Anda di halaman 1dari 67

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

DALAM PROSES PERUBAHAN TINGKAH LAKU


(STUDI KASUS PADA SISWA KRISTEN SMKN 5 WAINGAPU)

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi-Gereja Kristen Sumba Sebagai


Salah Satu Persyaratan untuk mengikuti Seminar Proposal Skripsi

OLEH:
AMELIA RIWU NAD JD JU
NIM. 16 2 0 7 0 14 1

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI GEREJA KRISTEN SUMBA


LEWA-SUMBA TIMUR
2012
BAB I
PENDAH LUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar

dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak agar berlangsung

sebagaimana yang diharapkan. Pendidikan mempunyai peranan yang penting

dalam proses perubahan watak dan tingkah laku seseorang. Pendidikan yang

baik dapat mempengaruhi peserta didik ke hal-hal yang bermanfaat bagi

dirinya sendiri serta lingkungan sekitarnya. Namun sebaliknya apabila

pendidikannya bersifat acuh tak acuh, akan membawa dampak negatif bagi

diri individu yang bersangkutan dan lingkungan masyarakat di mana anak itu

berada.

Dalam proses pelaksanaan pendidikan ada tiga macam pendidikan

yang sudah dikenal masyarakat pada umumnya yakni1 : pertama, pendidikan

formal ialah proses pendidikan yang dilaksanakan dalam sebuah institusi

atau lembaga sekolah. Kedua, pendidikan informal ialah proses pendidikan

yang dilakukan dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga. Ketiga,

pendidikan non formal ialah proses pendidikan yang dilaksanakan di Balai

Latihan Kerja (BLK) seperti: kursus-kursus, pelatihan-pelatihan yang

bertujuan melatih atau mendidik seseorang untuk mempunyai ketrampilan

dalam bidang tertentu, dimana pendidikan tersebut dilaksanakan oleh pihak


1
Gunarsa, Singgih D. Psikologi untuk membimbing. (Jakarta: Gunung mulia,
2009).

1
Pemerintah dan pihak swasta. Pendidikan di ketiga jenis di atas sama-sama

memberikan arahan pada perkembangan peserta didik.

Dengan menjaga pertumbuhan kejasmanian yang sehat dan mengatur

pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga menunjang perkembangan

psikis atau mental peserta didik.

Adapun tujuan dari proses pendidikan yang ingin dicapai secara

umum ialah untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Kemampuan berkomunikasi social, etika dan

berbadan sehat perlu dimiliki individu sehingga seseorang menjadi manusia

yang mandiri (E. Mulyasa, 2003). Maka, di kemudian hari peserta didik

diharapkan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri bahkan diharapkan

juga mampu bertanggung jawab terhadap lingkungan dimana ia berinteraksi.

Dari peristiwa inilah dapat dilihat apakah tingkah lakunya sesuai dengan

tujuan yang diharapkan oleh pendidikan tersebut.

Pendidikan agama Kristen pada prinsipnya ingin memperkenalkan

pada peserta didik tentang Allah. Dalam hal ini Allah yang menjadi Juru

Selamat manusia yaitu Yesus Kristus. Roh kudus merupakan satu-satunya

penolong yang memampukan setiap orang untuk dapat mengenal Allah yang

benar. Adanya hubungan pribadi dengan Kristus merupakan hal yang sangat

mendasar, sehingga di dalam kehidupannya dapat memancarkan sikap dan

terang Kristus2.

2
Seorang individu yang puas dan bahagia mempunyai pola - pola kebiasaan yang
dapat membebaskan dirinya dari ketegangan -ketegangan emosi dan syarqf,
konflik dan ketidak pastian. Ia akan menerima setiap perubahan dan membentuk

2
Pendidikan agama Kristen merupakan sarana atau wadah yang

digunakan untuk membentuk tingkah laku bagi setiap peserta didik. Dengan

tujuan untuk menghadapi berbagai ajaran yang menyimpang dari ajaran

pendidikan agama Kristen tersebut. Karena pendidikan agama Kristen

bersumber pada Alkitab sebagai landasan yang paling utama.

Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis akan

memfokuskan pada peranan pendidikan agama Kristen dalam proses

perubahan tingkah laku. Pendidikan agama Kristen merupakan salah satu

bidang studi yang diajarkan di sekolah. Arti dari pendidikan agama Kristen

ialah pemupukan akal orang - orang percaya dan anak - anak mereka dengan

firman Allah. Pemupukan tersebut dibawah bimbingan Roh Kudus melalui

sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan oleh gereja. Dengan

demikian dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang

berkesinambungan yang semakin hari semakin menadalam. Hal tersebut

akan nampak melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa, Tuhan Yesus

Kristus berupa tindakan-tindakan kasih terhadap sesama (Calvin Yohanes

1980). Dari sini, maka tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan agama

Kristen itu jelas. Yaitu ingin menanamkan nilai-nilai Kristen kepada anak

didik dan mengerti tentang ke-Tritunggal-an Allah melalui pendidikan

agama Kristen yang dipelajarinya. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu,

maka tindaklah terlepas dari peranan para pendidik Kristen.

sikap yang akan memberi penyesuaian yang memuaskan terhadap perubahan yang
silih berganti dan terhadap perangsangan dan lingkungan Gunarsa, Singgih D.
Psikologi Untuk Membimbing, (Jakarta: Gunung Mulia, 2009).

3
Peranan guru sangat diperlukan sehingga materi yang ingin diajarkan

dalam proses kegiatan belajar mengajar pendidikan agama Kristen di sekolah

dapat mencapai tujuan atau target yang ingin diharapkan.

Pada prinsipnya pelajaran pendidikan agama Kristen tidak boleh

disamakan dengan pelajaran lainya. Sebab pelajaran tersebut menyangkut

kepercayaan dan beriman kepada Yesus Kristus, bukan bersifat ilmu

pengetahuan semata.

Kehidupan seorang pendidik Kristen (guru) haruslah meneladani

kehidupan Kristus, karena guru agama Kristen bukan hanya sebatas status

atau seorang pengajar semata, melainkan juga sebagai hamba Tuhan dengan

demikian apapun yang dikerjakan atau diajarkan, semuanya dipertanggung

jawabkan kepada Kristus sebagai pemilik.

Dari peranannya sebagai hamba Kristus, ia tidak hanya pandai

menyampaikan kebenaran iman3 Kristen melalui pelajaran agama, namun ia

juga harus dapat pula merubah tingkah laku anak didiknya agar lebih baik.

Hal tersebut berpedoman pada alkitab, serta berharap sepenuhnya pada

Kristus, agar ia mengaruniakan Roh-Nya yang kudus dalam memampukan

anak didik tersebut dapat berubah.

Di dalam gereja, pendidikan agama Kristen sering diajarkan, namun

tidak seperti yang diajarkan dalam ruang lingkup sekolah. Seperti metode,

waktu dan cara pelaksanaannya. Oleh sebab itu, jangan kita mempunyai

3
Iman adalah karunia roh kudus, tetapi tidaklah lepas dari pengetahuan yang
diperoleh dari firman. Calvin Yohanes. INSTITUTIO Pengajaran Agama Kristen.
(PT. BPK Gunung Mulia. Tahun 2003).

4
pemikiran, bahwa di sekolah umum saja yang ada pendidikan agama Kristen.

Akan tetapi baik gereja maupun sekolah umum, keduanya memiliki

pendidikan agama Kristen yang keduanya saling bekerja sama.

Alkitab menjelaskan bahwa setiap pengikut Kristus yang terpanggil

untuk bersaksi, bersekutu dan melayani harus aktif dalam pelayanan.

Sehingga terjadi persekutuan yang harmonis antara Kristus dan

pengikut-Nya didalam gereja yang juga sering disebut tubuh Kristus.

Dari yang telah di jelaskan di atas, maka ada hubungan yang saling

terkait antara gereja dan sekolah. Keduanya mempunyai tujuan untuk

membawa peserta didik untuk dapat mengenal Allah didalam Yesus Kristus.

Pendidikan agama Kristen yang di anjurkan disekolah maupun di gereja,

mempunyai manfaat yang sama.

Oleh karena itu setiap siswa Kristen jangan beranggapan, jika kita

sudah mendapat pelajaran agama di sekolah, maka di gereja tidak perlu lagi

mempelajari pendidikan agama Kristen dan sebaliknya. Dengan demikian

jangan juga kita mengikuti pelajaran agama Kristen hanya karena tuntutan

guru dan sekolah untuk mendapat nilai, takut kepada orang tua dan terlebih

lagi takut kalau tidak naik kelas.

Seperti apa yang telah di jelaskan di atas tentang pendidikan dan

tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan, khususnya pendidikan agama

Kristen. Maka, dari sini penulis melihat ada permasalahan yang menjadi

hambatan untuk mencapai tujuan tersebut.

Permasalahan tersebut nampak pada siswa Kristen di SMKN 5

5
Waingapu yang merupakan tempat penulis mengadakan penelitian dan

pengamatan selama ini, sebelum penulis mengajukan judul skripsi. Adapun

masalah yang sangat memprihatinkan bagi penulis untuk diselesaikan dengan

baik adalah sebagai berikut.

Pada pemahaman kebanyakan orang, anak usia remaja sudah biasa

bertanggung jawab atas dirinya sendiri bahkan sudah dapat membedakan

baik dan buruk. Kenyataan yang dilihat tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan malahan anak tertarik dengan sesuatu hal yang dilarang. Semua

ini karena ada faktor dalam diri anak yang berhubungan dengan pencarian

identitas dirinya atau rasa keakuannya yang besar.

Dalam mencari jati diri anak akan berusaha mencoba-coba sesuatu

hal yang tabu. Misalnya dalam berpacaran, dimana mereka meniru cara atau

gaya yang pemah ia lihat dari televisi. Dalam hal ini sangat erat hubungannya

dengan idola yang ia kagumi. Dalam berpacaran, berpelukan dan berciuman

bukan lagi sesuatu hal yang asing. Sehingga kadang kala hal tersebut

dilakukan di depan umum.

Kebiasaan merokok merupakan hal yang sudah menjadi tradisi bagi

remaja pria. Dimana merupakan salah satu cara yang dipakai untuk mencari

identitas diri. Di lain pihak, merokok merupakan gaya yang diekploitasir

Untuk menunjukkan rasa kehebatannya terhadap lingkungan sekitarnya.

Dengan melakukan hal seperti itu, maka barulah ia diakui dalam lingkungan

pergaulannya. Hal serupa nampak juga dalam kehidupan pergaulan

remaja-remaja Kristen di SMKN 5 Waingapu.

6
1.2. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana peranan pendidikan agama kristen dalam

proses perubahan tingkah laku siswa/siswi Kristen di SMKN 5 Waingapu?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka adapun tujuan dari penelitian mi

adalah untuk menganalisa peranan pendidikan agama kristen dalam proses

perubahan tingkah laku siswa/siswi Kristen di SMKN 5 Waingapu.

1.4. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian
4
Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu melalui

penelitian ini, penyusun ingin menggambarkan keadaan subyek yang

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif 5

adalah pendekatan untuk mendapatkan upaya deskriptif mengenai

kata-kata lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang diamati dari orang

yang diteliti serta memahami mengapa mereka berperilaku seperti itu.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMKN 5 Waingapu

4
W. Lawrence Neuman, Social research Methods: Qualitative and Qualitative
Approaches. (USA, Ailyn anda Bacon, 1999), hal 2.
5
Ibid, 16

7
3. Satuan Analisa

Satuan analisa yang digunakan adalah pribadi atau lembaga sebagai

sumber informasi yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data-data dalam penelitian ini diperoeh melalui:

a. Hasil observasi, partisipasi yaitu pengumpulan data awal dengan cara

mengenal realita masalah dan memahami masyarakat.

b. Wawancara yang bersifat terbuka, tidak terikat pada kategori atau

pillihan jawaban dan daftar pertanyaan wawancara bersifat terbuka,

tidak terstruktur dan tidak terarah untuk mengumpulkan data-data

yang relevan saja6.

c. Sumber-sumber tertulis yang berhubungan dengan masalah

penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa kualitatif, yaitu:

a. Mereduksi data, peneliti melakukan proses pemiJihan, penyederhanaan,

pengabtraksian, dan transformasi data kasar yang diternukan dari semua

data tertulis di lapangan. Selama penelitian berlangsung, penelitian akan

membuat ringkasan, menelusuri tema dan membuat memo. Proses ini

berkelanjutan hingga penelitian ini selesai dan sampai pada tahap

penyusunan laporan penelitian.

6
Deddy Malyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:. Remaja
Rosdakarya, 2004)

8
b. Penyajian data yaitu dengan mencoba memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan dibuat dalam bentuk inperatif.

c. Membuat kesimpulan yang telah diuji untuk memenuhi kebenaran dalam

kecocokan (verifikasi).7

6. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan sebagai berikut:

a. Persiapan

Dalam melakukan penelitian ini telah dipersiapkan segala sesuatu yang

berhubungan dengan penelitian termasuk fasilitas pendukung,

penyusunan wawancara dan instrument lainnya.

b. Pengamatan terlibat dan wawancara mendalam dengan guru-gurur

anak-anak sekolah dan terhadap orang tea.

c. Pencatatan basil observasi dan hasil wawaneara dalam observasi

dilakukan pencatatan.

d. Pemeriksaan dan klasifikasi data.

Pemeriksaan data akan di lakukan pada saat observasi dan wawancara

selanjutnya akan di klasifikasi sesuai dengan pedoman dan kebutuhan

penelitian.

e. Analisis dan interpretasi.

Dari hasil observasi dan wawancara selanjutnya data di intrepetasikan

sesuai dengan masalah penelitian yang kemudian dianalisis untuk

7
Marten B. Miiies dan A. Michael Hubennan, Analtsa Data Kualitatif
Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992) bai 16-20

9
menjawab masalah pelitian.

f. Penulisan laporan hasil penelitian.

Data penelitian dan hasil interpretasi dan analisis selanjutnya dimuat

dalam hasil penelitian.

g. Manfaat penelitian

Penelitian sangat bermanfaat bagi kelangsungan dalam proses

pembelajaran selanjutnya, dimana dengan penelitian yang dilakukan hasilnya

dapat dibaca oleh orang-orang baik sebagai orang tua, anak-anak, maupun

yang ingin menjadikan acuan dalam penelitian selanjutnya. terlebih dalam

bidang pendidikan dan secara praktis dapat berdampak langsung bagi

kehidupan kita sehari-hari.

1.5. Signifikansi

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan rnasuk bagi

dunia akademik khususnya dalam bidang pendidikan dan berguna bagi

perkembangan ilmu pengetanuan dari tefcnologi serta menjadi acuan bagi

penelitian dalam mendidik anak-anak.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berdampak langsung

pada strategi yang digunakan orang tua dalam mendidik anak sejalan

dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.

10
1.6. Sistematika Penulisan

Untuk memahami kerangka penelitian yaitu akan diangkat dalam skripsi inis

maka penulis menyajikannya dalam sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Metodologi Penelitian

1.5. Signifikan

1.6. Sistematika PenuIisan

BAB II. LANDASAN TEORI

a. Pengertian Pendidikan Agama Kristen

b Fungsi Pendidikan Agama Kristen Bagi Remaja

BAB III. HASIL PENELITIAN

a. Gambaran Umun Lokasi Penelitian

b. Analisis Hasil Penelitian

BAB IV REFLEKSI PEDAGOGIS

BABV PENUTUP

11
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Konsep Pendidikan Umum

2.1.1. Defenisi Pendidikan Umum

Pendidikan ialah suatu sistem dan karya manusia yang terdiri dari

komponen-komponsn. Adapun komponen-komponen tersebut mempunyai

hubungan fungsiona! dalam rangka membantu dalam terjadinya proses

transformasi atau perubahan tingkah laku seseorang sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai (Idris, 1987). Sedangkan Ranu Pendojo, (1990)

menyatakan bahwa Pendidikan merupakan suatu kegiatan meningkatkan

pengetahuan umum seseorang. Hal tersebut termasuk di dalamnya

peningkatan penguasaan teori dan keterampilan dalam memutuskan

persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan. Pendidikan ialah bantuan

yang diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa" (W.S

Winkel, 1996). Dan pendidikan juga berarti proses perubahan sikap dan

tingkah laku seseorang atau kelompok. Dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran, latihan, proses perbuatan dan cara mendidik

(KBBI, 2000). Upaya-upaya yang dilakukan dalam proses perubahan tingkah

laku harus terorganisir, sistematis, dan terarah dengan suatu tekad ingin

mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Sedangkan menurut Abubakar

Muhamad, (1981) menyatakan bahwa "pendidikan ialah setiap sesuatu yang

dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya, sejak dilahirkan hingga dia

12
mati".

Dari keempat penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut. Pendidikan ialah suatu proses kegiatan untuk mendewasakan seseorang

supaya mempunyai kemampuan dalam memecahkan persoalan yang dialami dan

dihadapi. Dengan demikian peserta didik diharapkan juga mampu menerapkan

ilmu yang telah dipelajarinya.

Tujuan pendidikan umum

Tujuan pendidikan umum ialah membentuk manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Selain itu beretika, memiliki nalar,

berkemampuan komunikasi sosial, dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia

yang mandiri (E. Muliasa, 2003) Sistem pendidikan di Indonesia sesuai dengan

undang-undang yang berlaku yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan

berbangsa dan dengan sistem pendidikan yang ada. Diharapkan setiap warga

negara dapat mempertahankan hidupnya, mengembangkan dirinya, dan secara

bersama-sama membangun masyarakat

Adapun tujuan pendidikan ini, melibatkan berbagai lapisan masyarakat

yang dimana didukung oleh kesadaran dari dalam diri dan luar diri masyarakat

yang dididik. Tujuan ini mampu untuk bertumbuh dan berkembang sebagai mana

yang diharapkan oleh lembaga atau institusi dan masyarakat umum.

13
2.2. Konsep Pendidikan Agama Kristen

2.2.1. Definisi pendidikan agama Kristen

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk memupuk atau membentuk

kepribadian anak demi mencapai kematangan intelektual dan pola pikirnya.

Hal tersebut dilakukan secara bertahap dan sistematis, baik secara kelompok

maupun individu dalam lingkungan formal, informal maupun non-formal.

Dengan demikian pendidikan agama Kristen dapat diaitikan sebagai

pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka. Firman Allah

dalam bimbingan Roh Kudus yang dilaksanakan melalui gereja dan sekolah

dapat memberikan pengalaman belajar. Sehingga dalam diri mereka

dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang semakin

mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa Tuhan Yesus Kristus

(Johannes Calvin dalam Robert Boehlke, 1994).

Dengan demikian proses pertumbuhan rohani terjadi melalui hasil

belajar memahami atau mendalami dan menggali makna yang

sesungguhnya dari Alkitab. Wujud dari pertumbuhan rohani dapat dilihat

dari adanya perubahan tingkah laku dari yang buruk ke hal yang baik.

Nampak juga dari pergaulannya dengan lingkungan sekitarnya, dimana Roh

Kudus merupakan penuntun dan pembimbing setiap aktivitas yang

dilakukan peserta didik.

Pendidikan agama Kristen menurut Homrighausen dan Enklaar,

(1978) "Suatu respon dari pihak pendidik dan peserta didik baik tua maupun

muda dalam membangun iman yang hidup dengan Tuhan sendiri. Dimana

14
mereka dapat membangun persekutuan jemaat-Nya yang mengakui dan

mempermuliakan Allah dalam segala waktu dan tempat". Memuliakan

Allah bukan berarti pada saat senang atau mungkin pada saat susah, namun

baik pada saat susah ataupun senang tetap pada prinsip akan memuliakan

Allah.

Dalam KBK SMU (2003) menyatakan bahwa pendidikan agama

Kristen adalah "Usaha yang dilakukan secara terencana dan kontinyu dalam

rangka mengembangkan kemampuan pada siswa. Dengan pertolongan Roh

Kudus siswa dapat memahami dan menghayati kasih Allah di dalam Yesus

Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan

lingkungan disekitarnya.

Oleh karena itu, maka defenisi pendidikan agama Kristen dapat

disimpulkan sebagai suatu kajian ilmu yang bersumber pada kebenaran

Firman Allah. Untuk memahami karya penyelamatan Allah melalui Yesus

Kristus dengan bantuan dan bimbingan Roh Kudus. Kasih Allah itu juga

bisa dirasakan oleh orang-orang lain, melalui tutur kata, tingkah laku, di

dalam pergaulan dengan masyarakat dimana kita berada dan sekitarnya.

Khususnya bagi remaja usia sekolah menengah dalam lingkungan

pergaulannya di sekolah dan lingkungan masyarakat dimana ia berada kasih

Allah tetap mengalir.

15
2.2.2. Tujuan pendidikan agama Kristen.

Untuk memahami tujuan pendidikan agama Kristen, dijelaskan

sebagai berikut: Tujuan pendidikan agama Kristen menurut kurikulum

berbasis (KBK SMU, 2003) terbagi atas dua bagian yaitu: tujuan umum dan

tujuan khusus.

a. Tujuan Umum

Tujuan umum memperkenalkan Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus dan

karya-karyaNya. Sehingga dengan demikian menghasilkan manusia

Indonesia yang mampu menyaksikan imannya secara bertanggung jawab di

tengah masyarakat yang pluralistik.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus menanamkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan

pribadi dan sosial. Siswa diharapkan mampu menjadikan nilai Kristiani

sebagai awal hidup personal maupun komunitas.

Oleh karena tujuan pendidikan agama Kristen pada dasarnya supaya

peserta didik mempunyai pemahaman yang benar tentang ke-Tritunggal-an

Allah (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus). Dan karya-Nya harus nampak

dalam nilai-nilai Kristiani dalam pergaulan peserta didik dengan

lingkungannya baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat

dimana peserta didik berada.

Nilai-nilai Kristiani ini dapat tumbuh dengan baik, apabila peserta

didik (murid) dibimbing dengan penuh kasih sayang serta mempelajari

Alkitab secara benar, baik dan rutin.

16
Proses di atas mempunyai tujuan untuk meyakinkan siswa untuk

dapat mempelajari Alkitab sebagai sumber petunjuk keselamatan. Selain itu

juga untuk memecahkan masalah-masalah kesusilaan, sosial serta politik di

dunia ini (Homrighausen dan Enklaar, 1978).

Karena Alkitab merupakan standar untuk mengenal kebenaran dalam

memahami atau mengenal problem-problem yang dihadapi oleh orang

Kristen. Salah satu problem yang dihadapi anak atau peserta didik usia

remaja, tentang tingkah lakunya yang kadang-kadang bertentangan dengan

Firman Allah. Pelanggaran terhadap Firman Allah dalam bentuk tingkah laku

yang dapat menjadi batu sandungan bagi orang lain, ini merupakan bentuk

pelanggaran, maka setiap manusia tersebut otomatis sudah terjerumus ke

dalam dosa. Karena manusia atau peserta didik juga telah terjerumus ke dalam

dosa, maka ia tidak layak lagi dihadapanNya. Karena itu melalui pendidikan

yang telah diajarkan atau dididik, baik dewasa maupun kecil mereka harus

insaf dan mau bertobat sehingga ada perkembangan dalam kehidupannya

(Robert. Boehkle, 1994)

Pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka dengan

Firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah pengalaman

belajar yang dilaksanakan gereja. Dalam diri mereka dihasilkan pertumbuhan

rohani yang berkesinambungan yang semakin mendalam adalah bukti

pengabdian diri kepada Allah Bapa, Tuhan kita Yesus Kristus berupa

tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya. Tujuan pendidikan agama

Kristen menurut Johanes Calvin dalam Robert Boekle (1994).

17
Tujuan pendidikan agama Kristen menurut Iris V. Cully (1978),

adalah: "Membantu peserta didik untuk tumbuh dan berkembang terhadap

pengenalan akan Allah melalui Yesus Kristus dan dapat melayani orang

secara efektif.

Dari penjelasan di atas, maka tujuan pendidikan agama Kristen adalah

sebagai suatu ajaran yang ingin memperkenalkan karya dan kasih Allah

kepada manusia melalui Yesus Kristus. Kesemuanya ini akan berhasil,

apabila kita memohon bimbingan pertolongan Roh Kudus.

Keyakinan iman dan pengenalan secara pribadi akan figur Yesus

Kristus merupakan syarat utama bagi proses pertumbuhan masa depan

seseorang. Sebab hal tersebut akan mewarnai cara berpikir, sikap dan tingkah

lakunya di dalam pergaulannya sehari-hari. Dalam hal kebenaran Allah

dengan sungguh-sungguh akan mewarnai kehidupan peserta didik baik aspek

rohani maupun aspek intelektual (kognitif, afektif dan psikomotor). Dengan

demikian siswa dapat berpikir secara aktif dan bahkan akan menjadi garam

dan terang dunia dalam kehidupan pergaulannya (Matius 5:13-14).

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan agama Kristen

tidak bisa terlepas dari tiga dimensi yakni: 1. Dimensi kognitif.

Dimensi kognitif yaitu berbicara mengenai sesuatu yang dipercaya

yang dimana membahas bberapa hal dibawah ini:

(a) Pengetahuan tentang iman, berhubungan dengan keyakinan seseorang

atas sesuatu yang ia percaya dan menyerahkan seluruh hidupnya pada

sesuatu yang diyakininya

18
(b) Pengetahuan tentang Alkitab atau Firman Tuhan, merupakan suatu

kajian ilmu yang dipakai untuk mengenai karya pernyataan Allah bagi

ciptaan-Nya. Tujuan supaya ciptaan-Nya mengerti maksud Allah bagi

kehidupan mereka. Untuk dapat memahami kebenaran Firman Allah

maka Roh Kudus yang memimpin kepada kebenaran tersebut (Calvin

dalam Boehlke, 1994). Oleh karena itu pendidikan yang diajarkan oleh

seorang pendidik agama Kristen harus bersumber pada Alkitab.

(c) Pengetahuan tentang doktrin Kristen. Doktrin ialah pokok ajaran atau

kepercayaan yang harus diterima sebagai hal yang benar tidak boleh

dibantah atau diragukan (KBBI, 1996). Sedangkan menurut

Bernhardlohse, (1989) menyatakan bahwa doktrin adalah " Kebenaran

obyektif yang dinyatakan oleh Allah dan didefinisi oleh gereja. Gereja

mempunyai tujuan untuk memformulasikan pengetahuan tentang Allah,

dunia dan penyataan karya penyelamatan. Hal ini terjadi melalui dan

dalam Yesus Kristus. 2. Dimensi afektif.

Dimensi afektif membahas tentang iman Kristen yang berhubungan

dengan sikap dan nilai-nilai dalam hubungannya secara pribadi dengan Tuhan

Yesus dan sesama. Dimensi ini mencakup beberapa hal menurut W.S.Wilken,

(1996) adalah sebagai berikut:

(a) Perubahan tingkah laku mencakup kemampuan atau memberikan

penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian.

Mulai dibentuknya suatu sikap, menerima, menolak, atau mengabaikan

sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten

19
sikap batin

(b) Pembentukan pola hidup mencakup kemampuan untuk menghayati

nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa. Untuk menjadi milik pribadi dan

menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupan sendiri.

(c) Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya sesuatu perangsang dan

kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu.

(d) Partisipasi merupakan kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan

berpatisipasi dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang

disajikan. Dimensi Psikomotorik.

Dimensi Psikomotorik adalah penerapan tentang ilmu yang diterima

dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan ini berhubungan dengan sejauh mana

seseorang mempunyai kemampuan intelektual untuk memahami atau

menyalurkan kemampuan skill atau ketrampilan yang ia telah peroleh.

Menurut W.S Winkel, (1996) ialah sebagai berikut:

(a) Kreatifttas. Mencakup kemampuan untuk melahirkan pola gerak-gerik

yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa atau inisiatifsendiri.

(b) Gerak kompleks. Merupakan suatu kemampuan untuk melaksanakan

suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar

dan efisien.

(c) Gerakan yang terbiasa. Merupakan kemampuan untuk melakukan suatu

rangkaian gerak-gerik yang lancar karna sudah dilatih secukupnya, tanpa

memperhatikan lagi contoh yang diberikan

(d) Persepsi. Kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara

20
dua perangsang atau lebih, berdasarkan ciri fisik yang khas pada

masing-masing rangsangan.

Dari ketiga dimensi ini maka dimensi afektif merupakan dimcnsi yang

berperan dalam pembahasan ini. Sebab dimensi ini berbicara mengenai

nilai-nilai yang berhubungan dengan sesuatu yang diyakini.

2.2.3. Pendidikan Agama Kristen di Gereja

Pendidikan agama Kristen di gereja merupakan suatu hal yang asing

didengar, sebab istilah pendidikan agama Kristen pada umumnya hanya ada

di lingkungan sekolah. Di dalam lingkungan sekolah pendidikan agama

Kristen adalah mata pelajaran yang diajarkan khusus bagi peserta didik yang

beragama Kristen. Sebelum kita membahas tentang pendidikan agama

Kristen di gereja, maka ada baiknya kita melihat beberapa pendapat para ahli

di bawah ini (Hamrighausen dan Enklaar. 1978): I)

Johannes Calvin Mengemukakan tentang pendidikan agama Kristen

di gereja adalah pendewasaan iman bagi setiap orang Kristen secara

kontinyu. Yang dimana dalam proses pendewasaan ini, peranan pendeta,

penatua dan diaken yang mempunyai peranan yang sangat penting. Ketiga

jabatan yang telah ditetapkan harus mampu memberikan teladan yang baik

dan benar. Asumsinya bahwa orang yang takut akan Tuhan adalah menjadi

teladan yang benar. Dalam yang takut akan Tuhan adalah menjadi teladan

yang benar. Dalam pelayanan pendidikan tersebut, bentuk

pelayanannya adalah menjelaskan agar peserta didik memahami kebenaran

21
Firman Allah8.

Berpendapat bahwa pendidikan agama Kristen di gereja adalah suatu

sarana yang dipakai sebagai filter atau penyaring berbagai ilmu pengetahuan

bagi peserta didik. Dengan maksud untuk dapat menghindari semaksimal

mungkin terhadap pemahaman yang keliru tentang iman Kristen dan dapat

mencegah dari ajaran yang menyesatkan.

Pada prinsipnya, bahwa pendidikan agama Kristen yang

diselenggarakan di gereja merupakan suatu wadah yang sangat baik dalam

membangun moral dan kepribadian. Disebabkan, bahwa pendidikan agama

Kristen di gereja lebih berfokus ke dalam pemahaman tentang kebenaran

Firman Allah yang ada di dalam Alkitab. Sehingga dasar yang paling utama

dalam pertumbuhan iman Kristiani yang matang adalah pendidikan agama

Kristen di gereja. Sedangkan pendidikan agama Kristen di sekolah hanyalah

sebagai penerus dalam mendidik anak. Namun, keduanya harus mempunyai

kerjasama yang baik dan harmonis, sehingga dapat mencapai hasil yang

diharapkan.

2.2.4. Pendidikan Agama Kristen di Sekolah

Pendidikan agama Kristen di sekolah merupakan tindak lanjut dari

pendidikan agama di gereja. Hanya di sekolah, pendidikan tersebut

dipadukan dengan kebutuhan siswa. Namun, bahan yang diajarkan tidak

pernah terlepas dari Alkitab. Sebab Alkitab merupakan sumber yang paling

8
Iris V. Cully

22
utama dari semua ilmu yang diajarkan untuk mengembangkan pendidikan

agama Kristen itu sendiri.

Pendidikan agama Kristen yang diajarkan di sekolah mempunyai

peraturan tersendiri dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar

mengajar, setiap sekolah yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar

melibatkan komponen guru, peserta didik, dan bahan ajar.

1. Guru

Guru bukan hanya pandai mengajar dan mentransferkan ilmu saja.

Melainkan dapat memulihkan diri setiap anak didiknya secara

berangsur-angsur untuk memperoleh sikap yang baik. Selain itu diharapkan

juga perkembangan fisik yang sehat dan kuat baik secara rohani maupun

mental. Figur seorang guru Kristen harus ramah dan sabar seperti Kristus

yang lemh lembut (Emil H. Tambunan, 1996).

2. Peserta didik

Peserta didik atau pelajar merupakan orang yang dididik dalam waktu

tertentu sesuai dengan tingkatannya. Pelajar harus belajar seumur hidup

sehingga dia dapat memahami arti belajar tersebut.

3. Kurikuium

Kurikulum merupakan susunan rencana pelajaran (Kamus Umum

Bahasa Indonesia, 1993). Dengan demikian rencana pelajaran tersebut dapat

disusun secara sistematis terarah, sehingga apa yang menjadi tujuan dapat

dicapai dan hasilnya dapat dievaluasi.

Dalam proses belajar mengajar khususnya dalam penyampaian materi

23
(bahan ajar) digunakan metode mengajar tertentu. Metode mengajar adalah

"Suatu cara, suatu pekerjaan yang aktif yang kita lakukan bagi Firman Tuhan

dan bagi sesama manusia, supaya kedua pihak bertemu satu sama

lain"(Homrighausen dan Enklaar, 1978).

Dengan demikian bahwa pendidikan di sekolah maupun di gereja

mempunyai peranan yang sangat besar. Dalam hal untuk proses pertumbuhan

atau pendewasaan orang-orang pereaya khususnya usia remaja, sehingga

mereka tidak terombang-ambing oleh pengajaran-pengajaran sesat (Efesus

4:14). Namun di dalam pendidikan agama Kristen di sekolah, peranan

metode mengajar, guru, kurikulum, serta peserta didik sangat mendukung

dalam proses belajar mengajar demi membangun manusia yang bermoral.

2.2.5. Fungsi pendidikan agama Kristen.

Fungsi pendidikan agama Kristen pada dasarnya merupakan fasilitas

yang dipergunakan sebagai motor penggerak. Dengan maksud untuk

menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan dan iman Kristiani, baik kuantitas

maupun kualitas. Dengan demikian karya-karya dan kasih Allah bisa

dirasakan oleh semua manusia berdosa, sehingga mereka mau bertobat dan

menyerahkan totalitas kehidupannya untuk melayani Kristus.

Hal ini didukung oleh KBK SMU (2003) Fungsi pendidikan agama

Kristen ialah "Memampukan atau membantu peserta didik untuk memahami

kasih, karya Allah dan mentransformasikan nilai-nilai Kristiani dalam

kehidupannya sehari-hari. Tatkala orang melihat tingkah laku kita yang dapat

24
membuat orang lain senang, maka dari situ nilai-nilai keKristenan mulai

dihargai.

Pendidikan agama Kristen juga mempunyai fungsi sebagai bimbingan

dalam proses pertumbuhan untuk mengenal Allah, di dalam Kristus melalui

pergaulan kehidupannya sehari-hari (Samuel Sidjabat 1987)

Oleh karena itu pendidikan agama Kristen mempunyai fungsi ganda.

Di satu pihak sebagai sarana pertumbuhan iman di lain pihak sebagai

penanaman nilai-nilai keKristenan, guna membentuk manusia menjadi saksi

tentang karya keselamatan Allah bagi dunia, lewat Yesus Kristus.

2.3. Konsep Tingkah Laku

Di dalam dunia yang penuh dengan kekacauan moral, dimana anak

tidak lagi menghormati orang tua dan sebaliknya orang tua tidak lagi

memahami akan tugas dan tanggung jawabnya selaku pengasuh. Orang tua

sibuk dengan urusannya sendiri, bahkan lebih memperhatikan pekerjaan atau

karirnya dibandingkan dengan anaknya.

Ada banyak pemahaman orang tua yang berpendapat bahwa anak

pada usia remaja tidak perlu lagi diperhatikan seperti anak kecil, sebab

mereka sudah dewasa dan mampu mengatasi maslah yang dihadapinya. Pola

pemikiran seperti hal tersebut harus dirubah. Karena perubahan tingkah laku

anak ke hal yang buruk maupun baik adalah tanggung jawab orang tua juga.

Dari hal ini kita akan melihat beberapa pembahasan dibawah ini mengenai

tingkah laku itu sendiri.

25
2.3.1. Definisi Tingkah Laku

Berbicara mengenai tingkah laku berarti berbicara mengenai

gejala-gejala jiwa yang nampak atau yang bisa dilihat oleh orang Iain sebagai

perwujudan dari kepribadian orang tersebut. Ada beberapa pendapat

mengenai tingkah laku

a. Abu Ahmadi dan Umar (2004) mengemukakam bahwa tingkah laku

merupakan "Pencerminan dari seluruh kepribadiannya, telah lama sekali

dikenal oleh manusia atau masyarakat sekitarnya".

b. Siti Rahayu Haditono (1982) tingkah laku iaiah "Kecenderungan dan

keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dangan orang lain dan

untuk mencari kuasa dalam hubungannya dengan orang lain".

c. Tingkah laku adalah respon (tanggapan) seseorang terhadap segala

sesuatu yang diperoleh melalui stimulus (rangsangan-rangsangan) dari

luar dan dalam individu yang bersangkutan (Freud, 1984).

d. Sedangkan dalam Kamus Lengkap Psikologis (1984) mendefinisikan

tingkah laku merupakan kelakuan, perilaku, tindak tanduk dan peragaan.

e. Tingkah laku ialah "Sesuatu yang mempunyai arah dan tujuan untuk

mencapai sasaran atau target, dalam mencapai atau memperoleh tujuan

individu selalu berusaha demi terwujudnya" (Carl Rogers, 1984)

Dari kelima defenisi yang telah disebutkan di atas, maka dapat diambil

defmisi tingkah laku. Tingkah laku ialah suatu bentuk respon terhadap

stimulus di mana hal tersebut bisa dari dalam diri anak maupun dari luar diri

anak. Perwujudannya bisa dilihat melalui kepribadian dan tingkah laku

26
seseorang. Dimana hal tersebut tidak terlepas dari sifat ingin memenuhi

kebutuhannya.

Dalam proses pemenuhan kebutuhan ini, anak remaja biasanya

menemukan gejala yang sangat aneh, misalnya seorang anak yang berbohong

untuk pergi ke suatu tempat yang dilarang. Tindakannya mungkin

membahayakan dirinya sendiri bahkan juga orang lain.

Pemenuhan kebutuhan ini sangat tergantung seberapa besar tuntutan

atau keinginan hatinya. Hal ini akan nampak dari cara ia bertingkah laku.

Kepuasan seseorang tergantung sepenuhnya pada kebutuhan fisik dan psikis.

Kebutuhan psikis merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Sebab

kalau kebutuhan psikis ini kurang diperhatikan maka akan membawa dampak

yang buruk bagi kehidupan anak khususnya pada usia remaja. Karena pada

usia ini, anak ingin melihat figur seorang ayah atau ibu yang ia dambakan.

Hal tersebut disebabkan oleh gelora jiwa yang ada di dalam diri dan yang

ingin mencari jati dirinya. Pada waktu ia mencari jati dirinya, anak sangat

tertarik dengan figur yang menjadi pujaannya. Dengan berbagai cara ia

berusaha untuk memenuhinya, meskipun dalam pemenuhan kebutuhannya

dilakukan dengan cara yang ilegal (Wasti Soemanto, 2003)

2.3.2. Bentuk-Bentuk Tingkah Laku

Pada kenyataannya setiap manusia mempunyai perbedaan, khususnya

berkaitan dengan tingkah laku. Walaupun terlahir dari satu keluarga yang

sama. Hal ini dapat dilihat dari pola kepribadian anak dalam hubungannya

dengan keluarga maupun dengan lingkungannya.

27
Dari paparan di atas, hal ini merupakan permasalahan bagi kehidupan

anak, keluarga, maupun masyarakat di sekitarnya. Beberapa bentuk tingkah

laku, seperti menggoda, agresif, kompetisi, geng, negativisme (Winarno

Surahman, 1980).

1) Menggoda ialah suatu bentuk tingkah laku yang bersifat agresif, dengan

cara mengejek atau mengatakan kata-kata yang kasar. Contoh : Dasar

kamu goblok.

2) Agresif ialah bentuk tingkah laku yang umum terhadap frustrasi sebab

ada sesuatu yang menghalangi tujuan yang ingin dicapai. Contoh :

Seorang anak yang hidup bebas, namun karena ada norma-norma, maka

ia tidak bisa bertindak lebih banyak atau melakukan sesuatu yang

diinginkan.

3) Kompetisi ialah bentuk tingkah laku yang selalu berusaha untuk

melebihi orang lain. Bentuk tingkah laku kompetisi ada dua, yang

bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang bersifat negatif

merupakan hal yang berbahaya, apabila tidak diantisipasi, akan

membawa pengaruh buruk bagi pribadi anak. Contoh : Anak yang malas

belajar, untuk memperoleh pujian, maka ia akan menyontek pada saat

ujian.

4) Geng merupakan bentuk tingkah laku yang dilatar belakangi dengan

adanya persaingan diantara kelompok-kelompok. Di mana kelompok ini

timbul dari pengaruh lingkungan, yang ingin menonjolkan seorang figur

yang menjadi "penguasa".

28
5) Negativisme merupakan bentuk tingkah laku yang melawan orang lain

secara sengaja. Karena apa yang menjadi keinginannya tidak tercapai.

Dengan demikian, keragaman tingkah laku akan terjadi pada anak

remaja, mulai dari yang sederhana sampai yang komplek. Bentuk tingkah

laku tersebut sangat berbahaya apabila tidak adanya pengawasan, baik dari

pihak orang tua maupun dari pihak guru selaku pendidik.

2.3.3. Faktor Penghambat Pembentukan Tingkah Laku

Dalam proses suatu perubahan dalam diri anak, maka perlu dicari

kendala atau hambatannya. Supaya seorang anak tidak mengalami kesulitan.

Dari beberapa temuan yang dilihat, maka ada faktor kebiasaan, faktor

heriditas dan faktor lingkungan yang merupakan faktor yang sangat besar

pengaruhnya dalam perubahan tingkah laku.

a) Faktor Kebiasaan

Faktor kebiasaan merupakan faktor yang melekat dalam diri anak

artinya sudah menjadi darah daging dalam diri anak. Hambatan ini

merupakan hambatan yang timbul dari dalam diri anak, sehingga sangat sulit

untuk mencari solusinya. Dimana faktor ini bersamaan dengan sifat

keegoisan (keakuannya) yang selalu ingin dipenuhi atau ingin dicukupkan,

Biasanya pengaruh faktor ini, sangat sulit nasehat atau teguran diterima anak

bahkan cenderung menantang orang yang menasehatinya.

29
b) Faktor Heriditas

Heriditas adalah kecenderungan untuk berkembang mengikuti

pola-pola tertentu yang di mana dihasilkan oleh percampuran ayah dan ibu

(keturunan). Sehingga tingkah laku yang ada pada anak ditentukan oleh gen

yang ia bawa sejak lahir. Tingkah laku ini apabila tidak dididik ke arah yang

baik, maka akan menghasilkan sesuatu tingkah laku yang tidak sesuai dengan

norma yang berlaku di dalam lingkungan masyarakatnya (Patty dkk, 1982)

c) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam

proses perubahan tingkah laku. Oleh karena lingkungan merupakan tempat

individu (anak) berinteraksi dengan sesama. Sebab anak merupakan mahluk

sosial yang pada dasamya membutuhkan pertolongan orang lain terutama

dari lingkungannya. Oleh karena itu maka lingkungan yang anak itu tempati,

akan memberi pengaruh baginya. Bila masyarakatnya suka berjudi,

mabuk-mabukan dan tindakan kriminal lainnya, maka sikap anak tersebut

cenderung seperti itu juga. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk lingkungan

dimana anak itu tinggal. Apabila anak tidak mengikuti tuntutan lingkungan,

maka ia bisa dikucilkan oleh lingkungan masyarakat di mana ia berada.

Sehingga untuk merubah tingkah laku anak memerlukan

pendekatan-pendekatan tertentu.

2.3.4. Faktor Penunjang Pembentukan Tingkah Laku

Di dalam membangun suatu kepribadian yang baik, maka diperlukan

30
dasar yang kokoh dan kuat. Dasar tersebut berhubungan dengan diri anak itu

sendiri, misalnya faktor belajar dan faktor lingkungan. Kedua faktor ini

merupakan faktor yang berpengaruh bagi proses perubahan seorang individu

yang mau berubah ke arah yang lebih baik. a) Faktor belajar.

Belajar merupakan salah satu faktor yang dilakukan melalui suatu

proses. Tingkah laku diperoleh melalui latihan ataupun dari pengalaman anak.

Latihan yang dilakukan secara kontinyu dapat membawa anak untuk merubah

sifat yang buruk ke sifat yang lebih baik, sesuai dengan harapan masyarakat

pada umumnya.

Dilain pihak, faktor belajar yang sangat efektif juga dapat membawa

anak secara aktif dan interaktif dengan melibatkan berbagai bentuk untuk

mencapai sesuatu tujuan (Wasti Soemanto, 2003).

Namun dalam belajar, sangat perlu diperhatikan, apakah sasaran yang

ingin dicapai sudah jelas. Sehingga dalam proses perubahan tingkah laku,

anak merasa hal itu merupakan tugas dan tanggung jawabnya. Sasaran utama

adalah membangun kepribadian yang baik dan benar. Sehingga hasil dari

proses belajar tersebut dapat dilihat misalnya dalam pergaulannya, keluarga,

sekolah dan lingkungan lainnya. b) Faktor lingkungan. Setiap manusia yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat yang majemuk, maka ia tidak

mungkin terlepas dari pergaulan, baik secara individu maupun secara

berkelompok. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mengelilingi

individu di dalam hidupnya. Baik dalam lingkungan fisik, seperti orang

tuanya, rumahnya, kawan-kawan bermain dan masyarakat sekitarnya.

31
Maupun dalam bentuk lingkungan psikologis, seperti perasaan-perasaan yang

dialami, cita-citanya, persoalan-persoalan yang dihadapinya dan sebagainya.

Kedua hal di atas yaitu faktor belajar dan lingkungan, maka orang tua

maupun guru, harus memberi perhatian dan kasih sayang. Maka

kemungkinannya kalau tidak ada perhatian dan kasih sayang anak akan

melampiaskannya ke hal-hal yang tidak baik, seperti merokok,

mabuk-mabukan, seks bebas dan lainnya.

Di dalam lingkungan, sikap dan tingkah laku orang di sekitarnya akan

membawa pengaruh yang baik terhadap anak. Karena lingkungan atau orang

di sekitarnya, kehidupannya sangat harmonis. Sating menghargai satu sama

lain, suka menolong dan terlebih lagi suka mengasihi. Oleh karena itu pada

zaman seperti ini peranan lingkungan sangat dibutuhkan. Apabila lingkungan

tersebut dapat menjadi panutan dan teladan yang baik, sehingga setiap

individu yang ada dapat menghargai hidupnya..

Dari uraian yang telah disampaikan di atas, maka pendidikan agama

Kristen yang dilakukan dengan baik di sekolah maupun di gereja mempunyai

peranan yang sangat besar. Keberhasilan dalam merubah tingkah laku anak,

memang ada hubungannya dengan pendekatan, cara ataupun metode yang

digunakan.

Sehebat apapun metode atau cara yang digunakan, jika tidak dengan

rasa rendah hati dan meminta pertolongan Tuhan, maka akan sia-sia. Oleh

karena itu yang terpenting adalah hidup takut akan Tuhan, serta minta

bimbingan dan hikmat dari Tuhan. Tingkah laku anak remaja akan berubah

32
sesuai dengan apa yang menjadi harapan orang tua, guru, bahkan lingkungan

(sekolah, keluarga dan gereja) dan tidak terlepas dari campur tangan Tuhan.

2.3.5. Beberapa Cara Pengendalian Tingkah Laku

Seperti yang telah dipaparkan di atas tentang tingkah laku, dimana

pendidikan agama Kristen mempunyai peranan dalam proses perubahan

tingkah laku. Oleh karena itu diperlukan strategi tertentu dalam pendidikan

agama Kristen sehubungan dengan perubahan tingkah laku.

Dengan demikian kita akan mempelajari tentang pengendalian

atau perbaikan tingkah laku (Wasti Soemanto, 1983).

a. Memperkuat tingkah laku bersaing. Artinya, dalam usaha mengubah

tingkah laku yang tidak diinginkan anak dilibatkan dalam

kegiatan-kegiatan yaitu kerjasama, membaca dan bekerja disatu meja

untuk mengatasi tindakan menantang, melamun dan Iain-lain.

b. Ekstingsi dilakukan dengan membuang atau meniadakan peristiwa-

peristiwa penguatan tingkah laku.

c. Satiasi ialah suatu prosedur menyunih seseorang melakukan perbuatan

berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah dan bosan. Misalnya, seorang

ayah memergoki anaknya merokok, ia menyunih anaknya merokok

sebanyak-banyaknya, sehinggah anak tersebut menjadi bosan dan lelah.

d. Hukuman merupakan hal yang penting, tetapi harus mengacu pada situasi

atau kondisi. Pada waktu anak mendapat hukuman anak merasa ada

manfaat bagi dirinya. Setelah memberikan hukuman, kita jangan

memusuhi anak, melainkan kita tetap mengasihi dan menyayanginya

33
dengan baik dan setia.

Pelaksanaan pendidikan agama Kristen yang baik disekolah maupun

gereja mempunyai peranan yang sangat besar. Kegiatan tersebut berhasil

dengan baik apa bila dipahami dengan benar dan pihak-pihak terkait harus

dapat bekerja sama secara optimal.

2.4. Peranan Pendidikan Agama Kristen dalam Proses Perubahan Tingkah

Laku

Dalam dunia pendidikan, pasti ada tujuan tertentu yang ingin dicapai

melalui kegiatan pendidikan secara terpadu. Hal tersebut tergantung pada visi

dan misi dari pendidikan itu sendiri. Demikian juga dengan pendidikan

agama Kristen yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam proses

perubahan tingkah laku.

2.4.1. Peranan Pendidikan Agama Kristen

Pendidikan agama Kristen berbeda dengan pendidikan yang lainnya,

sebab pendidikan agama Kristen membahas kepercayaan kepada Allah

Tritunggal. Bahan ajar bersumber dari Alkitab. Sehingga apa yang ingin

diajarkan kepada peserta didik bersumber atau berpedoman pada ajaran yang

terdapat di dalam Alkitab.

Ajaran tersebut membantu seseorang untuk dapat bertindak atau

melakukan suatu kegiatan berdasarkan iman Kristiani. Maka dari pendidikan

agama Kristen pula seseorang akan memahami dan mengerti makna yang

terkandung dalam nilai-nilai Kekristenan yang ia telah peroleh. Pernyatan ini

didukung oleh kurikulum berbasis kopetensi (KBK, 2003) yang menyatakan

34
bahwa. Peranan pendidikan agama Kristen merupakan awal dari penanaman

nilai-nilai Kristen, sehingga tingkah laku anak didik berubah menjadi lebih

baik dibandingkan dari sebelumnya.

2.4.2. Proses Perubahan Tingkah Laku

Perubahan tingkah laku juga merupakan proses bertahap, di mana hal

tersebut melalui proses kegiatan belajar mengajar baik yang diselenggarakan

oleh gereja maupun oleh pihak sekolah. "Didiklah orang muda menurut jalan

yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang

dari jalannya itu" (Amsal 22:6). Dalam proses perubahan tingkah laku siswa

bukan kekuatan dan kehebatan orang tua ataupun gurunya, tetapi ini semua

adalah kekayaan Allah melalui Roh Kudus yang menyadarkan anak didik

sehingga mereka dapat berubah. Pendidik hanyalah sarana yang dipakai

Allah dalam melaksanakan karya Allah bagi kehidupan peserta didik.

35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Populasi Penelitian

Populasi ialah keseluruhan objek penelitian mungkin manusia,

gejala-gejala, benda-benda, tingkah laku dan sebagainya (Soemanto, 1990).

Yang menjadi subjek penelitian populasi sekelompok individu tertentu yang

memiliki satu atau lebih karakteristik umum yang menjadi perhatian.

Populasi dalam penelitian ini ialah semua siswa yang beragama Kristen di

SMKN 5 Waingapu, mulai dari kelas I sampai dengan kelas III. Jumlah siswa

keseluruhan adalah 524 orang.

3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah proses pemilihan sejumlah individu untuk

dijadikan suatu sampel dalam penelitian. Sehingga individu tersebut

merupakan perwakilan kelompok yang lebih besar pada mana orang itu

dipilih (Sumanto, 1990). Tujuan sampel ini untuk menggunakan sebagian

dari individu yang diselediki tersebut untuk memperoleh informasi tentang

individu yang akan dijadikan objek penelitian.

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebagian dari

jumlah siswa yang beragama kristen yang diambil secara acak (Random

sampling) yakni sebanyak 55 siswa.

36
3.3. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang dipakai adalah angket. Angket

penelitian tersebut terdiri dari empat bagian yaitu:

a) Konsep pendidikan umum ada dua pertanyaan dengan 4 pilihan (sangat

setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju).

b) Konsep pendidikan agama Kristen ada 10 pertanyaan dengan 4 pilihan

(sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju).

c) Konsep tingkah laku ada 10 pertanyaan dengan 4 pilihan (sangat setuju,

setuju, kurang setuju, dan tidak setuju).

Peranan pendidikan agama Kristen dalam proses perubahan tingkah

laku ada 3 pertanyaan dengan 4 pilihan (sangat setuju, setuju, kurang setuju,

dan tidak setuju).

3.4. Teknik Pengumpuian Data

Menurut Nasir, (1995) "Teknik pengumpulan data ialah prosedur yang

sistimatis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam

metode pengumpuian data ini, maka ada keterkaitan dengan pokok

peimasalahan yang ingin diselesaikan. Dalam teknik pengumpulan data

secara langsung, maka penulis menggunakan angket atau kuisoner. Dan

dokumentasi nilai raport sebagai penunjang dalam memberikan keterangan

supaya lebih akurat.

Pengumpulan angket penelitian mengunakan teknik pengumpulan

secara langsung dengan tahapan sebagai berikut :

(a) Sebelum menyebarkan angket kepada siswa, siswa dikumpulkan

37
menurut tingkatan kelasnya masing- masing.

(b) Setelah berkumpul dalam kelas, peneliti menjelaskan cara pengisian

angket, dengan tujuan supaya tidak salah pada waktu pengisian angket.

(c) Peneliti mengunakan batas waktu pengisian angket satu minggu yang

terhitung dari waktu pembagian angket.

(d) Data yang telah selesai diisi dikumpulkan kepada peneliti pada waktu

dan hari yang telah disepakati bersama.

3.4.1. Angket

Penggunaan angket mudah dan praktis. Menurut Arikunto, (1987) ada

beberapa keuntungan dari penggunaan angket:

a. Peneliti tidak hadir secara langsung pada saat penelitian.

b. Pembagian angket dapat dilakukan serentak kepada responden.

c. Tidak merepotkan responden, karena angket yang diberikan bisah di isi

pada waktu senggang.

d. Dapat dibuat anonim, sehingga responden dapat menjawabnya dengan

jujur, tanpa ada rasa malu.

e. Dibuat berdasarkan standar yang dimana semua bentuk peitanyaan sama

bagi setiap responden sehingga dapat menjawab sesuai dengan

keadaanya.

Dalam memberikan pertanyaan,bentuk peitanyaan yang diberikan

sesuai dengan tujuan dilakukannya proses penelitian, sehingga bentuk

peitanyaan terstruktur dan bersifat tertutup. Adapun tahap-tahap yang

digunakan dalam membuat angket adalah sebagai berikut:

38
a. Membuat Kerangka Pertanyaan

Dalam membuat kerangka peitanyaan yang akan diberikan

kepada responden, maka penulis mempertimbangkan angket yang dibuat.

Bentuk peitanyaan dalam angket harus tersusun sistimatis, terarah dan

tepat pada sasaran dari tujuan penelitian. Dengan demikian jawaban yang

diberikan oleh responden dapat menjadi bukti yang akurat.

b. Menyusun Urutan Pertanyaan

Pada saat meyusun urutan peitanyaan yang ingin diberikan

kepada responden harus teliti, sehingga tidak ada pertanyaan yang

diulang-ulang. Pertanyaan yang disusun dari yang sederhana sampai

yang sukar atau sulit.

c. Membuat Format

Tujuan dari pembuatan format ini, supaya memudahkan

responden mengisi data dan dapat menjawab setiap pertanyaan yang

diberikan.

d. Cara Pengisian angket

Sebelum mengisi angket, penulis menyarankan agar responden

membaca petunjuk angket. Dalam menjawab pertanyaan diberikan

responden tidak disuruh menguraikan, namun hanya memberikan tanda

centang () dalam kolom jawaban pilihan.

e. Pemberian Nilai

Dalam pemberian skor pada jawaban responden,

Mengunakan skala satu sampai dengan empat. Tujuannya untuk

39
menghindari jawaban yang bersifat netral. Pemberian skor dijelaskan

dibawah ini:

a. Jika responden menjawab sangat setuju skornya 4

b. Jika responden menjawab setuju skornya 3

c. Jika responden menjawab kurang setuju skornya 2

d. Jika responden menjawab tidak setuju skornya 1

3.4.2. Dokumentasi.

Instrumen yang dipergunakan ialah angket. Untuk menunjang

pengumpulan data penelitian, maka peneliti menggunakan juga metode

dokumentasi. Adapun dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

hasil belajar pendidikan. Pendidikan agama Kristen berupa nilai rapor

semester I Tahun pelajaran 2011/2012, yang terdiri dari siswa kelas I sampai

dengan siswa kelas III SMKN 5 Waingapu dalam hal ini siswa yang

beragama Kristen.

Pernyataan di atas sesuai dengan rumusan Majelis Pusat Pendidikan

di Indonesia, (1995). Pernyataan tersebut adalah "Penelitian hasil belajar

adalah informasi yang diperoleh atas dasar prestasi atau hasil pembelajaran

pada akhir suatu waktu". Waktu yang dilakukan adalah hasil ulangan umum,

akhir cawu, akhir semester, dan akhir tahun ajaran.

40
3.5. Teknik Analisa Data

Dalam analisa data ini, teknik yang digunakan ada dua yakni:

3.5.1. Analisa Data Persentase

Untuk menganalisa data yang telah diperoleh dari lapangan, maka

penulis menggunakan rumusan sebagai berikut. Rumus di bawah ini

dikemukakan oleh Winarno Surahmad, (1982)

Rumus persentase :

F
P x100 ..............(3.1)
N

Keterangan:

P : Besarnya persentase jawaban yang diperoleh.

F : Banyaknya frekuensi.

N : Banyaknya responden.

Untuk mengetahui frekuensi, maka dipergunakan skala interval

dengan rumusan sebagai berikut:

Nilaitertinggi  nilaiteren dah


I ...........(3.2)
Bayaknya int erfal

Kedua rumus di atas adalah rumus yang dikemukakan oleh Winarno

Surahmad, (1982).

Pada akhir dari analisa persentase ini bertujuan menjabarkan seberapa

besar peranan pendidikan agama Kristen dalam proses perubahan tingkah laku

siswa Kristen di SMKN 5 Waingapu.

41
3.5.2. Analisa Data Korelasi

Untuk mengetahui besarnya korelasi pendidikan agama Kristen dalam

proses perubahan perubahan tingkah laku siswa Kristen, maka peneliti

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Variabel

Variabel X : merupakan hasil belajar pendidikan agama Kristen.

Nilai Y : hasil penyebaran angket kepada responden.

Dari sumber yang telah diperoleh data sebanyak " n " pasangan nilai (X

Y) sehingga untuk lebih memahami kerangka perhitungan koefisien dapat

dilihat di bawah ini.

b) Rumusan Koefisien Korelasi

Untuk menghitung koefisien korelasi, maka dihitunglah dengan

menggunakan rumus di bawah ini: Rumus menghitung koefisien korelasi.

Keterangan:

N  XY  ( X )( Y )
r ............. (3.3)
{N  X 2( X ) 2 }{N  Y 2  ( Y ) 2

r : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X : Jumlah nilai siswa

Y : Jumlah nilai angket

N : Jumlah siswa/ responden

X.Y : Hasil perkalian nilai X dan Y.

(X)2 : Jumlah nilai X dikuadratkan.

(Y)2 : Jumlah nilai Y dikuadratkan.

42
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA

4.1. Penyajian Data

Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angket kepada

responden yang dijadikan sebagai sampel. Objek peneliti adalah siswa yang

beragama Kristen di SMKN 5 Waingapu. SMKN 5 Waingapu terdiri dari

kelas I, kelas II, dan kelas III dengan jumlah siswa Kristen keseluruhannya 55

orang.

Tingkat penyebaran dan pengambilan data melalui angket penelitian

termasuk kriteria baik, karena jumlah angket yang disebarkan sama dengan

jumlah angket yang kembali. Hal tersebut didukung oleh pendapat Ary

Furchan (1982) yang menyatakan bahwa : "Hasil penelitian menggunakan

angket atau kuisoner dikatakan baik apabila 70-80 % angket kembali. Apabila

lebih dari 30% angket tidak kembali, maka hasil penelitian dikatakan

meragukan sekali.

Terlebih dahulu yang disajikan adalah data hasil belajar pendidikan

agama Kristen semester I dari semua kelas. Untuk mengetahui lebih jelas

nilai persentase rapor pendidikan agama Kristen kelas 1 pada tabel 1.1, maka

digunakan rumus (3.1) seperti di bawah ini:

F 2
P x100  x100  13%
N 15

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh :

a. Kriteria (A) sangat baik = 13%

43
b. Kriteria (B) Baik, memiliki persentase 20%

c. Kriteria (C) cukup, memiliki persentase 40%

d. Kriteria (D) kurang, memiliki persentase 27%

Dengan demikian tabel 1.1 dapat ditampilkan seperti dibawah ini:

Tabel 1.1 Nilai rapor pendidikan agama Kristen kelas I SMKN 5


Waingapu semester I tahun pelajaran 2011/2012.

Jumlah Frekuensi Presentase


No Kriteria
Siswa (N) (F) P= (%)

1 Siawa Kelas I (A) Sangat baik nilainya (90) 2 13

(B) Baik (80) 3 20

(C) Cukup (70) 6 40

(D) Kurang (60) 4 27


15 Orang 15 100
Sumber : data nilai siswa (diolah)

Keterangan:

Jumlah siswa kelas I adalah 15 orang siswa dengan keterangan sebagai

berikut:

(a) Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (9), sangat baik;

sebanyak 2 orang siswa = 13%

(b) Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (8), baik; sebanyak 3

orang siswa =20%

(c) Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (7), cukup; sebanyak 6

orang siswa =40%

(d) Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (6), kurang; sebanyak 4

orang siswa = 27%

44
Untuk mengetahui lebih jelas nilai persentase rapor pendidikan

agama Kristen kelas II pada tabel 1.2 dibawah, maka digunakanlah rumus

(3.1) seperti di bawah ini:

F 2
P x100  x100  11%
N 18

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh :

a. Kriteria (A) Baik, memiliki persentase 11%

b. Kriteria (B) Baik, memiliki persentase 33%

c. Kriteria (C) cukup, memiliki persentase 50%

d. Kriteria (D) kurang, memiliki persentase 6%

Dengan demikian tabel 1.2 dapat ditampilkan seperti dibawah ini:

Tabel 1.2 Nilai rapor pendidikan agama Kristen kelas II SMKN 5


Waingapu semester I tahun pelajaran 2011/2012.

Jumlah Siswa Frekuensi Presentase


No Kriteria
(N) (F) P= (%)

2 Siawa Kelas II (A) Sangat baik nilainya (90) 2 11


(B) Baik (80) 6 33
(C) Cukup (70) 9 50
(D) Kurang (60) 1 6
18 Orang 18 100
Sumber : data nilai siswa (diolah)

Keterangan:

Jumlah siswa Kristen di SMKN 5 Waingapu kelas IIsebanyak 18 orang

dengan penilaian sebagai berikut:

a. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (9) sebanyak 2 siswa =


11%.
b. Yang mendapat nilai pendidkan agama Kristen (8) sebanyak 6 siswa =

45
33%

c. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (7) sebanyak 9 siswa =

50%.

d. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (6) sebanyak 1 siswa =

6%

Untuk mengetahui lebih jelas nilai persentase rapor pendidikan agama

Kristen kelas III, maka digunakalah rumus (3.1) seperti di bawah ini:

F 3
P x100  x100  14%
N 15

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh :

a. Kriteria (A) Baik, memiliki persentase 14%

b. Kriteria (B) Baik, memiliki persentase 18%

c. Kriteria (C) cukup, memiliki persentase 68%

d. Kriteria (D) kurang, memiliki persentase 0%

Dengan demikian tabel 1.3 dapat ditampilkan seperti dibawah ini:

Tabel 1.3. Nilai rapor pendidikan agama Kristen kelas III SMKN 5
Waingapu semester I tahun pelajaran 2011/2012.

Jumlah Frekuensi Presentase


No Kriteria
Siswa (N) (F) P= (%)

Siawa Kelas
3 III (A) Sangat baik nilainya (90) 3 14
(B) Baik (80) 4 18
(C) Cukup (70) 15 68
(D) Kurang (60) 0 -
22 Orang 22 100
Sumber : data nilai siswa (diolah)

46
Keterangan:

Jumlah siswa Kristen di SMKN 5 Waingapu kelas III sebanyak 22

orang dengan penilaian sebagaai berikut.

a. Yang mendapat nilai pendidikaan agama Kristen (9) sangat baik 3 siswa =

14%

b. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (8) baik 4 siswa = 18%

c. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (7) cukup 15 siswa = 68%

d. Yang mendapat nilai pendidikan agama Krissten (6) kurang 0 siswa = 0%

Untuk mengetahui lebih jelas persentase nilai hasil belajar pendidikan

agama Kristen dari keseluruhan kelas, maka digunakahlah rumus (3.1) seperti di

bawah ini:

F 7
P x100  x100  13%
N 55

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh :

a. Kriteria (A) Baik, memiliki persentase 13%

b. Kriteria (B) Baik, memiliki persentase 24%

c. Kriteria (C) cukup, memiliki persentase 55%

d. Kriteria (D) kurang, memiliki persentase 9%

47
Dengan demikian tabel 1.4 dapat ditampilkan seperti dibawah ini:

Tabel 1.4. Tabel nilai hasil belajar pendidkan agama Kristen yang
terdiri dari kelas I, II dan III di SMKN 5 Waingapu semester I tahun
pelajaran 2011/2012.

Jumlah Siswa Frekuensi Presentase


No Kriteria
(N) (F) P= (%)

Siawa Kelas I,II, (A) Sangat baik nilainya


1 dan III (90) 7 13
(B) Baik (80) 13 24
(C) Cukup (70) 30 55
(D) Kurang (60) 5 9
22 Orang 55 100
Sumber : data nilai siswa (diolah)

Keterangan:

Jumlah keseluruhan siswa Kristen di SMKN 5 Waingapu yang dijadikan

sampel sebanyak 55orang siswa dengan penilaian sebagai berikut.

a. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (9) sangat baik, sebanyak 7

orang = 13%.

b. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (8) baik, sebanyak 13 orang =

24%.

c. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (7) cukup, sebanyak 30 orang =

55%.

d. Yang mendapat nilai pendidikan agama Kristen (6) kurang, sebanyak 5 orang =

9%

48
Tabel 1.5.
Hasil penelitian tentang peranan pendidikan agama Kristen dalam proses
perubahan tingkah laku siswa Kristen di SMKN 5 Waingapu yang terdiri dari
55 orang responden, bulan Oktober 2011 tahun pelajaran 2011/2012.

No Jumlah siswa Nilai koefisien Kriteria Frekuens Persentase

5 Siswa
(N) kelas I, 65-80
korelasi Sangat baik i (F) 3 5%
P=(%)

II,dan III 50-65 Baik 42 76%

35-50 Cukup 9 16%

20-35 Kurang 1 2%

55 orang 55 100%
Sumber : hasil angket (diolah)

Keterangan:

Jumlah siswa yang diteliti atau yang dijadikan responden untuk melakukan

penelitian tentang peranan PAK dalam perubahan tingkah laku sebanyak 55

orang dengan perincian penilaian. Sumanto (1990) menyatakan sebagai

berikut:

a. Yang mendapat nilai (65-80) sangat baik 3 siswa dengan persentase = 5%

b. Yang mendapat nilai (50-65) baik 42 siswa dengan persentase = 76%

c. Yang mendapat nilai (35-50) cukup 9 siswa dengan persentase = 16%

d. Yang mendapat nilai (20-35) kurang 1 siswa dengan persentase = 2%

Untuk lebih jelasnya perolehan nilai di atas dapat dilihat pada tabel koefisien

pada lembaran lampiran

49
4.2. Hasil Analisa Data Dan Interpretasi Data

Untuk penelitian ini disajikan analisa data berupa berupa tabel sekaligus

penjelasannya, seperti tertera dibawah ini.

Tabel 1.6. Kriteria nilai prestasi belajar pendidikan agama Kristen siswa
kelas 1 di SMKN 5 Waingapu tahun pelajaran 2011/2012

Jumlah Frekuensi Nilai Presentase


No Kriteria
Siswa (N) (F) Prestasi P= (%)

(A) Sangat baik


1 Siawa Kelas I nilainya (90) 2 180 17
(B) Baik (80) 3 240 22
(C) Cukup (70) 6 420 39
(D) Kurang (60) 4 240 22
15 Orang 15 1080 100

Keterangan:

Bagi siswa yang mendapat nilai

a. Nilai 9 (sangat baik) 2, dengan demikian memiliki nilai prestasi 180 = 17%.

b. Nilai 8 (baik) 3, dengan demikian memiliki nilai prestasi 240 = 22%.

c. Nilai 7 (cukup) 6, dengan demikian memiliki nilai prestasi 420 = 39%.

d. Nilai 6 (kurang) 0, dengan demikian memiliki nilai prestasi 240 = 22%

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari hasil

belajar pendidikan agama Kristen siswa di SMKN 5 Waingapu :

Nilai Pr estasi 1080


   72
Frekuensi 15

Dari nilai rata-rata yang telah diketahui di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa nilai dari hasil belajar pendidikan agama Kristen di SMKN

5 Waingapu khususnya kelas I termasuk dalam kriteria cukup.

50
Tabel 1.7. Nilai prestasi hasil belajar pendidikan agama Kristen siswa
Kristen di SMKN 5 Waingapu semester I, kelas II tahun pelajaran 2011/2012

Jumlah Frekuensi Nilai Presentase


No Kriteria
Siswa (N) (F) Prestasi P= (%)

Siawa (A) Sangat baik


1 Kelas II nilainya (90) 2 180 13
(B) Baik (80) 6 480 36
(C) Cukup (70) 9 630 47
(D) Kurang (60) 1 60 4
18 Orang 18 1350 100

Keterangan:

Bagi siswa yang mendapat nilai:

a. 9 (sangat baik) memiliki frekuensi 2 siswa, dengan demikian nilai

prestasinya 180 = 13%.

b. 8 (baik) memiliki frekeunsi 6 siswa, dengan demikian

nilai prestasinya 480 = 36%.

c. 7 (cukup) memiliki frekuensi 9 siswa, dengan demikian nilai

prestasinya 630 = 47%.

d. 6 (kurang) memiliki frekuensi 1 siswa, dengan demikian

nilai prestasinya 60 = 4%.

Jadi nilai rata-rata dari hasil belajar pendidikan agama Kristen di

Nilai Pr estasi 1350


SMKN 5 Waingapu khususnya kelas II adalah    75
Frekuensi 18

Dari nilai rata-rata yang telah diketahui di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

nilai dari hasil belajar pendidikan agama Kristen di SMKN 5 Waingapu semester

I, kelas II termasuk dalam kriteria cukup.

51
Tabel 1.8 Nilai hasil belajar pendidikan agama Kristen siswa Kristen
di SMKN 5 Waingapu semester I, kelas III tahun pelajaran 2011/2012

Jumlah Frekuensi Nilai Presentase


No Kriteria
Siswa (N) (F) Prestasi P= (%)

Siawa (A) Sangat baik


1 Kelas III nilainya (90) 3 270 34
(B) Baik (80) 4 240 30
(C) Cukup (70) 15 280 35
(D) Kurang (60) 0 0 -
22 Orang 22 790 100
Sumber : data diolah

Keterangan:

Bagi siswa yang mendapat nilai :

a. 9 (sangat baik) memiliki frekuensi 3, dengan demikian nilai prestasinya

270= 34%.

b. 8 (baik) memiliki frekuensi 4, dengan demikian nilai prestasinya 240 =

35%.

c. 7 (cukup) memiliki frekuensi 15, dengan demikian nilai prestasinya

280=35%

d. 6 (kurang) memiliki frekuensi 0, dengan demikian nilai prestasinya 0 =

0%

Jadi nilai rata-rata dari hasil belajar pendidikan agama Kristen kelas II

paralel di SMKN 5 Waingapu :

Nilai Pr estasi 1640


   75
Frekuensi 22

Dari nilai rata-rata yang telah diketahui di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa nilai dari hasil belajar pendidikan agama Kristen di

52
SMKN 5 Waingapu semester I, kelas III termasuk dalam kriteria cukup.

Dari ketiga tabel di atas, maka dapat dilihat ada perbedaan diantara

nilai hasil belajar pendidikan agama Kristen dari masing-masing kelas.

Untuk lebih mempermudah pemahaman maka penulis akan membuat tabel

yang memuat keseluruhan hasil belajar pendidikan agama Kristen.

Tabel 1.9 Nilai hasil belajar pendidikan agama Kristen di SMKN 5 Waingapu
semester I, sampai dengan kelas III tahun pelajaran 2011/2012

Jumlah Frekuensi Nilai Presentase


No Kriteria
Siswa (N) (F) Prestasi P= (%)

Siawa Kelas (A) Sangat baik


1 I, II, dan III nilainya (90) 7 630 15
(B) Baik (80) 13 1040 26
(C) Cukup (70) 30 2100 52
(D) Kurang (60) 5 300 7
22 Orang 55 4070 100
Sumber :data diolah

Keterangan :

Bagi siswa yang mendapat nilai:

a. 9 (sangat baik) memiliki frekuensi 7, dengan demikian nilai prestasinya

630 = 15%

b. 8 (baik) memiliki frekuensi 13, dengan demikian nilai prestasinya 1040 =

26%

c.7 (cukup) memilikim frekuensi 30, dengan demikian nilai prestasinya

2100= 52%

d. 6 (kurang) memiliki frekuensi 5, dengan demikian nilai prestasinya 300 =

7%

53
Jadi nilai rata-rata hasil belajar pendidikan agama Kristen kelas I

Nilai Pr estasi 4070


sampai dengan kelas III adalah :   74
Frekuensi 55

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai hasil belajar

pendidikan agama Kristen termasuk dalam kriteria Cukup.

Tabel l.l0. Hasil penelitian tentang tingkah laku siswa Kristen di SMKN
5 Waingapu yang terdiri dari kelas I paralel, kelas II paralel, dan kelas
III paralel.

No Jumlah siswa Nilai koefisien Kriteria Frekuens Persentase


10 Siswa kelas I, 65-80 Sangat baik 3 5%
(N) korelasi i (F) P=(%)
II,dan III 50-65 Baik 42 76%

35-50 Cukup 9 16%

20-35 Kurang 1 2%

55 orang 55 100%

Keterangan:

Jumlah siswa yang diteliti atau yang dijadikan responden untuk melakukan

penelitian tentang peranan PAK dalam perubahan tingkah laku sebanyak 55

orang dengan perincian penilaian. Sumanto (1990) menyatakan kriteria nilai

koefisien korelasi sebagai berikut:

a. Yang mendapat nilai (65-80) sangat baik 3 responden = 5%.

b. Yang mendapat nilai (50- 65) baik 42 responden = 76%.

c. Yang mendapat nilai (35-50) cukup 9 responden =16%.

d. Yang mendapat nilai (20-35) kurang 1 responden = 2%.

54
Supaya dapat mengetahui tentang skor, maka dipakailah rumusan interval.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket, dimana dalam angket penulis

menggunakan 25 butir pertanyaan. Dengan jawaban yang disediakan terdiri dari

empat pilihan jawaban yaitu: sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.

Oleh sebab itu, maka dapat diperoleh atau diketahui bahwa skor terendah 20, hal

tersebut diperoleh dari 1 x 20 = 20 sedangkan untuk skor tertinggi diperoleh 80

dengan perhitungan 4x20 = 80. Dengan demikian berdasarkan rumusan interval

akan diperoleh skor sebesar 15 yaitu dari perhitungan sebagai berikut:

Skor tertinggi- Skor terendah


80  20 60
1=------------------------------------ =   15
4 4
Banyaknya Interval

Dari tabel 1.5 di atas maka dapat diketahui tentang tingkah laku siwa yang

tergolong dalam kriteria baik adalah berfrekuensi (42) dengan persentase

(76%). Skor rata-rata tingkah laku siswa =Jumlah nilai angket / jumlah siswa =

4229/ 55 = 76. Setelah mengetahui skor tingkah laku siswa Kristen di SMKN 5

Waingapu dapat diketahui bahwa tingkah laku siswa Kristen di SMKN 5 Waingapu

tergolong dalam kriteria cukup.

4.3. Pengujian Hipotesa

Dari hipotesa di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan

agama Kristen mempunyai peranan dalam proses perubahan tingkah laku siswa

Kristen di SMKN 5 Waingapu. Hal tersebut sesuai dengan perhitungan yang

dilakukan oleh penulis dengan memperoleh harga koeifisien korelasi (r)

sebesar 0,111 (Lihat lampiran Perhitungan koefisien Korelasi). Dari

55
perhitungan hasil belajar nilai pendidikan agama Kristen deperoleh nilai

rata-rata 7, maka nilai tersebut tergolong dalam kriteria cukup. Dari kedua hasil

perhitungan nilai tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa ada peranan

pendidikam agama Kristen dalam proses perubahan tingkah laku siswa Kristen

di SMKN 5 Waingapu.

56
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagai penutup dalam penulisan skripsi ini maka dipaparkan hasilnya yaitu

kesimpulan dan saran.

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Pada prinsipnya pendidikan agama Kristen ingin menanamkan

nilai-nilai kekristenan kepada murid dan memperkenalkan tentang

Allah tritunggal.

5.1.2. Dari nilai hasil belajar pendidikan agama Kristen siswa Kristen di

SMKN 5 Waingapu kelas I, kelas II., dan kelas III tergolong dalam

kriteria Cukup.

5.1.3. Hasil penelitian siswa Kristen di SMKN 5 Waingapu tergolong dalam

kriteria cukup.

5.1.4. Temyata setelah melakukan penelitian tentang tingkah laku siswa

Kristen di SMKN 5 Waingapu pendidikan agama Kristen mempuyai

peranan dalam proses perubahan tingkah laku siswa.

5.2. Saran

5.2.1. Bagi Guru Pendidikan Agama Kristen

(a) Supaya dapat memberikan motivasi dalam meningkatkan

pelayanannya bagi peserta didik. Dengan demikian anak akan merasa

bahwa pendidikan agama Kristen itu merupakan kebutuhan yang

57
sangat mendasar.

(b) Supaya dapat meningkatkan pelayanannya dalam hal memperhatikan

akan kebutuhannya dalam hal ini kasih sayang. Seorang guru hams

menciptakan persahabatan dan bergaul akrab dengan anak didiknya.

Dengan harapan ketika anak mengalami permasalahan, mereka mau

menjelaskan permasalahannya kepada guru.

(c) Pada saat memberikan nilai, guru hendaknya jangan hanya

memperhatikan kemampuan intelektual semata hasil belajar

pendidikan agama Kristen, namun sebagai seorang guru pendidikan

agama Kristen harus melihat dan memperhatikan nilai tingkah laku

anak yang dididik.

(d) Pentingnya membangun kerjasama yang baik antara guru, sekolah,

maupun orang tua murid, sehingga dalam proses belajar mengajar

pendidikan agam Kristen yang diajarkan dapat mencapai tujuan yang

diharapkan.

5.2.2. Bagi Peserta Didik

(a) Ilmu pendidikan agama Kristen yang telah dipelajari di sekolah

melalui pembinaan guru pendidikan agama Kristen mampu untuk

diterapkan kehidupan pergaulanya. Dalam hal ini baik dilingkungan

keluarga, sekolah, maupun dilingkungan masyarakat, sehingga dapat

menjadi saksi Kristus.

(b) Dapat meningkatkan hubungan dan kerjasama yang baik dengan guru

pendidikan agama Kristen, agar guru tersebut dapat meningkatkan

58
strategi mengajar dengan membangun minat anak, sehingga

pertumbuhan kerohanian anak semakin berkuantitas.

(c) Supaya para peserta didik mempuyai kesadaran bahwa pendidikan

agama Kristen merupakan kebutuhan yang membangun kepribadian

yang berkenan kepada Tuhan.

(d) Diharapkan bagi setiap siswa Kristen dapat menyaring setiap ilmu

atau pengalaman yang didapat dengan ajaran kekristenan. Adapun

tujuannya agar setiap perbuatan yang dilakukan tidak bertentangan

dengan kehendak Tuhan.

5.2.3. Bagi Pembaca

(a) Harapannya dengan adanya hasil karya ilmiah ini dapat dijadikan

bahan referensi dalam membangun pelayanan yang eflsien terlebih

khusus tentang peranan pendidikan agama Kristen dalam proses

perubahan tingkah laku siswa.

(b) Supaya mempunyai pengetahuan yang baik dan benar tentang

peranan pendidikan agama Kristen dalam proses perubahan tingkah

laku anak usia remaja.

59
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, M. 1981. Pedoman Pendidikan Dan Pengajaran. Usaha Nasional.


Surabaya.

Arikunto, S. 1984. Prosedur Penilitian. Bina aksara. Jakarta.

Benhartdlohse, 1989. Pengantar Sejarah Dogma Kristen. BPK. Gunung Mulia.


Jakarta.

Boehlke, Robert . 1994. Sejarah Perkembangan pikiran Dan


Praktek pendidikan Agama kristen. BPK. Gunung mulia. Jakarta.

Caplin, C.P. 1989. Ramus Lengkap Psikotogi. Rajawali. Jakarta.

Cully, Iris. V. 1996. Dinamika Pendidikan Agama Kristen. BPK. Gunung Mulia.
Jakarta.

Direktoral Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan Depertemen Agama RI.


2003. Kurikidum Berbasis Kompetensi Sekolah Menegah Umum.
Derektoral Jenderal Masyarakat (Kristen) Protestan. Jakarta.

Furchan, Ary. 1982. Pengantar Penilitiaan Dan Pendidikan. Usaha Nasional.


Surabaya.

Gunarsa, Ny. Singgih D, 2009. Psikologi untuk membimbing. Gunung Mulia,


Jakarta.

Haditono, Siti Rahayu. 1986. Psikotogi Perkembangan. Gajamada Universiti


Press. Yogyakarta.

Homrikhausen, E. G dan Enklaar, I. H. 1987. Pendidikan Agama Kristen. BPK.


Gunung Mulia. Jakarta.

Idris, Zahara. 1987. Sistem Pendidikan Nasional. Gunung Agung. Jakarta.

Nasir, M.1988. Metode Penilitian. Ghalia Indonesia. Cetakan ke III. Jakarta.

Patty, F dkk. 1982. Pengantar Psikologi Umum. Usaha Nasional. Jakarta.

Poewadarminto, W. J. S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.


Jakarta.

Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa. 1994. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Edisi ke II. Balai PustakaJakarta.

60
Sidjabat, Samuel. 1987. Pendidikan Kristen. Institut Tiranus. Bandung.

Soemanto, Wasti. 2003. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Soemanto. 1990. Metode Penilitian Sosial Dan Pendidikan.Andi Offset.


Yogyakarta.

Surakhmad, Winarno. 1980. Mewujudkan Nilai-nilai Hidup Dalam Tingkah Laku.


Edisi II. Tarsito. Bandung.

Tambunan, Emit. H. 1996.Guru-Guru Kristen dan Panggitannya. Depertemen


pendidikan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Indonesia Kawasan
Barat. Jakarta.

Walker, D.F. 1985. Konkordansi Alkitab.Kmisius. Yogyakarta.

61
PERHITUNGAN ANALISA KORELASI

Nilai Siswa Nilai Angket


NO X2 Y2 X.Y
(X) (Y)
1 91,25 82 8.327 6.724 7.483
2 74,00 76 5.476 5.776 5.624
3 78,75 84 6.202 7.056 6.615
4 80,50 75 6.480 5.625 6.038
5 80,75 79 6.521 6.241 6.379
6 69,75 66 4.865 4.356 4.604
7 63,75 71 4.064 5.041 4.526
8 73,75 75 5.439 5.625 5.531
9 70,00 78 4.900 6.084 5.460
10 71,75 71 5.148 5.041 5.094
11 91,00 82 8.281 6.724 7.462
12 62,00 82 3.844 6.724 5.084
13 67,75 85 4.590 7.225 5.759
14 75,50 75 5.700 5.625 5.663
15 81,25 65 6.602 4.225 5.281
16 68,75 76 4.727 5.776 5.225
17 81,75 75 6.683 5.625 6.131
18 74,75 77 5.588 5.929 5.756
19 83,75 71 7.014 5.041 5.946
20 80,50 90 6.480 8.100 7.245
21 73,00 90 5.329 8.100 6.570
22 90,75 72 8.236 5.184 6.534
23 72,00 67 5.184 4.489 4.824
24 73,50 79 5.402 6.241 5.807
25 91,50 87 8.372 7.569 7.961
26 89,75 65 8.055 4.225 5.834
27 75,75 85 5.738 7.225 6.439
28 73,00 79 5.329 6.241 5.767
29 80,50 66 6.480 4.356 5.313
30 70,75 83 5.006 6.889 5.872
31 70,50 68 4.970 4.624 4.794
32 75,25 78 5.663 6.084 5.870
33 80,75 87 6.521 7.569 7.025
34 80,00 89 6.400 7.921 7.120
35 78,50 78 6.162 6.084 6.123

62
36 77,00 71 5.929 5.041 5.467
37 72,00 82 5.184 6.724 5.904
38 71,25 82 5.077 6.724 5.843
39 75,50 85 5.700 7.225 6.418
40 90,50 75 8.190 5.625 6.788
41 76,50 65 5.852 4.225 4.973
42 81,25 76 6.602 5.776 6.175
43 79,25 75 6.281 5.625 5.944
44 73,75 77 5.439 5.929 5.679
45 75,25 71 5.663 5.041 5.343
46 75,00 90 5.625 8.100 6.750
47 77,75 90 6.045 8.100 6.998
48 78,25 72 6.123 5.184 5.634
49 74,50 67 5.550 4.489 4.992
50 77,50 79 6.006 6.241 6.123
51 75,00 87 5.625 7.569 6.525
52 83,75 65 7.014 4.225 5.444
53 90,75 66 8.236 4.356 5.990
54 91,50 71 8.372 5.041 6.497
55 83,00 75 6.889 5.625 6.225
55 4276,00 4229,00 335.178 328.229 328.463

63
Perhitungan Koefesian Korelasi

Diketahui :
N = 55
X =4.276
Y =4.229
XY =32.8463
X 2 =335.178
Y 2 =328.229

N  XY  ( X )( Y )
r
{N  X 2( X ) 2 }{N  Y 2  ( Y ) 2

55 x32.8463 - 4276 x 4229


r
(55 x335178 )  (4276^ 2)(55 x328.229)  4229^ 2)

18.065.479 - 18.083.204
r
(18434776 )  (1828417)(18052595  178884441)

17725
r
(150.600)(168.154)

17725
r
25.324.034.438

17725
r
159135
r  0,111

64
DAFTAR NILAI SISWA KELAS I, II DAN III

Responden NT1 NT2 UH MID SMS AVERAGE

1 90 95 90 90 91,25
2 70 80 76 70 74,00
3 80 90 75 70 78,75
4 70 90 85 77 80,50
5 79 75 80 89 80,75
6 60 80 79 60 69,75
7 70 60 60 65 63,75
8 80 80 70 65 73,75
9 80 72 55 73 70,00
10 65 76 75 71 71,75
11 90 92 83 99 91,00
12 70 80 72 26 62,00
13 70 80 60 61 67,75
14 80 70 76 76 75,50
15 80 70 90 85 81,25
16 60 60 71 84 68,75
17 75 85 89 78 81,75
18 77 85 70 67 74,75
19 80 76 90 89 83,75
20 87 70 90 75 80,50
21 80 70 72 70 73,00
22 85 88 95 95 90,75
23 80 75 60 73 72,00
24 66 60 95 73 73,50
25 80 89 98 99 91,50
26 90 89 95 85 89,75
27 80 70 78 75 75,75
28 90 66 76 60 73,00
29 67 90 85 80 80,50
30 76 70 70 67 70,75
31 76 60 75 71 70,50
32 70 76 85 70 75,25
33 77 80 76 90 80,75
34 80 80 85 75 80,00
35 80 70 89 75 78,50

65
36 88 70 60 90 77,00
37 80 68 70 70 72,00
38 80 70 65 70 71,25
39 80 80 65 77 75,50
40 90 88 95 89 90,50
41 90 80 70 66 76,50
42 90 80 95 60 81,25
43 80 70 95 72 79,25
44 80 70 75 70 73,75
45 70 76 80 75 75,25
46 60 70 95 75 75,00
47 80 76 75 80 77,75
48 76 80 80 77 78,25
49 76 80 80 62 74,50
50 70 80 90 70 77,50
51 80 80 70 70 75,00
52 80 90 85 80 83,75
53 95 88 90 90 90,75
54 88 90 95 93 91,50
55 77 90 95 70 83,00

66

Anda mungkin juga menyukai