalam, terdapat jenis pameran yang
terdapat dalam museum teh ini, yaitu pameran tetap dan
pameran temporer.

Gambar 4.37: salah satu sudut pameran national tea museum


Sumber : http://english.teamuseum.cn/ diakses pada 26 sep 2014

• Kegiatan Edukasi
Kegiatan edukasi merupakan salah satu konsep ruang
dalam untuk mengimplikasikan fungsi pokok museum.
Kegiatan edukasi ini berupa, pemutaran film dokumenter/
ilmiah, diskusi, dan workshop.

79
Gambar 4.38: workshop pembuatan teh di China
Sumber : http://english.teamuseum.cn/ diakses pada 26 sep 2014

• Kegiatan Atraksi
Kegiatan atraksi merupakan salah satu konsep ruang dalam
untuk mengimplikasikan fungsi sekunder museum. kegiatan
atraksi didalam ini bersifat seperti oasis, sebagai sarana
selingan untuk kegiatan –kegiatan sebelumnya yang lebih
serius.

Gambar 4.39: galeri teh dalam suatu museum di korea


Sumber : http://english.teamuseum.cn/ diakses pada 26 sep 2014

Secara umum hubungan aktivitas publik di ruang luar seperti


berikut:
Tabel 4.8 : diagram hubungan aktivitas ruang dalam (publik)

80
Hubungan aktivitas publik antar ruang dalam museum tergolong
sederhana, 3 elemen aktivitas utama pemebentuk ruang yaitu pameran,
edukasi, dan atraksi disusun sesuai skala prioritasnya, pameran
mempunyai skala paling banyak disini, sehingga hubungannya sangat
terbuka dengan akses log in dan log out, sedangan edukasi merupakan
elemen penunjang pameran sehingga hubungannya harus melalui
perantara aktivitas pameran. Atraksi disini merupakan titik balik atau
oase yang ada ditengah museum, sebagai selingan elemen santai yang
ingin dimunculkan dalam museum, seperti galeri teh atau outdoor
exhibition.

b. Kegiatan Servis
Banyak aktivitas servis yang ada di ruang dalam museum.
Kegiatan konservasi memegang banyak peran disini karena fungsi
pameran dimaksimalkan didala, fungsi pelayan disini mengacu pada
kegiatan – kegiatan edukasi dan atraksi, dan sisanya mengisi dibagian
kegiatan managerial museum itu sendiri dan pemeliharaan.
Jenis aktivitas servis di ruang dalam:
• Kegiatan Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan museum teh di ruang dalam banyak
berkaitan dengan pemeliharaan bangunan ini sendiri,
seperti keamanan, ruang – ruang pemeliharaan, ruang
panel, dan lain - lain

81
• Kegiatan Konservasi
Kegiatan konservasi merupakan kegiatan pokok yang
banyak berperan di ruang dalam museum, kegiatan ini
berhubungan erat dengan kegiatan pameran yang ada.
kegiatan konservasi terbagi menjadi 2 jenis yaitu
pemeliharaan koleksi dan pengelolaan koleksi.
• Kegiatan Pelayanan
Kegiatan pelayanan museum teh seperti halnya dengan
kegiatan pelayanan teknis museum pada umumnya.
Kegiatan ini banyak di integrasikan dengan fungsi – fungsi
tertentu di ruang dalam museum seperti penyelenggaraan
presentasi koleksi dan presentasi ruang pamer
• Kegiatan Managerial
Kegiatan managerial lebih banyak mengacu pada kerumah
tanggaan museum, seperti administrasi, publikasi museum,
keuangan dan kearsipan.
Secara umum hubungan aktivitas publik di ruang luar seperti
berikut:

Tabel 4.9 : diagram hubungan aktivitas ruang dalam (non publik)

82
untuk hubungan ruang dalam servis, aktivitas managerial
merupakan hub antar aktivitas ruaang dalam yang menghubungkan
antar museum dan servis building, karena fungsinya yang mengatur
dan memonitori segala aktivitas servis didalam bangunan museum teh.
Setelah itu aktivitas museum dipecah sesuai fungsinya masing –
masing. Konservasi berhubungan dengan pameran, pelayanan
berhubungan dengan edukasi dan atraksi, sedangankan pemeliharaan
memegang maintenance ketiga aktivitas publik tersebut.
B. Kebutuhan Ruang Dalam
Bedasarkan paparan analisis macam kegiatan dan aktivitas ruang
dalam dapat ditemukan rumusan program ruang yang juga dibedakan
bedasarkan usernya.
a. Kebutuhan Ruang Dalam Publik
Tabel 4.10 : tabel kebutuhan ruang dalam publik
NO AKTIVITAS KEBUTUHAN KAPASITAS JUMLAH STANDAR SIRKULASI TOTAL
RUANG RUANG LUASAN (%) LUAS
(m2/ruang (m2)
/orang)
A. KEGIATAN
PAMERAN
1. Entry & Exit Lobby Log 200 1 0,65 100 2690
in & Log out
2. Pameran Ruang 50 orang 3 1,6 40 336
Indoor Pameran
Besar
Ruang 30 orang 11 1,6 40 739,2
pameran
sedang
Ruang 10 orang 15 1,6 40 336
pameran
kecil
3 Pameran Outdoor 25% luas - - - 352,8
outdoor exhibition total luas
pameran
Total Luas 4454
B. KEGIATAN
EDUKASI
1. Diskusi Ruang 50 orang 1 1,6 20 96
Seminar
2. Pemutaran Ruang 100 orang 1 1,6 20 192
slide/ film audiovisual
dokument
er/ film
ilmiah
3. Workshop Ruang 20 orang 1 3,2 20 76,8
workshop

83
4. Kegiatan Perpustaka - 1 - - 90
edukasi an
dan
peniltian
Total Luas 454,8
C. KEGIATAN
ATRAKSI
1. Tea Tea gallery 20 orang 1 1,6 20 38,4
gallery
2. Public Rest area 50 1 1,6 20 96
space
3. Performing Amphitheat 100 orang 1 0,65 20 126
arts re
Stage - 40 -
Total Luas 260,4

b. Kebutuhan Ruang Dalam Non Publik


Tabel 4.11 : tabel kebutuhan ruang dalam non publik
NO AKTIVITAS KEBUTUHAN KAPASITAS JUMLAH STANDAR SIRKULASI TOTAL
RUANG RUANG LUASAN (%) LUAS
(m2/ruang (m2)
/orang)
A. KEGIATAN
MANAGER
IAL
1. Kerumaht Ruang 20 orang 1 3,2 20 76,8
anggan kerumah
museum tanggaan
2. Administra Ruang 20 orang 1 3,2 20 76,8
si & administrasi
keuangan &
Keuangan
3. Publikasi Ruang 15 orang 1 3,2 20 57,6
musuem marketing
4. Manageri Ruang - - 30 - 30
al manager
museum museum
Ruang 25 orang 1 1,6 20 48
rapat
5. Kearsipan Ruang arsip 10 orang 1 3,2 20 62,4
Total Luas 351,6
B. KEGIATAN
PEMELIHAR
AAN
1. Keamana Ruang 4 orang 1 3,2 20 15,36
n monitoring
Ruang 4 orang 1 3,2 20 15,36
keamanan
2. Maintenan Ruang 20 orang 1 3,2 20 76,8
ce maintenanc
e
gudang - 1 10 - 10
84
Panel room - 2 6 - 12
Total Luas 129,52
C. KEGIATAN
KONSERVA
SI
1. Perawatan Ruang - 1 60 - 30
koleksi konservasi
2. Identifikasi Laboratoriu - 1 20 - 20
koleksi m kimia
Laboratoriu - 1 20 - 20
m fisik
Ruang - 1 30 - 30
Identifikasi
Ruang 5 orang 1 3,2 20 19,2
peneliti
3. Katalogisa Ruang 4 orang 1 3,2 20 15,36
si, penerimaan
registrasi,
dan
pengadaa
n koleksi
Gudang - 1 - - 30
Total Luas 164,56
D. KEGIATAN
PELAYANA
N
1. Pengadaa Ruang - 1 20 - 20
n diskusi bengkel
ilmiah workshop
2. Penyeleng Ruang 5 orang 1 3,2 20 19,2
garaan kurator
presentasi
koleksi
dan
pameran
Ruang 5 orang 1 3,2 20 19,2
pelayanan
publik
Gudang - 1 20 - 20
koleksi
Gudang - 1 20 - 20
alat
workshop
Total Luas 98,4

Berikut total besaran ruang bedasarkan data perhitungan


kebutuhan ruang dalam pada zona publik dan servis:
• Zona Kegiatan pameran : 4454 m2
• Zona kegiatan Edukasi : 454,8 m2
• Zona Kegiatan Atraksi : 260,4 m2

85
• Zona Managerial : 351,6 m2
• Zona Pemeliharaan : 129,52 m2
• Zona Konservasi : 164,56 m2
• Zona Pelayanan : 98,4 m2
Luas kebutuhan ruang dalam 5913,28 m2

C. Zonasi Ruang Dalam


Ruang dalam merupakan inti dari museum. perlu sebuah strategi
desain yang tepat untuk memunculkan konsep dari museum teh Kemuning ini
sendiri.
a. Konsep Ruang Dalam
Teh memiliki banyak spetrum arti dalam budaya indonesia,
setelah konsep analogi yang diambil dari kultur teh di Jawa Tengah Kini
berpindah pada kultur teh di jawa barat. Jawa barat punya cara sendiri
dalam menikmati teh yaitu tanpa gula. Mungkin untuk beberapa orang
teh akan terasa tidak enak tapi justru disitulah maknanya kita harus
belajar untuk menemukan sendiri kenikmatannya. Konsepnya
pencerahan, dimana orang harus menemukan sinar itu sendiri.

Gambar 4.40: ilustrasi analogi rasa teh pada peminumnya

Analogi rasa teh yang pahit ini seperti sebuah dunia


pengetahuan tentang teh, orang pada mulanya akan tidak terlalu suka
dengan rasa pahit ini namun bila orang itu mau mempelajari den
membiasakan rasa teh pahit yang asli, lama – kelamaan mereka akan
menemukan titik kenikmatan dalam meminum teh tersebut. Hal ini
seperti pameraan dalam museum teh ini, dunia teh awalnya tidak
menarik untuk sebagian orang, namun apabila mereka mau menelaah
lebih jauh maka dunia teh bisa dirasakan atmosfernya. Kesan itulah
yang ingin diangkat dalam museum ini.
Tabel 4.12 : konsep englightening dan implikasi desainnya

86
Dengan konsep enlightening (mencerahkan) ruang dalam
museum menjadi suatu ruang pembelajaran teh yang optimal,
bangunan museum menjadi suatu fase pembelajaran untuk pengunjung
sebelum dibawa ketahap peng aplikasian di fungsi ruang luar setelah
keluar museum. aspek – aspek yang diambil berupa elemen pembentuk
suasana ruang, efek-efek sempit, cahaya, dan massa diambil karena
dapat menciptakan persepsi ruang pada para pengunjung. Konsep
enlightening memberikan suatu efek kejutan ruang untuk para
pengunjung. Implementasinya bisa dilakukan pada materi pameran
atau suatu instalasi didalamnya. Setelah pengunjung berusaha mencari
pengetahuan di pameran, efek enlightening menjadi suatu momentum
ruang yang menandakan didapatnya ilmu terhadap pengetahuan dunia
teh.
b. Studi Zonasi dan Pola sirkulasi
Tabel 4.13 : zonasi ruang publik dalam

87
Zonasi dalam museum ditata sesuai alur sirkulasi pengunjung
dalam museum. sirkulasi museum menggunakan pola linier,
pengunjung diajak mengikuti suatu cerita sejak masuk kedalam
museum. Zona pameran terbagi menjadi zona-zona kecil yang
dibedakan ruangannya. Dengan pembagian ruang pada ruang
pameran, pengunjung dapat lebih secara intim mempelajari setiap
ruang pameran. Pembagian zona ini juga didasari oleh konsep
enlightening yang diterapkan, pertimbangannya konsep dapat
tereksekusi dengan berbagai macam cara pada tiap ruang pameran.
Zona edukasi diletakkan pada ruangan besar bersama dengan
pameran utama, zona ini diletakkan paralel dengan alur sirkulasi
pengunjung. Karena diletakkan pada zona strategis dan beruangan
besar, area ini khusus ditempati oleh instalasi – instalasi yang dapat

88
menarik perhatian pengunjung, instalasi tersebut dapat dikemas
ddengan cara yang interaktif dan menarik.
Pada zona edukasi dan pameran besar, sirkulasi terbagi
menjadi 2 bagian di pertengahan tur. Selain menuju zona – zona kecil
ruang pameran tadi, pengunjung dapat menemukan zona atraksi, dapat
berupa tea gallery, atau amphitheatre. Zona ini diletakkan di pertengah
perjalanan untuk menciptakan oasis ruang dimana pengunjung dapat
beristirahat sejenak didalam museum setelah setengah perjalanan
melaakukan tur.
Keseluruhan alur memiliki konsep cerita budaya teh dimulai dari
entrance hingga exit, segala ruang yang diatur ditata sedemikian rupa
untuk kesinambungan cerita museum secara linier.

Tabel 4.14 : zonasi ruang servis dalam

Pembagian zona dan alur servis menyesuaikan konsep alur dan


zonasi ruang –ruang utama museum, konsep linier juga diterapkan
pada zona ini. area managerial memiliki akses langsung dan sebagai
89
ruang transisi utama setelah bangunan servis. Zona ini menjadi hub
antar aktivitas servis seperti pemeliharaan, pelayanan, dan konservasi.
Di zona managerial ini aktivitas kepengurusan museum banyak
dilakukan seperti administrasi, keuangan, rumah tangga, monitoring,
dan lain –lain.
Zona konservasi memiliki akses tersendiri dan merupakan zona
yang paling privat diantara semuanya, letaknya terpisah dari zona
servis lainnya, dan lebih dekat pada ruang –ruang pameran. Zona ini
memiliki alur linier sesuai alur pameran, dan memiliki akses paling
mudah ke pameran. Pada zona ini semua kegiatan pameran dan objek
pameran terkontrol.
Ruang pemeliharaan memiliki letak paling strategis setelah
managerial, zona inimengharuskan adanya akses menuju zona publik
secara langsung. Kebutuhan tersebut yang membuat alurnya tidak bisa
linear dan lebih mengedepankan alur network dimana terdapat akses –
akses tertentu yang menghubungkan titik penting. Alur ini membuat
mobilisasi sikulasi pemeliharaan lebih leluasa.
Zona pelayanan berada pada sisi yang dapat mendapatkan
akses publik secara langsung seperti fungsi edukasi dan atraksi, zona
ini tidak memakan banyak tempat karena aktivitasnya yang tidak
banyak dan alur sirkulasinya bisa secara linier mengikuti alur sirkulasi
publik.
Secara umum pertimbangan zonasi dan alur ini cukup optimal
untuk museum teh, sirkulasi linier mampu membentuk arah pameran
secara tegas sehingga cerita yang ingin disampaikan dalam museum
dapat tersampaikan dengan baik.
4.2.2 Konsep Arsitektural
A. Massa Bangunan
1. Konsep Orientasi
Site mempunyai keunggulan view kearah selatan, didukung dengan
jalur datangnya pengunjung dari arah tenggara maka orientasi dimaksimalkan
menghadap ke selatan.

90
Gambar 4.41: ilustrasi arah orientasi bangunan terhadap site

Orientasi menghadap selatan ini juga sebagai bentuk penguatan


konsep integrasi bangunan terhadap kemuning, orientasi massa bangunan
disesuaikan dengan batas selatan site, sehingga tiap massa memiliki
perbedaan sudut orientasi ke arah selatan. Orientasi ini juga memiliki
keunggulan terhadap arah datangnya matahari .
2. Konsep Tata Massa
Bangunan museum teh Kemuning memiliki perbedaan massa
bangunan bedasarkan studi zonasi ruang luar dan dalam, konsep tata massa
ruang luar massa adalah transformasi massa statis menuju massa dinamis.
Bentuk gubahan massa kemudian diolah sesuai dengan prioritas fungsi masing
–masing massa.

Gambar 4.42: ilustrasi tata massa bangunan

massa memiliki transformasi dimensi dari kecil ke monumental untuk


mendapatkan kesan proses kedinamisan ruang luar. Konsep analogi ruang
dalam tentang pembelajaran dunia teh juga diangkat dalam gubahan ini.
dimana museum dengan ukuran monumental merupakan gerbang dunia teh
yang pengetahuannya masih banyak belum diketahui pengunjung. Setelah

91
memasuki setengah perjalanan dimana pengunjung akan keluar museum
menuju garden museum, persepsi monumental digantikan dengan skala
normal dimana hal ini mengibaratkan setengah dari pengetahuan isi museum
telah terambil, hingga pada akhirnya menuju akhir dari tur, pengunjung
dihadapkan pada persepsi yang lebih intim dimana kesan ini mengibaratkan
bahwa ilmu didalam museum telah berhasil diambil.

Gambar 4.43: skala monumental sebagai persepsi awal pengunjung

Gambar 4.44: skala normal ditunjukan dipertengah perjalanan museum

Gambar 4.45: skala intim menjadi petanda bahwa tur ruang dalam selesai

3. Konsep Massa
Gubahan massa mengambil konsep terasering perkebunan teh
kemuning, konsep ini diambil sebagai strategi untuk mengkontekstualitaskan
bangunan museum terhadap alam sekitar yang memiliki kontur yang ekstrim.

92
Massa diatur sesuai ketinggian kontur bukit bedasarkan ukuran dimensi
massa, penataan yang acak inilah yang dapat menegaskan kesan organik
pada site.

Gambar 4.46: ilustrasi penataan massa bedasarkan kontur

Konsep terasering ini juga menjadi strategi desain untuk memecahkan


masalah lahan produktif untuk penanaman teh pada site.

Gambar 4.47: ilustrasi lahan eksisting


site pada mulanya merupakan tanah berkontur yang produktif untuk teh.

Gambar 4.48: ilustrasi konsep terasering pada massa

Bangunan mengalokasikan fungsi lahan produktif diatas massa


bangunan. Fungsi roof garden pada massa menjadi ladang pengganti
beriringan dengan fungsi budidaya teh pada fungsi luar museum, dengan
konsep terasering bangunan berusaha berbaur dengan unsur utama eksisting
yaitu perkebunan teh.

93
Gambar 4.49: ilustrasi gubahan massa terhadap site

Konsep terasering membuat Massa bangunan sendiri menjadi


bentuk penyesuaian dengan kontur yang ada, arah bukaannya mengikuti arah
kontur, struktur bangunan memanfaatkan struktur tanah padat sebagai
penyokongnya. Elemen pembentuk fasad massa berasal dari konsep ruang
dalam soal enlightening solid ke arah void, dengan demikian massa menjadi
lebih variatif sesuai fungsi yang ada didalamnya.

Gambar 4.50: ilustrasi gubahan massa terhadap site

Dengan konsep terasering kontektualitas bangunan terhadap site


tetap terjaga, banyak permasalahan desain dari strategi pengalokasian lokasi
ladang produktif teh, orientasi arah view dan pola massa yang dinamis. Dapat
disimpulkan konsep ini cukup optimal.
B. Pameran
1. Konsep Pameran
Tabel 4.15 : alur pameran museum teh Kemuning

94
Ruang pameran merupakan inti cerita dari museum. Pada
museum teh Kemuning ini, cerita tentang teh sendiri itulah yang
diangkat dalam pameran. Teh mempunyai sisi lain yang menarik untuk
dikaji selain pesona dalam rasanya. Museum ini mencoba
menggabungkan cerita –cerita tentang teh yang berkembang dalam
masyarakat Indonesia maupun dunia. Terdapat 7 segmen cerita yang
di rangkai dalam satu alur linier museum, setiap segmennya
pengunjung diajak untuk mengeksplor dunia teh lebih dalam melalui
materi pameran, saranaa edukasi, ataupun atraksi interaktif yang
mengajak keterlibatan pengunjung didalamnya.
Tabel 4.16 : skema zona introduction

Dalam zona ini, pengunjung diajak untuk belajar mengerti apa


teh sebenarnya, bagaimana tanaman teh dibudidayakan sebelum
menjadi sebuah teh, apa saja kandungan dan khasiat yang di dapat

95
saat mengkonsumsi lain, selain itu terdapat berbagai trivia – trivia
tentang sisi lain teh yang belum diketahui oleh orang banyak.

Gambar 4.51: ilustrasi karakter ruang

• Pada pembagian zona ruangnya, pengunjung akan melalui runag


transisi kecil yang berisi tentang fakta –fakta dan pertanyaan tentang
teh yang dapat memancing antusiasme pengunjung. Zona ini
ditempatkan pada zona pameran kecil untuk mempertegas kesan
hangat dari teh.
• Selanjutnya pengunjung memasuki zona trivia pertama yang
memberikan sisi lain tentang pengetahuan teh di dunia. Zona ini
berada pada ruangan yang lebih besar untuk menekankan kesan
pengetahuan teh yang luas pada pengunjung. Disini terdapat
beberapa atraksi dari instalasi – instalasi pameran berkaitan tentang
teh.
• Pada tahap selanjutnya pengunjung akan dibawa ke ruang semi
terbuka seperti garden museum untuk memperoleh penjelasan
tentang budidaya teh dan daun teh sendiri, zona ini berada diluar
untuk menyesuaikan materi pameran yang ada.
• Dan terakhir pengunjung akan masuk pada zona trivia akhir yang
memberikan pengetahuan tentang teh secara mendalam, bentuk
ruangannya pun lebih menekankan pada skala yang lebih.
Tabel 4.17 : skema zona tea making

96
Selanjutnya pengunjung diajak untuk mempelajari proses
pembuatan teh, dimana teh sendiri dibedakan jenisnya bedasarkan
proses pembuatannya. Materi pameran disampaikan melalui panel
interaktif, media visual, dan proses alami secara langsung. Setelah
mengetahui prosesnya pengunjung akan melihat hasil jadi jenis –jenis
teh lengkap dengan contoh tehnya. Tidak hanya itu pengunjung juga
dapat menikmati hasil minuman teh yang di proses secara langsung
disini.

Gambar 4.52: ilustrasi karakter ruang

• Pada materi tea making dan proccessing pengunjung akan dibawa


kesuatu ruangan besar yang berisi panel penjelasan pembuatan teh,
atau pengunjung juga dapat memilih berada dalam suatu ruang
audio visual yang menayangkan film tentang pemrosesan teh
tersebut.
• Setelah mengerti proses tentang teh, pengunjung telah mengerti
beberapa klasifikasi teh, pada suatu ruang pameran besar
97
selanjutnya pengunjung akan mendapatkan materi tentang
beberapa jenis teh dari, struktur tehnya, pengolahannya, hingga
dapat mencicipi perbedaan rasa teh – teh tersebut.
Tabel 4.18 : skema zona world of tea

Setelah memasuki zona tea making dan introduction, pengunjung


dianggap sudah memiliki modal yang cukup akan pengetahuan teh
sehingga tur dilanjutkan menuju materi utama yaitu budaya teh.
Sebagai pembukaan pengunujung memasuki zona world of tea disini
pengunjung akan diajak mengenal budaya dan perkembangan teh dari
sudut pandang berbagai negara. Negara - negara yang dipilih mewakili
budaya teh modern dan kuno pada masa itu. Materi materi ini nantinya
digunakan sebagai pengantar budaya teh di Indonesia. dengan media
diorama –diorama dan panel –panel interaktif,

98
Gambar 4.53: ilustrasi zonasi

• Pada zona tea origin pengunjung akan dibawa kebeberapa ruang


kecil yang berisi tentang infografik teh diibeberapa negara didunia,
bagaimana kultur yang ada, pembuatan, dan jenis – jenis teh yang
berkembang pada masing – masing negara terebut. Materi akan
disajikan dalam panel interaktif, diorama, dan media instalasi
edukatif.
• Terdapat pula ruang – ruang besar yang menjadi kumpulan
beberapa kultur budaya teh seperti pada eropa barat, materi yang
disajikan berasal dari negara – negara minor yang mengkonsumsi
teh.
• Pada zona China, Jepang, dan Korea, pengunjung akan dibawa
kembali pada suatu garden museum, disini pengunjung akan diajak
untuk merasakan atmosfer budaya teh asia yang kental pada masa
awal perkembangan teh saat itu. Setting di tempat semi terbuka ini
untuk menekankan kesan budaya teh pada negara – negara tersebut
yang lebih banyak bertempat ditempat – tempat terbuka untuk
mendekati sumber dimana teh berasal dalam aktivitas upacara atau
minum tehnya.
Tabel 4.19 : skema zona tea culture

Zona Tea Culture merupakan zona utama museum, disini


pengunjung diajak menelusuri kembali kejayaan teh masa lalu dimana
teh berkembang pesat saat adanya cultuurstelsel. Pengunjung diajak

99
mengenal tradisi dan budaya teh pada tiap daerah di Indonesia dengan
media diorama –diorama dan panel –panel interaktif, bagaimana
masyarakat jaman itu sangat menghargai nilai dan unsur budaya teh di
Indonesia.

Gambar 4.54: ilustrasi karakter ruang

• Pada zona cultuur stelsel pengunjung akan dibawa ke sebuah


ruangan yang intim untuk memberikan kesan empati bagaimana teh
dapat berkembang pada masa kolonialisme dulu.
• Sama seperti zona sebelumnya pengunjung akan dibawa keruangan
demi ruangan sesuai materi yang akan diberikan, tiap ruangan
mewakili suatu daerah di Indonesia yang diangkat.
• Tiap ruangan memiliki tensi kejutan ruang yang semakin besar pada
akhirnya hingga ke area Indonesia timur, pengunjung akan masuk
kedalam garden museum lagi.
Tabel 4.19 : skema zona origin of Kemuning

100
Setelah flashback pada perkembangan teh dan budayanya di
Indonesia, pengunjung diajak untuk mengenal perkebunan Kemuning
ini sendiri lebih jauh, bagaimana Kemuning bisa berkembang menjadi
satu perkebunan teh yang besar di Indonesia, bagaimana kontribusi
dan sepak terjang perkenbunan ini sejak politik tanam paksa hingga
sekarang, polemik serta intrik kekuasaan tanah kemuning yang sudah
terjadi sejak seabad yang lalu. Materi –materi ini nantinya yang
membuat persepsi pengunjung tentang kemuning menjadi berbeda.

Gambar 4.55: ilustrasi karakter ruang

• pada zona ini, pengunjung akan memasuki ruang – ruangan


pameran kecil yang berisikan materi – materi tentang sejarah awal
kemuning.
• Pengunjung juga akan dibawa melewati diorama – diorama
peristiwa bersejarah yang terjadi pada kemuning, pada ruang semi
terbuka.
• Sebagai penutup tur terdapat deck observasi terbuka yang dapat
digunakan pengunjung untuk melihat kenampakan alam secara lebih
luas, dan tentunya dengan berbagai trivia – trivia tentang Kemuning
yang disajikan dengan panel interaktif.
Tabel 4.21 : skema zona tea workshop

101
Zona tea workshop menjadi penutup rangkaian tur, dimana
semua ilmu yang didapat didalam museum bisa diaplikasikan disini,
pengunjung dapat merasakan bagaimana pembuatan teh dari metoda
penanaman hingga menjadi teh mentah di zona ini, zona ini di
integrasikan secara langsung dengan fungsi budidaya di ruang luar
museum. pengunjung dapat membuat sendiri teh yang ada sesuai
dengan kultur mana yang di inginkan sekaligus dapat menikmati hasil
buatan tehnya sendiri disini. Terdapat pula amphitheatre yang dapat
digunakan pengunjung untuk menikmati perform art dan workshop teh
dalam skala besar.
2. Elemen Ruang Pamer
a. Konsep Ruang Pamer
Ruang pameran museum teh Kemuning memiliki pembagian
zona – zona kecil untuk mendapatkan kesan keintiman ruang, sesuai
dengan konsep enlightening yang ingin dicapai dalam ruang dalam
bangunan. Ruang pameran di desain dengan memanfaatkan efek
kejutan ruang. Geometri ruang dibuat dengan mengalihkan persepsi
pengunjung sebelum masuk kedalam zona yang lebih intim. Konsep ini
membuat kesan awal ruang yang kecil menjadi besar bila kita
memasukinya atau sebaliknya.

102
Gambar 4.56: ilustrasi salah satu massa ruang pameran

Massa tiap ruang pamer dibedakan untuk menciptakan kesan


kejutan dan membalikkan persepsi awal pengunjung, selain untuk
menegaskan kesan pencerahan akan hal baru yang didapat
(enlightening) hal ini dapat menjadi daya tarik pengunjung untuk
memasuki ruangan demi ruangan selanjutnya.

Gambar 4.57: massa membalikkan persepsi awal pengunjung


b. Konsep Display Objek
Display objek pameran dibedakan sesuai dengan kebutuhan
materi pameran. Museum teh Kemuning ini pembedaan cara display
dimaksudkan untuk membatasi peredaan segmen cerita pada alur
museum. akan tetapi tidak semua materi pameran dalam suatu segmen
ruang diharuskan memakai cara display yang sama. Terdapat beberapa
cara display yang digunakan museum ini.

1 2 3

103
4 5 6
Gambar 4.58: ilustrasi panel
1. Panel display berdiri difungsikan untuk memamerkan poster
atau gambar- gambar interaktif berukuran besar seperti
penjelasan tentang teh pada zona introduction.
2. Panel meja ini difungsikan untuk memamerkan objek – objek
berukuran kecil. Sebagai contoh hasil jadi teh kering. Pada
zona tea making
3. Panel gantung difungsikan untuk memamerkan poster atau
gambar- gambar interaktif berukuran sedang seperti
penjelasan tentang teh pada zona introduction, world of tea,
Tea Culture, Origin of Kemuning.
4. Panel digital interaktif ini merupakan sebuah informasi digital
yang melibatkan pengunjung dalam penggunaannya,
aplikasi bisa dalam setiap zona pameran.
5. Panel instalasi ini berfungsi untuk memamerkan benda 3D
dan poster informasi secara bersamaan dalam bentuk
instalasi seni 3D. Aplikasinya bisa disetiap zona pameran.
6. Diorama berfungsi untuk menjelaskan suatu rekam kejadian,
dalam museum ini bisa berupa rekam budaya minum teh
yang dipamerkan dan bagaimana suasana yang ingin
disampaikan. Diorama diaplikasikan pada zona tea making,
world of tea, Tea Culture, Origin of Kemuning.

c. Konsep Lighting
Peran lighting disini untuk menciptakan ambiance dari konsep
enlightening pada ruang dalam museum. pencahayaan digunakan
hanya untuk menyinari objek pameran, bila penggunaan dibaurkan
dengan konsep massa ruang pameran yang memiliki efek kejutan,

104
maka akan tercipta efek enlightening pada objek pameran. Objek
pameran diibaratkan suatu pengetahuan yang belum tereksplor dimana
pengunjunglah yang akan mencari cahaya yang menerangi objek
pameran tersebut.

Gambar 4.59: ilustrasi lighting pada ruang pameran

Enlightening juga bisa berarti penunjuk dimana cahaya disini


berfungsi sebagai penunjuk arah alur museum untuk para pengunjung.
Alur tiap zona dan fungsi ruangnya pun dibedakan menurut pola cahaya
yang nantinya akan menjadi guide penunjuk arah selama tur didalam.

Gambar 4.60: lighting sebagai penunjuk arah

C. Material
Museum Teh Kemuning didirikan diatas tanah andosol coklat yang
masih subur sebagai lahan pertanian produktif. Dengan adanya bangunan
museum baru ini dapat memberikan dampak kerusakan lingkungan baik secara
kimia maupun fisik. Penggunaan material yang tepat dalam bangunan dapat
meminimalisir dampak negatif tersebut. Karena itu museum ini akan lebih
banyak mengeksplor penggunaan material organik yang ramah lingkungan.
Berikut beberapa konsep material organik yang akan diterapkan pada museum
teh kemuning:

105
a. Bahan material merupakan bahan material yang mudah terurai
secara alami dan dapat diperbaharui dalam jangka waktu yang
pendek. Seperti kayu, batu bata, tanah liat. Dll.
b. Tidak mengandung bahan kimia beracun yang berbahaya bagi
kesehatan dan lingkungan sekitar.
c. Material alam yang digunakan merupakan representasi konsep
budaya teh indonesia, tidak menutup kemungkinan menonjolkan
sisi kealamian tentang alam Kemuning itu sendiri.
d. Penggunaan material organik tetap di kolaborasikan dengan
material anorganik sesuai dengan konsep statis dinamis, dan
penggunaannya disesuaikan dengan karakter tiap-tiap ruang pada
bangunan.
D. Sistem Bangunan
1. Struktur
Site berada di lahan yang berkontur curam. Konsep strukturnya
sendiri lebih mengedepankan aspek kontekstualitas bangunan
terhadap site, sehingga tidak mengganggu fungsi yang ada dalam
bangunan dengan memanfaatkan teknologi struktur bangunan pada
tanah berkontur.
Penyelesaian kontur pada lahan bisa menggunakan sistem cut
and fill untuk meratakan tanah. Penggunaan sistem ini lebih
menguntungkan dari segi biaya dan operasional, selain itu tanah yang
diambil dapat dimanfaatkan untuk fungsi lain seperti pengadaan fungsi
penanaman pada roof garden.

Gambar 4.61: sistem cut and fill untuk meratakan tanah


Sumber : Appidianto (2013)
Struktur komponen mekanik bangunannya sendiri dapat terdiri
dari dinding – dinding penahan konvensional, baik penopang gravtasi
atau jenis, atau bahkan sturktur tanahnya yang diperkuat..teknik -teknik

106
tersebut digunakan untuk menstabilisasi struktur tegangan lateral dari
tanah yang ada ada site.

Gambar 4.62: sistem penempatan pondasi pada lahan berkontur


Sumber : Appidianto (2013)
Dengan penggunaan sistem tersebut, hal lain yang perlu
diperhatikan adalah pentingnya drainase yang tepat. Mekanis struktur
drainase , seperti culvert dan parit.
2. Penghawaan
Sistem penghawaan menggunakan sistem penghawaan alami
dan buatan, sistem penghawaan alami menggunakan ventilasi dan
bukaan pada bagian tengah bangunan karena adanya garden museum.
garden museum disini juga difungsikan sebagai tempat pertukaran
udara dalam bangunan utama museum. selain penggunaan
penghawaan alami museum juga menggunakan pengahawaan buatan
(AC) pada bagian ruang – ruang tertentu seperti pada Audio Visual.

107
Gambar 4.63: garden museum sebagai ruang transpirasi
Garden museum juga dapat diibaratkan seperti oasis ruang
pada museum sebagai tenpat transpirasi udara panas dan dingin dalam
museum, hal ini juga yang nantinya memberikan kesan dinamis
museum diantara massa – massa interior museum yang terkesan lebih
statis.
3. Jaringan air bersih dan air kotor

Sumur air
bersih

Jaringan
Tranmisi

Penyimpanan

Jaringan
distribusi

Pemakaian

Gambar 4.64: Skema air bersih


Jaringan air bersih sendiri memiliki sumber yang berasal dari
PDAM setempat kemuning, kemudian disalurkan melalui jaringan
transmisi sampai kemudian ditampung pada bak penampungan pada
site. Sistem jaringan air bersih menggunakan down feed system.
Sistem ini daat memanfaatkan perbedaan level ketinggian pada kontur
dan gaya gravitasi dalam distribusi air bersihnya. Tangki utama dapat

108
diletakkan pada bagian yang memiliki level ketinggian tertinggi pada
site agar dapat mengoptimalkan kerja gaya gravitasinya.
Untuk jaringan air kotor sendiri selain air kotor yang nantinya
dibuang pada saluran kota, air akan diproses pada suatu water
treatment tank yang dapat memisahkan air kotor dari elemen-elemen
kimiawi yang berbahaya pada lingkungan. Museum ini juga
memanfaatkan sistem pengolahan limbah grey water tadi sebagai
sumber air yang digunakan untuk penyiraman tanaman teh sendiri,
serta penggunaan yang lain sebagai jaringan sprinkler, dan water flush
pada toilet.
E. Atraksi
1. Tea Gallery
Galeri teh menjadi sebuah unsur sekunder museum yang
penting pada museum teh Kemuning. Terdapat 2 macam galeri teh
pada museum ini, yang pertama galeri teh komersial. Galeri teh ini
terletak pada ruang luar museum yang merupakan salah satu bentuk
retail tambahan yang memang menjual produk teh asli kemuning,
dengan adanya galeri ini maka fungsi amenitas pengunjung akan
produk teh kemuning dapat terselesaikan. Produk teh yang ditawarkan
merupakan olahan langsung dari workshop pengolahan yang dimiliki
museum teh kemuning ini sendiri.
Tabel 4.22 : skema alur tea production

Yang kedua merupakan galeri teh yang difungsikan sebagai


salah satu atraksi ruang dalam, galeri ini tidak bersifat komersil karena
merupakan salah satu rangkaian dari tur museum. letaknya berada
diruang dalam museum, selain menjadi sarana pembelajaran
pengunjung untuk mencicipi berbagai macam jenis dan olahan teh,
galeri ini berfungsi sebagai rest area ruang dalam museum, teh yang

109
ditawarkan pun merupakan hasil dari olahan workshop pengolahan teh
yang dimiliki museum ini.
2. Workshop
Workshop merupakan kegiatan penunjang pameran museum,
disini pengunjung diajak untuk terjun langsung untuk mengaplikasikan
ilmu yang didapat dari tur didalam museum. kegiatan ini terintegrasi
langsung dengan kegiatan budidaya teh diruang luar museum.
Alur workshop seperti berikut.
Tabel 4.23 : skema alur tea workshop

Pengunjung mengikuti alur workshop dari engarahan hingga


praktik singkat, pada tahap tea plantation pengunjung diajak ke ruang
luar bangunan dimana zona budidaya berada, pengunjung diajak untuk
belajar menanam tanaman teh dari bibit, bagaimana belajar cara
membudidayakannya dalam tahap tea harvesting, bagaimana
memanennya dalam tahap tea harvesting. Kemudian pengunjung
diawa kembali menuju kedalam ruang dalam untuk melihat proses
pembuatan teh mentah secara singkat ditahap tea proccesing. Pada
tahap Tea making, dengan mengambil sub kultur yang telah dipelajari
didalam museum, pengunjung dapat bereksperimen dan
mempraktikkan cara pembuatan minuman teh sesuai dengan kultur
yang diinginkan sesuai dengan intruksi dari tea master yang memandu
workshop.
3. Tea Walk
Tea walk merupakan alternatif cara pembelajaran struktur teh
dan pengenalan teh secara langsung di perkebunan teh. Selain

110
perkenalan teh pengunjung diajak untuk menjelajahi jalan setapak
diperkebunan kemuning sambil mendapatkan penjelasan tentang
perkebunan ini. tea walk memiliki pos pemberangkatan pengunjung
yang terintegrasi dengan ruang luar museum.

Gambar 4.65 : Tea walk


Sumber: http://www.kemlu.go.id/ dan angscript.files.wordpress.com diakses tanggal 5 des 2014

4. Downhill & Trail Track


Merupakan aktivitas tambahan yang di integrasikan pada
ruang luar museum, museum akan mewadahi aktivitas ini dengan
menambahkan fungsi pos dan jalur khusus untuk pengunjung, dengan
adanya aktivitas ini animo masyarakat tentang kemuning dan potensi
awalnya tidak menghilang.

Gambar 4.66 : Trail Track


Sumber: http://www.kemlu.go.id/ dan angscript.files.wordpress.com diakses tanggal 5 des 2014

111

Anda mungkin juga menyukai