Disusun oleh :
Ketua:
Anggota:
A4-18-01B
Dosen Pembimbing :
Jl. Pangkalan Asem Raya No. 55 Cempaka Putih Jakarta Pusat 10530
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan masalah makalah tentang reformasi birokrasi pada
administrasi publik dengan tepat waktu.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang telah kami susun
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Ruang Lingkup Penulisan........................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................... 4
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................. 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
pemerintah sering kali dipandang secara dikotomis, selain dibutuhkan
untuk melaksanakan urusan pemerintah sehari-hari, birokrasi juga sering
kali dianggap sebagai sistem yang menyebabkan jalannya pemerintahan
dan layanan publik tersendat dan bertele-tele. Gejala penyakit birokrasi
seperti ini , tampak pula dalam sistem birokrasi pemerintahan di
Indonesia. Berbagai kritik tentang in-efisiensi dalam sistem birokrasi
Indonesia, kuantitasnya yang terlalu besar dan kaku sudan sering
dinyatakan terbuka (Thoha, 1987; Dwiyanto, 2002). Sistem pencaloan
yang merajalela, nepotisme serta terjadinya berbagai patologi birokrasi
menyiratkan bahwa reformasi birokrasi pemerintah harus dilakukan.
2
pemerintahan, apatisme publik, dan berpotensi memunculkan anarkisme.
Kegagalan negara dalam arti pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
masyarkat akan menimbulkan keraguan publik terhadap urgensi
kehadiran negara dalam hal ini pemerintah. Kondisi ini bila dibiarkan akan
mengarah kepada ketidakpastian dan pelemahan jaminan hukum bagi
seluruh lapisan masyarakat.
3
penulisan makalah Pengantar Ilmu Administrasi Negara/Publik. Ruang
lingkup yang dibahas dalam makalah ini yaitu mengenai reformasi
birokrasi pada administrasi publik (sejarah birokrasi publik di Indonesia) .
4
BAB II
KAJIAN TEORITIK
5
program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada
tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat prasyarat penting
keberhasilan pembangunan.
6
ulang, yang memungkinkan adanya kejelasan antara posisi jabatan politik
dan birokrasi karier. Dengan demikian pertanggung jabaran publik bisa
didorong dengan melakukan desentralisasi kekuasaan, transparansi,
reposisi dan restrukturisasi kelembagaan pemerintah. Struktur
kelembagaan pemerintah warisan pemerintah Orde Baru perlu diperbaiki
dan disempurnakan sesuai dengan perubahan strategis nasional kita di
era reformasi ini. Selain itu dengan memperhatikan prinsip efisiensi,
penghematan, kordinasi, integrasi dan rasionalitas maka perampingan
susunan kelembagana birokrasi pemerintah perlu dipikirkan. Selain itu
efisiensi, penghematan, kordinasi, integrasi dalam susunan kelembagaan
pemerintahan perlu dilakukan sehingga tidak ada lagi kekembaran
lembaga yang tugas dan fungsinya sama.(Thoha, 2002)
B. Sejarah Birokrasi
7
4. “Gaji” dari raja kepada bawahan pada hakikatnya adalah anugerah
yang juga dapat ditarik sewaktu- waktu sekehendak raja.
8
Birokrasi pemerintahan kolonial disusun secara hierarki yang puncaknya
pada Raja Belanda. Dalam mengimplementasikan kebijakan
pemerintahan di Negara jajahan, Ratu Belanda menyerahkan kepada
wakilnya, yakni seorang gubernur jenderal. Kekuasaan dan kewenangan
gubernur jenderal meliputi seluruh keputusan politik di wilayah Negara
jajahan yang dikuasai. Gubernur Jenderal dibantu oleh para gubernur dan
residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan
di Batavia untuk wilayah provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten
terdapat asisten residen dan pengawas yang diangkat oleh gubernur
jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam menjalankan
pemerintahan sehari-hari.
9
tempo beberapa bulan. Seringnya terjadi pergantian kabinaet
menyebabkan birokrasi sangat terfragmentasi secara politik. Di dalam
birokrasi tejadi tarik-menarik antar berbagai kepentingan partai politik yang
kuat pada masa itu. Banyak kebijakan atau program birokrasi pemerintah
yang lebih kental nuansa kepentingan politik dari partai yang sedang
berkuasa atau berpengaruh dalam suatu departemen. Program-program
departemen yang tidak sesuai dengan garis kebijakan partai yang
berkuasa dengan mudah dihapuskan oleh menteri baru yang menduduki
suatu departemen. Birokrasi pada masa itu benar- benar mengalami
politisasi sebagai instrument politik yang berkuasa atau berpengaruh.
Dampak dari sistem pemerintahan parlementer telah memunculkan
persaingan dan sistem kerja yang tidak sehat di dalam birokrasi. Birokrasi
menjadi tidak professional dalam menjalankan tugas-tugasnya, birokrasi
tidak pernah dapat melaksanakan kebijakan atau program-programnya
karena sering terjadi pergantian pejabat dari partai politik yang
memenangkan pemilu. Setiap pejabat atau menteri baru selalu
menerapkan kebijakan yang berbeda dari pendahulunya yang berasal dari
partai politik yang berbeda. Pengangkatan dan penempatan pegawai tidak
berdasarkan merit system, tetapi lebih pada pertimbangan loyalitas politik
terhadap partainya.
10
hilangnya pluralitas social,politik maupun budaya. Pemerintahan Orde
Baru mulai menggunakan birokrasi sebagai premium mobile bagi program
pembangunan nasional. Reformasi birokrasi yang dilakukan diarahkan
pada :
11
pengaruh kepentingan politik partisan, sistem Patron-client yang menjadi
norma birokrasi sehingga pola perekrutan lebih banyak berdasarkan
hubungan personal daripada faktor kapabilitas, serta birokrasi pemerintah
yang digunakan oleh masyarakat sebagai tempat favorit untuk mencari
lapangan pekerjaan merupakan sebagian fenomena birokrasi yang
terdapat di banyak Negara berkembang, termasuk di Indonesia.
Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi,
tampaknya belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di
Indonesia. Perkembangan birokrasi kontemporer memperlihatkan bahwa
arogansi birokrasi sering kali masih terjadi. Kasus Brunei Gate dan Bulog
Gate setidak-tidaknya memperlihatkan bahwa pucuk pimpinan birokrasi
masih tetap mempraktikkan berbagai tindakan yang tidak transparan
dalam proses pengambilan keputusan. Birokrasi yang seharusnya bersifat
apolitis, dalam kenyataannya masih saja dijadikan alat politik yang efektif
bagi kepentingan-kepentingan golongan atau partai politik tertentu.
Terdapat pula kecenderungan dari aparat yang kebetulan memperoleh
kedudukan atau jabatan strategis dalam birokrasi, terdorong untuk
bermain dalam kekuasaan dengan melakukan tindak KKN. Mentalitas dan
budaya kekuasaan ternyata masih melingkupi sebagian besar aparat
birokrasi pada masa reformasi. Kultur kekuasaan yang telah terbentuk
semenjak masa birokrasi kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk
dilepaskan dari perilaku aparat atau pejabat birokrasi. Masih kuatnya
kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai penguasa
dan masyarakat sebagai pengguna jasa sebagai pihak yang dikuasai,
bukannya sebagai pengguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik,
telah menyebabkan perilaku pejabat birokrasi menjadi bersikap acuh dan
arogan terhadap masyarakat
Dalam kondisi pelayanan yang sarat dengan nuansa kultur kekuasaan,
publik menjadi pihak yang paling dirugikan. Kultur kekuasaan dalam
birokrasi yang dominan membawa dampak pada terabaikannya fungsi dan
kultur pelayanan birokrasi sebagai abdi masyarakat. Pada tataran tersebut
12
sebenarnya berbagai praktik penyelewengan yang dilakukan oleh
birokrasi terjadi tanpa dapat dicegah secara efektif. Penyelewengan yang
dilakukan birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa menjadikan
masyarakat sebagai objek pelayanan yang dapat dieksploitasi untuk
kepentingan pribadi pejabat ataupun aparat birokrasi. Inefisiensi kinerja
birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan
publik masih tetap terjadi pada masa reformasi. Birokrasi sipil termasuk
salah satu sumber terjadinya inefisiensi pemerintahan. Inefisiensi kegiatan
pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari masih sering terjadinya
kelambanan dan kebocoran anggaran pemerintah. Jumlah aparat
birokrasi sipil yang terlampau besar merupakan salah satu faktor yang
memberikan kontribusi terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi.
Lambannya kinerja pelayanan birokrasi dimanifestasikan pada lamanya
penyelesaian urusan dari masyarakat yang membutuhkan prosedur
perizinan birokrasi seperti pengurusan sertifikasi tanah, IMB, HO dan
sebagainya.
Sebagian besar aparat birokrasi masih memiliki anggapan bahwa
eksistensinya tidak ditentukan oleh masyarakat dalam kapasitasnya
sebagai pengguna jasa. Persepsi yang masih dipegang kuat aparat
birokrasi adalah prinsip bahwa gaji yang diterima selama ini bukan dari
masyarakat tetapi dari pemerintah sehingga konstruksi nilai yang tertanam
dalam birokrasi yang sangat independen terhadap publik tersebut
menjadikan birokrasi memiliki anggapan bahwa masayarakat-lah yang
membutuhkan birokrasi, bukan sebaliknya. Kecenderungan perilaku
birokrasi yang masih tetap korup dan belum mengubah kultur pelayanan
kepada publik, semakin terlihat pada masa reformasi. Birokrasi di
Indonesia saat ini masih dikuasai oleh kekuatan yang begitu terbiasa
berperilaku buruk selama puluhan tahun, birokrasi tidak hanya mengidap
kleptomania tetapi juga antireformasi. Kontraproduktif dalam birokrasi
tersebut sangat berpotensi untuk terjadinya penularan ke seluruh jaringan
birokrasi pemerintah baik Pusat maupun Daerah, baik di kalangan pejabat
13
tinggi maupun di kalangan aparat bawah. Masih belum efektifnya
penegakkan hukum dan kontrol publik terhadap birokrasi, menyebabkan
berbagai tindakan penyimpangan yang dilakukan aparat birokrasi masih
tetap berlangsung.
14
1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian. Walaupun demikian terdapat lembaga pemerintah
seperti Kementerian PPN/Bappenas yang sudah memelopori penerapan
sebagian model NPM sejak tahun 2004 melalui penghapusan dan
pengalihan jabatan eselon IV di kedeputian-kedeputian ke jabatan
fungsional perencana (JFP). Unit kerja eselon IV kini hanya ditemui di
Sekretariat Kementerian PPN/Sekretariat Utama Bappenas, Tata Usaha
Kedeputian, dan Inspektorat. Melalui pengalihan ke jabatan fungsional
tersebut Bappenas menargetkan terjadi peningkatan kemampuan
profesional dan peningkatan kinerja khususnya para fungsional perencana
di bidang perencanaan baik perencanaan makro, sektoral, dan regional
pembangunan nasional. Upaya Bappenas tersebut selaras dengan
wacana pengalihan jabatan eselon III dan IV ke jabatan fungsional yang
telah disuarakan dalam berbagai kesempatan oleh Kemenpan-RB, dan
juga UU ASN yang secara filosofis hanya mengenal eselonisasi hingga
eselon II – eselonisasi yang diistilahkan sebagai jabatan pimpinan tinggi.
Dalam UU ASN, jabatan yang berorientasi pada administrasi dimasukkan
ke dalam jabatan administrasi, sedangkan jabatan yang berorientasi pada
fungsi dimasukkan ke dalam jabatan fungsional.(Setiawan, 2015)
15
pelaksanaan suatu kegiatan sebelumnya. Model ini menekankan
pentingnya kendali terhadap input dan proses pengambilan kebijakan.
Keberadaan aturan yang terdokumentasi dengan baik memungkinkan
mutasi pegawai tidak akan mengganggu roda administrasi pemerintahan,
sehingga membuat struktur birokrasi lebih permanen dan stabil.
16
3. Skema remunerasi.
Beralih ke sistem insentif kinerja yang spesifik dan berbasis
remunerasi (diukur dengan uang atau ekivalen) sebagaimana telah
dibuktikan efektivitasnya pada sistem insentif bagi para profesional
di sektor swasta(Setiawan, 2015)
17
reformasi administrasi secara bertahap dan sebagai rantai yang
berurutan, karena reformasi dianggap sebagai suatu proses.(Fisip &
Jakarta, 2014)
18
BAB III
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN DARI REFORMASI
BIROKRASI DALAM ADMINISTRASI PUBLIK
A. Permasalahan
B. Pembahasan
19
Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi
atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara
pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini negara-
negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi,
dan administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih
baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada
perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat
birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada
pemerentah agar mampu memerangi KKN dan membentuk
pemerintahan yang bersih serta keinginan masyarakat untuk
menikmati pelayanan public yang efisien,responsip dan akuntabel.
Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi
yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan dengan
baik,msyarakat juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang
dilayani pemerintah.
20
2. Bagaimana birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi
birokrasi?
4. Penyalahgunaan wewenang
21
3. Bagaimana mekanisme pelaksanaan reformasi birokrasi yang
seharusnya dilakukan oleh pemerintah guna mengatasi patologi?
22
ditingkatkan sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi. Ditambah
pemberian hadiah berupa kenaikan gaji, pangkat jabatan, bagi
pegawai yang bekerja di instansi-instansi yang memiliki tingkat
integritas baik dalam pengelolaan birokrasi, supaya mereka dapat
termotivasi untuk selalu menjaga amanah atas tugas yang
diberikan.
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
24
pemerintah di pusat dan daerah untuk menghindari tumpang tindih
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Penyusunan organisasi yang
didasarkan pada analisis jabatan ini harus terus diupayakan. Oleh karena
adanya tuntutan yang mendesak dan harus dilakukan untuk mendorong
proses percepatan reformasi birokrasi, upaya-upaya khusus di
bidang kelembagaan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan redefenisi kelembagaan birokrasi termasuk melakukan
penataan kelembagaan sesuai dengan standard operating procedure atau
SOP.
2. Melakukan penerapan audit institusi.
3. Di bidang ketatalaksanaan perlu dipertimbangkan sistem rekrutmen
dan promosi pegawai sesuai dengan kecakapan dan kemampuannya dan
dapat diberhentikan jika bekerja secara buruk sebagaimana yang berlaku
di lingkungan swasta.
25
Dan yang terakhir, untuk mendorong perwujudan pemerintahan yang
bersih dan bebas dari KKN dapat pula diupayakan kepada peningkatan
pengawasan terhadap aparatur negara. Pengawasan ini dapat dilakukan
melalui audit internal maupun audit eksternal.
DAFTAR PUSTAKA
http://blochafauros.blogspot.com/2012/08/contoh-makalah-reformasi-
birokrasi-dan.html
http://makalahme02.blogspot.com/2013/05/contoh-makalah-reformasi-
birokrasi-di.html
https://www.google.co.id/search?
q=permasalahan+dan+solusi+dalam+reformasi+birokrasi&oq=permasalah
an+dan+solusi+dalam+reformasi+birokrasi&aqs=chrome..69i57j35i39j0l4.
21806j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
http://pemerintah.net/hambatan-dan-tantangan-reformasi-birokrasi/
26