Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit


hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.
Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan
dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati
yang tampak saat otopsi.1
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks
ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respons
fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar
pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.1,2
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian
utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau
kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal
hati fulminan (fulminant hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus
(virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides
atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai
macam penyebab lain yang jarang ditemukan.5
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun
dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan
diagnosis klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di
bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 - 8,4% di Jawa dan
Sumatra, sedang di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan
rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di
bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47, 4% dari seluruh pasien penyakit hati
yang dirawat.6

0
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan
penyakit kronik progresif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas jika tidak ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat
dilakukan jika para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko,
etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala klinis dari sirosis hati. Oleh karena
itu, penulis mengangkat sirosis sebagai tema presentasi kasus ini dengan harapan
agar kita mampu mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini, sehingga kita
mampu menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap pasien.

1
BAB II
ANALISA KASUS

Sirosis Hepatis (SH) merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati
progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul
degeneratif. Gambaran morfologi dari SH terdiri dari fibrosis difus, nodul
regeneratif, perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular
intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika)
dan eferen (vena hepatika) (Nurdjanah, 2009)

II.1 Epidemiologi6
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Adapun pada pasien ini, berjenis kelamin wanita dengan usia 48 tahun.
II. 2. Patofisisologi

2
II.2 Klasifikasi Sirosis Hepatis
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :7,8
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

3
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider neavi, ascites, edema dan
ikterus.
Pada pasien ini didiagnosis sebagai sirosis hepatis dekompensata karena
telah terdafat menifestasi klinis yang jelas seperti asites, venektasi, splenomegali,
hematemesis dan melena.

4
III.3 Etiologi 10
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah:
1. Penyakit infeksi (bruselosis, ekinokokus, skistomiasis, toksoplasmosis,
hepatitis B, hepatitis C)
2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit
Wilson, Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpnan
glikogen)
3. Obat dan toksin (alkohol, amiodarpn arsenik obstruksi bilier, penyakit
perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis
primer)
4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis
kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis)
Pada pasien ini, etiologi yang mungkin menyebabkan terjadinya sirosis
hepatis adalah infeksi virus hepatitis kronik (hepatitis B atau hepatitis C). Hal ini
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat transfusi darah sebelumnya. hal
ini didukung pula dengan hasil pemeriksaan sero imunologi HbsAg (+) pada
pasien ini yang berarti pasien adalah pengidap hepatitis B kronik..

III.4 Tanda dan Gejala Klinis


III.4.1 Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat
tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan
dan gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah : kulit berwarna
kuning, rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat
badan, nyeri perut dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi
dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan
yang membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata
selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis
dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus,
perdarahan varises, asites, atau ensefalopati.

5
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan
perdarahan varises5 :
 Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,
 Stadium 2: varises, tanpa ascites,
 Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan
 Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata,
semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata.
Pada pasien ini, didapatkan adanya ascites dan adanya perdarahan yang terbukti
dengan adanya muntah darah dan BAB berwarna hitam, juga adanya keluhan
naffsu makan berkurang, mual, sehingga memperkuat diagnosis sirosis hepatis
dekompensata.

III.4.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis antara
lain:
1. Spider naevi
2. Eritema palmaris
3. Ginekomastia
4. Fetor hepatikum
5. Splenomegali
6. Asites
7. Ikterus
Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan fisik berupa splenomegali, asites.

6
II.4.3 Pemeriksaan Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium
antara lain:
1. SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya
SGOT>SGPT
2. Alkaline fosfatase meningkat
3. Bilirubin meningkat
4. Albumin menurun sedangkan globulin meningkat

7
5. PT memanjang
6. Na menurun
7. Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia

Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang


mendukung untuk ditegakkannya diagnosis sirosis hepatis dekompensata yaitu
adanya peningkatan SGOT (110 U/l), SGOT>SGPT, bilirubin meningkat
(bilirubin direk=0,58), rasio albumin:globulin terbalik (2,1:2,2), dan adanya
kelainan hematologi berupa trombositopenia (trombosit: 69.000/mm3).

II.5 Diagnosis
Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat
ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium yang telah diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan untuk memperkuat diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien ini
adalah USG abdomen. Adapun hasil USG abdomen pada pasien ini menyatakan
bahwa gambaran hati pada pasien ini sesuai dengan gambaran sirosis hepatis yaitu
ukuran hepar mengecil, permukaan tidak rata, parenkim kasar, disertai pula
dengan pembesaran ukuran lien.

8
Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka
dapat dilakukan rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan
endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan
endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan
endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan varises besar, maka secepatnya
dilakukan tindakan preventif untuk mencegah perdarahan pertama.3
Pada pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat penyebab terjadinya
hematemesis dan melena. Umumnya kedua hal tersebut disebabkan pecahnya
suatu varises esofagus atau adanya gastritis erosif. Bila nanti pada pemeriksaan
endoskopi ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan
mendukung diagnosis sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya varises
esofagus merupakan manifestasi dari hipertensi portal
2. Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan
antara hepatitis kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis
dini. Oleh karena itu pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan
pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan
keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi sel hati, maka diagnosi sirosis
hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.

II.6 Komplikasi 10
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasi yang
ditimbulkannya Komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis

9
antaralain:

1. Perdarahan gastrointestinal
2. Ensefalopati hepatik.

Tanda – tanda
Asteriksis,

kesulitan bicara,

kesulitan menulis

sedikit perubahan kepribadian dan tingkah


laku, termasuk penampilan yang tidak terawatt
baik, pandangan mata kosong, bicara tidak
jelas, tertawa sembarangan, pelupa, dan tidak
mampu memusatkan pikiran, penderita
mungkin cukup rasional, hanya terkadang tidak EEG
kooperatif atau sedikit kurang ajar, afektif (+)
hilang, eufori, depresi, apati.
Tingkat kesadaran somnolen, tidur lebih
banyak dari bangun, letargi.
Stadium 1
Predromal

Asteriksis,
fetor hepatik
(++)
Stadium 2 Pengendalian sfingter kurang.kedutan otot
Koma generalisata dan asteriksis merupakan temuan
ringan khas. Kebingungan, disorientasi, mengantuk

Stadium 3 Terjadi kebingungan yang nyata dengan Asteriksis, fetor (+++)


Koma perubahan tingkah laku yang mencolok. hepatic, lengan kaku,

10
hiperreflek, klonus,
Penderita dapat tidur sepanjang waktu, bangun grasp dan sucking
mengancam hanya dengan rangsangan. reflek.

Penderita masuk ke dalam tingkat kesadaran


koma sehingga muncul reflex hiperaktif dan
tanda babinky yang menunjukkan adanya
kerusakan otak lebih lanjut. Napas penderita
akan mengeluarkan bau apek yang manis (fetor
hepatikum). Fetor hepatikum merupakan tanda
Stadium 4 prognosis yang buruk dan intensitas baunya
Koma sangat berhubungan dengan derajat
dalam kesadarannya.

3. Koma hepatikum
4. Hipertensi portal
5. Sindroma hepatorenal
6. Karsinoma hepatoseluler
7. Peritonitis bakterial spontan
Pada pasien ini didapatkan hasil anamnesis berupa adanya muntah darah
dan BAB berwarna hitam. Hal ini adalah komplikasi perdarahan gastrointestinal
yang kemungkinan disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, namun hal ini
masih harus dikonfirmasi lagi dengan pemeriksaan endoskopi yang telah
direncanakan pada pasien ini.x

III.7 Penatalaksanaan9,10
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori,
protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
 Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba dengan
interferon alfa dan lamivudin.

11
 Pada sirosis alkoholik, maka pengobatan utama adalah menghentikan
secara total konsumsi alkohol oleh pasien.
 Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif
 Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon dan
ribavirin merupakan terapi standar.
d. Pengobatan fibrosis hati
Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada peradangan
dan tidak terjadap fibrosis.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites2,9,10
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
 istirahat
 diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan
diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal
maka penderita harus dirawat.
 Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya
kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat
pemberian diuretik adalah hipokalemia (khususnya penggunaan
furosemid) dan hal ini dapat mencetuskan ensefalopati hepatik, maka
pilihan utama diuretik adalah spironolakton, dan dimulai dengan dosis
rendah 100-200mg, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4
hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka
dapat kita kombinasikan dengan furosemid 20-40mg/hari (dengan
pengawasan terhadap kadar kalium darah). Respon diuretik bisa
dimonitor dengan penurunan BB + 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau +
1kg/hari dengan edema kaki
 Parasintesis

12
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan
konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis.
Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar. Mengenai parasintesis
cairan asites dapat dilakukan 4-6 liter/hari, dengan catatan harus
dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang
dikeluarkan. Ternyata parasintesis dapat menurunkan masa opname
pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin <
40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3,
creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
b. Peritonitis bakterial spontan
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati
dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada
sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus
penyakit ini timbul selama masa rawatan.
c. Hepatorenal syndrome
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih
dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai
keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :3,4,8,9
 Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
 Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
 Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
 Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,
Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
 Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade
dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.
d. Ensefalophaty hepatic

13
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit
hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian,
gelisah sampai ke pre koma dan koma.Pada umumnya enselopati Hepatik
pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi,
perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.8,9
e. Perdarahan gastrointestinal
Penyebab dari perdarahan gastrointestinal yang paling sering pada pasien
sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan
manifestasi dari hipertensi portal dan penyebab dari sepertiga kematian.
Pengobatan yang dilakukan pada keadaan akut adalah tamponade dengan
alat pipa Sengstaken-Blakemore dan Minessota. Selanjutnya dapat
dilakukan tindakan ligasi endoskopi. Sedangkan untuk pencegahan dan
penatalaksanaan setelah perdarahan dapat diberikan preparat propanolol
untuk menurunkun hipertensi portal.
Penatalaksanan terhadap sirosis dan komplikasinya yang dilakukan pada
pasien ini antara lain:
1. Istirahat
2. Diet rendah garam, merupakan terapi lini pertama pada asites yang ringan
atau sedang
3. Diuretik, untuk membantu mempercepat diuresis maka diberikan preparat
diuretik. Pada tahap pertama hanya diberikan spironolakton, lalu dilanjutkan
dengan penambahan furosemid untuk meningkatkan laju diuresis. Pada
pasien ini, respon diuretik sepertinya cukup baik karena selama + 5 hari
perawatan, didapat penurunan BB + 7kg atau rata-rata 1,4kg/hari.
4. Preparat propanolol diberikan pada pasien ini untuk menurunkan hipertensi
portal dan mencegah terulangnya perdarahan gastrointestinal
5. Untuk mencegah ensefalopati hepatik, maka diberikan preparat laktulak
(laktulosa) karena dapat membantu mengeluarkan amonia dari tubuh pasien.
Selain itu juga diberikan Kanamisin untuk membunuh bakteri-bakteri yang
menghasilkan amonia di dalam usus.

14
III.7 Prognosis10
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Indeks hati dapat dipakai untuk menentukan prognosis sirosis hati dengan
hematemesis melena yang mendapat terapi medik.

Indeks Hati
Nilai
0 1 2
Albumin (g%) >3,6 3,0-3,5 <3,0
Bilirubin (mg%) <2,0 2,0-3,0 >3,0
Gangguan kesadaran - Minimal +
Asites - Minimal +

Keterangan nilai: Kegagalan hati ringan : indeks hati 0-3


Kegagalan hati sedang : indeks hati 4-6
Kegagalan hati berat : indeks hati 7-10
Pada pasien ini didapat Albumin 2,2 g%, Bilirubin 0,58 mg%, Tidak ada
gangguan kesadaran, dan asites (+). Didapatkan indeks hati = 4 yang berarti
terdapat kegagalan hati sedang berarti angka kematiannya 18-40%. Prognosis quo
ad vitam adalah dubia ad malam dan prognosis quo ad functionam adalah malam.

15
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas
 Nama : Tn. s
 Umur : 67 tahun
 Jenis Kelamin : perempuan
 Alamat : Purworejo
 Pekerjaan : Tidak bekerja
 Agama : Islam
 Tgl masuk RS : 27 september 2017
 Bangsal : Aster

Keluhan utama : Perut membesar


Keluhan tambahan : perut terasa sebah, sesak nafas, kedua kaki bengkak, sulit
tidur

Riwayat Perjalanan Penyakit


± 1 minggu SMRS, os mengeluh badan mudah lelah lemah dan perutnya
membesar. Pembesaran perut tanpa diawali pembengkakan pada kedua tungkai
dan sembab kedua mata pada pagi hari. Os juga mengeluh mual, muntah tidak
ada, nyeri ulu hati tidak ada. Demam tidak ada, BAK dan BAB biasa. Nafsu
makan berkurang.
± 2 hari SMRS, os mengeluh BAB hitam, frekuensi ± 4x, konsistensi
lembek, banyaknya ± 1 gelas besar setiap kali BAB. Keluhan perut membesar ada.
Mual ada, muntah tidak adanyeri ulu hati tidak ada. Demam ada, BAK biasa
dengan warna seperti teh tua. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa lemah.
± 6 jam SMRS Tjitrowardoyo Perut membesar, mual ada, nyeri ulu hati
tidak ada, demam ada, BAB biasa. Akhirnya os berobat ke RSUD Tjitrowardoyo
dan telah dirawat di bangsal Aster .

16
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat sakit asma disangkal.
 Riwayat pernah transfusi darah ada.
 Riwayat sakit kuning disangkal.
 Riwayat Diabetus Militus disangkal.
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat Muntah darah dan BAB hitam (+)
 Riwayat keluhan mudah lelah sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal
 Riwayat penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat Kebiasaan
 Riwayat minum jamu dan obat-obatan penghilang nyeri disangkal.
 Riwayat minum alkohol disangkal

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak Lemah
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 92 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu badan : 36,7 ºC
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 47 kg
IMT : 20,89 kg/m2
RBW : 104,4 %
Status gizi : normal

17
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-),
sianosis (-), spider naevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan
rambut normal.

Kelenjar
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.

Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi biasa, warna rambut hitam, rambut mudah rontok
(-), deformitas (-).

Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjunctiva palpebra
pucat (-), sklera ikterik (+), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke
segala arah baik.

Hidung
Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-)

Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan
processus mastoideus (-)

Mulut
Sariawan (-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor
(-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-)

18
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2)
cmH2O, hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)

Dada
Bentuk normal, retraksi (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), spider nevi (-)
Paru:
Inspeksi : statis: dinamis; simetris kanan = kiri
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri:
línea midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi : HR 92 kali/menit, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : cembung, venektasi (+), caput medusae (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba, lien teraba
schuffner 2, permukaan rata, tepi tajam, incisura lienalis teraba.
Perkusi : timpani, shifting dullness(+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Kesan : Ascites

Genital : tidak ada kelainan

Ekstremitas atas : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-),

19
turgor kembali lambat (-), eritema palmaris (-),
akrosianosis(-)
Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (+) pada kedua tungkai,
jaringan parut (-), pigmentasi normal, jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), akrosianosis (-)

Pemeriksaan Penunjang (26 september 2017)


Hematologi:
Hb 12,2 g/dl,
eritrosit 4.000.000/mm3, Ht 36 vol %, leukosit 12,5/mm3, MCV 90,MCH 30,
MCHV 34
Kesan: leukositosis (infeksi/inflamasi)

Kimia klinik: SGOT 521U/l, SGPT 534 U/l,

Pemeriksaan Penunjang (27 September 2017)


Hb 8,3 g/dl, Ht 25 vol %, leukosit 9800/mm3, Trombosit 110.000/mm3, LED 60
mm/jam, DC 0/2/0/83/14/1

Pemeriksaan USG Abdomen (11 september 2017)


Hepar : echostruktur inho,ogen dengan lesi noduler hpoechoic, tak tampak
lesi hiper/hipochoik sudutlancip, tepi irregular
Gall Blader : Bentuk dan ukuran normal, isi kosong, dinding tebal.
Asites : (+)
Lien : Bentuk membesar, parenkim halus homogen.
Ginjal : Bentuk dan ukuran normal, kortek dan medula jelas.

Kesan :Susp. Sirosis hepatis

Resume

20
Dari anamnesis didapatkan bahwa, ± 1 minggu SMRS, os mengeluh
badan mudah lelah lemah dan perutnya membesar. Os juga mengeluh mual,
muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. BAK dan BAB biasa. Nafsu makan
berkurang. Os berobat di RS palangbiru, os mengeluh BAB hitam, frekuensi ± 4x,
konsistensi lembek, banyaknya ± 1 gelas besar setiap kali BAB. Keluhan perut
membesar ada. Mual ada, muntah tidak ada. Demam ada, BAK biasa dengan
warna seperti teh tua. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa lemah. ± 6 jam
SMRS Tjitrowardoyo Perut membesar, mual ada, nyeri ulu hati tidak ada, demam
ada, BAB biasa. Akhirnya os berobat ke RSUD Tjitrowardoyo dan telah dirawat
di bangsal Aster .Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, os mengatakan tidak
pernah transfusi darah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak lemah,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 92 kali/menit
reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 20 kali/menit, suhu badan 36,7 0C,
Abdomen: cembung, venektasi (+), lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), lien
teraba schuffner 2, permukaan rata, tepi tajam, incissura lienalis teraba, shifting
dullness (+).
Pemeriksaan penunjang: Hematologi: Hb 12,2 g/dl,
eritrosit 4.000.000/mm3, Ht 36 vol %, leukosit 12,5/mm3, MCV 90,MCH 30,
MCHV 34 Kesan: leukositosis (infeksi/inflamasi) Kimia klinik: SGOT 521U/l,
SGPT 534 U/l
Diagnosis Sementara

Diagnosis Banding
 Hematemesis melena ec gastritis erosif

Rencana Pemeriksaan:
 Benzidine Test  Biopsi hati
 Kontrol Balance Cairan  Serologi
 Endoskopi

21
Rencana Penatalaksanaan
Non farmakologis :
 Istirahat
 Diet hati III dan Diet Rendah Garam
Farmakologis :
 IVFD RL gtt X/menit makrodrip
 Propanolol 2x10 mg
 Spironolakton 2x100 mg
 Asam traneksamat 3x1 amp (IV)
 Curcuma 3x1 tab
 Kanamisin 4x500 mg
 Lactulac Syrup 3x1
 Vit K 3x1 amp (IV)

Prognosis:
 Quo ad vitam : Dubia ad malam
 Quo ad functionam : Malam

Perkembangan Selama Perawatan

Tanggal 27 september 2017


S Badan lemas
Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 120/80 mmHg RR 20 kali/menit
0
T 36,6 C BB/LP 45 kg/86 cm
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (+)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)

22
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (+)spider nervi
P: lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien teraba schuffner 2, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah +/+,
Eritema palmaris (-)
Pemeriksaan Darah Rutin : Hb 9,2 g/dl, Ht 27 vol %, Leukosit
Penunjang 6400/mm3, Trombosit 161.000/mm3
Serologi : HbSAg (+)
Assessment Hematemesis melena ec ruptur varises esofagus ec sirosis
hepatis dengan perbaikan
Planning IVFD RL gtt X/menit makrodrip
Diet Hati III dan Diet Rendah Garam
Propanolol 2x10 mg
Spironolakton 2x100 mg
Curcuma 3x1 tab
Kanamisin 4x500 mg
Lactulac Syrup 3x1
Vit K 3x1 amp (IV)
Rencana benzidine test, endoskopi, biopsi hati
Pemeriksaan

Tanggal 28 september 2017


S Badan lemas
Sense sopor N 80 kali/menit
O TD 130/80 mmHg RR 20 kali/menit
0
T 36,6 C BB/LP 43 kg/84 cm
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O

23
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (+)
P: lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien teraba schuffner 2, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah +/+,
Eritema palmaris (-)
Assessment Hematemesis melena ec ruptur varises esofagus ec sirosis
hepatis dengan perbaikan
Planning IVFD RL gtt X/menit makrodrip
Diet Hati III dan Diet Rendah Garam
Propanolol 2x10 mg
Spironolakton 2x100 mg
Asam traneksamat 3x1 amp (IV)
Curcuma 3x1 tab
Kanamisin 4x500 mg
Vit K 3x1 amp (IV)
Rencana benzidine test, endoskopi, biopsi hati
Pemeriksaan

24
Tanggal 29 september 2017
S Badan lemas
Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 120/80 mmHg RR 20 kali/menit
T 36,6 0C BB/LP 40 kg/78 cm
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (+)
P: lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien teraba schuffner 2, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)
Assessment Hematemesis melena ec ruptur varises esofagus ec sirosis
hepatis dengan perbaikan
Planning IVFD RL gtt X/menit makrodrip
Diet Hati III dan Diet Rendah Garam
Propanolol 2x10 mg
Spironolakton 2x100 mg
Asam traneksamat 3x1 amp (IV)
Curcuma 3x1 tab
Kanamisin 4x500 mg
Lactulac Syrup 3x1
Vit K 3x1 amp (IV)
Rencana benzidine test, endoskopi, biopsi hati
Pemeriksaan

10
Tanggal 30 september 2017
S Badan lemas
Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 120/80 mmHg RR 20kali/menit
0
T 36,6 C BB/LP 40 kg/78 cm
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)

11
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (+)
P: lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien teraba schuffner 2, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)
Assessment Hematemesis melena ec ruptur varises esofagus ec sirosis
hepatis dengan encelopati hepatikum
Planning IVFD RL gtt X/menit makrodrip
Diet Hati III dan Diet Rendah Garam
Propanolol 2x10 mg
Spironolakton 2x100 mg
Asam traneksamat 3x1 amp (IV)
Curcuma 3x1 tab
Kanamisin 4x500 mg
Lactulac Syrup 3x1
Vit K 3x1 amp (IV)
Rencana benzidine test, endoskopi, biopsi hati
Pemeriksaan

DAFTAR PUSTAKA

1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an


overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver
Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138

2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds.
Schiff’s Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven;
2003:409-28

3. Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center


Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension

12
Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Version
1 (October 2003). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc

4. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 11 September 2009. Available


from URL: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm

5. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, 11 September 2009.


Available from URL: http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm

6. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada sirosis


hati. Thesis. Airlangga University Press, Surabaya,1983.

7. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis. Edisi
keenam, Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.

8. Guadalupe Garsia-Tsao et al. Prevention and Management of


Gastroesophagal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American
Journal of Gastroenterology. United States of America. 2007.

9. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England
Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004;350:1646-54.

10. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006;443-446

 Indications

1. Evaluating prognosis in Cirrhosis

 Criteria
1. Total Serum Bilirubin
1. Bilirubin <2 mg/dl: 1 point

2. Bilirubin 2-3 mg/dl: 2 points

3. Bilirubin >3 mg/dl: 3 points

2. Serum Albumin

1. Albumin >3.5 g/dl: 1 point

2. Albumin 2.8 to 3.5 g/dl: 2 point

3. Albumin <2.8 g/dl: 3 point

3. INR

13
1. INR <1.70: 1 point

2. INR 1.71 to 2.20: 2 point

3. INR >2.20: 3 point

4. Ascites

1. No Ascites: 1 point

2. Ascites controlled medically: 2 point

3. Ascites poorly controlled: 3 point

5. Encephalopathy

1. No Encephalopathy: 1 point

2. Encephalopathy controlled medically: 2 point

3. Encephalopathy poorly controlled: 3 point

 Interpretation
1. Child Class A: 5 to 6 points
1. Life expectancy: 15 to 20 years

2. Abdominal surgery peri-operative mortality: 10%

2. Child Class B: 7 to 9 points

1. Indicated for liver transplantation evaluation

2. Abdominal surgery peri-operative mortality: 30%

3. Child Class C: 10 to 15 points

1. Life expectancy: 1 to 3 years

2. Abdominal surgery peri-operative mortality: 82%

 References

14

Anda mungkin juga menyukai